MARKUS 5:1-20 (DIRASUK ROH JAHAT DAN MUJIZAT YESUS)


Perikop ini adalah bagian dari beberapa perikop yang dimulai dari Markus 4:35 sampai Markus 5:43 yang semuanya menceritakan tentang mukjizat yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. 
MARKUS 5:1-20 (DIRASUK ROH JAHAT DAN MUJIZAT YESUS)
Mukjizat-mukjizat ini dijadikan satu rangkaian cerita untuk melukiskan penaklukan Yesus atas kuasa-kuasa yang menentang Allah. Kuasa Yesus dinyatakan baik atas laut dan angin (Markus 4:35-41), roh-roh jahat (Markus 5:1-20) maupun penyakit dan kematian (Markus 5:1-43). Dalam setiap kisah mukjizat tersebut, kehadiran Yesus meneguhkan kehidupan yang mengalahkan kematian.

Selain dikisahkan dalam perikop ini, kisah yang paralel juga diceritakan dalam Matius 8:28-34 dan Lukas 8:26-39. Dari ketiga perikop tersebut, penggambaran yang diberikan Markus adalah yang paling detail dan memiliki banyak sudut pandang pribadi sehingga menjadikan orang yang dirasuk tersebut memiliki karakter yang lengkap dan memiliki kisah keselamatan yang lengkap pula. Jika di dalam Matius dan Lukas kita mendapatkan kisah yang didesain untuk mempermudah hafalan maka di kitab Markus kita memiliki kisah yang lebih hidup dan dramatis.

Pengantar:

Yesus dan murid-murid-Nya menyeberangi Laut Galilea ke daerah yang disebut Dekapolis atau Sepuluh Kota. Kota-kota yang terletak di timur dan selatan Laut Galilea ini membentuk suatu kerja sama pertahanan pada 1 Masehi untuk mempertahankan wilayah mereka. Kebanyakan penduduknya bukan orang Yahudi, sebagaimana juga tampak jelas dari kisah ini yang menyebutkan adanya kawanan babi di daerah itu. Tidak ada orang Yahudi yang akan memelihara babi atau berkeliaran di daerah sekitar pekuburan karena babi maupun kuburan dianggap najis.

Dari sudut pandang Yahudi, kisah ini penuh dengan unsur kenajisan. Yesus berjumpa dengan seseorang yang memiliki roh najis di dalam dirinya, yang tinggal di tengah pekuburan yang najis yang dikelilingi oleh orang-orang yang memiliki pekerjaan yang najis dan semua terjadi di daerah orang kafir yang najis.

Di mana letak peristiwa ini sebenarnya terjadi? Ada masalah tekstual ketika tempat yang ditulis oleh Markus maupun Lukas, yakni Gerasa, berbeda dengan tempat yang ditulis oleh Matius, yakni Gadara. Keduanya pun bermasalah. Gerasa terletak 30 mil dari pantai dan Gadara terletak 6 mil dari pantai, tidak cocok untuk cerita ini karena terlalu jauh. Mungkin yang dimaksudkan adalah kota yang di zaman modern disebut Kersa atau Koursi. 

Di kota ini, pantainya datar dan tidak ada kuburan, tapi sekitar 1 mil ke arah selatan ada tempat yang agak tinggi dan cukup curam dengan ketinggian 30 meter lebih di atas pantai dan sekitar dua mil di sebelah selatannya ada kuburan-kuburan yang tampaknya pernah didiami. Pada awal abad ketiga baik arkeologi maupun tradisi gereja menempatkan mukjizat ini di daerah ini.

Gambaran tentang orang yang dirasuk roh jahat (Markus 5: 2-5) 

Baru saja Yesus mendarat di tempat itu, seorang yang kerasukan roh jahat menjumpai Dia. Di sini ada persoalan karena Markus dan Lukas mencatat hanya satu orang yang kerasukan roh jahat sedangkan Matius mencatat ada dua orang. Ada kemungkinan Matius dipengaruhi oleh prinsip hukum di Perjanjian Lama yang mengatakan bahwa diperlukan dua atau tiga saksi agar suatu kesaksian sah (Bilangan 35:30, Ulangan 17:6, 19:15) dan karena peristiwa ini memberikan kesaksian penting tentang Yesus sebagai Anak Allah maka diperlukan model kesaksian seperti itu. 

