Predestinasi : Orang-orang Yang Ditolak (Bagian-2)
Pdt. Yakub Tri Handoko, M. Th.
Isu yang paling sulit sehubungan dengan predestinasi adalah tentang orang-orang yang tidak dipilih. Sebagian sarjana menyebut mereka yang tidak dipilih sebagai orang-orang yang ditolak, namun istilah “orang-orang yang ditolak” tampaknya tidak tepat. Istilah ini memberi kesan manusia berdosa telah mengindikasikan inisiatif untuk datang, tetapi Allah dengan aktif menolak/menghalangi mereka. Predestinasi didasarkan pada natur manusia yang berdosa. Tanpa intervensi Allah dalam bentuk paket keselamatan (dari predestinasi sampai pemuliaan), manusia tidak akan percaya kepada Allah. Karena manusia berdosa tidak mungkin datang kepada Allah, mereka tidak perlu ditolak.
Diskusi tentang orang-orang yang tidak dipilih telah menyebabkan perbedaan pendapat di kalangan mereka yang menerima predestinasi. Sebagian hanya membatasi predestinasi pada orang-orang yang dipilih (predestinasi tunggal), sementara yang lain percaya bahwa predestinasi menyangkut orang-orang yang dipilih maupun yang tidak dipilih (predestinasi ganda). Pandangan predestinasi ganda dapat disarikan sebagai berikut “Allah telah memilih sebagian orang untuk diselamatkan berdasarkan kebaikan dan kedaulatan-Nya yang mutlak dan membiarkan sebagian yang lain dalam kebinasaan”.
Kata “membiarkan” di atas menyiratkan “ketidakaktifan” Allah dalam kebinasaan sebagian orang. Allah tidak perlu secara aktif membuat orang binasa. Mereka secara natur pasti akan binasa. Di sisi lain, kata “membiarkan” juga tidak boleh diartikan bahwa Allah tidak bisa berbuat apa-apa (pasif) terhadap apa yang akan terjadi dengan orang-orang yang tidak dipilih. Membiarkan berarti “secara aktif menetapkan untuk membiarkan sesuatu terjadi”.
Dasar Alkitab untuk predestinasi ganda
Alkitab tidak banyak memberikan indikasi eksplisit tentang orang-orang yang tidak dipilih. Berikut ini adalah beberapa ayat yang mengarah ke sana:
Amsal 16:4 “TUHAN membuat segala sesuatu untuk tujuannya masing-masing, bahkan orang fasik dibuat-Nya untuk hari malapetaka”
Kis 1:16-20 Perbuatan Yudas Iskariot sudah dinubuatkan sebelumnya
Kisah Para Rasul 4:27-28 “Herodes...Pontius Pilatus...untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendak-Mu”
Yudas 1:4 “orang-orang yang telah lama ditentukan untuk dihukum”
Wahyu 13:8 “...semua orang yang namanya tidak ditulis sejak dunia dijadikan di dalam kitab kehidupan”
BACA JUGA: KEMATIAN YESUS KRISTUS
Alkitab memberi penekanan pada ketetapan Allah untuk menyerahkan Yesus (Roma 5:6; 8:32). Yesus juga berkali-kali menyatakan bahwa Ia harus mati (Matius 16:21; 20:22; 26:54; Markus 8:31; 10:38). Kalau Yesus memang telah ditetapkan sejak kekekalan untuk menjadi juru selamat kita (band. Efesus 1:4), bukankah orang-orang yang menyerahkan-Nya juga sudah ditetapkan (Kisah Para Rasul 1:16-20; 4:27-28)?
Argumentasi teologis-filosofis untuk predestinasi ganda
Predestinasi tunggal sebenarnya secara logis dan teologis tidak bisa dibenarkan. Berikut ini adalah runtutan pemikiran untuk membuktikan inkonsistensi predestinasi tunggal:
Seandainya Allah hanya memilih orang-orang tertentu untuk diselamatkan, bagaimana nasib orang-orang yang tidak dipilih? Apakah mereka memiliki peluang untuk diselamatkan?
Jawaban terhadap pertanyaan di atas ada dua: ya atau tidak
Seandainya tidak, berarti mereka pasti akan binasa (predestinasi ganda) Seandainya ya, atas dasar apa mereka diselamatkan? Apakah Allah memiliki pola keselamatan yang berbeda untuk orang yang berbeda? Apakah seseorang bisa selamat tanpa intervensi Allah? Kalau begitu, apakah artinya keselamatan karena anugerah? (band. Efesus 2:810)
Predestinasi ganda sebagai sebuah misteri ilahi
Orang yang menolak predestinasi ganda biasanya memiliki anggapan, baik sadar atau tidak, bahwa tujuan utama penciptaan adalah kebaikan manusia. Hal ini kurang sesuai dengan Alkitab. Tujuan utama Allah menciptakan segala sesuatu adalah untuk kemuliaan-Nya (Roma 3:36; Kolose 1:16; Efesus 1:5-6, 12, 13-14; 2:8-10; Wahyu 4:11). Allah tidak harus menciptakan sesuatu di luar diri-Nya. Tanpa apapun Allah sudah sempurna. Dia tidak membutuhkan apapun, sekecil apapun. Ketika Ia menetapkan untuk menciptakan segala sesuatu, semuanya itu hanya untuk kemuliaan-Nya. Ia membangkitkan dan menghukum Firaun hanya untuk menunjukkan kemuliaan-Nya (Keluaran 14:4; Roma 9:17). Ia berhak melakukan apa saja, karena Ia adalah Pencipta (Roma 9:20-21).
