DOA: APA, BAGAIMANA DAN DOA BAPA KAMI John Calvin

DOA: APA, BAGAIMANA DAN DOA BAPA KAMI
Saat aku mengasihi Allah, aku  menerima cahaya cinta kasih, melodi dan keharuman dan makanan telah memenuhi diriku, cahaya dan suara dan keharuman dan makanan telah merangkul jiwaku, ketika cahaya menyinari jiwa, di sana tidak ada tempat yang dapat memuatnya.

Suara  itu terdengar begitu dekat dan tak ada yang dapat mengambilnya  dari padaku, ketika aku bernapas, aku mencium  aroma yang tidak akan  terserak oleh angin,  makanan jiwaku berkelimpahan dan aku berbaring kenyang dalam  sebuah pelukan dan tidak pernah ada yang dapat mengambilnya.

“Berikan aku anugerah-Mu, O, Tuhan, untuk  melakukan apa yang Engkau perintahkan, dan perintahkan aku untuk melakukan apa yang Engkau kehendaki! ………. O, Allah yang kudus…………. ketika perintah-Mu ditaati, adalah dari Engkau, kami menerima kuasa untuk taat.”

Puisi dan doa di atas dikutip dari seorang teolog besar Agustinus. Sebuah puisi dan doa yang menyatakan betapa tak ada lagi yang lebih indah selain dalam pelukan Tuhan, tidak ada yang lain yang diinginkan kecuali menaati perintah Tuhan.

APAKAH SEBENARNYA DOA ITU ??

Doa adalah sebuah relasi dengan  Allah yang berdaulat sebagai Pencipta dan Pemberi pengampunan, dan Dia mengundang kita untuk datang kepada-Nya, untuk mencari-Nya. Iman tanpa doa adalah iman yang tidak bertumbuh, karena  bukankah iman datang dari Injil, sehingga melalui iman hati kita dibingkai untuk memanggil Nama TUHAN. Oleh Roh Adopsi yang dimeteraikan di hati kita melalui Kristus itu, kita berseru ya Abba, ya Bapa!

“Bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Kristus?” John Calvin menulis dalam Institutio, bahwa doa adalah sebuah kewajiban yang harus kita lakukan  karena kita berhutang; kita telah menerima kekayaan berharga yang diberikan  oleh  Bapa Surgawi, yaitu sebuah hubungan intim dengan Allah melalui Kristus, sehingga kita  boleh berada di hadapan-Nya, di tempat  kudus-Nya,  memanggil nama-Nya,  memohon  janji-Nya.

Doa, adalah menggali harta karun Injil Tuhan yang memimpin kita kepada mata rohani. Perlunya kita mendisiplinkan diri  berdoa adalah bukan untuk melatih mengekspresikan kata-kata yang tepat dan indah,  tetapi  karena Bapa Surgawi menyatakan bahwa keselamatan kita adalah di dalam memanggil nama-Nya.

“Dan barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan.” (Yoel 2:32 ).
Dalam doa, kita memohon pemeliharaan-Nya, untuk kita tidak jatuh kembali ke dalam dosa. Memohon kuasa-Nya untuk menopang kita saat lemah. Memohon   kebaikan-Nya untuk menerima kita kembali meskipun kita sarat dengan dosa. 

Oleh-Nya, damai dan ketenangan yang mengagumkan diberikan kepada hati nurani kita. Ia membuat kita bersandar kepada-Nya sehingga  jiwa kita dapat beristirahat sepenuhnya, dipuaskan  dengan jaminan bahwa tidak ada kejahatan apapun yang tidak diketahui-Nya, dan bahwa Ia berkenan membuat cadangan pengampunan untuk kesalahan kita.

Mengapa kita harus berdoa, bukankah Allah mengetahui dan mengontrol seluruh hidup kita; Dia di sana waktu kita berdiri, tidur atau pun lari ke dalam goa?  Sesungguhnya kehormatan manusia adalah ketika ia dinyatakan berguna, dipakai sebagai alat Tuhan; dan ketika ia berdoa untuk mendapatkannya,  itu berasal daripada-Nya.  Ketika bapa-bapa patriakat begitu menderita melihat dosa Israel, mereka berdoa tak henti-hentinya memohon  belas kasihan Tuhan. Semakin yakin mereka akan kasih dan pengampunan Allah,  semakin keras dorongan mereka untuk berdoa.

Dalam Perjanjian Lama, Israel mengalami musim kering yang sangat panjang dan tidak ada air, karena hujan tidak turun selama 3 tahun. Air menjadi begitu berharga, tidak ada air mereka akan mati. Nabi Elia mengerti tujuan Allah tidak memberikan hujan selama 3 tahun itu. Pada tahun ketiga, pertandingan terjadi antara Elia dan nabi Baal, keduanya harus minta api untuk membakar persembahan korban.  Nabi Baal minta api dari dewa bisu mereka, dan Elia memanggil nama TUHAN.  