Selain itu ada pula pandangan tradisional yang berusaha mengharmoniskan keduanya dengan mengatakan bahwa sebenarnya memang ada dua orang yang dirasuk roh jahat, tetapi hanya satu yang diceritakan oleh Markus dan Lukas. Sesungguhnya tidak ada penjelasan yang benar-benar dapat memuaskan hati karena semuanya tetap spekulatif. 

Orang yang dirasuk roh jahat tersebut digambarkan begitu mengenaskan. Semua ciri yang dilekatkan pada seorang gila pada masa itu dilukiskan ada pada penampilan dan tingkah laku orang tersebut: berkeliaran di luar pada tengah malam, bermalam di kuburan, merobek baju sendiri dan menghancurkan apa yang diberikan orang. Orang ini menjadi teror bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Perilakunya yang kasar ditegaskan melalui penggunaan tiga kata berbentuk negatif dalam bahasa Yunani: oude atau not even (sekalipun), ouketi atau no longer (lagi) dan oudeis atau no one (tidak ada seorang pun). 

Bahkan benda-benda yang begitu keras seperti “ikatan”, “rantai” dan “besi” pun tidak bisa menaklukkan orang tersebut. Hal ini memperlihatkan betapa berkuasanya roh jahat tersebut sekaligus menekankan ketidakberdayaan manusia menghadapi situasi ini. Tingkah lakunya sangat tidak waras, bahkan dia melolong seperti binatang liar dan bukannya berbicara seperti seorang manusia biasa. Kata Yunani damazo yang diterjemahkan dengan “menjinakkan” (Markus 5:4) digunakan juga di dalam Yakobus 3:7 dalam pengertian menjinakkan binatang buas. 

Gambaran yang diberikan Markus cukup dramatis bagi pembaca yang memiliki latar belakang apa pun. Tampaknya roh-roh jahat telah melucuti orang ini dari setiap bentuk kemanusiaannya. Melalui pelukisan yang diberikan, sangat jelas apa yang menjadi tujuan roh jahat yang merasuki orang tersebut, yakni untuk menghancurkan keserupaan manusia dengan Allah. Roh-roh jahat yang telah menguasai pusat kepribadiannya bertanggung jawab penuh atas nasib orang ini dan tindakan brutal yang dilakukannya. 

Percakapan roh-roh jahat dan orang yang dirasuknya dengan Yesus (Markus 5: 6-10). Dari jauh orang yang kerasukan itu telah melihat Yesus. Dia ternyata tidak melarikan diri dari Yesus, malahan berlari ke arah Yesus untuk mencoba menghindar dari-Nya. Larinya orang tersebut ke arah Yesus menunjukkan keputusasaannya ketika berhadapan dengan kuasa Yesus yang superior. Sesungguhnya aneh juga bahwa setan dapat mengetahui natur Yesus dengan begitu jelas dan langsung, sementara manusia biasa begitu lambat mengenali keilahian-Nya. 

Kata Yunani untuk “menyembah”, proskynein, memiliki makna menyungkurkan diri di hadapan seseorang yang wajib dihormati atau disembah, bahkan termasuk tindakan mencium kaki atau ujung jubahnya. Namun di sini, tindakan “menyembah” ini mungkin lebih tepat diterjemahkan dengan “tersungkur di hadapan-Nya” yang lebih menunjukkan “rasa hormat” ketimbang suatu tindakan penyembahan oleh orang tersebut. 

Sekarang dua kutub yang saling bertentangan bertemu: kuasa kegelapan dan kuasa Kerajaan Allah. Apakah kerajaan kegelapan dapat dibiarkan tanpa terusik oleh Kerajaan Allah, yakni masing-masing wilayahnya sendiri, seperti keinginan roh jahat itu? Apakah Yesus akan membiarkan keberadaan kuasa kegelapan itu? 

Narasi Markus menyatakan bahwa kuasa roh jahat itu ingin mencegah Yesus memasuki daerah tersebut. Ini adalah daerah di mana tidak ada orang mau pergi untuk alasan apa pun. Namun berlawanan dengan alasan dan harapan roh-roh jahat itu, Yesus tetap pergi menembus dinding ritual kenajisan dan reputasi mengerikan dari orang yang dirasuk roh jahat tersebut.

