SPIRITISME DAN DUNIA ORANG MATI - Ir. Herlianto, M.Th.

Ir. Herlianto, M.Th.
SPIRITISME DAN DUNIA ORANG MATI - Ir. Herlianto, M.Th.
SPIRITISME adalah faham yang mempercayai bahwa manusia dapat melakukan hubungan dengan roh-roh orang mati, baik secara langsung, melalui pertolongan medium, maupun dengan cara-cara lain (jailankung, ouiya board, mimpi dll.).

Masalah spiritisme sudah merupakan praktek manusia sejak lama sekali. Setidaknya dalam Perjanjian Lama kita sudah menjumpai masalah ini di kitab Keluaran.

Johanes Verkuyl dalam tulisannya berjudul ‘Spiritisme’ dalam buku ‘Gereja dan Aliran-Aliran Modern’ (BPK-GM) membagi spiritisme menjadi dua bagian yaitu (1) Spiritisme Primitif, dan (2) Neo Spiritisme. Dalam hubungan dengan pengajaran ‘Menginjili Orang Mati’ atau yang lebih dikenal sebagai pengajaran ‘DUNIA ORANG MATI’ (DOM) dimana praktek Spiritisme dimasukkan dalam kekristenan, dapatlah disebutkan bentuk ke-3 spiritisme yaitu (3) Spiritisme berjubah Kristen.

SPIRITISME PRIMITIF

Spiritisme primitif biasa dipraktekkan dalam agama-agama suku, sebab dalam mengarungi hidup yang penuh tantangan dimana manusia-manusia primitif bergantung pada nasehat para orang tua, maka ketika orang-orang tua itu meninggal, mereka berusaha dengan segala cara untuk tetap mencari hubungan dengan nenek moyang yang telah meninggal itu.

Hubungan itu dicari dengan misalnya melakukan upacara-upacara menyembah pohon, gunung, tempat suci, atau melalui pertolongan dukun-dukun sebagai medium (perantara). Hubungan juga biasa dilakukan di kuburan atau rumah-rumah tertentu, dan juga dilakukan pada hari-hari tertentu seperti jumat kliwon tengah malam misalnya.

Spiritisme primitif ini sejalan dengan kepercayaan ‘Animisme’ (anima = roh) yang mempercayai bahwa bila seseorang meninggal dunia maka rohnya akan mengembara tetapi masih bisa berhubungan dengan manusia baik untuk memberi kesaktian, pertolongan atau nasehat, tetapi sebaliknya roh-roh itupun bisa melakukan pembalasan dendam dan berlaku jahat dan menghantui manusia hidup.

Spiritisme primitif biasanya tidak terorganisir dan dilakukan dengan upacara korban (seperti pemberian sesajen), bertapa maupun dengan upacara tari-tarian. Mantera-mantera dan jampi-jampi adalah bagian tak terpisahkan dari upacara demikian yang dianggap mempermudah hubungan dengan arwah, bahkan alat-alat tertentu/boneka (seperti jailankung) bisa dijadikan cara untuk menghubungi arwah orang mati.

Dalam kebudayaan Eropah kuno kita jumpai usaha demikian masih juga dilakukan oleh orang modern pada masakini. Di daerah Indian Amerika kita melihat praktek berhubungan dengan arwah adalah praktek yang umum dilakukan, bahkan kebudayaan Cina sangat erat kaitannya dengan ‘penyembahan nenek moyang.’

Di Indonesia praktek ini bisa dijumpai disemua agama suku yang pengaruhnya terhadap masyarakat sangat kuat karena bercampur dengan adat-istiadat dan budaya kelompok masyarakat, sehingga bagi yang sudah menjadi Kristen pun praktek-praktek demikian masih sering dilakukan juga (ingat opo-opo di Kawasan Timur Indonesia).

Jadi spiritisme yang sekalipun disebut primitif masih juga dilakukan oleh orang-orang modern bahkan juga oleh yang sudah masuk Kristen menunjukkan bahwa spiritisme mempunyai pengaruh mendalam atas kehidupan manusia termasuk manusia modern dan tetap bertahan mengarungi waktu hingga saat ini.

NEO-SPIRITISME

Spiritisme yang tidak kunjung mati itu dalam berbagai bentuk telah berkembang, karena itu bentuk-bentuk spiritisme yang telah berkembang itu disebut Neo-Spiritisme.

Tidak dapat disangkal bahwa neo-spiritisme sudah berkembang di banyak daerah diseluruh dunia, tetapi biasanya perkembangannya dikaitkan dengan keluarga Fox di Amerika Serikat yang dikaitkan dengan kelahiran Spiritisme Modern.

Keluarga John Fox tinggal di Hydesville, New York. Pada tahun 1847 kedua anak gadis Fox yang bernama Margaret (9) dan Kate (12) mengaku mendengar ketukan-ketukan di rumah mereka. Mereka beranggapan bahwa ketukan-ketukan itu berasal dari roh orang mati yang ingin mengadakan hubungan dengan mereka, karena itu keduanya berusaha melakukan hubungan dengan melakukan perjanjian bahwa satu ketukan berarti ‘tidak’, dua ketukan berarti ‘tidak pasti’, dan tiga ketukan berarti ‘ya.’

Berdasar informasinya yang diperoleh kedua gadis itu, disimpulkan bahwa ketukan itu berasal dari roh orang yang mati terbunuh yang mayatnya dikuburkan di bawah rumah. ‘Roh’ itu mengaku bahwa ia datang untuk ‘membuka suatu era baru dimana hubungan antara arwah orang mati dan manusia hidup akan dipulihkan.’ Setelah digali di bawah rumah itu, mereka mengaku menemukan kerangka manusia. Promosi ini disiarkan mass media secara besar-besaran dan di Amerika, Eropah dan bagian dunia lainnya praktek spiritisme bangkit kembali secara terang-terangan sejak itu. Di mana-mana dibentuk organisasi-organisasi spiritisme dengan maksud menyelidiki dan mempraktekkan spiritisme.

Perkembangan yang terorganisasi misalnya dalam bentuk ‘Spiritualist Churches’ bahkan ‘Internationale Spiritist’ dibentuk di Paris, ini mendapat sambutan dimanamana. Tokoh spiritist yang terkenal yang mempopulerkan spiritualisme melalui buku-buku adalah Sir Conan Doyle penulis buku-buku ditektip Sherlock Homes yang terkenal itu. Organisasi spiritisme berkembang dan membentuk kelompok-kelompok spiritist di sekitar medium atau yang sekarang dikenal sebagai ‘psychic’ atau ‘cenayang.’

PRAKTEK SPIRITISME

Beberapa praktek spiritisme adalah antara lain melalui ‘ketuk-ketukan meja’ dimana anggota kelompok duduk disekeliling meja dan meletakkan tangan-tangan mereka di atas meja, setelah melakukan perjanjian dengan roh seperti praktek gadis-gadis Fox, mereka mengaku mendengarkan ketuk-ketukan meja itu dan mendapat informasi sekitar roh orang mati yang mengadakan kontak.

Cara lain adalah melalui ‘Ouija Board’, papan yang diletakkan di atas roda bulat dan ditengahnya diberi lubang yang diberi pinsil. Melalui gerak-gerakan yang dikatakan sebagai berasal dari roh maka terjadilah tulisan-tulisan. Prak-tek sama bisa dilihat dalam permainan ‘Jailankung’ di Indonesia yang juga dikenal sebagai ‘Nini Towok.’

Praktek spiritisme itu bisa juga berupa medium yang dalam keadaan ‘trance’ (kesurupan) menuliskan tulisan di luar kesadarannya, dan bisa juga medium itu bersuara atau berkata-kata di luar kehendaknya. Ini dianggap sebagai suara roh orang mati yang masuk ke dalam diri medium itu.

Dalam Spiritisme primitip maupun Neo-Spiritistisme yang berorganisasi jarang dijumpai ‘ajaran tertentu’, mereka umumnya melakukannya secara praktis dan pragmatis sebagai pengalaman belaka. Tetapi, ada juga Neo-Spiritist yang kemudian mengembangkan semacam ‘doktrin’ yang mengajarkan:

“orang-orang mati itu sampai ke ‘dunia seberang’ dalam keadaan yang tak ada ubahnya seperti sewaktu mereka meninggalkan dunia ini. Mereka datang ke sana dengan segala sifat-sifat yang baik dan buruk yang dimilikinya semasa hidup. Mereka itu – demikianlah menurut Neo-Spiritisme – terhisap dalam suatu evolusi rohani. Tak ada penyelamatan, tak ada pengampunan, tak ada penghapusan dosa secara radikal.’ Tetapi roh orang-orang yang mati itu berusaha dengan sibuknya guna perbaikan diri sendiri. 

Ada roh-roh yang masih berada dalam taraf perkembangan yang sangat rendah sekali dan itulah sebabnya dalam seance-seance orang kadang-kadang dapat mendengar ucapan-ucapan yang kotor, keji, bahkan caci maki dan kutukan-kutukan. Roh-roh lain lagi sudah mencapai taraf yang lebih tinggi dan mereka ini akan terus menerus menempuh jalan ke arah perbaikan diri sendiri yang lebih larut lagi. Dalam hidup di dunia seberang itu terdapat berbagai-bagai tingkat kehidupan. Disitu orang-orang lambat laun berobah dari jahat menjadi ‘baik’, dari baik menjadi ‘lebih baik.’ (Verkuyl, Spiritisme dalam ‘Gereja dan Aliran Modern’, hlm.74-75).

Ada juga Neo-Spiritis yang dengan panjang lebar berbicara mengenai Tuhan Yesus, hanya Tuhan Yesus dianggap sebagai ‘medium’ yang dapat membantu kita memperbaiki diri sendiri.

“Menurut mereka hukuman yang kekal itu tak ada dan juga tidak ada keselamatan kekal. Semua berada dalam perjalanan dari tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi.” (Ibid, hlm.75)

Spiritisme dalam kehidupan modern terlihat melalui film-film seperti ‘Casper’ dan ”The Bride of Chucky’ yang banyak ditonton oleh anak-anak. Dalam film Casper disebutkan bahwa ‘roh anak Casper’ bisa berhubungan dengan manusia hidup dan kehadiran seorang ayah yang terobsesi kematian isterinya kemudian menjadi doktor ahli berhubungan dengan roh orang mati. Film bride of Chucky menceritakan seorang psikopat yang mati dan pacarnya Tiffany berusaha untuk menghidupkannya ke dalam boneka melalui upacara vodoo.

ADA APA DI BALIK SPIRITISME?

Benarkah klaim-klaim yang menyebutkan bahwa suara-suara dan pernyataan-pernyataan yang dibawakan para medium itu berasal dari roh orang mati? Verkuyl memberi komentar berikut:

“Ingin kami kemukakan lagi ialah betapa uraian-uraian dalam buku-buku Neo-spiritist itu tentang kehidupan sesudah mati, tak ubahnya seperti obrolan tukang-tukang beca saja. ‘Pemberitaan-pemberitaan oleh arwah orang-orang mati’ itu, sebagaimana diteruskan oleh para medium, sering demikian dangkal dan sepi nilai, sehingga kita terheran-heran mengapa masih ada lagi orang-orang yang mau mendengar kepada omong kosong – omong kosong seperti itu. (Ibid, hlm.75-76).

Sebagai bukti omong kosong itu Verkuyl menuturkan:

“Begitulah misalnya seorang medium menerangkan nama ‘roh’ tertentu, bahwa Napoleon juga berada di antara orang-orang yang sudah mati. Seolah-olah kita memerlukan suatu roh untuk meyakinkan kita akan hal itu! Seorang medium lain menerangkan, atas nama suatu roh tertentu, bahwa orang yang bertanya itu masih harus membayar rekening sepatunya lagi dsb. dsb. 