Sebelum api Tuhan turun, korban persembahan harus  diguyur dengan dua belas  gentong air yang melambangkan  dua belas suku Israel. Israel harus memberikan dua belas gentong air yang sangat berharga itu untuk disiram ke atas korban bakaran. Persediaan air mereka dipakai seluruhnya, disiramkan ke korban bakaran, dan selanjutnya mereka harus bersandar kepada Tuhan yang memberikan hujan.

TUHAN menyatakan kuasa-Nya dengan menurunkan api membakar seluruh korban persembahan. Nabi Baal berteriak-teriak memanggil dewa bisunya, meminta api, tapi tidak ada api karena dewa mereka mati dan palsu.  Allah Elia adalah TUHAN yang hidup. Semua nabi baal dibunuh oleh Elia karena mereka sudah menyesatkan Israel.  Seketika  Israel sujud berseru: ”Dialah Allah, TUHAN, Dialah Allah! ” Elia berlutut berdoa, meminta Tuhan memberikan hujan sesuai janji-Nya. Lalu Elia mengirim bujangnya sampai tujuh kali untuk melihat ke langit, apakah ada tanda-tanda akan turun hujan. Elia terus berlutut, berdoa dan berdoa ketika bujangnya memberitahu bahwa belum ada tanda-tanda hujan.

Baru pada ketujuh kalinya berkatalah bujang itu: “Wah, awan kecil sebesar telapak tangan timbul dari laut.” Lalu kata Elia: “Pergilah, katakan kepada Ahab: Pasang keretamu dan turunlah, jangan sampai engkau terhalang oleh hujan.” Maka dalam sekejap mata langit menjadi kelam oleh awan badai, lalu turunlah hujan yang lebat. Ahab naik kereta lalu pergi ke Yizreel (1 Raja-raja 18: 44-45).

Elia berdoa minta hujan bukan karena ia tidak percaya pada janji Tuhan yang akan memberikan hujan pada tahun ketiga, tetapi ia mengerti akan kewajibannya,  bahwa ia harus meletakkan  keinginannya di hadapan  Tuhan, bahwa turunnya hujan adalah semata karena belas kasihan Tuhan, dan ia beriman kepada janji Tuhan. Janji Tuhan dipenuhi setelah tindakan pertobatan Israel memberikan yang terbaik bagi Tuhan, yaitu persediaan dua belas gentong air yang sangat berharga serta menyingkirkan nabi Baal dari hadapan mereka.

“Mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong.”  (Mazmur 34:16)

Kita harus berdoa karena:
Pertama  agar hati kita selalu dikobarkan dengan api kerinduan untuk  mencari, mengasihi, dan melayani-Nya, sementara kita membiasakan diri untuk meminta pertolongan kepada-Nya; Ia  adalah jangkar (anchor) suci kita. 

Kedua, tidak ada satu permintaan pun yang membuat  kita malu meminta Dia menjadi saksi kita; kita belajar meletakkan seluruh keluh kesah dan keinginan kita di hadapan-Nya. Ketiga, kita siap menerima segala hal apapun dengan pengucapan syukur; dan dalam doa kita diingatkan  bahwa yang kita peroleh adalah dari Dia. 

“Tuhan dekat pada orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dengan kesetiaan. “ (Mazmur 145: 18)

DOA ADALAH BERSIMPUH DI HADAPAN ALLAH, DI DALAM SUKACITA, KEPEDIHAN, DAN KEPAHITAN.

Doa membawa diri kita sepenuhnya  berada di bawah mata Tuhan. Walaupun Dia tahu apa yang ada dalam pikiran dan hati kita, tetapi kita masih mempunyai hak untuk mengutarakan suara hati kita kepada-Nya. TUHAN mengatakan “marilah, bicaralah kepada-KU, buatlah permintaan kepada-KU”, oleh karena itu kita datang untuk mengenal Dia dan Dia mengenal hati kita. Di dalam Perjanjian Lama, 1 Samuel 1, Hana, istri dari Elkana mandul, Tuhan menutup kandungannya.

Bertahun-tahun kondisinya tidak  berubah, hatinya begitu  pahit,  kasih dari suaminya tidak cukup untuk mengobati kepedihannya. Dan berpuluh tahun Hana berdoa untuk hal yang sama, meminta anak. Setiap tahun ia ikut suaminya datang ke rumah Tuhan. Dengan hati yang begitu pedih, ia berdoa dan menangis, minta Tuhan memperhatikan sengsaranya. Hana berdoa seperti orang mabuk, bibirnya komat-kamit, tak terdengar suaranya. Ia mencurahkan isi hatinya kepada Tuhan. Elkana, suaminya, sangat mencintai Hana, tapi itu tidak cukup, ia ingin menjadi “ibu”.