Pembaca kemudian dikejutkan dengan kenyataan bahwa orang yang dirasuk roh jahat itu menyebut Yesus dengan nama pribadi. Jelaslah bahwa setan sadar akan keilahian dan kemuliaan Yesus. Penggunaan istilah “Anak Allah yang Maha Tinggi” ketimbang “Anak Allah” adalah lazim dalam politeisme orang bukan Yahudi serta menggambarkan Yesus sebagai Anak dari satu Allah yang benar yang melampaui yang lainnya. “Anak Allah Yang Maha tinggi” menempatkan posisi Yesus yang unik sebagai Allah Mahakuasa dan menekankan universalitas kuasa-Nya. Ini bukanlah istilah mesianik, namun sebutan ilahi.

Namun dengan penyebutan penuh ini, roh jahat tidak bermaksud mengakui kedigdayaan Yesus melainkan dengan sia-sia mereka mencoba untuk menguasai Yesus atau membuat-Nya tidak berdaya sesuai dengan keyakinan umum pada waktu itu bahwa penyebutan nama yang tepat dari seorang musuh akan membuat musuh itu jatuh dalam penguasaannya. Hal ini ditambah lagi dengan penyebutan “Demi Allah” oleh orang yang kerasukan tersebut di mana formula semacam itu biasanya dipakai dalam proses pengusiran roh, namun sekarang malahan dipakai untuk Yesus. Teriakan orang tersebut melambangkan usaha dari roh jahat untuk menahan pengusiran 

Tetapi justru dengan melukiskan bagaimana roh jahat menyembah, menggunakan nama ilahi untuk membela diri dan menyebut nama Allah dengan kasar untuk memperkuat permohonan agar Yesus tidak membinasakan mereka, Markus ingin menunjukkan adanya pengakuan penuh dari roh jahat tersebut terhadap kuasa Yesus yang superior. Selain itu, Markus juga ingin menunjukkan besarnya kemenangan akhir yang Yesus dapatkan karena sepertinya roh jahat itu tetap bertahan dan menawar-nawar meskipun Yesus telah menyuruh roh itu untuk keluar. Bukankah lebih besar kesulitannya, lebih besar pula keberhasilannya?

Mengapa Yesus menanyakan nama roh jahat itu? Apakah Dia tidak tahu nama roh itu? Jawaban terbaik adalah karena Yesus ingin menunjukkan kepada orang yang dirasuk itu betapa serius keadaannya. Kata “legion” bersifat figuratif, melambangkan suatu jumlah yang sangat besar. Pada kekuatan penuh, satu legio terdiri dari 6.000 tentara infantri, 120 kavaleri ditambah peralatan lainnya. Tetapi istilah ini juga bisa dipakai untuk sebuah batalion berkekuatan 2.048 orang yang mungkin lebih mendekati jumlah babi yang dicatat dalam kisah ini.

Dalam istilah “legion” terkandung gambaran mengenai tentara yang menduduki suatu tempat, tindakan kekerasan serta kehancuran yang diakibatkannya. Orang yang kerasukan itu bukan memiliki kepribadian yang terpecah namun memiliki kepribadian banyak atau berkepribadian yang hancur berkeping-keping sesuai jumlah dan kekuatan pasukan Romawi. Kata legion menambahkan sisi militan dari sejarah kekerasan orang kerasukan itu dan menghadirkan ingatan yang menakutkan akan jumlah, kuasa dan maksud dari roh-roh jahat itu.

Meskipun roh-roh jahat itu demikian menakutkan, mereka tidak berani menantang Yesus tapi memohon belas kasihan Yesus sebagai satu-satunya alternatif dari mengalami murka Yesus. Markus 5: 10 mengatakan, “Ia memohon dengan sangat … jangan mengusir roh-roh itu [bahasa Inggris: Them] …)”. Bentuk singular dan plural muncul sekaligus dalam ayat ini. Berulang-kali roh-roh jahat melalui mulut orang tersebut meminta agar Yesus tidak mengusir mereka keluar dari daerah tersebut. Kepercayaan luas saat itu adalah bahwa setan-setan dikaitkan dengan suatu tempat tertentu (Bdk. Lukas 11:24).

Seluruh kisah ini menggambarkan bagaimana Perjanjian Baru menjelaskan kerasukan roh bukan sebagai masalah psikologis namun sebagai masalah penguasaan oleh “kekuatan asing”. Yesus harus berurusan dengan roh-roh jahat itu, bukan dengan orang yang dirasuk mereka.