Pemberitaan-pemberitaan itu sedikitpun tak menambah pengetahuan kita tentang kehidupan sesudah mati. Yang diberi kepada kita adalah pengetahuan tentang tabiat dan pribadi dari orang yang bekerja sebagai medium itu atau yang menanyakan medium itu. Untuk selanjutnya ‘berita-berita’ itu sering merupakan bukti yang paling nyata dan meyakinkan, bahwa dalam Neo-spiritisme itu kita berurusan dengan suatu ajaran sesat atau dengan dusta secara sadar maupun tidak sadar.” (Ibid, hlm.76).

Bagaimanakah spiritisme bisa timbul? Verkuyl (hlm.79-80) dalam penelitiannya menunjuk pada empat faktor pendorong, yaitu:

(1) Pengaruh mitologi dan tradisi. Penyelidikan-penyelidikan ahli-ahli antropologi seperti Malinowsky, Margaret Mead, dan Joaz menyebutkan kuatnya pengaruh mitos dan tradisi turuntemurun dalam mem-bentuk praktek spiritisme;

(2) Tipu muslihat. Ini umum terjadi sekitar praktek spiritisme. Dukun-dukun yang kemudian bertobat menjadi Kristen sering mengakui bahwa tidak sedikit tipu daya mereka lakukan dalam praktek ini. Gadis-gadis Fox dalam wawancara resmi dikemudian hari mengaku bahwa ketukan-ketukan itu adalah perbuatan mereka sendiri;

(3) Sugesti. Spiritisme biasanya paling kena pada orang-orang yang sugestibilitasnya gampang terangsang (yang berreaksi primer, berperasaan peka, dan emosional). Keadaan orang-orang yang datang umumnya dalam keadaan putus asa, ketakutan, ingin-tahu, kelesuan, keletihan, yang mudah menjadi korban sugesti. Disini peran psikologi-massa besar yaitu pasien terpengaruh sugesti dari apa yang pada sangkanya dilihat dan didengar medium dan akan juga dirasakannya sebagai yang dilihat dan didengarnya sendiri;

(4) Daya tersembunyi jiwa. Medium mempunyai kemampuan psikis untuk membaca isi hati pasien tentang apa yang ingin didengar dan dilihatnya (mind reading dan clairvoyange).

Selain hal-hal di atas tidak dapat disangkal ada ‘kuasa demonis’ ikut secara aktif berperan dalam spiritisme untuk menguasai manusia.

SPIRITISME BERJUBAH KRISTEN

Spiritisme dalam jubah Kristen dapat dijadikan sebutan untuk menyebut praktek spiritisme yaitu berhubungan dengan roh orang mati tetapi dipraktekkan di kalangan orang Kristen. Ini bisa dilihat dalam kutipan berikut:

“Saya yakin bila orang mengundang arwah lewat seorang medium, jailangkung, ouija board atau cara-cara lain, yang datang sesungguhnya adalah orang mati itu.” (Andreas Samudera, Dunia Orang Mati, h.22)

Dari kutipan ini dapat dilihat bahwa dalam pengajaran DOM yang dipopulerkan oleh buku itu di Indonesia, dipercaya bahwa praktek spiritisme adalah benar dan dapat diterima, sekalipun dengan terbatas, dan halal untuk dipraktekkan dalam pelayanan Kristen. Dikatakan ‘terbatas’ karena prakteknya masih terbatas pada kasus-kasus insidentil, yaitu dalam pelayanan pelepasan dimana kasus kerasukan itu dianggap ‘dirasuk roh orang mati’ yang dapat diketahui dari pengakuan roh itu, dilakukan usaha menginjili roh orang mati itu bila roh itu masih belum menerima Injil Yesus.

Mirip dengan ‘obsesi ayah’ dalam film Casper yang ingin bertemu isterinya yang mati muda sehingga mengakibatkan ia memperdalam ilmu berhubungan dengan orang mati, demikian juga pelopor pengajaran DOM juga mempunyai obsesi berat karena kematian isterinya yang masih muda. Dalam seminar Dunia Orang Mati (DOM) di Bandung (Agustus 1999) trauma kematian isteri itu masih tersembul keluar sekalipun kematiannya sudah berselang duapuluhan tahun silam!

Dari sini dapat disimpulkan bahwa DOM adalah praktek spiritisme (sekalipun masih terbatas) sehingga dapatlah disebut sebagai ‘Spiritisme berjubah Kristen’ dimana dipercayai bahwa:

“Spiritisme Berjubah Kristen adalah faham yang mempercayai bahwa manusia dapat melakukan hubungan dengan roh-roh orang mati, baik secara langsung, melalui pertolongan medium, maupun dengan cara-cara lain (jailankung, ouiya board, mimpi dll.). Hanya disini ditambahkan bahwa praktek ini dalam kekristenan masih dibatasi yaitu hanya berhubungan bila roh-roh orang mati itu menyatakan diri dengan merasuk manusia.”

Jelas praktek spiritisme berjubah Kristen ini telah membuka kotak pandora kearah spiritisme sebenarnya sebab melalui praktek demikian terbukalah kemungkinan-kemungkinan yang luas untuk mempraktekkan spiritisme sedalam-dalamnya, sesuatu yang sangat dilarang dalam Alkitab.

Logikanya, berdasarkan asumsi bahwa roh yang merasuk adalah roh orang mati, dan bila menunggu roh itu merasuk seseorang yang adalah peristiwa langka, maka bukankah ‘demi maksud baik menginjili mereka’ terbuka kemungkinan bahwa roh-roh di DOM itulah yang akan dicari, dihubungi dan dipanggil (apalagi bila ada kerinduan untuk bertemu roh orang yang dikasihi), bahkan mengingat bahwa sudah semilyaran orang mati di luar Tuhan, tentu praktek ini menggoda seorang ‘penginjil’ untuk mengundang roh-roh itu dalam ‘KKR – DOM’ bukan?

SPIRITISME MENURUT ALKITAB

BAGAIMANAKAH Alkitab berbicara mengenai praktek-praktek Spiritisme baik yang berkembang di kalangan tradisi dan budaya suku-suku asli, modern dan di kalangan Kristen yang dibahas pada bagian sebelum ini? (DOM-(1)). Dan apakah Alkitab merestui atau tidak praktek demikian dan apa sebabnya? Masalah inilah yang perlu kita selidiki dalam terang Alkitab agar kita dapat dengan jelas bersikap akan adanya pengajaran Dunia Orang Mati (DOM).

ALKITAB dengan jelas menyatakan bahwa spiritisme yaitu berhubungan dengan arwah atau roh orang mati dilarang bahkan yang melakukannya dikenakan hukuman keras sekali. Baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru, larangan itu dinyatakan secara jelas sekali dan tidak ada celah bahwa praktek spiritisme boleh dilakukan. Bagaimanakah sebenarnya sikap Perjanjian Lama dalam hal berhubungan dengan arwah atau roh orang mati?

SPIRITISME DAN DUNIA ORANG MATI: PERJANJIAN LAMA

Dalam Perjanjian Lama ada kesan bila seseorang meninggal, maka arwah atau rohnya akan tetap hidup dan akan menunggu di Hades dan tidak berkeliaran ke mana-mana. Yang jelas tidak disebutkan bahwa roh itu masih bisa berhubungan dengan orang hidup (Memang ada kasus ‘Saul di Endor’ yang akan dibahas pada DOM-(4))

Banyak ayat-ayat sedini kitab Keluaran menyebutkan larangan berhubungan dengan arwah/roh itu. Musa melarang dengan keras mereka yang mencari dan berhubungan dengan arwah atau roh peramal:

“Janganlah kamu melakukan telaah atau ramalan … Janganlah kamu berpaling kepada arwah atau kepada roh-roh peramal; janganlah kamu mencari mereka dan dengan demikian menjadi najis karena mereka; Akulah TUHAN Allahmu.” (Imamat 19:26b,31)

Yang melakukan praktek demikian dianggap melakukan perzinahan rohani dan patut dihukum mati.

“Orang yang berpaling kepada arwah atau kepada roh-roh peramal, yakni yang berzinah dengan bertanya kepada mereka, Aku sendiri akan menentang orang itu dan melenyapkan dia dari tengah-tengah bangsanya.” (Imm.20:6)

“Di antaramu janganlah didapati seorangpun yang mempersembahkan anaknya laki-laki atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api, ataupun seorang yang menjadi petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir, seorang pemantera, ataupun seorang yang bertanya kepada arwah atau kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk kepada orang-orang mati. Sebab setiap orang yang melakukan halhal ini adalah kekejian bagi TUHAN, dan oleh karena kekejian-kekejian inilah TUHAN, Allahmu, menghalau mereka dari hadapanmu.” (Ulangan 18:10-12).

Para medium, petenung dan ahli sihir harus dibunuh:

“Seorang ahli sihir perempuan janganlah engkau biarkan hidup.” (Keluaran.22:18)

“Apabila seorang laki-laki atau perempuan dirasuk arwah atau roh peramal, pastilah mereka dihukum mati, yakni mereka harus dilontari dengan batu dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri.” (Imamat 20:27)

Samuel menyebutnya sebagai kedurhakaan dan menolak Tuhan:

“Sebab pendurhakaan sama dengan dosa bertenung dan kedegilan adalah sama seperti dosa bertenung.” (1.Sam.15:23a)

Raja Saul menyingkirkan para pemanggil arwah:

“Dan Saul telah menyingkirkan dari dalam negeri para pemanggil arwah dan roh peramal.” (1.Sam. 28:3b)

Raja Manasye telah mendukakan Tuhan dengan praktek ini:

“Bahkan, ia mempersembahkan anaknya sebagai korban dalam api, melakukan ramal dan telaah, dan menghubungi para pemanggil arwah dan para pemanggil roh peramal. ia melakukan banyak yang jahat di mata TUHAN, sehingga ia menimbulkan sakit hatiNya.” (2.Raja-raja  21:6)

Demi mentaati Taurat raja Yosia menghapuskan praktek spiritisme di tanah Yehuda:

“Para pemanggil arwah, dan para pemanggil roh peramal, juga terafim, berhala-berhala dan segala dewa kejijikan yang terlihat di tanah Yehuda dan di Yerusalem, dihapuskan oleh Yosia dengan maksud menepati perkataan Taurat yang tertulis dalam kitab yang telah didapati oleh imam Hilkia di rumah TUHAN.” (2.Raj.23:24)

Nabi Yesaya melarang praktek spiritisme:

“Dan apabila orang berkata kepada kamu: ‘Mintalah petunjuk kepada arwah dan roh-roh peramal yang berbisik-bisik dan komat-kamit,’ maka jawablah: ‘Bukankah suatu bangsa patut meminta petunjuk kepada allahnya? Atau haruskah mereka meminta petunjuk kepada orang-orang mati bagi orang-orang hidup? (Yesaya.9:19, band.19:3).

Dari ayat-ayat di atas dapat diketahui bahwa dalam Perjanjian Lama ada larangan berhubungan dengan arwah/roh orang mati secara jelas. Dan bukan hanya dilarang tetapi yang melakukan dan petenung yang menjadi medium akan dihukum mati. Bagaimana dengan situasi ini dalam Perjanjian Baru?

SPIRITISME DAN DUNIA ORANG MATI : PERJANJIAN BARU

Dalam Perjanjian Baru ada indikasi seperti dalam Perjanjian Lama bahwa orang yang mati, rohnya akan tetap hidup tetapi mereka tidak beristirahat di satu tempat dan perumpamaan ‘Orang Kaya dan Lazarus yang miskin‘ menunjukkan bahwa mereka akan dipisahkan. Yang bertobat ke tempat yang sejuk dan yang tidak bertobat ke tempat yang panas.

“Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan. Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu, dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya. Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham. Orang kaya itu juga mati lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya.” (Lukas.16: 19-23)

Dari ayat-ayat di atas diketahui bahwa berbeda dengan masa Perjanjian Lama dimana roh orang mati seakan-akan dikumpulkan disatu tempat dan menunggu, dalam Perjanjian Baru disebut ada dua tempat yang satu disebut sebagai ‘Pangkuan Abraham‘ dan yang lain di ‘alam maut‘ yang terasa panas. Itulah sebabnya dapat dimaklumi mengapa Tuhan Yesus pada waktu di antara kematian dan kebangkitannya pergi ke penjara, tempat dimana roh-roh pada zaman Nuh tidak taat kepada Allah. (1.Petrus 3:19-20).

Kelihatannya peristiwa itu menunjuk juga pada masa Perjanjian Lama karena berkisar tokoh Abraham dan Yesus belum berfungsi sebagai penebus dan membuka Perjanjian Baru. Jadi baik dalam Perjanjian Lama maupun Baru kelihatannya sudah ada pemisahan tempat antara orang yang benar dan orang yang jahat.

Dalam perumpamaan di atas dapat diketahui bahwa roh orang mati masih mempunyai kesadaran dan perasaan tetapi tidak dapat berbuat apa-apa atau dalam keadaan statis/stagnasi.

Pada saat Yesus disalib, ia mengatakan pada salah seorang penjahat disebelahnya bahwa ia akan dibawa ke Firdaus:

“Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di Firdaus.” (Lukas.23:43)

Mungkin istilah ‘pangkuan Abraham’ sama dengan ‘Firdaus’ yang digambarkan di atas, dan dari kesaksian Stefanus kita melihat penglihatan kemuliaan surgawi:

“Tetapi Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah. Lalu katanya: Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah.” (Kis.7:55-56).

Lalu, dapatkah manusia hidup mengadakan hubungan dengan roh orang mati, atau sebaliknya? Dari konteks perumpamaan ‘Orang Kaya dan Lazarus yang Miskin‘ terlihat bahwa hal itu tidak dimungkinkan karena dikatakan:

“Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini. Tetapi kata Abraham: Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksiannya itu. Jawab orang itu: Tidak, bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat. Kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak mendengar kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati.’ (Lukas.16:27-31)

Dari perumpamaan itu jelas bahwa hubungan itu tidak mungkin dilakukan sebab di dunia sudah ada firman Tuhan dan orang yang tidak bertobat karena firman tidak mungkin akan bertobat ‘sekalipun’ ada mujizat kebangkitan orang mati. Rasul Paulus menyebut agar tidak mengikuti roh-roh penyesat:

“Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran-ajaran setan-setan.” (I.Timotius 4:1).

Jemaat di Efesus dengan latar belakang kegelapan spiritisme harus meninggalkan praktek itu:

“Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu.” (Efesus 5:11)

Rasul Yohanes mengatakan bahwa mereka yang melakukan praktek demikian tidak akan masuk ke dalam kerajaan Sorga:

“Tetapi anjing-anjing dan tukang sihir, orang-orang sundal, orang-orang pembunuh, penyembah-penyembah berhala dan setiap orang yang mencintai dusta dan yang melakukannya, tinggal di luar.” (Wahyu.22:15)

Perjanjian Baru menutup kemungkinan hubungan antara orang hidup dan roh orang mati, karena itu apapun motivasinya baik untuk minta petunjuk maupun untuk memberi nasehat atau petunjuk pada arwah haruslah dihindari agar kita tidak mendukakan Tuhan.

BOLEHKAH BERHUBUNGAN DENGAN ORANG MATI?

SEKALIPUN secara jelas Alkitab baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru melarang praktek spiritisme yaitu berhubungan dengan arwah/roh orang mati, para pengajar ‘Dunia Orang Mati‘ (DOM) berargumentasi bahwa hubungan itu bisa dan boleh dilakukan sekalipun secara terbatas, yaitu ‘hubungan dengan roh orang mati yang merasuk seseorang‘ dan secara terbatas artinya tidak ‘khusus melakukan pemanggilan roh orang mati.’

Sudah jelas dari bagian sebelum ini kita melihat bahwa baik Alkitab Perjanjian Lama maupun Baru melarang orang berhubungan dengan arwah/roh orang mati (Dalam konteks Perjanjian Lama, ‘arwah‘ adalah sebutan untuk roh-roh yang berada di alam maut, tapi juga dimaksudkan dengan roh orang mati (Dalam Ulangan 18:11, ‘bertanya kepada arwah‘ dibedakan dengan ‘minta petunjuk orang-orang mati‘).

BOLEH ATAU TIDAK?

Buku DOM beranggapan bahwa berhubungan dengan roh ‘dapat dan boleh’ dengan mengemukakan beberapa alasan sbb.:

(1) Yang dilarang adalah untuk meminta petunjuk dan bukan kalau memberi petunjuk atau menginjili arwah/roh orang mati:

“Perhatikan bahwa yang dilarang oleh Tuhan adalah meminta petunjuk dan bertanya kepada arwah, jadi tidaklah menjadi masalah bila anda memberi petunjuk atau memerintah kepada arwah.” (Andreas Samudera, Dunia Orang Mati (DOM), hlm. 35).

Bacaan dalam kitab Imamat menunjukkan bahwa larangan itu ditujukan untuk berhubungan dengan motivasi apapun baik dengan maksud mencari petunjuk maupun memberi petunjuk kepada arwah. Kitab Imamat menyebutkan agar ‘Jangan berpaling atau mencari‘:

“Janganlah kamu melakukan telaah atau ramalan … Janganlah kamu berpaling kepada arwah atau kepada roh-roh peramal; janganlah kamu mencari mereka dan dengan demikian menjadi najis karena mereka; Akulah TUHAN Allahmu.” (Imm.19:26b,31)

Demikian juga sikap raja Manasye ‘berhubungan dengan pemanggil arwah’lah yang dianggap mendukakan Tuhan:

“Bahkan, ia mempersembahkan anaknya sebagai korban dalam api, melakukan ramal dan telaah, dan menghubungi para pemanggil arwah dan para pemanggil roh peramal. ia melakukan banyak yang jahat di mata TUHAN, sehingga ia menimbulkan sakit hatiNya.” (2.Raja-raja  21:6)

Bila berhubungan boleh asalkan dengan tujuan ‘memberi petunjuk atau memerintah arwah, asalkan bukan meminta petunjuk,’ tentunya pemusnahan semua pemanggil arwah agaknya berlebihan bukan? Sebab bukankah dalam hal ini para pemanggil arwah mempunyai 50% ‘boleh’ (memberi petunjuk pada roh) disamping 50% ‘tidak’ (meminta petunjuk dari roh)?

“Seorang ahli sihir perempuan janganlah engkau biarkan hidup.” (Keluaran.22:18)

“Dan Saul telah menyingkirkan dari dalam negeri para pemanggil arwah dan roh peramal.” (1.Sam. 28:3b)

“Para pemanggil arwah, dan para pemanggil roh peramal, juga terafim, berhala-berhala dan segala dewa kejijikan yang terlihat di tanah Yehuda dan di Yerusalem, dihapuskan oleh Yosia dengan maksud menepati perkataan Taurat yang tertulis dalam kitab yang telah didapati oleh imam Hilkia di rumah TUHAN.” (2.Raja-raja 23:24)

Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa para petenung dibasmi bukan karena mereka ‘memberi kesempatan meminta petunjuk kepada arwah tetapi karena mereka memanggil arwah‘ apapun motivasinya!

Tidak semua pemanggil arwah melakukan pekerjaan untuk meminta petunjuk kepada arwah, ada yang hanya melakukan usaha memberi petunjuk atau memerintah arwah, seperti penyembahan nenek moyang yang tujuannya agar roh nenek moyang tinggal tenang dan bahagia di alam baka, atau mempraktekkan keduanya. Ada tenungan yang disebut ‘black magic‘ tetapi ada juga yang disebut ‘white magic.’

Karena itu bila ‘meminta’ saja yang dilarang, dan ‘memberi’ boleh, tentunya para nabi dan raja tidak perlu susah-susah membasmi semua ‘penghubung arwah’ sebab diantaranya ada yang berjasa dalam membuka kemungkinan untuk ‘memberi petunjuk atau menginjili roh orang mati’ bukan?

Alasan kedua yang diajukan adalah soal larangan dalam Alkitab:

(2) Adanya larangan menghubungi arwah dianggap membuktikan bahwa hubungan itu dapat dilakukan:

“Adanya larangan untuk meminta petunjuk kepada arwah, menunjukkan bahwa praktek ini sebenarnya dapat dilakukan. Buat apa larangan dikeluarkan bila memang yang dilarang itu tak mungkin dilakukan? Misalnya seorang menaruh tulisan ‘Dilarang Masuk’ di pintu, itu berarti bila ada orang yang nekad melanggarnya, pintu itu tentu dapat dimasuki.” (DOM, h.21)

Cara berfikir yang sederhana dalam kutipan di atas menunjukkan cara penafsiran Alkitab yang sangat harfiah dan tekstual dan kurang memperhatikan konteks Alkitab dan kompleksnya ilmu sastra.

Larangan berhubungan dengan arwah tidak mesti berarti ‘tidak bisa berhubungan’ sehingga mestinya ‘dapat dan boleh berhubungan,’ soalnya memang bila ada pintu yang diberi tulisan ‘Dilarang Masuk’ tentu tidak berarti bahwa pintu itu tidak bisa dimasuki. Bisa dimasuki tapi tidak boleh masuk. Perlu disadari bahwa contoh larangan itu tidak mewakili semua larangan!

Kalau ada ‘botol racun‘ yang diberi label ‘Dilarang Minum’ memang kita dapat meminumnya (siapa dapat menghalangi?), tetapi apa hasilnya? Orang yang minum langsung mati! Demikian juga bila ada pintu bertuliskan ‘Dilarang Masuk’ bisa-bisa ditulis demikian karena di dalamnya ada anjing galak yang akan menerkam siapapun yang berani masuk, parahnya si anjing menerkam jauh lebih cepat daripada kemunculan si pemilik rumah.

Kelihatannya contoh ini lebih mewakili larangan berhubungan dengan arwah karena dari konteks Alkitab kita ketahui belum pernah ada yang berhasil dalam berhubungan dengan roh orang mati (soal Saul di Endor dibahas dalam DOM-(4)), yang ada adalah perjumpaan dengan ‘roh-roh kegelapan‘ yang siap menerkam mereka yang menghubunginya! Dalam pelayanan para Nabi, Yesus dan para Rasul belum pernah ada contoh atau petunjuk yang menjurus bahwa hubungan dengan roh orang mati itu mungkin, yang ada adalah hubungan dengan roh-roh kegelapan dan roh Iblis yang berkeliaran dalam jumlah banyak (legiun) di alam maut yang perlu ditengking keluar dalam nama Tuhan Yesus bila merasuk tubuh orang hidup!

Alasan ketiga mempertanyakan pengalaman praktek pelepasan:

(3) Bagaimana dengan praktek pelepasan yang menjumpai adanya roh orang mati yang merasuk seseorang?