Hana mandul karena  Tuhan menutup kandungannya, dan Hana mengerti kalau Tuhan berkenan ia dapat hamil, doanya begitu gigih bahkan ia berjanji anak yang kelak dilahirkan akan diserahkan untuk melayani rumah Tuhan sejak ia masih bayi.

Kita melihat bahwa Hana mengerti bahwa penyebab ia mandul adalah Tuhan dan ia harus datang kepada-Nya. Doanya  tulus  murni dari hati. Doa yang efektif adalah doa yang gigih (persistence), ia  meratap dengan kepahitan yang begitu dalam, ia berteriak agar Tuhan melihat jiwanya yang menderita.  Tuhan mengabulkan doa Hana. Anaknya, Samuel, menjadi nabi yang Tuhan pakai untuk mengurapi Daud sebagai raja menggantikan Saul.

Doa harus keluar dari hasrat hati yang paling dalam. Aku teringat ketika anakku dinyatakan begitu lemah dan jantungnya bocor sehingga begitu sulit untuk minum susu, dokter menyatakan ia tidak akan bertahan bila keadaannya terlalu lemah, dan ia tidak mungkin dioperasi. Berbulan dan bertahun aku berlutut, berdoa, berteriak memohon belas kasihan-Nya. Aku bukan seorang pendoa syafaat yang hebat,  tapi jiwaku  berteriak, berkeluh kesah memohon supaya anakku  hidup.

Dan setiap hari aku bersyukur untuk setiap kehidupan yang Tuhan berikan kepada anakku. Tuhan menyembuhkan dia melalui operasi yang dilakukan pada umur delapan tahun.  Doa kita menjadi begitu gigih ketika  kita diperhadapkan dengan hidup dan mati. Saat kita merasa lesu dengan kemalangan kita, Ia membangunkan dan berjaga bagi kita. Ia juga menolong kita melihat seluruh aspek hidup kita yang salah meski  kita tidak memintanya. Itu dilakukan-Nya bagi kepentingan kita, supaya kita terus-menerus memohon kepada-Nya, dan iman kita ditopang oleh kasih setia-Nya.

BAGAIMANA KITA HARUS BERDOA

• Doa harus dimulai dengan rasa  hormat dan afeksi

Alangkah indahnya bila kita mulai dengan sebuah pengakuan, penyembahan, kekaguman, bahwa tiada Allah lain selain TUHAN yang sudah menebus dan mengangkat kita dari kekelaman dosa, bahwa Tuhan sanggup melakukan segala sesuatu dan tidak ada rencana-Nya yang gagal. Masuk ke dalam percakapan dengan

Allah berarti kita berada di hadirat-Nya yang Mahakudus. Seluruh pikiran dan hati kita harus dibingkai dan dipenuhi  dengan rasa hormat  karena kita datang kepada Dia yang berkuasa dan berdaulat atas alam semesta serta hidup seluruh manusia di muka bumi ini. Tak ada seorang pun yang layak datang ke hadirat Allah;  bapa-bapa patriakat berdoa dengan mengangkat tangan ke atas, mengingatkan betapa tak terhingga jarak antara kita dengan Allah Sang Pencipta dan Sang Penebus.
“Kepada-MU, ya TUHAN, kuangkat jiwaku.” (Mazmur 25:1)

Doa harus dipenuhi dengan afeksi dari hati dan pikiran kita, berarti kita juga  mengesampingkan pikiran-pikiran yang dipenuhi dengan kesibukan, pekerjaan, dan lain-lain, dan mencoba fokus agar jiwa kita dipenuhi dengan iman bahwa Ia mendengar doa kita. Seringkali kita tidak dapat fokus ketika berdoa, doa kita begitu kering. Kita harus mengerti bahwa keinginan dan keluh kesah kita itu menjadi hak Allah untuk bekerja dan membentuk kita.

“Bukankah  Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus?” (Habakuk 1:12)
Sikap tubuh juga menjadi bagian penting dalam berdoa, karena sikap tubuh mencerminkan sikap hati. Kekaisaran Tiongkok mengharuskan rakyat atau para pembesarnya menghadap Sang Kaisar dengan cara berlutut, orang Jepang membungkuk  ketika menghadap Kaisar, para prajurit memberi hormat dengan berdiri tegak ketika Sang Jendral memeriksa barisan, dan tak ada seorang pun yang berani menghadap Presiden dengan sikap tubuh yang seenaknya. Bagaimana dengan kita?