Perpindahan roh-roh jahat ke babi (Markus 5: 11-13) 

Sebagaimana disebutkan di atas, karena ini adalah daerah Dekapolis yang mayoritas dihuni oleh orang bukan Yahudi, banyaknya kawanan babi di tempat ini tidak mengherankan. Meskipun demikian, jumlah dua ribu ekor babi yang berada di daerah itu sangat banyak, jauh melampaui jumlah sekawanan babi yang biasanya hanya 100-150 ekor atau paling banyak sekitar 300 ekor.

Biasanya roh-roh tidak mau menempati binatang sebagai tempat tinggal meskipun mungkin saja seorang pengusir roh mengirimkan mereka ke dalam tubuh binatang. Namun di sini roh-roh jahat itu berpikir bahwa mereka masih beruntung jika mendapatkan tubuh yang baru meskipun hanya tubuh babi karena mereka tidak harus meninggalkan daerah pekuburan yang sudah dirasakan nyaman. Terlepas dari alasan mengapa roh-roh jahat itu sampai berpikir untuk pindah ke babi, yang jelas adalah mereka sepenuhnya sadar bahwa tanpa izin dari Yesus mereka tidak akan bisa masuk ke babi.

Yesus meloloskan permintaan mereka dan roh-roh jahat itu keluar dari diri orang tersebut lalu masuk ke dalam babi. Mereka diusir hanya dengan kata-kata penuh kuasa dari Yesus. Ini tentu berlawanan dengan cara pengusiran setan yang dimiliki orang Yunani atau Mesir yang penuh dengan upacara dan mantra-mantra yang rumit dan magis supaya pengusiran itu berlangsung efektif. Kuasa mengalahkan setan sudah ada di dalam diri Yesus sendiri.

Setelah babi-babi itu didiami oleh roh-roh jahat, mereka berlari dan terjun ke danau lalu mati. Nasib babi-babi itu menggambarkan tujuan utama setan-setan terhadap manusia yang mereka kuasai, yakni untuk menghancurkan ciptaan Allah. Ketika tujuan mereka terhadap manusia dihalangi, mereka tetap berusaha mencapainya melalui pemusnahan babi-babi tersebut.

Mengapa Yesus mengizinkan roh-roh jahat itu masuk ke dalam babi? Alasan pertama adalah Yesus sadar bahwa belum tiba waktunya bagi Dia untuk membinasakan Iblis. Perjumpaan dan kemenangan-Nya terhadap setan belum mengakhiri kuasa Iblis, namun masih menjadi lambang dan pertanda akan kemenangan akhir. Karena itu, Yesus masih mengizinkan mereka untuk melakukan perusakan, tetapi bukan terhadap manusia. Alasan kedua adalah untuk memperlihatkan bahwa tujuan utama mereka adalah kehancuran total dari makhluk yang mereka kuasai. Hal ini mungkin tidak terlihat jelas pada orang yang dirasuk, namun menjadi sangat jelas dari matinya babi-babi itu.

Memang bisa muncul pertanyaan besar tentang moralitas kematian dua ribu ekor babi tersebut. Matinya babi-babi itu menimbulkan kerugian ekonomis yang amat besar. Kebaikan yang dilakukan terhadap orang yang kerasukan roh jahat ternyata menimbulkan kerugian besar kepada para peternak babi. Ironisnya, Markus sama sekali tidak memberi komentar terhadap nasib para peternak malang itu. Kisah ini tetap memberikan perhatian sepenuhnya pada penyelamatan seorang manusia dari nasib yang tragis dan teraniaya. Barangkali inilah nilai moral dasar kisah ini. 

Di mata Yesus, penyelamatan dan pemulihan seorang manusia lebih penting daripada kekayaan yang sangat besar. Selain itu yang penting bagi Markus adalah demonstrasi akan efektivitas perintah Yesus. Baik mereka yang menyaksikan maupun orang yang dirasuk itu sendiri tidak akan ragu-ragu terhadap skala pelepasan yang terjadi. 