Dari buku ‘Dunia Orang Mati‘ kita dapat membaca ada beberapa contoh kasus dimana roh orang mati merasuk seseorang dan mendatangkan penyakit-penyakit. Tetapi bila kita mengamati dengan jelas, pengakuan yang menunjukkan bahwa yang bersuara itu adalah ‘roh orang mati’ tidak dibuktikan secara teliti atau melalui verivikasi biodata roh. Hanya dengan dialog beberapa baris pengakuan ‘roh’ itu begitu saja dipercaya dan diterima sebagai benar (bandingkan ini dengan ‘mendengar suara Tuhan’ (hearing God’s voice) dimana visualisasi/suara-suara tentang situasi surga atau akhir zaman diterima begitu saja secara mentah dan sampai sekarang terbukti suara-suara itu menipu!). Demikian juga pertanyaan yang diajukan pada ‘roh’ itu cenderung bersifat sugestip/mengarahkan:

Satu kasus menyebutkan seorang ibu dirasuk roh yang mengaku anaknya yang mati waktu kecil. Ketika diarahkan dengan pertanyaan yang menyebut bahwa ia mestinya ada di surga (pertanyaan yang didasarkan kesaksian Marietta Davis bahwa roh anak di bawah umur dibawa ke surga untuk dibesarkan dan dididik), roh itu menjawab bahwa ia disekolahkan disana seperti sekolah minggu … ketika disuruh kembali ke surga roh itu keluar dari tubuh siibu demikian juga keluar roh kakek, nenek dan beberapa roh lain. (DOM,h.18-19)

Kita dapat melihat dari kasus ini betapa ‘roh’ itu begitu mudah keluar masuk surga hanya dibawa oleh omanya, demikian juga begitu mudahnya roh-roh kakek, nenek dan lainnya bisa keluar masuk tubuh manusia. Contoh ini menunjukkan kesamaan dengan ajaran ‘spiritisme‘ dan ‘reinkarnasi‘ betapa roh di alam maut dianggap mengalami ‘evolusi rohani‘ dan bisa dengan mudahnya keluar masuk ke tubuh manusia, dan ini didasarkan pada pengalaman pribadi Marietta Davis dan bukan bukti Alkitabiah.

Kasus lain menyebutkan seorang ibu muda yang sekarat karena kanker di lidahnya. Penulis buku itu berdoa dengan meminta Yesus menyembuhkan ibu itu dan membawanya ke hadirat Tuhan, dan ibu itu meninggal (DOM, h.40-41)

Kasus ini menunjukkan praktek doa ‘inner healing’ dimana sipendoa memanipulasi Tuhan Yesus untuk melakukan suruhan manusia, Pendoa menjadi mediator penebusan Allah bahkan mampu menyelamatkan orang dari alam maut ke hadirat Tuhan, sebab dikatakan:

“Rupanya ia mengalami perubahan tingkat, dari alam maut naik ke dunia orang hidup, lalu naik terus sampai ke hadirat Tuhan, setelah saya doakan.” (DOM, h.41)

Contoh doa inner healing lainnya yang menjadikan Tuhan Yesus sebagai ‘pesuruh‘ dapat dilihat dalam kasus berikut:

Seorang nona sedih karena ibunya yang Islam belum bertobat ketika mati. Ia diajak berdoa untuk meminta Tuhan Yesus untuk turun ke dunia orang mati mengampuni dan menolong roh ibunya agar tidak masuk ke neraka. (DOM, h.58)

Memang terapi inner healing memberikan kelegaan sesaat melalui doa visualisasi semacam itu tetapi jelas ini suatu manipulasi oknum Yesus yang dicampur aduk dengan doa untuk orang mati yang dipraktekkan dalam ajaran Roma Katolik. Dalam kasus ini kita melihat betapa pendoa ‘inner healing’ mampu mengubah status orang yang mestinya masuk neraka untuk berubah menjadi masuk ke sorga melalui doa visualisasinya.

Hampir semua kasus penyakit seperti Ayan, Banci, Homosex dan Lesbian dikaitkan dengan masa kecil dan dianggap kerasukan roh orang mati. Padahal dunia medis menunjukkan bahwa homoseksual dan lesbian itu akar penyebabnya bervariasi. Dalam salah satu contoh lesbi, disebutkan penyebabnya:

“Jadi dalam hal ini ada tiga jenis roh yang bekerjasama: roh orang hidup, yaitu transfer spirit; roh setan yang menguasai lesbianisme dan satu lagi, roh orang mati laki-laki. (DOM, h.72)

Tidak salah kalau penginjil yang mempraktekkan hal-hal demikian berlaku sebagai ‘dukun‘ dimana pasien akan sangat bergantung karena tentu masih banyak roh-roh lainnya yang perlu diusir. Dalam kebaktian pelepasan biasanya disebutkan dan didoakan puluhan bahkan lebih dari seratus jenis roh yang diusir, dan konsep roh disini kacau karena ada roh pribadi, roh sifat, juga roh yang bisa ditransfer dan lain-lain.

Ada kasus menarik lagi tentang Nina yang: mengalami tekanan batin dan beberapa kali ingin membunuh diri. Ia dianggap dirasuk roh kakak laki-laki sejak dikandungan ibunya. Yang menarik untuk dicatat adalah kakak itu mati waktu masih bayi tapi roh bayi itu bisa berdialog dengan penginjil, bahkan kemudian bayi ini mengatakan “Di surga ada gedung gereja yang bagus!” (DOM, h.91)

Bayangkan ada roh bayi bisa belajar bahasa di alam roh dan bisa berdialog seperti orang dewasa, suatu bukti ajaran evolusi spiritisme yang diberi jubah Kristen, dan menarik untuk dicatat bahwa di surga masih diperlukan adanya gedung gereja! Kasus lain yang perlu diamati adalah ‘roh yang tidak tahu tetapi tahu.‘

seorang Lesbian kerasukan roh ‘Johny’ dan ketika ditanya “Kamu masuk sejak kapan di tubuh Surti ini?” jawabya “Tidak tahu.” Tetapi, ketika diberikan pertanyaan yang sugestip/mengarah “Dari sejak Surti dalam kandungan?” Ia mengangguk. (hlm.72-73)

Bagaimana roh orang mati bisa ‘tidak tahu’ kemudian begitu saja jadi ‘tahu’ setelah diarahkan? Contoh yang mirip diucapkan Andereas Samudera (AS) dalam seminar DOM-2 di Bandung (Agustus 1999) dimana terjadi dialog dengan roh orang mati bernama ‘Opung Napitupulu’ (ON) yang tidak tahu Allah itu apa tetapi tahu apa artinya penginjilan dan keselamatan:

ON : Engkau siapa?

AS : Aku hambanya Allah yang mahatinggi

ON : Apa itu?

AS : Aku hambanya Tuhan Yesus, aku pendeta penginjil.

ON : Oya bagus engkau bekerja baik-baik supaya banyak orang diselamatkan.

Dari contoh-contoh kerasukan ‘roh orang mati’ kita patut bertanya benarkah itu roh orang mati? atau sekedar sandiwara roh-roh di udara? Seperti yang diungkapkan Verkuyl, banyak dukun pemanggil arwah yang bertobat menjadi Kristen mengaku bahwa sebenarnya bukan roh orang mati yang muncul tetapi tipu muslihat roh atau dukun, dan tepatlah apa yang diucapkan oleh Verkuyl:

“Ingin kami kemukakan lagi ialah betapa uraian-uraian dalam buku-buku Neo-spiritist itu tentang kehidupan sesudah mati, tak ubahnya seperti obrolan tukang-tukang beca saja.’Pemberitaan-pemberitaan oleh arwah orang-orang mati’ itu, sebagaimana diteruskan oleh para medium, sering demikian dangkal dan sepi nilai, sehingga kita terheran-heran mengapa masih ada lagi orang-orang yang mau mendengar kepada omong kosong – omong kosong seperti itu. (Verkuyl, Spiritisme dalam ‘Gereja dan Aliran Modern., h.75-76).

Dari contoh-contoh di atas kita melihat ajaran Dunia Orang Mati (DOM) mempunyai konsep mengenai ‘roh’ yang kacau yang mencerminkan pengaruh spiritisme dan ajaran reinkarnasi, dan sekalipun dikatakan untuk ‘menginjili roh orang mati‘ tetapi keterbukaan menerima kebenaran spiritisme membuka luas kearah praktek spiritisme yang sebenarnya! Bukankah akan lama sekali menunggu kasus ‘kerasukan arwah’ padahal jumlahnya sudah semilyaran arwah orang mati? maka berikutnya tentu ‘akan dipanggillah roh-roh orang mati untuk diinjili!‘ atau malah ada ‘KKR’ di ‘DOM’ bukan. Ini hal yang sudah dekat sebab ajaran DOM mempercayai bahwa ‘membangkitkan orang mati’ itu sama artinya dengan ‘memanggil roh orang mati itu agar kembali masuk ketubuhnya semula!’

SAUL DI ENDOR

ALASAN lain yang dikemukakan demi menunjang hubungan dengan arwah adalah adanya contoh-contoh dalam Perjanjian Lama mengenai ‘Saul di Endor‘ yang melakukan hubungan dengan ‘roh Samuel‘ dan ‘Tawaran Yesaya pada raja Ahas’ untuk meminta petunjuk dari dunia roh, dan dalam Perjanjian Baru kasus ‘Orang Kaya dan Lazarus yang Miskin’, dan ‘Penampakan Musa dan Elia di atas bukit‘ yang dianggap menunjukkan bahwa hubungan dengan roh itu mungkin. Bagaimana?

SAUL DI ENDOR

Benarkah ‘roh’ yang dipanggil petenung di Endor adalah ‘roh Samuel?‘

Kita harus menyadari bahwa dalam perikop 1.Sam.28 tidak ada bukti bahwa ada yang melihat secara kasat mata bahwa roh itu roh Samuel:

“Sesudah itu bertanyalah perempuan itu: ‘Siapakah yang harus kupanggil supaya muncul kepadamu? Jawabnya: ‘Panggillah Samuel supaya muncul kepadaku.’ Ketika perempuan itu melihat Samuel, berteriaklah ia dengan suara nyaring, lalu perempuan itu berkata kepada Saul, demikian: ‘Mengapa engkau menipu aku? Engkau sendirilah Saul!’ maka berbicaralah raja kepadanya: ‘Janganlah takut; tetapi apakah yang kau lihat?’ Perempuan itu menjawab Saul: ‘Aku melihat sesuatu yang ilahi muncul dari dalam bumi.’ Kemudian bertanyalah ia kepada perempuan itu: ‘bagaimana rupanya?’ Jawabnya: ‘Ada seorang tua muncul, berselubung jubah.’ Maka tahulah Saul, bahwa itulah Samuel.” (1.Sam.28:11-14).

Petenung tidak mengenal Samuel dan hanya melihat seorang ‘tua yang ilahi berjubah keluar dari bumi.‘ Tidak sukar bagi petenung untuk mengerti gambaran Samuel mengingat ia adalah nabi populer yang melayani sampai tua. Saul dan kedua pegawainya juga tidak melihat wajah Samuel, sehingga dalam suasana ketakutan, terasing, dan frustrasi, kondisi Saul benar-benar takluk kepada sugesti petenung, itulah sebabnya ia menerima apapun yang disodorkan oleh petenung apalagi gambaran yang diberikan memenuhi keinginan hati Saul.

Samuel telah melarang orang-orang berhubungan dengan petenung sehingga Saul membasmi semua petenung. Saul juga sudah ditolak Tuhan sehingga Tuhan tidak mau menemuinya baik melalui Mimpi, Urim maupun Nabi (1.Sam. 28:6, termasuk nabi Samuel tentunya), ini diakui oleh Saul sendiri (ay.15).

Perkataan ‘roh’ yang muncul kontradiktif, sebab disatu segi ia mengaku sebagai samuel nabi Allah dan mau menemui Saul padahal disegi lain ia mengatakan bahwa ‘Tuhan telah undur dari Saul’ (ay.16) dan diingatkan Samuel (ay.17). Perlu diketahui bahwa dalam praktek Séance pasien tidak ikut melihat dan kita tidak tahu apakah dukun benar-benar melihat sesuatu atau hanya meraba-rama pikiran tentang apa yang ingin dilihat pasiennya.