Apakah kita mempunyai sikap hormat ketika kita datang menghadap Dia yang Mahamulia dan Mahakudus, Raja di atas segala raja? Sikap bertelut dan mata dipejamkan bertujuan agar kita dapat fokus kepada Bapa di surga. Berlutut menggambarkan sikap hati yang penuh hormat. Bagi mereka yang sudah tua atau tidak dapat berlutut mereka dapat tetap menjaga sikap tubuh mereka untuk menghormati Allah di dalam doa. Dalam kebaktian di gereja kita berdoa dengan berdiri, menyatakan sikap hormat kita kepada Allah Tritunggal.

• Harus ada pengakuan dosa dan  pengucapan syukur

Elemen penting yang selalu ada didalam doa kita adalah  pengakuan dosa, meski dosa kita sudah diselesaikan  di atas kayu salib, baik dosa yang di belakang, yang sekarang, dan yang akan datang.  Tetapi, kita tetap berada dalam proses pengudusan melalui pekerjaan Roh Kudus, dan kita harus tahu bahwa Allah yang Mahakudus tidak mempunyai toleransi dengan dosa atau kesalahan yang paling kecil sekalipun, baik dalam pikiran maupun tindakan kita. 

Oleh karena itu, kita harus setiap kali memohon pengampunan atas kesalahan-kesalahan kita yang masih sering terjadi dalam perjalanan hidup kita. Dalam hal ini kita harus membedakan antara pertobatan yang dimotivasi karena ingin lari dari akibat yang terjadi, atau pertobatan yang sungguh-sungguh (genuine) yaitu pertobatan  bukan hanya takut akan hukuman tetapi dengan penyesalan yang dalam.

Lalu aku mengarahkan mukaku kepada Tuhan Allah untuk berdoa dan bermohon, sambil berpuasa dan mengenakan kain kabung serta abu. Maka aku memohon kepada TUHAN, Allahku, dan mengaku dosaku, demikian: “Ah Tuhan, Allah yang Mahabesar dan dahsyat, yang memegang Perjanjian dan kasih setia terhadap mereka yang mengasihi Engkau serta berpegang pada perintah-Mu! Kami telah berbuat dosa dan salah, kami telah berlaku fasik dan telah memberontak, kami telah menyimpang dari perintah dan peraturan-Mu...”. (Daniel 9:3-4)

Doa Daniel dimulai dengan penyembahan, pengakuan akan TUHAN Allah yang Mahabesar, sebuah ekspresi dari penyembahan. Kemudian diikuti dengan pengakuan dosa, bahwa betapa  Israel dan dirinya telah menyimpang dari perintah dan peraturan Tuhan, ia memohon pengampunan.

Dan doa tersebut ditutup dengan sebuah  kalimat yang menunjukan kerendah hatian-nya:
“Ya Tuhan, sesuai dengan belas kasihan-Mu, biarlah kiranya murka dan amarah-Mu berlalu dari Yerusalem,... . dengarkanlah, ya Allah kami, doa hamba-Mu ini dan permohonannya, dan sinarilah tempat kudus-Mu yang telah musnah ini dengan wajah-Mu, demi Tuhan sendiri.

Ya Allahku, arahkanlah telinga-Mu dan dengarlah, bukalah mata-Mu dan lihatlah kebinasaan kami ... sebab kami menyampaikan doa permohonan kami ke hadapan-Mu bukan berdasarkan jasa-jasa kami, tetapi berdasarkan kasih sayang-Mu yang berlimpah-limpah.” (Daniel 9: 16-18) Daniel hidup dalam kelimpahan penyertaan Tuhan. Ia berada dalam ancaman dan sekaligus juga kenikmatan hidup sebagai seorang pejabat tinggi Kerajaan Babilonia dan Persia. 

Di tengah kelimpahan materi dan jabatan, ada hal yang tidak bisa memuaskan jiwanya, jiwanya mengerti penyebab penderitaan bangsanya, penderitaan oleh karena tidak dapat datang ke Bait Allah yang sudah hancur, penderitaan kehilangan hadirat Allah, penderitaan karena Tuhan memalingkan wajah-Nya.

Mereka seperti ditinggalkan oleh Allah Israel. Dalam doa Daniel itu  kita belajar bahwa tidak ada tempat untuk menyombongkan diri, kebenaran hanya ada di dalam Allah, pengharapan dan iman mengalahkan ketakutan, dan juga belajar akan penyangkalan diri. Motivasi Daniel berdoa bukanlah semata untuk dirinya sendiri tetapi untuk kepentingan umat Tuhan.  Memohon pengampunan dari Allah sangat penting bagi jawaban sebuah doa. Kasih setia Allah adalah dasar permohonan doa Daniel.

Kita sering menyalahkan keadaan, situasi, dan memohon seluruh kesulitan TUHAN angkat secepat mungkin. Kita lupa bahwa kita hidup di tengah bangsa yang beragam, dengan dosa dan perlawanan kepada Allah; seluruh akibat dari perbuatan pemimpin masyarakat --dan diri kita termasuk di dalamnya-- menghasilkan berbagai macam masalah dalam keluarga dan profesi kita. Hidup kita tidak ada bedanya dengan  Daniel, kita ada  di tengah tawaran dunia yang menjanjikan glamour dan materi; masyarakat yang hedonis.