Hal yang lain yang perlu disadari adalah kecenderungan manusia untuk mengetahui segala sesuatu dengan tuntas. Hal ini tentu saja merupakan sesuatu yang mustahil untuk dicapai. Manusia terbatas dalam banyak hal. Selain itu, dalam konteks pengetahuan tentang Allah, Allah tidak bisa dipahami, karena Ia tidak terbatas. Manusia tidak akan pernah bisa memahami semua ketetapan Allah (Ulangan 29:29; Roma 11:33-35). Orang percaya seharusnya menerima doktrin ini dengan ucapan syukur dan kerendahhatian. Alkitab mengajar hal ini, karena itu orang percaya wajib mengetahuinya. Hal-hal lain yang berada di luar kapasitas rasio manusia kita terima dengan iman.
Sebagian orang berpikir bahwa konsep predestinasi tunggal atau penolakan terhadap predestinasi bisa lebih memuaskan pikiran manusia dalam memahami kebaikan dan keadilan Allah, namun pendangan ini tidak bisa diterima. Seandainya Allah tidak menetapkan apa-apa dalam kaitan dengan keselamatan, paling tidak Ia tetap tahu sejak kekekalan siapa yang akan selamat dan yang binasa. Manusia tetap akan bertanya, “kalau Ia sudah tahu, mengapa Ia tetap menciptakan orang-orang yang binasa tersebut?”
Catatan: Pdt.Budi Asali, M.Div.
Baik Robert L. Dabney maupun Loraine Boettner percaya bahwa sekalipun iman dan / atau perbuatan baik bukanlah dasar dari election, tetapi dosa merupakan dasar dari reprobation.
Robert L. Dabney: “... it is disputed what is the ground of this righteous preterition of the non-elect. The honest reader of his Bible would suppose that it was, of course, their guilt and wickedness foreseen by God, and, for wise reasons, permissively decreed by Him. This, we saw, all but the supralapsarian admitted in substance. God’s election is everywhere represented in Scripture, as an act of mercy, and His preterition as an act of righteous anger against sin” ( = ... diperdebatkan apa yang menjadi dasar dari pelewatan yang benar dari orang yang tidak dipilih. Pembaca Alkitab yang jujur akan menganggap bahwa itu tentu adalah kesalahan dan kejahatan mereka yang dilihat lebih dulu oleh Allah, dan, karena alasan-alasan yang bijaksana, diijinkan olehNya. Kami melihat bahwa hal ini pada pokoknya diterima oleh semua kecuali oleh penganut Supralapsarianisme. Pemilihan Allah dimana-mana dinyatakan dalam Kitab Suci, sebagai suatu tindakan belas kasihan, dan pelewatanNya sebagai tindakan kemarahan yang benar terhadap dosa) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 240.
Catatan: saya berpendapat bahwa tidak benar kalau semua menerima pandangan ini kecuali penganut Supralapsarian-isme.
Loraine Boettner: “‘When the Arminian says that faith and works constitute the ground of election we dissent,’ says Clark. ‘But if he says that foreseen unbelief and disobedience constitute the ground of reprobation we assent readily enough. A man is not saved on the ground of his virtues but he is condemned on the ground of his sin. As strict Calvinists we insist that while some men are saved from their unbelief and disobedience, in which all are involved, and others are not, it is still the sinner’s sinfulness that constitutes the ground of his reprobation. Election and reprobation proceed on different grounds; one the grace of God, the other the sin of man’” ( = ‘Pada waktu orang Arminian berkata bahwa iman dan ketaatan / perbuatan baik merupakan dasar pemilihan, kami tidak setuju,’ kata Clark. ‘Tetapi jika ia berkata bahwa ketidakpercayaan dan ketidaktaatan yang telah dilihat lebih dulu merupakan dasar dari reprobation, kami menyetujui dengan cepat. Seseorang tidak diselamatkan berdasarkan kebaikannya, tetapi ia dihukum berdasarkan dosanya. Sebagai Calvinist yang ketat, kami berkeras bahwa sementara sebagian manusia diselamatkan dari ketidak-percayaan dan ketidaktaatan mereka, di dalam mana semua orang terlibat, dan sebagian yang lain tidak diselamatkan, adalah keberdosaan dari orang berdosa itu yang merupakan dasar dari reprobationnya. Election dan reprobation bertolak dari dasar yang berbeda; yang satu berdasarkan kasih karunia Allah, yang lain berdasarkan dosa manusia) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 114.
Tetapi Charles Hodge tidak setuju bahwa dosa adalah dasar dari reprobation. Dasar dari reprobationtetap adalah kedaulatan Allah.