Tuhan sudah tidak mau berbicara kepada Saul dan sampai matipun Samuel sudah menolak bertemu Saul dan memerintahkan menghukum mati petenung, maka adalah mustahil kalau sekarang Tuhan menggunakan jasa petenung dan Samuel mau dipanggil oleh petenung yang disuruhnya untuk dimusnahkan itu. 

Kita harus tahu bahwa Samuel adalah nabi yang tegas dan konsisten, ia memarahi Saul ketika Saul masih berkuasa karena tidak taat kepada Tuhan dan menolaknya sebagai raja, bahkan ketika Saul tidak membunuh raja Agag, Samuel sendirilah yang menghunus pedang dan mencincang Agag (1.Samuel 15:33) dan sejak itu karena marah ia meninggalkan Saul dan tidak pernah bertemu lagi (ay.34). Maka adalah mustahil kalau kemudian Samuel begitu lunak merasa ‘terganggu’ ketika dipanggil Saul.

Membela kehadiran ‘roh’ sebagai Samuel, buku ‘Dunia Orang Mati’ mengatakan mengenai penulis kitab Samuel:

“Tentu bukan Samuel atau Saul atau perempuan En-Dor ini, tetapi jurutulis Samuel. Mungkin ia adalah seorang murid Samuel atau bisa jadi seorang penulis sejarah yang diilhami oleh Roh Kudus. Yang jelas ia seorang yang paham dunia roh, sebab ia tahu betul bedanya antara Roh TUHAN dan roh jahat yang merasuk Saul. (1.Sam.16:4). Penulis ini adalah pelapor atau reporter yang berusaha memberi tahu pembacanya bahwa itu adalah roh Samuel.” (DOM, h.28-29).

Perlu disadari bahwa memang sebelum 1.Sam.25 kitab ini ditulis oleh Samuel, kemudian dilanjutkan oleh nabi Nathan dan Gad (1.Taw. 29:29). Jadi, bila 1.Sam.16:4 bisa dibedakan antara Roh TUHAN dan roh jahat yang merasuk Saul tentu saja hal itu diketahui jelas oleh penulisnya yaitu Samuel sebagai saksi mata yang membimbing Saul, tetapi setelah itu kepergian ke Endor tidak dihadiri oleh pengikut Samuel tetapi hanya oleh dua pegawai Saul (1.Sam.28:8) itupun ketiganya tidak melihat langsung, juga nabi Nathan dan Gad tidak ada disitu.

Karena itu kitab 1.Sam.28 ditulis bukan oleh saksi mata tetapi oleh nabi Nathan dan Gad atau editornya berdasarkan laporan yang keluar dari istana Saul (secara obyektip) tanpa ada usaha untuk menguji apakah itu betul-betul roh Samuel karena tidak ada yang melihatnya (secara subyektip). Ingat bahwa apa yang tertulis dalam Alkitab sekalipun dipercaya sebagai ‘diilhami Roh Kudus’ tidak bisa begitu saja kita mengerti secara harfiah tetapi harus dimengerti secara hermeneutis. Setidaknya kita mempunyai dua versi soal ‘Sarai’ yang tidak diaku oleh Abraham sebagai isterinya, ada dua versi tentang siapa yang membunuh Goliat, dan juga ada dua versi bagaimana Yudas meninggal.

Bukti lain yang cukup jelas adalah ayat berikut:

“Demikianlah Saul mati karena perbuatannya yang tidak setia terhadap TUHAN, oleh karena ia tidak berpegang pada firman TUHAN, dan juga karena ia telah meminta petunjuk dari arwah, dan tidak meminta petunjuk TUHAN. Sebab itu TUHAN membunuh dia dan menyerahkan jabatan raja itu kepada Daud bin Isai.” (1.Taw.10:13-14).

Dalam ayat-ayat ini jelas disebutkan bahwa ‘Saul tidak setia kepada TUHAN, oleh karena ia tidak berpegang pada firman TUHAN.’ Apakah firman Tuhan yang dimaksudkan? Tentunya larangan mengunjungi dan berpegang pada firman petenung! Disebutkan pula bahwa ‘Saul telah meminta petunjuk dari arwah.’ Tentu tidak akan disebut sebagai arwah begitu saja kalau itu arwah Samuel dan tentu tidak akan disalahkan! Selanjutnya disebutkan ‘dan tidak meminta petunjuk TUHAN.’ Samuel adalah corong dan perantara firman Tuhan maka sebutan ini jelas menunjukkan bahwa arwah itu bukan arwah Samuel yang adalah perantara petunjuk Tuhan itu sendiri!

Memang di kalangan penafsir ada yang berpendapat bahwa roh itu roh Samuel dengan alasan bahwa ‘Tuhan memperkenankan hal itu terjadi bila Tuhan menghendaki.’ Masalah yang perlu direnungkan bukan soal otoritas Allah apakah Allah bisa atau tidak bisa mengizinkan hal itu terjadi, tetapi kita perlu melihat dari konteks ayat 1.Taw.10:13-14 di atas, bahwa kalau memang ‘Tuhan memperkenankan dan menghendaki‘ mengapa kemudian Saul disalahkan dan dihukum mati untuk suatu perbuatan yang dikatakan ‘diperkenan dan dikehendaki Tuhan’ itu?

Jadi ‘roh’ itu jelas bukan roh Samuel dan tidak ada petunjuk dalam Alkitab di bagian lain yang menunjang bahwa itu roh Samuel, malah banyak bagian Alkitab memuat berita sebaliknya yaitu agar ‘memusnahkan semua petenung pemanggil arwah.’

TAWARAN YESAYA

Apakah kepada Yesaya diberikan kuasa untuk membangkitkan orang mati sehingga Ahas bisa bertanya sesuatu seperti yang ditulis buku ‘Dunia Orang Mati?’ Konteks ayat-ayat itu tidak berkata begitu. Memang firman Tuhan melalui Yesaya berbunyi:

“Mintalah suatu pertanda dari TUHAN, Allahmu, biarlah itu sesuatu dari dunia orang mati yang paling bawah atau sesuatu yang ditempat tertinggi yang diatas.” (Yesaya.7:10)

Tanda itu tentu bukan tanda ‘membangkitkan orang mati‘ agar bisa dimintai petunjuk, sebab Yesaya dalam fasal berikutnya mengatakan juga kepada Ahas:

“dan apabila orang berkata kepada kamu: ‘Mintalah petunjuk kepada arwah dan roh-roh peramal yang berbisik-bisik dan komat-kamit,’ maka jawablah: ‘Bukankah suatu bangsa patut meminta petunjuk kepada allahnya? Atau haruskah mereka meminta petunjuk kepada orang-orang mati bagi orang-orang hidup?” (Yesaya.8:19)

Yesaya juga mengatakan mengenai Mesir:

“semangat orang Mesir menjadi hilang dan rancangannya akan Kukacaukan; maka mereka akan meminta berhala-berhala dan kepada tukang-tukang jampi, kepada arwah dan kepada roh-roh peramal.” (Yesaya.19:3)

Jadi, tanda yang ditawarkan Allah melalui Yesaya dari dunia orang mati tentu bukan untuk memanggil roh orang mati. Ternyata ‘tanda’ yang diberikan tidak ada urusan dengan ‘dunia roh orang mati’ tetapi ‘kelahiran Immanuel‘ (Yes.7: 13dst.) dan ‘Anak Nabi.‘ (Yes.8: 1dst.), dan tanda yang diminta Hizkia anak Ahaz juga bukan soal ‘dunia orang mati’ melainkan tanda mundurnya peredaran Matahari.

ORANG KAYA DAN LAZARUS YANG MISKIN

Perikop tentang ‘Orang Kaya dan Lazarus yang Miskin‘ (Lukas.16: 19-31) juga dipakai oleh buku ‘Dunia Orang Mati’ untuk membuktikan bahwa ‘hubungan dengan roh orang mati’ itu dapat terjadi. Dikatakan antara lain bahwa:

“Bacaan itu sedikitpun tak berbicara soal orang mati berhubungan dengan orang hidup … Abraham tak membantah adanya kemungkinan orang mati bangkit ke bumi, hanya itu tak akan ada gunanya bagi orang hidup di bumi yang tidak mau mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi.” (DOM, h.24)

Memang secara eksplisit tidak dibicarakan soal kemungkinan hubungan orang mati dengan orang hidup, tetapi secara implisit ayat-ayat itu membicarakannya secara jelas. Apa yang dibicarakan? Yang dibicarakan adalah anggapan orang kaya itu bahwa Lazarus bisa berhubungan dengan yang hidup, tetapi secara implisit pula ini ditepis kemungkinannya oleh Abraham. Kalau bisa tentu ia tidak akan meminta bantuan Abraham sebab bisa dilakukan sendiri.

Demikian juga Abraham menjawab permintaan Orang kaya itu berikut:

“Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu. Jawab orang itu: Tidak, bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat. kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati.” (Lukas.16: 29-31)

Ayat-ayat itu jelas menunjukkan bahwa Orang Kaya itu beranggapan bahwa ‘orang mati’ (yang ada dipangkuan Abraham) bisa berhubungan dengan yang hidup, tetapi Abraham menepis adanya kemungkinan itu. Memang kemungkinan ‘bangkitnya orang mati’ tidak ditolaknya karena itu merupakan mujizat yang dipraktekkan Tuhan Yesus dan akan dinyatakan Tuhan atas diri Tuhan Yesus kelak dan pernah dilakukan Tuhan Yesus dalam pelayanannya, tetapi harus diingat bahwa ‘kebangkitan orang mati’ jauh berbeda dengan ‘berhubungan dengan roh orang mati.’!

Perikop itu menunjukkan bahwa hubungan antara roh di alam maut dengan roh di pangkuan Abraham. Juga hubungan antara roh di alam maut dengan orang hidup tidak mungkin demikian juga roh di pangkuan Abraham dengan orang hidup. Kebangkitan dari antara orang mati memang mungkin dan merupakan mujizat yang juga dilakukan Tuhan Yesus dan dibuktikan dengan kebangkitan diriNya sendiri!

Perlu diperhatikan bahwa ‘roh orang mati yang berhubungan dengan roh orang hidup’ dan ‘bisa dipanggil’ oleh dukun/medium berbeda sekali dengan ‘membangkitkan orang mati.’ Dalam buku DOM praktek ‘membangkitkan orang mati dengan memanggil rohnya kembali’ dianggap sama dengan ‘praktek yang memanggil roh ke jailankung.’ (DOM, h.37), mujizat Tuhan dianggap sama dengan praktek Spiritisme!

Dalam membangkitkan orang mati, orang itu dalam catatan Alkitab disebut belum ‘mati dalam arti kata sebenarnya dan sering dikatakan sebagai tidur’ Ingat bahwa ‘mati’ itu suatu proses dari mati ‘pikiran’ , ‘coma’ sampai ‘mati fisik’. Kasus-kasus membangkitkan orang mati menunjukkan bahwa hal itu hanya bisa terjadi sesaat setelah orang menganggap orang itu ‘mati’ jadi pada saat itu kemungkinan besar roh orang itu belum benar-benar terlepas dan masih mempunyai ikatan dengan mayatnya. Dalam buku DOM disebutkan contoh mujizat membangkitkan orang mati dan rohnya dipanggil hanya terjadi beberapa jam setelah dianggap mati, itupun perlu dipertanyakan apakah benar-benar sudah mati (rohnya terlepas seperti Yesus menyerahkan rohNya) atau belum dalam arti kata sebenarnya (DOM, h.35-38).

Data Alkitab menunjukkan bahwa mujizat ini terjadi paling lama 4 hari setelah dianggap ‘mati’ (Lazarus) itupun dilakukan oleh Yesus. Dengan kata lain mayat hanya bisa diisi oleh rohnya sendiri dalam periode beberapa waktu setelah dianggap mati, sebab dalam Alkitab tidak ada bukti bahwa orang mati yang sudah seminggu atau lebih bisa dihidupkan kembali, dalam jailankung dipercaya segala roh bisa dipanggil.