Masihkah kita berdoa seperti Daniel berdoa, dengan afeksi, untuk menahan kita masuk kepada kenikmatan yang semu? Yang membedakan kita dengan Daniel adalah Daniel berdoa agar Tuhan tidak memalingkan wajah-Nya dari umat-Nya karena mereka kehilangan sebuah ibadah,  sedangkan kita masih terus dapat merayakan Sabat bersama saudarasaudara  seiman kita, datang ke gereja TUHAN, berbakti, dan makan minum perjamuan TUHAN.

• Berdoa harus dalam Nama Tuhan Yesus

Tidak ada seorang pun layak datang dengan dirinya sendiri menghadap hadirat Allah, Bapa yang di surga. Manusia mati jika berhadapan dengan Allah yang Mahakudus.
Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu. (Yesaya 64:8)

Ini adalah doa yang benar, “Tuhan, Engkau yang membuat kami, Engkau memberikan kami hidup. Kami dipersatukan dengan Anak-Mu yang Kau kasihi Tuhan Yesus.”  Oleh karena itu Yesus Kristus diberikan kepada kita sebagai pembela, dan pengantara (mediator) kita dengan Allah Bapa. Para rasul mengajarkan kepada kita, bahwa kita datang kepada takhta kasih karunia, dan kita dapat menemukan anugerah-Nya untuk mendapatkan pertolongan pada waktunya.

 “... dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak.” (Yohanes 14: 13)

Pada zaman Musa, kedua belas suku Israel berdiri mengelilingi di luar Kemah Suci, hanya ada satu imam yang boleh masuk. Imam itu sebagai perantara mereka, ia memikul beban, membawa korban, dan memohon pengampunan untuk mereka semua. Tuhan Yesus masuk ke Kemah Suci, membawa darah-Nya sendiri, sebagai Perantara bagi kita, orang percaya. 

Kita tidak pernah bersih sepenuhnya, tapi percikan darah Yesus membersihkan kita sehingga kita dapat memanggil Nama Allah Bapa dengan perantaraan Tuhan Yesus. Ketika kita berdoa, kita berdoa kepada Allah Bapa di surga, dan kita dapat mempunyai perasaan dekat. Pemberian Allah Bapa yang terbesar adalah Yesus Kristus, Anak-Nya yang Tunggal. Oleh karena itu, masihkah kita memiliki keinginan lain yang lebih besar daripada Kristus bagi kita?

Doa kita bukanlah sebagai kekuatan magic supaya seluruh permintaan kita dikabulkan. Doa yang hanya diperuntukan bagi kepentingan diri sendiri, memanjakan diri, mengagungkan diri lalu mengatas namakan Tuhan Yesus, adalah sebuah doa yang sia-sia. Dalam beberapa gereja, jemaat diajar untuk memanggil nama Tuhan Yesus, lalu meminta dan meng-klaim hak-nya maka pasti dikabulkan. Ini adalah doa yang sia-sia, karena doa sesungguhnya adalah tindakan penyembahan dan pengucapan syukur, yang didasarkan atas pemberian tiada taranya yaitu pengampunan dosa dan
Seorang Pengantara (Mediator) yaitu Kristus Yesus .

Melalui Nama-Nya sebagai Pengantara, kita diajar berdoa dengan memanggil, “Abba” --“Bapa”-- sebagai ekspresi ibadah dan hormat yang sangat dalam kepada Allah Bapa di surga, sehingga kita dipenuhi dengan rasa aman dan percaya, bahwa IA adalah sumber yang tidak terhingga bagi jiwa kita, jiwa kita tenang seperti berbaring di padang yang berumput hijau.

• Doa bukanlah untuk    mendapatkan semua yang    kita inginkan, tetapi tentang   pemenuhan kehendak Tuhan. 

Di Pittsburg, seorang anak muda mantan instruktur kelautan,  hidup sebagai seorang pemabuk, mulutnya kotor penuh caci maki, keras kepala, apatis, dan hidupnya berantakan. Suatu hari ia  datang pada seminar doa Business Man dari Dr. Samuel Shoemaker, pendiri Pittsburg Experiment Organization. Dalam seminar itu Dr. Sam menjelaskan bahwa doa mengubah jiwa kita, dan  suatu aktivitas rutin mendisiplin diri. Ia lalu menantang setiap peserta seminar untuk berdoa minimum  lima belas menit setiap hari  mulai dari hari itu selama 30 hari.