Tetapi Charles Hodge tidak setuju bahwa dosa adalah dasar dari reprobation. Dasar dari reprobationtetap adalah kedaulatan Allah.
Charles Hodge: “God condemns no man, and foreordains no man to condemnation, except on account of his sin. But the preterition of such men, leaving them, rather than others equally guilty, to suffer the penalty of their sins, is distinctly declared to be a sovereign act”( = Allah tidak menghukum siapapun, dan tidak menentukan lebih dulu siapapun kepada penghukuman, kecuali karena dosanya. Tetapi tindakan melewati mereka, meninggalkan mereka, dan bukannya orang-orang lain yang sama bersalahnya, untuk mendapatkan hukuman atas dosa-dosa mereka, dinyatakan secara jelas sebagai tindakan yang berdaulat) - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 346.
Louis Berkhof mendukung Hodge dengan berkata:
· “... the decree of reprobation comprises two elements, namely, preteri-tion or the determination to pass by some men; and condemnation (sometimes called precondemnation) or the determination to punish them who are passed by for their sins”[= ... ketetapan reprobationterdiri dari dua elemen, yaitu, preterition atau penentuan untuk melewati sebagian manusia; dan hukuman (kadang-kadang disebut hukuman sebelumnya) atau penentuan untuk menghukum mereka yang dilewati karena dosanya] - ‘Systematic Theology’, hal 116.
· “... the decree of reprobation comprises two elements, namely, preteri-tion or the determination to pass by some men; and condemnation (sometimes called precondemnation) or the determination to punish them who are passed by for their sins”[= ... ketetapan reprobationterdiri dari dua elemen, yaitu, preterition atau penentuan untuk melewati sebagian manusia; dan hukuman (kadang-kadang disebut hukuman sebelumnya) atau penentuan untuk menghukum mereka yang dilewati karena dosanya] - ‘Systematic Theology’, hal 116.
· “Preterition is a sovereign act of God, and act of His mere good pleasure, in which the demerits of man do not come into consideration ... The reason for preteretion is not known by men. It cannot be sin, for all men are sinners. We can only say that God passed some by for good and wise reasons sufficient unto Himself” ( = Tindakan melewati merupakan tindakan berdaulat dari Allah, dan tindakan dari kerelaanNya, dimana pelanggaran / kesalahan manusia tidak dipertimbangkan ... Alasan dari tindakan melewati itu tidak diketahui oleh manusia. Alasannya tidak mungkin adalah dosa, karena semua orang adalah orang berdosa. Kita hanya dapat berkata bahwa Allah melewati sebagian orang karena alasan-alasan yang baik dan bijaksana yang cukup untuk diriNya sendiri) - ‘Systematic Theology’, hal 116.
Dengan demikian Louis Berkhof mempunyai pandangan yang sama dengan B. B. Warfield di bawah ini.
Dengan demikian Louis Berkhof mempunyai pandangan yang sama dengan B. B. Warfield di bawah ini.
B. B. Warfield:“Were not all men sinners, there might still be an election, as sovereign as now; and there being an election, there would still be as sovereign a rejection: but the rejection would not be a rejection to punishment, to destruction, to eternal death, but to some other destiny consonant to the state in which those passed by should be left. It is not indeed, then, because men are sinners that men are left unelected; election is free, and its obverse of rejection must be equally free: but it is solely because men are sinners that what they are left to is destruction”( = Andaikata semua manusia tidak berdosa, tetap bisa ada pemilihan, yang sama berdaulatnya dengan sekarang; dan dengan adanya pemilihan, juga ada penolakan yang sama berdaulatnya: tetapi penolakan itu tidak akan merupakan penolakan kepada hukuman, kepada penghancuran, kepada kematian kekal, tetapi kepada tujuan yang lain yang sesuai / cocok dengan keadaan dimana orang-orang yang dilewati itu berada. Jadi, bukannya karena mereka berdosa sehingga mereka lalu tidak dipilih; pemilihan itu bebas, dan pasangannya yaitu penolakan harus sama bebasnya: tetapi karena semua manusia adalah orang berdosa maka mereka ditinggalkan kepada penghancuran) - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 317.
Saya lebih setuju dengan pandangan dari Charles Hodge, Louis Berkhof, B. B. Warfield, karena Roma 9:11-13 yang berbunyi:
“(11) Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya - (12) dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’ (13) seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau’”.
Jelas bahwa ayat ini menunjukkan bahwa sama seperti pemilihan Yakub tidak tergantung perbuatan Yakub, demikian juga penolakan / reprobation terhadap Esau juga tidak tergantung pada dosa Esau.
“(11) Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya - (12) dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’ (13) seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau’”.
Jelas bahwa ayat ini menunjukkan bahwa sama seperti pemilihan Yakub tidak tergantung perbuatan Yakub, demikian juga penolakan / reprobation terhadap Esau juga tidak tergantung pada dosa Esau.
Ecllesia Reformata semper Reformanda secundum Verbum Dei, Soli Deo Gloria