Perbedaan dengan kerasukan orang mati adalah adanya ‘roh lain’ yang masuk untuk merasuki orang hidup. Bila disamakan berarti bahwa pada saat Lazarus dinyatakan mati bisa saja roh lain dipanggil dan masuk atau pada saat Yesus dikubur bisa saja roh lain memasukinya bukan? Kemungkinan itu tidak dibenarkan oleh Alkitab.

Yang menarik dari argumentasi buku ‘Dunia Orang Mati’ adalah bahwa sekalipun dengan jelas ayat di atas menunjukkan bahwa roh Orang Kaya itu tidak bisa berhubungan dengan yang hidup (kalau tidak tentu ia sendiri yang pergi), tetapi kasus-kasus menginjili orang mati mengajarkan bahwa ‘roh di alam maut’ bisa berhubungan dan masuk ke diri orang hidup dan bisa berkomunikasi, bahkan lebih spektakular lagi bahwa roh di surga bisa jalan-jalan ke bumi dan roh dari neraka bisa dipindahkan ke surga dengan doa visualisasi. Suatu ajaran yang jelas tidak Alkitabiah.

Kasus Orang Kaya dan Lazarus yang miskin juga menunjukkan bahwa ‘roh orang mati’ (dalam hal ini roh orang kaya) sudah tidak berdaya sekalipun ia sudah merasakan panasnya alam maut dan dinginnya tempat Abraham jadi tidak mungkin bisa bertobat lagi, demikian juga mengapa perlu minta pada Abraham agar Lazarus mengunjungi saudara-saudaranya bila kalau matipun ia masih bisa bertobat dan menginjili saudara-saudaranya kalau nanti mereka mati?

PENAMPAKAN MUSA DAN ELIA

Dapatkah kasus penampakan Musa dan Elia (Luk.9:30-31) dijadikan rumus bahwa semua orang mati bisa menampakan diri dan berhubungan dengan orang hidup? Tentu tidak. Kasus ini adalah kasus khusus dimana para patriach yang berada dalam kuasa Allah diutus Allah menyampaikan pesan kepada Yesus untuk menggenapi rencana Tuhan. Tidak ada bukti bahwa Musa dan Elia bercakap-cakap dengan para murid Yesus atau bahwa peristiwa demikian akan berulang!

Kasus ‘Musa dan Elia’ ini juga memberi beberapa petunjuk penting, bahwa (a) Roh Orang Mati akan berwajah sama dengan wajahnya ketika meninggal, jadi mustahil kalau bayi meninggal kemudian rohnya bisa belajar di surga dan jadi dewasa, sebab bila bisa tentu roh Musa dan Elia umurnya sudah ribuan tahun; (b) Dalam Perjanjian Lama roh orang mati sudah dipisahkan, para hamba Allah dan orang yang dibenarkan berada di pangkuan Abraham; (c) Karena Samuel adalah nabi yang hidup di antara Musa dan Elia, maka ia berada dibawah kuasa Allah sehingga tidak sulit kalau Tuhan menyuruhnya untuk menampakkan diri pada Saul dan mustahil dukun di Endor bisa memerintah roh yang sudah berada dipangkuan Abraham/Allah itu.

MENGINJILI ROH ORANG MATI?

SEKALIPUN sudah jelas bahwa Alkitab melarang orang berhubungan dengan ‘roh orang mati’ dan sekalipun tidak ada bukti bahwa ‘roh-roh yang mengaku sebagai roh orang mati‘ adalah benar-benar roh orang mati, pengajar ajaran Dunia Orang Mati (Andereas Samudera, Dunia Orang Mati (DOM), 1996) memakai perilaku Tuhan Yesus sendiri sebagai model untuk dicontoh dalam pelayanan ‘menginjili roh orang mati.‘

ADA beberapa ayat-ayat yang menunjuk kepada Yesus yang diambil oleh para pengajar DOM untuk dijadikan dasar membangun ajaran ‘Menginjili Roh Orang Mati.‘

AYAT-AYAT PENDUKUNG SPIRITISME DAN DUNIA ORANG MATI - Ir. Herlianto, M.Th.

Ayat berikut membicarakan saat diantara kematian dan kebangkitan Yesus dimana Yesus mengunjungi ‘penjara‘ (DOM, h.46-47).

(1) “dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu.” (LAI, 1.Petrus.3:19-20)

Ayat ini menunjukkan bahwa dalam waktu selang setelah kematian dan kebangkitannya itu Yesus mengunjungi Hades dimana orang-orang di masa Nuh (dan tentu juga menunjuk orang-orang Perjanjian Lama yang tidak taat kepada Allah) tetapi ayat ini tidak secara jelas menyebutkan apa yang diberitakan Yesus sebab disini hanya disebut sebagai ‘memberitakan’ saja. Terjemahan bahasa Indonesia (LAI) memang memberi tambahan kata ‘Injil’ di belakang kata ‘memberitakan’ tetapi aslinya tidak begitu (mungkin diterjemahkan demikian atas dasar ayat 1.Petrus 4:6). 

Kata ‘memberitakan Injil’ dalam terjemahan LAI diterjemahkan dari kata ‘ekeruzen’ yang berasal dari kata ‘kerussein’ yang dalam PB biasanya menunjukkan pemberitaan Kristus tentang ‘Kerajaan Allah’ atau menunjuk pemberitaan murid-murid Kristus tentang ‘kebangkitan Kristus.’

Memang ada ayat lain yang juga ditulis oleh Petrus dalam hubungan dengan ini yang memberi kesan bahwa yang diberitakan adalah ‘Injil’ (DOM, h.48), yaitu:

(2) “Tetapi mereka harus memberi pertanggungan jawab kepada Dia, yang telah siap sedia menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Itulah sebabnya maka Injil telah diberitakan juga kepada orang-orang mati, supaya mereka, sama seperti semua manusia, dihakimi secara badani; tetapi oleh roh dapat hidup menurut kehendak Allah.” (LAI, 1.Petrus4:5-6)

Ayat ini memang menunjuk pada Roh Yesus yang diceritakan oleh ayat sebelumnya dalam fasal 3:19-20, dan sekalipun disini kata ‘Injil’ diterjemahkan dari kata yunani ‘euenggelisthe’ apakah yang dimaksudkan itu aspek pertama ‘Injil’ dalam arti ‘percaya dan bertobat dari dosa’ yang biasa diberitakan kepada orang hidup yang belum mengenal Allah? Melihat konteksnya, kelihatannya bukan, sebab Nuh sudah memberitakan soal ‘percaya kepada Allah dan bertobat dari kejahatan’ selama lebih dari 120 tahun (Kej.6) sehingga semua orang saat itu pasti mendengarnya, jadi disini yang ditekankan adalah soal aspek kedua ‘Injil’ yaitu ‘kebangkitan orang mati’ dan ‘penghakiman’ orang jahat yang ‘telah’ berbuat dosa. 

Pengertian ‘percaya dan bertobat dari dosa’ jelas sudah tidak mungkin lagi karena orang-orang itu sudah mati dan menjadi roh, dan dalam ayat-ayat konteks 1.Petrus 4:5-6 disebut bahwa ‘waktu yang sisa’ (ay:2) jelas menunjukkan waktu selagi masih hidup. 

Dalam konteks ayat tersebut juga disebut bahwa yang dimaksudkan adalah penghakiman berdasarkan ‘perbuatan manusia selagi hidup’ yaitu antara melakukan ‘keinginan manusia’ atau ‘kehendak Allah’ (ay.2-5) jadi bukan aspek pertama Injil soal ‘percaya dan bertobat’ yang sudah tidak mungkin lagi (band. Matius7:21), dan untuk itulah mereka yang masih hidup maupun roh-roh orang mati harus bertanggung jawab dan siap ‘dihakimi’ (ay.5) termasuk pada ‘orang-orang mati’ yang diceritakan pada fasal 3:19-20 (band. Matius.25:31-46 bahwa manusia dihakimi karena perbuatannya selagi hidup).

Ada ayat lain yang diambli buku DOM untuk menunjang peristiwa ‘mengunjungi penjara‘ yang dilakukan oleh Roh Yesus di atas dan dianggap bahwa ‘menginjili roh orang mati’ adalah mungkin (DOM, h.53-54).

(3) “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya saatnya akan tiba dan sudah tiba, bahwa orang-orang mati akan mendengar suara Allah, dan mereka yang mendengarnya akan hidup … Janganlah kamu heran akan hal itu, sebab saatnya akan tiba, bahwa semua orang yang di dalam kuburan akan mendengar suaraNya.” (LAI, Yoh.5:25-28)

Ayat ini juga dengan jelas menunjuk pada peran yang dilaksanakan Roh Yesus yang dipenuhi dalam berita yang ditulis oleh Petrus dan malah memperkuat kenyataan bahwa yang diberitakan adalah ‘penghakiman’ dan bukan ‘ajakan percaya dan bertobat’ yang sudah tidak mungkin lagi. Tetapi, buku DOM menyebut bahwa ayat-ayat itu menunjuk bahwa ‘Menginjili Orang Mati’ adalah mungkin karena ayat itu berbicara tentang ‘orang mati dalam kuburan.’ 

Memang bila kita membaca ayat-ayat itu secara sederhana maka akan timbul kesimpulan bahwa yang dimaksudkan dengan ‘mati’ adalah orang mati dalam kuburan, ini sama kelirunya dengan anggapan bahwa orang mati itu hanya ‘mati rohani.’ Ucapan Yesus “biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka” (Matius 8:22) menunjuk dua kata ‘mati’ yang berbeda artinya, yang pertama ‘mati rohani’ (tidak mengikut Yesus) dan kedua ‘mati fisik’ dan dikubur.

Perlu diingatkan bahwa ayat-ayat Alkitab tidak berdiri sendiri tetapi ia terkait konteks perikopnya. Apa yang disebut dalam potongan ayat di atas berkaitan dengan ‘Kesaksian Yesus tentang diri-Nya’ (Yoh.5:19-47) dimana ‘Ia mengatakan bahwa Ia diberi kuasa membangkitkan orang mati seperti kuasa Allah dalam membangkitkan’ (ay.21). Pertama ayat-ayat 24-25 menunjuk pada ‘kematian rohani’ sebab ay.25 berkaitan dengan ay.24 yang berbunyi:

“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataanKu dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup.” (LAI, Yohanes.5:24).

Konteks pertama dalam ayat ini jelas menunjuk kepada orang hidup yang berada dalam ‘maut’ (kematian rohani) dan ‘kepercaan akan Yesus’ akan menyelamatkannya masuk ke dalam ‘hidup’ (kehidupan rohani). Harus diingat bahwa ayat inilah yang berlaku saat Yesus berfirman. Kedua, bahwa orang-orang mati dalam kuburan (mati fisik) akan mendengar suara-Nya (ay.28) dan ini baru akan terjadi karena ‘saatnya akan tiba’ (ay.28).

Jadi, dalam konteks ayat-ayat di atas ‘Yesus berbicara mengenai kuasa kebangkitan dan penghakiman’ yang akan diberlakukan kepada: pertama ‘orang hidup yang mati’ (yang mendengar dan tidak percaya) dan itu terjadi pada saat Yesus berkata, dan kedua yang akan diberlakukan kepada ‘orang mati dalam kuburan’ baik yang sudah mendengar & percaya firman Tuhan dan ‘telah berbuat baik’ untuk masuk ke dalam kehidupan kekal maupun yang tidak percaya firman Tuhan dan ‘telah berbuat jahat’ untuk dihukum (ay.29). 