Mereka harus berdoa untuk pergumulan mereka dalam business, keluarga, dan setiap aspek kehidupan mereka. Mereka  juga harus mendoakan musuh-musuh mereka dan orang-orang yang mereka benci  setiap pagi dan malam tanpa henti, selama 30 hari. Tiba-tiba anak muda ini berdiri dan berteriak, “Hei! Siapakah Anda, bagaimana engkau dapat menjamin bahwa dengan doa hidup aku  berubah? Anda membicarakan yang tidak masuk akal.“ Dr. Shoemaker berjalan kepada anak muda ini dan menantang  dia, “ Hei anak muda, kalau engkau benarbenar mendisiplinkan jiwamu untuk berdoa selama 30 hari bagi kesulitan hidupmu yang porak poranda dan untuk musuhmu, maka kembalilah kamu ke tempat ini, jika kamu telah berubah.

Hari ini aku menantang kamu, berdoa agar Tuhan Yesus mengampuni kamu. “ Anak muda ini bernama Don James, 30 hari kemudian ia datang kembali menerima Tuhan Yesus menjadi Tuhan dan Juruselamatnya pribadi . Tuhan mengubah jiwanya, pikirannya, hatinya, dan memakai Don sebagai Hamba Tuhan yang menginjili para pemabuk; dan melalui Don, banyak jiwa datang kepada Kristus. Don menyerahkan seluruh hidupnya sebagai pendeta dan penginjil. Ia menjadi Director of Pittsburg Experiment Organization, dan ia meninggal dalam umur 42 tahun. Sudahkah kita berdoa supaya kita menjadi alatnya, yang begitu kecil, di tangan DIA yang  Mahabesar dan Mahakudus?

“Ya Tuhan ALLAH, tolonglah kami saat ini untuk  kami dapat menyembah-Mu, Terpujilah  nama-Mu yang telah memisahkan kami dari dunia ini. O, Tuhan, kiranya Engkau menutup pintu dunia ini bagi kami sehingga kami dapat  melupakan kepentingan kami. Berikan kami kemampuan  untuk bangkit  menolak yang ditawarkan dunia ini, dan bebaskan kami dari  segala hal yang mengikat kami, yang membuat kami  jauh dari Engkau.  Daya tarik dunia ini begitu  besar, tetapi tangkaplah kami dengan belas kasihan-Mu dan kasih karunia-Mu”. (Charles Spurgeon)

DOA BAPA KAMI - John Calvin

Orang-orang yang sudah diselamatkan, harus tanpa henti berdoa. John Calvin, Bapa Reformasi kita menjelaskan: 

Pertama, agar hati kita selalu dikobarkan dengan api kerinduan untuk  mencari, mengasihi, dan melayani-Nya, sementara kita membiasakan diri untuk meminta pertolongan kepada-Nya; Ia  adalah jangkar (anchor) suci hidup kita. 

Kedua, tidak ada satu permintaan pun yang membuat  kita malu; kita belajar meletakkan seluruh keluh kesah, ratapan, dan keinginan kita di hadapan-Nya. Ketiga, kita siap menerima segala hal apapun dengan pengucapan syukur; dan dalam doa kita diingatkan bahwa segala sesuatu adalah dari Dia.

Doa Bapa Kami yang diajarkan Tuhan Yesus pada Matius 6: 9, bukan saja membuka pengertian tentang doa, tetapi ada hal yang sangat penting tersirat dalam doa ini, yaitu memanggil nama Allah Bapa sebagai “Bapa kami yang  di surga”, panggilan ini dilegalisasikan  sebagai panggilan orang percaya kepada Allah oleh Anak-Nya yang dikasihi, Tuhan Yesus Kristus. Dalam doa ini kita melihat kebaikan hati dan kerendahan hati-Nya yang tidak terbatas, Ia mau kita melihat diri kita sebagai anak-anak Allah, diadopsi melalui penebusan-Nya. Dia sebagai perantara dan penebus orang percaya.

John Calvin menyampaikan tentang doa Bapa Kami di Matius 6: 9-13 ini dalam 3 bagian, yang di dalamnya tersirat pengakuan, permintaan, dan kedaulatan;
 • Bapa kami yang ada di surga. Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga.
 • Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya, dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah pada kami; dan janganlah membawa kami dalam pencobaan tetapi lepaskan lah kami dari yang jahat.
 • Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan Kuasa dan Kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.

“Bapa Kami

Seluruh doa kita harus disampaikan dalam nama Tuhan Yesus, dan tidak ada nama lain yang dapat mengklaimnya, bahkan dalam memanggil Allah dengan panggilan Bapa, kita harus mengerti bahwa dasar panggilan itu ditujukan bagi mereka yang telah bertobat dan menerima pengampunan melalui Kristus. Melalui Kristus kita boleh memanggil Bapa kepada Allah dan disebut sebagai anak-anak Allah.