Tanggapan penduduk di daerah itu atas mukjizat Yesus (Markus 5: 14-17) 

Tentu saja para gembala dan orang-orang menjadi takjub melihat peristiwa tersebut dan segera menceritakannya ke tempat asal mereka. Orang banyak pun datang dan melihat apa yang terjadi. Digunakannya istilah “datang” dan “melihat” sebanyak dua kali di Markus 5: 14 dan 15, digunakannya present tense serta eskalasi dari bentuk infinitif ke bentuk utama kata kerja memberi penekanan terhadap kehadiran Yesus yang membawa ketakjuban dan efek penyelamatan melalui pengusiran roh yang dilakukan-Nya. 

Efek pengusiran roh jahat terhadap orang tersebut adalah 

(1) dia sekarang duduk, kontras dengan pematahan ikatan dan rantai yang dilakukan sebelum ini, 

(2) dia sekarang berpakaian, kontras dengan ketelanjangannya sebelum ini, dan 

(3) otaknya sekarang waras, kontras dengan teriakan-teriakannya sebelum ini dan tingkah laku liar lainnya.

Ironisnya, bukannya bersukacita karena pelepasan luar biasa dari orang yang dirasuk roh jahat itu, orang banyak tersebut merasa takut. Ketakutan mereka disebabkan hadirnya Seseorang yang memiliki kuasa sedemikian besar untuk melakukan mukjizat. Orang-orang itu bahkan meminta Yesus untuk pergi dari situ karena mereka takut dan sadar bahwa kuasa yang begitu besar tidak dapat mereka mengerti atau kontrol. 

Jika kuasa seperti itu telah menghancurkan seluruh kawanan babi, tidakkah mungkin kuasa ini akan menyerang lagi dengan konsekuensi yang lebih serius? Ketakutan, ketidaktahuan dan keegoisan karena hilangnya harta milik mereka melalui kehancuran babi-babi itu telah mendominasi pertimbangan mereka ketimbang belas kasihan mereka atas orang yang sebelumnya kerasukan tersebut.

Reaksi orang banyak itu menempatkan mereka pada situasi yang sama dengan orang yang tadinya dirasuk roh jahat. Orang tersebut tadinya tidak ingin berurusan dengan Yesus dan mendapati bahwa kehadiran-Nya menyakitkan. Orang itu menyukai roh-roh jahat tersebut dan tidak ingin dipisahkan dari mereka. 

Meskipun orang banyak tersebut tidak bisa dibandingkan langsung dengan orang yang tadinya kerasukan tadi, keinginan orang banyak untuk menghindar dari Yesus dan ketidaknyamanan mereka terhadap kehadiran-Nya, menunjukkan bahwa mereka juga dikuasai oleh setan serta berada dalam kekuasaan pihak yang berseberangan dengan Kerajaan Allah.

Ketika orang banyak meminta Yesus untuk pergi, Dia masuk ke dalam perahu untuk pergi. Meskipun Dia memiliki segala kuasa, Dia tidak memaksakan diri-Nya hadir kepada mereka yang lebih takut kepada biaya dari suatu kesembuhan ketimbang kesembuhan itu sendiri atau penyembuhnya.

Tanggapan orang yang telah dibebaskan dari roh jahat (Markus 5: 18-20)

Kondisi sebaliknya dialami oleh orang yang telah dibebaskan dari roh jahat tersebut. Ia malahan meminta supaya dapat mengikuti Yesus. Ungkapan “supaya ia diperkenankan menyertai Dia” nampaknya merupakan rumusan Markus tentang pemuritan. Perkataannya merupakan ucapan syukur sebagai responnya atas penyembuhan yang Yesus lakukan dan menunjukkan bahwa Yesus bukan manusia dewa yang harus ditakuti. 

Dialah yang memberikan penyembuhan yang bersifat menebus dan yang meminta ketaatan dari mereka yang telah menerima kebaikan-Nya. Ini sangat kontras dengan rasa takut yang dimiliki penduduk daerah itu. Ini juga kontras dengan usaha orang itu semula untuk mengusir Yesus agar pergi dari tempat itu sekaligus menunjukkan keberhasilan Yesus yang sempurna dalam mengendalikan orang ini.

Namun Yesus melarang orang itu mengikut Dia, mungkin karena seorang yang bukan Yahudi akan menjadi batu sandungan bagi misi-Nya kepada Israel. Yang mengherankan, Yesus tidak meminta orang itu untuk diam, mungkin karena kecil kemungkinannya bahwa di daerah orang bukan Yahudi akan muncul pengharapan akan Mesias yang palsu. Di dalam Injil ini, orang yang kerasukan tadi menjadi pengkhotbah-misionaris pertama yang dikirim oleh Yesus, seorang bukan Yahudi yang dikirim untuk orang bukan Yahudi. 