Perhatikan bahwa dalam ay.29 disebutkan bahwa mereka “telah” berbuat baik atau berbuat jahat, hal-hal yang hanya bisa dilakukan pada waktu mereka hidup di dunia sehingga orang mati dikuburan diinjili pun tidak akan mengubah status itu. Ini menunjuk kepada peristiwa saat Yesus turun ke alam maut saat kematianNya di kayu salib (1.Petrus 3:19-20) dan ini bukan dimaksud bahwa Yesus baru akan memberitakan Injil ‘percaya dan bertobat’ disana tetapi bahwa Yesus menyuarakan berita ‘Injil kebangkitan dan penghakiman’ kepada mereka yang telah berada di kuburan dan ‘memisahkan yang berbuat baik dan jahat untuk dibangkitkan dan dihakimi. Tidak ada kesan dalam perikop itu bahwa ‘orang mati’ perlu dan masih bisa diinjili untuk ‘percaya dan bertobat’!

Ayat berikut mengenai ‘menyembah dalam roh dan kebenaran‘ juga dipakai untuk menekankan penginjilan kepada roh orang mati.

“Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dengan roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.” (Yoh.4:23)

Bagian kalimat ‘saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang’ yang ada dalam ayat ini dianalogikan dengan bagian kalimat yang berbunyi sama pada Yoh.5:25, sehingga disimpulkan bahwa ‘ sejak saat itu orang-orang mati dikuburan boleh mendengar berita Injil keselamatan mereka.’ (DOM, h.54).

Sesuai dengan diskusi ayat pendukung (3) di atas (Yohanes 5:25-28), kita dapat melihat bahwa memang ‘saatnya akan tiba dan sudah tiba sekarang’ yang ditunjukkan oleh kedua ayat-ayat itu menunjuk pada pelayanan Yesus saat itu tetapi ayat itu tidak berbicara dan ditujukan untuk orang mati ‘fisik di kuburan’ tetapi untuk ‘orang mati rohani’ (konteks ayat 5:24). Ayat Yoh.4:23 malah memperkuat pengertian bahwa ayat Yoh.5:24-25 menunjuk pada Injil ‘percaya dan bertobat’ dan bukan menunjuk pada ‘Injil kebangkitan dan penghakiman’ yang disampaikan kepada orang mati di kuburan.

Perlu disadari bahwa ayat Yoh.4:23 sama sekali tidak berbicara mengenai dunia orang mati tetapi mengenai dunia orang hidup dengan penyembahan yang bersifat rohani, karena selama ini Perempuan Samaria itu hidup secara daging (zinah, air sumur, agama turunan) karena itu ia dibawa kepada penyembahan yang rohani (kenal Yesus secara pribadi, minum air hidup, pertobatan, hidup kekal da-lam roh dan bersaksi).

Buku Dom (h.41) menyebut bahwa Paulus juga menyinggung dan menunjuk pada peristiwa yang sama dan mengatakan:

(4) “Itulah sebabnya kata nas: ‘Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan; ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia.’ Bukankah ‘Ia telah naik’ berarti, bahwa Ia juga telah turun ke bagian bumi yang paling bawah? Ia yang telah turun, Ia juga yang telah naik jauh lebih tinggi dari semua langit, untuk memenuhkan segala sesuatu.” (LAI, Efs.4:8-9)

Ayat ini juga jelas menunjuk pada peristiwa yang diceritakan oleh Petrus mengenai ‘Roh Yesus‘ saat di antara kematian dan kebangkitan Yesus di Golgota, yaitu Ia membawa tawanan-tawanan yang ‘telah dibangkitkan dan dibenarkan.’ Dalam terang konteks ayat-ayat (1) sampai (3) jelas terlihat bahwa peristiwa ini menunjukkan bahwa Roh Yesus tidak datang untuk ‘memberitakan kabar baik tentang percaya dan bertobat’ tetapi Roh Yesus datang untuk memberitakan berita ‘kebangkitan dan penghakiman’ dan mereka yang ‘diselamatkan’ dibawanya naik ke surga.

TUGAS SIAPA?

Sebenarnya, ayat-ayat yang menunjuk kepada Roh Yesus tidak akan menimbulkan masalah selain berbeda penafsiran, tetapi yang kemudian dijadikan pengajaran ‘DOM adalah bahwa tugas memberitakan Injil kepada orang mati itu juga menjadi tanggung jawab umat Kristen masakini. Benarkah klaim demikian?

Perlu sekali disadari beberapa hal sehubungan dengan di atas, yaitu:

(i) Yesus selama melayani di dunia tidak pernah melakukan penginjilan kepada orang mati karena orang mati sudah tidak mungkin percaya dan bertobat lagi bila telah meninggal. (band. dengan ayat: “manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi” (LAI, Ibrani.9:27);

(ii) Perlu disadari bahwa Yesus melakukan ‘penginjilan pada orang mati’ pada saat ia dalam keadaan ‘Roh’ disaat tubuhnya mati dan dengan tugas khusus pembebasan orang-orang yang tidak taat kepada Allah pada zaman Nuh yang belum mengerti soal Injil ‘kebangkitan dan penghakiman’ (soal percaya kepada Allah dan bertobat sudah diberitakan oleh Nuh);

(iii) Praktek pengusiran roh yang dilakukan oleh Tuhan Yesus tidak pernahmenunjukkan bahwa Yesus mengusir roh orang mati atau menyuruh murid-murid melakukannya (Mat.10:8;Mar.16:17);

(iv) Setelah bangkit Yesus juga tidak melakukan dan mengajar murid-muridnya untuk menginjili orang mati;

(v) Perintah Agung yang utama (Matius.28:19-20) dan (Mar.16:15) tidak menyuruhmurid-murid untuk menginjili roh orang mati, demikian juga murid-murid Yesus tidak pernah melakukan dan mengajarkan penginjilan pada roh orang mati;

(vi) Harus dimaklumi mengapa penginjilan ‘berita kebangkitan dan penghakiman’ kepada orang mati hanya dilakukan oleh Tuhan Yesus sendiri dalam keadaan roh, soalnya hanya Yesuslah yang memegang kunci ‘kerajaan maut’ (Wahyu.1:18).

Dari beberapa butir catatan di atas jelas bahwa ‘tugas menginjili orang mati adalah hak prerogatip yang hanya dimiliki oleh Yesus‘ (itupun dilakukannya dalam keadaan Roh setelah mati di salib) dan ‘Injil’ disini dimaksudkan untuk menunjuk berita ‘kebangkitan dan penghakiman’ dan bukan berita mengenai ‘percaya dan bertobat.’

Tetapi, bagaimanakah dengan orang-orang yang belum mendengar Injil soal ‘percaya, pertobatan, kebangkitan orang mati dan penghakiman’ setelah peristiwa Golgota seperti suku-suku terasing dan mereka yang tidak pernah mendengarkan pekabaran Injil, adakah keselamatan bagi mereka untuk mendengarkan Injil (dalam arti kata seutuhnya) setelah meninggal dunia? Jelas Tuhan mempunyai rasa keadilan yang tentu tidak akan berbuat semena-mena terhadap mereka yang belum pernah mendengar Injil.

Rasul Paulus dalam suratnya mengemukakan bahwa Injil bukan saja diberitakan secara verbal; tetapi tertanam pula dalam hati mereka dan di alam karena Tuhan telah menyatakannya kepada manusia. (Rom.1:18-20). Jadi Tuhan mempunyai kebijakan sendiri dengan orang-orang demikian. Perlu disadari bahwa dalam beberapa perumpamaan yang diceritakan Yesus, tidak selalu keselamatan itu dikaitkan dengan Injil verbal. 

Dalam ‘penghakiman Terakhir‘ yang dinilai adalah kasih seseorang kepada sesamanya (Matius 25: 31-46), dan yang ‘melakukan kehendak Bapa di sorga.‘ (Matius 7:21). Ayat 1.Petrus 4:1-6 dengan jelas menyebut bahwa penghakiman didasarkan ‘perbuatan mereka selagi hidup,’ demikian juga dalam Wahyu 20:13 disebut manusia akan dihakimi menurut perbuatannya. Dan, kalau saat ‘mati’ Roh Yesus dalam satu-dua hari mampu memberitakan kabar ‘Injili’ tentang kebangkitan dan penghakiman kepada mereka yang mati dalam Perjanjian Lama, apa susahnya hal itu diulang pada akhir zaman?

Ajaran Dunia Orang Mati (DOM) mencoba memanipulasi tafsiran ‘perintah agung’ dalam kitab Markus dengan mengatakan bahwa ‘segala mahluk’ bisa berarti juga mahluk halus atau roh orang mati, bahkan kata itu diterjemahkan dengan ‘segala alam’ mengutip terjemahan LAI tahun 1965 untuk mengakomodasi ‘alam roh.’ (Dunia Orang Mati, hlm.63-64). Dari konteks Mar.16 jelas terlihat bahwa yang dimaksudkan adalah mahluk jasmani dan bukan mahluk rohani sebab disebutkan bahwa mereka yang ‘percaya dan dibaptis‘ akan diselamatkan dan ‘harus diajar.‘ Hanya orang hidup yang bisa dibaptis dan diajar. Kemudian tanda-tanda yang akan mengiringi sifatnya juga tanda-tanda dunia orang hidup termasuk mengusir setan, tidak ada tanda untuk mengusir roh orang mati atau menginjilinya!

PELAYANAN TOTAL

Buku Dunia Orang Mati (Andereas Samudera, DOM, Revival Total Ministry, 1996) mengesankan adanya ajaran ‘Pelayanan Total’ dimana pelayanannya terarah pada pelayanan yang mencakup pelayanan fisik, psikis, dan spiritual mencakup pelayanan seperti ‘pelepasan (deliverance), pengurapan, penyembuhan batin (inner healing), barang-barang tuimpas (boneka dibakar), dan menginjili orang mati.‘ Kelihatannya pelayanan total ini tumbuh dari ‘obsesi traumatis yang dialami pelopornya‘ dan juga karena diyakini bahwa ‘hamba Tuhan mempunyai kuasa lebih dari Yesus‘, dan bahwa ‘umat Kristen disiapkan menjadi jemaat yang sempurna baik lahir maupun batin‘ (perfectionisme).

JEMAAT YANG SEMPURNA

Tidak dapat disangkal pelayanan ini dilatar belakangi trauma pelopornya yang menghasilkan obsesi berat untuk mengatasinya. Kita melihat pelopor ‘Christian Science‘ yang punya pengalaman traumatis kelumpuhan fisik kronis dan mirip dengan cerita dalam film spiritisme anak-anak ‘Casper’ dimana ada seorang bapak yang beranak gadis belia yang ditinggal mati muda isterinya yang kemudian mendorong dirinya menjadi spesialis berhubungan dengan roh orang mati, dan juga psikolog Carl Gustaf Jung yang mendasari ajaran Inner Healing yang hidupnya kesepian tetapi penuh fantasi yang menyebabkannya menekuni dunia spiritisme dan okult, kelihatannya pelayanan total tidak jauh dari latar belakang yang mirip. 

Sikap ketidak relaan dan penolakan kepada kenyataan ini berakibat timbulnya ajaran yang berintikan obsesi melakukan ‘pelayanan kesembuhan sempurna, jemaat yang sempurna, bahkan fanatisme memasuki alam roh.’