Bukankah Engkau Bapa kami? Sungguh, Abraham tidak tahu apa-apa tentang kami, dan Israel tidak mengenal kami. Ya TUHAN, Engkau sendiri Bapa kami; nama-Mu ialah “Penebus kami” sejak dahulu kala. (Yesaya 63:16)

Bapa-bapa duniawi sering melupakan bahkan mengabaikan anaknya dan tidak mempunyai kasih yang tulus. Tetapi DIA yang berjanji tidak bisa mengabaikan janji-Nya, karena kita hidup didalam janji-Nya, kita adalah anak-anak perjanjian keturunan Abraham. 

Tidak setiap individu mempunyai hak panggilan ini, tetapi kita sebagai anak-anak yang telah ditebus dengan darah Yesus dapat berdoa dengan memanggil nama Bapa di surga sebagai “Bapa kami”, yang mengingatkan kita betapa kuatnya ikatan itu, bahwa bukan hanya saya pribadi tetapi sebuah komunitas yang dibangun dengan kasih persaudaraan sebagai tubuh Kristus, karena kita semua mempunyai persamaan yaitu menerima belas kasihan dan anugerah yang cuma-cuma melalui Kristus. “Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus, dan yang telah dibaptis dalam Kristus” (Galatia 3:26,27).

Karena itu, kita pun harus berdoa bagi saudara-saudara kita di muka bumi ini, berdoa bagi iman mereka. bagi pelayanan mereka. Jadi, perkataan “kami” dalam doa “Bapa Kami“menyatakan kesatuan akar komunitas yang dibangun di dalam Kristus. Kita sadar, bahwa tubuh kita adalah tubuh yang malas dan mudah jatuh ke dalam dosa, pikiran kita terlalu penuh untuk banyak hal sehingga sering kita mengabaikan kebiasaan untuk berdoa dengan hati.

Dan, suatu ketika kita merasa begitu jauh, doa menjadi sebuah rutinitas yang tidak mempunyai arti sama sekali. Luther, dalam keadaan seperti ini, berlutut dan berdoa dengan hati yang hancur. Inilah doanya: “O, Bapa di surga, Bapa yang mengasihi aku, betapa tidak berharganya aku, aku begitu miskin rohani, aku tidak layak untuk mengangkat mataku dan tanganku kepada-Mu untuk berdoa, tetapi Engkau mengajar aku berdoa dan berjanji mendengar doaku melalui anak-Mu Tuhan Yesus, yang mengajar bagaimana berdoa. Aku datang kepada-Mu, mau taat kepada Firman-Mu, aku berdoa dalam nama Tuhanku Yesus Kristus yang mengajar aku berdoa; Bapa kami yang di surga, Dikuduskanlah Nama-Mu... .”

 “Dikuduskanlah Nama-Mu”

Kalimat ini mengandung dua arti, yang pertama: Dikuduskanlah Nama-Mu ya, Tuhan, di dalam pikiran dan hati kami, dan seluruh umat-Mu. Kedua, mempunyai arti: hancurkanlah segala kejahatan, seluruh hal-hal berhala dan sesat, dan pulihkanlah kembali segala sesuatu dalam kebenaran-Mu. Jangan ada ajaran sesat, ajaran fanatik, atau apa pun yang menyebut nama-Mu dengan sia-sia. O, Tuhan, Terpujilah Engkau sampai ke ujung bumi. “Seperti nama-Mu, ya Allah, demikianlah kemasyhuran-Mu sampai ke ujung bumi; tangan kanan-Mu penuh dengan keadilan” (Mazmur 48:10).

Kesempurnaan-Nya harus diperlihatkan, kekuatan-Nya, kebaikan-Nya, hikmat-Nya, keadilan-Nya, belas kasihan dan kasih setia-Nya, dan kebenaran-Nya, memenuhi hati kita dengan kekaguman sehingga menjadi tugas kita menyebutnya dari hati kita yang paling dalam “Hallowed be Thy Name”. Ini menjadi kerinduan kita, seluruh umat Allah,bahwa hanya Allah satu-satunya yang berhak menerima hormat dan sembah dan kemuliaan; manusia tidak bisa berbicara tentang Dia tanpa rasa hormat. DIA telah menaruh tanda kemuliaan-Nya, dan ini adalah panggilan kembali agar segala lidah mengaku keagungan dan kuasa-Nya.

“Datanglah Kerajaan-Mu”

Kalimat ini mencelikkan mata rohani kita, kita memohon dengan kerendahan hati, kita tahu bahwa Allah melihat busuknya dunia ini, begitu banyak penderitaan, kelaparan, penganiayaan, kejahatan, penipuan, dan kebohongan. Orang fasik mempunyai kekuasaan, mereka memakai ambisinya untuk menentang Allah. Dan kalimat ini menyatakan kerinduan agar Tuhan mempertobatkan seluruh umat Tuhan, kerinduan untuk melihat dunia yang baru, Kerajaan Allah yang memulihkan seluruh alam semesta, kerinduan agar Kerajaan Allah memerintah sepenuhnya, bahkan bukan hanya orang percaya tetapi seluruh alam semesta menunggu kedatangan Kerajaan Allah secara penuh.

