Roma 14:1: Menerima yang Lemah dalam Iman

Roma 14:1: Menerima yang Lemah dalam Iman

Ayat Fokus – Roma 14:1 (TB):

“Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya.”

Pendahuluan: Tantangan Hidup dalam Perbedaan di Dalam Tubuh Kristus

Salah satu tantangan terbesar dalam gereja adalah menghadapi perbedaan. Perbedaan ini bisa dalam bentuk doktrin sekunder, gaya hidup, praktik ibadah, bahkan makanan dan hari raya. Rasul Paulus dalam Roma 14 memberikan pedoman yang sangat penting tentang cara orang percaya menyikapi perbedaan di antara mereka, khususnya antara yang “lemah” dan “kuat” dalam iman.

Ayat 1 dari pasal ini adalah fondasi dari seluruh argumen Paulus. Ia memerintahkan: “Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya.”

Melalui artikel ini, kita akan menelaah makna ayat ini dari:

  • Eksposisi gramatikal dan teologis

  • Pandangan para teolog Reformed

  • Aplikasi konteks modern

  • Prinsip untuk membangun komunitas Injil yang dewasa dan inklusif secara alkitabiah

1. Konteks Roma 14: Hidup Bersama dalam Tubuh Kristus

A. Latar Belakang

Roma 14 adalah bagian dari nasihat praktis Paulus tentang bagaimana Injil mempengaruhi relasi orang percaya. Dalam jemaat Roma, terdapat perbedaan antara:

  • Orang Yahudi Kristen yang masih mempertahankan kebiasaan makan dan hari-hari suci

  • Orang non-Yahudi Kristen yang tidak memiliki kepekaan itu

Paulus menasihati agar yang kuat dalam iman tidak menghina yang lemah, dan yang lemah tidak menghakimi yang kuat (lih. Rm. 14:3).

B. Roma 14:1 sebagai Pernyataan Dasar

Ayat ini menjadi kerangka etika relasi Kristen: penerimaan dalam Kristus melampaui perbedaan non-esensial.

2. Eksposisi Frasa-Frasa Kunci dalam Roma 14:1

A. “Terimalah...”

Kata Yunani: proslambanō → artinya bukan sekadar “izinkan bergabung”, tetapi menyambut secara hangat ke dalam persekutuan.

John Murray menulis bahwa ini “lebih dari sekadar toleransi; ini adalah penerimaan yang penuh kasih sebagaimana Kristus telah menerima kita.”

B. “Orang yang lemah imannya...”

Siapakah mereka?

  • Mereka yang belum mengerti bahwa dalam Kristus, semua makanan halal (Roma 14:14)

  • Mereka yang memiliki hati nurani yang peka terhadap hal-hal simbolik atau tradisional

Lemah bukan berarti tidak percaya, tetapi belum teguh dalam kebebasan Injil.

R.C. Sproul: “Kelemahan iman di sini adalah soal pemahaman, bukan ketulusan atau kualitas keselamatan.”

C. “Tanpa mempercakapkan pendapatnya...”

Kata Yunani: diakrisis → pertengkaran, perdebatan, menghakimi.

Artinya: Jangan menjadikan perbedaan kecil sebagai bahan debat yang memecah kasih dan kesatuan tubuh Kristus.

3. Teologi Reformed dan Prinsip Penerimaan Kristen

A. Kesatuan dalam Esensi, Kebebasan dalam Hal Non-Essensial

Teologi Reformed mengakui adanya:

  • Dogma Esensial: Allah Tritunggal, keselamatan oleh anugerah, kebangkitan Yesus

  • Doktrin Non-Essensial: praktik puasa, bentuk ibadah, gaya berpakaian

John Calvin dalam Institutes:

“Kita harus menunjukkan kelembutan terhadap yang lemah, sebagaimana Allah sendiri menyesuaikan wahyu-Nya secara bertahap kepada manusia.”

B. Kasih sebagai Prinsip Pengikat

Rasul Paulus menekankan bahwa kasih harus melampaui pengetahuan (1 Kor.intus 8:1-3). Orang kuat tidak boleh menjadi batu sandungan bagi yang lemah.

Herman Bavinck menyebut “komunitas perjanjian” sebagai tempat latihan kasih sejati yang memelihara iman sesama anggota tubuh Kristus.

4. Aplikasi Konteks Modern: Perbedaan Gaya Hidup dan Praktik Kristen

A. Isu Modern yang Serupa:

  • Musik pujian kontemporer vs. tradisional

  • Konsumsi alkohol secara moderat

  • Perayaan hari-hari raya Kristen

  • Gaya berpakaian dalam ibadah

  • Tradisi liturgi vs. non-liturgi

B. Prinsip dari Roma 14:1:

  • Jangan memaksakan kebebasan pribadi atas sesama

  • Jangan menghakimi yang memiliki kepekaan hati nurani

  • Jangan menyombongkan pengetahuan, tetapi utamakan kasih

C. R.C. Sproul:

“Kebebasan Kristen bukan lisensi untuk egoisme. Itu panggilan untuk mengasihi dalam konteks komunitas.”

5. Dimensi Pastoral: Menyambut yang Lemah, Membina dalam Kasih

A. Gereja sebagai Tempat Pertumbuhan, Bukan Penghakiman

  • Gereja bukan untuk orang sempurna, tetapi untuk yang sedang dalam proses diteguhkan dalam iman

B. Disiplin dalam Kasih, Bukan Polemik

  • Mengoreksi yang lemah perlu hati-hati dan sabar, bukan dengan debat keras

John Piper:

“Kita tidak hanya dipanggil untuk mengampuni, tetapi untuk menyambut satu sama lain sebagai saudara dan saudari dalam Injil.

6. Iman dan Kebebasan: Batas yang Harus Diperhatikan

A. Tidak Semua Kebebasan Harus Dipakai

  • Yang kuat harus menahan diri demi membangun yang lemah (Roma 15:1)

  • Kebebasan Kristen tunduk kepada hukum kasih

B. Kasih Sebagai Batas

  • Kebebasan tanpa kasih → kesombongan

  • Sensitivitas tanpa Injil → legalisme

C. Teologi Reformed: Tunduk pada Kristus sebagai Kepala Gereja

Semua keputusan etis harus tunduk pada Kristus dan demi pertumbuhan tubuh-Nya.

7. Kristus sebagai Teladan Penerimaan

A. Roma 15:7 sebagai Penutup dari Roma 14

“Sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah.”

B. Kristus Menerima Kita dalam Ketidaksempurnaan

  • Maka, kita dipanggil menerima saudara seiman dalam perbedaan yang tidak merusak Injil

8. Kesimpulan: Membangun Komunitas yang Penuh Kasih dan Kebenaran

Roma 14:1 bukan hanya perintah toleransi, tetapi panggilan untuk:

  • Menghidupi kasih yang aktif terhadap saudara seiman

  • Membedakan hal yang esensial dan non-esensial

  • Menahan diri dari penghakiman dan debat yang sia-sia

  • Menyambut mereka yang lemah imannya sebagai bagian dari keluarga Allah

Dalam Kristus, kita semua disatukan bukan karena kesamaan, tetapi karena anugerah yang sama.

Next Post Previous Post