Dapatkah seorang Kristen hidup sempurna di atas bumi? Jelas Alkitab tidak berkata demikian. Ajaran ‘per-fectionisme‘ bisa kita lihat dalam ajaran seperti ‘Dimensi Keempat (Yonggi Cho) dan Words of Faith (Kenneth Hagin)’ yang sangat sarat ajaran kebatinan yang kemudian mengarah pada pengakuan bahwa ‘manusia itu adalah allah‘ suatu tema besar dalam ‘Gerakan Zaman Baru’ (New Age Movement). Tema ini kemudian diterjemahkan dalam kekristenan oleh mereka dan menghasilkan ajaran ‘bila beriman kita akan sehat sempurna dan kaya.‘

Konsep demikian memang me-ngarah pada obsesi manusia untuk mencapai kesempurnaan di bumi. Alkitab tidak mengajarkan hal itu, itulah sebabnya dijanjikan ada ‘tubuh kebangkitan‘ yang sempurna sebagai penggantinya (1.Kor.15). Paulus sendiri yang terbilang sebagai ‘pahlawan iman‘ justru mengalami sakit yang tidak tersembuhkan sekalipun sudah tiga kali meminta tolong pada Tuhan, ini agar ‘Kuasa Tuhan menjadi sempurna‘ (2.Korintus 12:7-10) hingga kata Paulus ‘jika aku lemah, maka aku kuat.‘ Yesus menyebut Yohanes Pembaptis sebagai ‘orang yang terbesar‘ yang pernah dilahirkan perempuan (Lukas 7:28) dan Yohaneslah yang mengatakan ‘Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin miskin.’ (Yoh.3:30), dan ia mati dibunuh dengan tubuh tidak sempurna yaitu ‘dipenggal kepalanya.’ (Markus 6:16).

SETARA DENGAN YESUS

Konsep kesempurnaan itu lebih jelas terlihat dari buku ‘Dunia Orang Mati‘ yang menyebutkan bahwa ‘orang Kristen dapat melakukan hal-hal lebih dari Yesus.’ Ini ditafsirkan dari kesimpulan harfiah ayat berikut:

“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepadaKu, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu.’ (Yoh 14:12) (DOM, h.65)

Dari penafsiran demikian disim-pulkan bahwa:

“Yesus menjamin bahwa kita akan melakukan semua yang Ia lakukan. Apa yang dilakukan Yesus? Memberitakan Kerajaan Surga, menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati, mentahirkan orang kusta, membuat mujizat-mujizat, mati disalib, turun ke alam maut memberitakan Injil disana, bangkit, naik ke surga, duduk disebelah kanan Allah, balik lagi memerintah di kerajaan Seribu Tahun, menghampiri orang hidup dan mati, bertakhta di Langit baru Bumi baru. Anda percaya bahwa anda akan bersama Yesus dalam semua itu, bukan? (DOM, h.66).

Keyakinan yang berlebihan telah membuat seseorang merasa sama dan lebih dari Yesus sendiri termasuk ‘mati, turun ke alam maut, bangkit, naik ke surga’ bahkan ‘duduk di sebelah kanan Allah‘ dan ‘bertakhta di langit baru dan bumi baru’! Pernahkan ada penginjil yang berjalan di atas air, meneduhkan badai, dan mengutuk pohon ara hingga layu? Yang aneh adalah apa yang dilakukan oleh Yesus ‘tidak semua ditaati‘ tetapi ‘yang tidak dilakukan Yesus dipraktekkan!‘ Yesus tidak pernah mengajar ‘pelepasan dengan muntah-muntah‘ atau ‘pengurapan dengan berjatuhan/ tumbang‘ tetapi ini dilakukan dalam pelayanan total.

Kita harus menyadari bahwa bila Yesus dalam ‘perintah agung penginjilannya‘ mengatakan bahwa “Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat.28:20b) tentu dimasukkan bahwa manusia mempunyai keterbatasan sehingga kuasa Allah yang dikaruniakan akan dibatasi keterbatasan itu dan hanya bisa melakukan beberapa saja dari semua apa yang Yesus lakukan sehingga perlu disertai oleh Yesus sampai akhir zaman! (lihat juga Imm.29:29)

Sikap ingin ‘menjadi seperti Allah‘ adalah sifat dosa manusia sejak penciptaan (Kejadian.3:5;11:4), dan ini sejalan dengan pemberontakan Bintang Timur (Lucifer):

“Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa! Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi!’ (Yesaya.14: 12-14).

PELEPASAN

Pelepasan (deliverance) adalah praktek yang Tuhan lakukan dalam pelayanan-pelayanannya selama di bumi, dan ini juga diperintahkan untuk dilakukan oleh para murid:

“Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan demi namaKu, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka akan memegang ular, dan sekalipun mereka meminum racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh.” (Mar.16:17-18).

Dari terang ayat ini kita dapat mengetahui bahwa ‘mengusir setan‘ adalah bagian dari tanda-tanda yang Tuhan berikan, jadi harus diterima sebagai bagian dari pelayanan Kristen. Tetapi, perlu disadari bahwa ‘tanda-tanda‘ itu bukan diberikan secara umum dalam pengertian semua orang akan menerimanya tetapi atas kadar iman dan karunia yang Tuhan berikan kepada masing-masing secara khusus (Band.1.Kor.12).

Penulis buku Dunia Orang Mati menjelaskan bahwa metoda pelepasan yang digunakan ditransfer oleh pdt. Wim Worley:

“ia mentransfer urapan Roh Kudus yang khas, yakni jenis urapan yang membuat roh-roh bermanifestasi dengan mudah, dan pengetahuan yang lebih lengkap tentang otoritas orang beriman terhadap kuasa kegelapan, hingga pelayanan pengusiran setan yang kemudian lebih populer disebut dengan nama ‘pelayanan pelepasan’ ini menjadi sangat mudah … Pengurapan Roh Kudus membimbing hamba-hamba Tuhan memasuki realita dunia Roh dengan sangat nyata karena manifestasi-manifestasi roh jahat melalui orang-orang yang dilayani. Bersamaan dengan itu realita hadirnya malaikat-malaikat Tuhan juga makin nyata.” (DOM, h.12-13)

Hal yang perlu diperhatikan adalah pelayanan pelepasan total yang dilakukan umumnya ditandai dengan tanda khusus ‘muntah-muntah‘ dan ‘berjatuhan/tumbang’. Ini yang perlu kita waspadai sebab praktek demikian adalah praktek umum dalam perdukunan tetapi dalam Alkitab ‘tidak ada satupun contoh praktek demikian‘ dalam pelepasan/pengusiran setan.

Demikian juga dari contoh dan perintah amanat agung dalam kitab Markus 16:17, jelas disebutkan bahwa yang dilayani adalah orang-orang yang ‘dirasuk roh setan‘ jadi tidak ada bukti bahwa Alkitab membuka peluang adanya orang yang ‘dirasuk roh orang mati.’ Jadi pelayanan yang mengaku bahwa ‘roh yang merasuk adalah roh orang mati’ tidak dibenarkan oleh Alkitab, karena itu kita harus berhati-hati dalam menyikapi pelepasan yang sudah keluar dari berita Alkitab itu! Jangan percaya pengakuan sembarangan dari roh-roh itu, apa-lagi pengakuan yang terdiri yang hanya beberapa ucapan saja. Interogasilah roh-roh demikian dengan kritis dan usirlah sebab di akhir zaman akan banyak ‘nabi palsu‘ melakukan pekerjaan-pekerjaan seperti pekerjaan Yesus (bandingkan dengan Simon si sihir dalam Kis.8:4-25)!

“Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan-Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan” (Matius.7:21-23)

“Mesias-Mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga.” (Matius.24:24)

PENGURAPAN

Bagi Total Ministry, urapan adalah kuasa yang dapat mematahkan dan menyingkirkan halangan di dunia roh, dan biasanya diiringi dengan gejala berbahasa roh dan berjatuhan/tumbang.

“Tanpa mengalami pengurapan Roh Kudus, anda tak akan memahami dunia orang mati dan alam roh lainnya … Kuncinya adalah pengenalan dan pengalaman dengan pengurapan kuasa Roh Kudus. Alam roh hanya dapat dimengerti oleh mereka yang telah terbiasa berkecimpung di dunia roh. Sama seperti hal menyelam dan berenang hanya dapat dimengerti oleh orang-orang yang terjun ke kolam renang, sungai atau laut, tetapi tak akan dipahami atau dimengerti oleh mereka yang masih terus berada di darat saja.” (hlm.10-11).

Ucapan ini menunjukkan kepercayaan diri yang berlebihan (lebih dari Yesus?) sehingga mengaku sebagai perenang di dunia roh, padahal belum pernah mati, turun ke neraka dan naik ke surga, tetapi mampu membuat ‘peta surga’! Dunia roh tidak sama dengan kolam renang yang bisa dimasuki semua orang. Banyak penginjil mengaku perenang hebat di dalam alam nubuatan ‘akhir zaman’ tetapi terbukti sejauh ini semuanya adalah pembohong!

Memang dalam Alkitab ada ayat-ayat yang membicarakan soal pengurapan, tetapi dalam ajaran ini pengurapan itu diberi arti menurut faham pribadi penginjil-penginjil tertentu, dan kemudian dikaitkan dengan dunia roh dengan gejala-gejala bombastis yang lebih mi-rip dengan kuasa perdukunan daripada kuasa Injil (kuasa perdukunan dinyatakan dengan rebah/tumbang/berjatuhan/muntah dan tertawa-tawa) sedangkan kuasa Allah sesuai kesaksian Paulus adalah “dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna.” (2. Kor.12:9)

Memang diakui sendiri oleh penulis buku itu bahwa pengalaman itu diterimanya dari transfer penginjil Charles W. Doss dan urapan api Win Worley :

“Saya mengalami rebah dalam Roh oleh penumpangan tangan beliau. Setelah itu urapan Allah yang kuat menyatakan diri dalam setiap pelayanan saya. Orang-orang rebah dalam Roh dan masuk ke alam roh. Beberapa dari mereka naik ke surga dan menyaksikan takhta Allah dan terang yang besar disana, melihat malaikat-malaikat surgawi, mulai menari dan tertawa dalam roh.” (DOM, h.11).

Dari terang ini kita melihat bahwa dasar otoritas pengajaran bukan terletak pada ‘Alkitab firman Tuhan‘ tetapi lebih pada ‘pengalaman dan wahyu pribadi para penginjil.’ Ayat-ayat Alkitab ditafsirkan secara harfiah di luar konteksnya, dan dimanipulasikan untuk menunjang ‘ajaran Dunia Roh.’ Kalau ada ayat-ayat yang menunjukkan sebaliknya (seperti Ayb.7:8-10/Mazmur 88:11-13/Pkb.9:5-6) maka kitab-kitab itu disebut “tak dapat dijadikan referensi untuk menyelidiki dunia orang mati.” (DOM, h.102-107). 

Sebaliknya, sering referensi buku-buku manusia diberi otoritas lebih, seperti: ‘Dipimpin oleh Tangan Tuhan‘ (Charles W.Doss), ‘Scenes Beyond the Grave‘ (Mariette Davis), ‘Aku Pernah Mati‘ (G.G.Ritchie), dan bahkan kotbah John G.Lake tentang ‘Alegori dari Beelzebul‘ dalam kitab Apokrif (DOM, h.43-45) yang tidak diakui oleh gereja Kristen. Dari pelayanan ‘Inner Healing’ yang dipraktekkan bersama ajaran DOM kita dapat melihat betapa konsep mengenai roh dan dunia orang mati yang dikembangkan oleh Carl Gustaf Jung yang mempraktekkan spiritisme, okultisme dan zen budhisme banyak dianut.

Jadi, pengajaran Total Ministry ‘bukan digali dari Alkitab‘ (exegese) tetapi ‘ajaran manusia yang dimasukkan ke Alkitab‘ (eisegese).

Umat Kristen perlu berjaga-jaga menghadapi ajaran-ajaran para penginjil dengan wahyu-wahyu pengalaman pribadi dan harus selalu mengujinya dengan terang firman Tuhan, karena itu:

“Beritakan firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasehatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran. Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng. Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu!” (2.Timotius 4:2) 
Amin!
Next Post Previous Post