Dari sisi positif, Yesus mungkin menghendaki agar orang ini memiliki kesempatan yang unik untuk memberitakan kabar tentang apa yang telah Allah perbuat melalui Yesus. Dengan menekankan motivasi ini Markus mengharapkan agar para pembacanya mengerti bahwa prinsip yang sama perlu diterapkan atas kehidupan yang telah diubah oleh Yesus meskipun mungkin dengan latar belakang yang kurang dramatis.

Orang itu diperintahkan untuk menceritakan kepada orang-orang di tempat asalnya hal-hal besar yang telah “Tuhan” lakukan baginya. Sebagaimana diindikasikan di dalam Markus 5: 20, dia mengerti bahwa kata “Tuhan” merujuk kepada Yesus. Dalam Lukas 8:39a, yang dipakai adalah kata “Allah” dan bukan “Tuhan”. Di bagian itu orang tersebut sekali lagi menafsirkan “Allah” sebagai mengacu kepada Yesus (Lukas. 8:39b). Hal ini menunjukkan bahwa baik para penulis Injil maupun orang yang dilepaskan dari roh jahat itu memandang Yesus sebagai Tuhan. Dia adalah Allah.

Orang itu taat pada perintah Yesus. Kehidupannya yang diubah dari kehidupan seperti bukan manusia menjadi manusia telah mendorongnya untuk tidak kembali ke rumah untuk hidup seperti biasa. Ia memiliki misi baru, yaitu supaya orang lain tahu bahwa kuasa penyembuhan dari Allah dapat mengatasi kejahatan yang paling buruk yang dialami manusia.

Pemberitaan yang dilakukan orang tersebut menimbulkan kekaguman pada banyak orang meskipun tidak diketahui apakah pemberitaan tersebut memiliki efek jangka panjang. Yang jelas, ketika Yesus muncul kembali di Dekapolis, Dia menyembuhkan seorang yang tuli dan hasilnya adalah pemberitaan yang lebih luas dan kekaguman yang lebih banyak (7:31-37). Suatu dasar telah diletakkan bagi pelayanan dan misi Mesias ke daerah bukan Yahudi (13:10, 14:9).

Kesimpulan dari kisah ini memperluas dampak pelayanan Yesus sehingga berita tentang Dia tidak hanya didengar dan diterima dengan kagum di daerah Yahudi (3:7-8) namun juga di daerah bukan Yahudi di Dekapolis. Pelayanan Mesias bukan hanya untuk orang Yahudi tetapi meluas keluar dari lingkaran Yahudi dan hal ini akan menjadi makin penting dalam alur kisah Markus selanjutnya (7:24 dst.).

Penutup:

Peristiwa dalam perikop ini sejajar dengan peristiwa Yesus meredakan angin ribut di perikop sebelumnya. Keduanya menyatakan bahwa Yesus adalah Tuhan. 

Kisah ini diingat karena bukti dramatis yang menunjukkan apa yang menjadi tujuan akhir dari kerasukan roh jahat dan pembebasan penuh yang diberikan oleh Yesus. Kejadian ini menyatakan bahwa kemenangan Yesus atas kuasa-kuasa yang jahat merupakan kenyataan di mana kuasa Kerajaan Allah yang membebaskan diwujudkan dalam perluasan kemurahan hati Allah yang menyelamatkan. 

Tujuan penyembuhan di sini bukan hanya supaya pembaca kagum akan kuasa Yesus namun juga untuk mendorong mereka menyadari belas kasihan Yesus dan jati diri-Nya sebagai Allah. Tjia Djie Kian 

KEPUSTAKAAN:

Bolkestein, M. H. Kerajaan yang Terselubung: Ulasan atas Injil Markus. Jakarta: Gunung Mulia. 1991. 

Cole, R. Alan. Mark, Revised. TNTC. Grand Rapids: Eerdmans. 1989. 

Edwards, James R. The Gospel According to Mark. PNTC. Grand Rapids: Eerdmans. 2002. 

France, R. T. The Gospel of Mark. NIGTC. Grand Rapids: Eerdmans. 2002. 

Next Post Previous Post