Kerajaan Allah sudah datang dan berkuasa mengalahkan kuasa dosa, setan dan maut melalui Kristus, tetapi belum sepenuhnya memulihkan seluruh isi dunia dan alam semesta ini. Kita menunggu sampai Kristus datang kembali yang kedua kali. Allah memerintah ketika manusia menyangkal dirinya dan memandang rendah segala kehidupan duniawi di muka bumi ini, mengabdikan dirinya kepada kebenaran dan melihat kemuliaan surgawi.

Maka, kedatangan kerajaan-Nya pada saat ini terbagi seperti dua bagian. Bagian pertama, ketika Allah memberikan Roh Kudus-Nya untuk mengoreksi segala kekotoran dan kerusakan spiritual dan moral kita yang selalu menentang Dia. Bagian kedua, ketika Ia membersihkan pikiran dan hati kita dan membawanya kepada ketaatan atas otoritas-Nya. Firman-Nya adalah tongkat Kerajaan-Nya, dan ketika kita di sini berdoa “datanglah Kerajan-Mu” artinya kita memohon agar seluruh pikiran dan hati kita dengan rela mau tunduk dan taat kepada Firman-Nya. Ini hanya dapat terjadi melalui pekerjaan Roh Kudus.

Allah menegakkan Kerajaan-Nya dengan menaklukkan seluruh muka bumi ke dalam kedaulatan-Nya, dan mematahkan kesombongan manusia yang berdosa. Oleh karenanya, Kerajaan-Nya adalah akar dari segalanya, dan kita wajib mempunyai kemajuan iman pengenalan akan Allah setiap hari; kehidupan kita tidak akan demikian penuh sampai ketika segala kotoran telah dibersihkan dan diri kita diperbaharui sehingga kita mempunyai hati yang makin hari makin tunduk dan taat kepada-Nya. 

Penyempurnaan ini diselesaikan karena segala sesuatu telah ditaklukkan di bawah Kristus, maka Ia sendiri sebagai Anak akan menaklukkan diri-Nya di bawah Dia, yang telah menaklukkan segala sesuatu di bawah-Nya, “supaya Allah menjadi semua di dalam semua” (1 Korintus 15: 28).

Doa ini menarik kita dari “korupsi” diri kita dan dunia ini yang memisahkan kita dari Allah, membakar hati kita untuk menjauhkan hati dan pikiran dari nafsu tubuh kita, dan terakhir melatih kita untuk mempunyai daya tahan untuk berjalan dalam kebenaran, “meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari”. Datanglah kerajaan-Mu, ya, TUHAN.

“Jadilah Kehendak-Mu di bumi seperti di surga “

Dari bagian pertama doa Bapa Kami, kalimat ketiga menyatakan kuasa yang absolut, bahwa pemerintahan di surga dan dunia sepenuhnya adalah milik-Nya. Kalimat ini bukan sepenuhnya bermaksud menyatakan Allah itu Raja di dunia ketika seluruh organ tergantung pada diri-Nya, dan meskipun setan dan manusia menentang Dia, Dia akan mematahkannya dan membuat mereka tunduk kepada ketetapan-Nya. Bukan demikian.

Dalam doa ini, kita berbicara tentang pengertian “kehendak“ yang berbeda, yaitu ketaatan dari hati yang rela dan mengenal kebesaran dan kedaulatan Allah dengan benar, bukan karena paksaan. Mazmur 103:20 mengatakan, “Pujilah TUHAN, hai malaikat-malaikat-Nya, hai pahlawan-pahlawan perkasa yang melaksanakan firman-Nya dengan mendengarkan suara firman-Nya.” Jadi ketaatan yang terjadi di hati kita adalah karena kita membaca dan mendengar firman-Nya, seluruh malaikat memuji Tuhan karena mendengar firman-Nya.

Kita tahu, keinginan tubuh kita sering kali bertolak belakang dengan kehendak Allah, maka sekali lagi dengan perkataan “Jadilah kehendak-MU” kita diajar untuk menyangkal diri dan mengerti dengan benar, bahwa Allah memerintah dalam Diri-Nya dan bagi kesenangan-Nya yang mulia. Dengan kalimat ini kita memohon agar seluruh keinginan kita yang rusak dimatikan, dan kita mendapatkan hati dan pikiran yang baru. 

Melalui pikiran yang baru, kita diajarkan untuk tidak berharap apa-apa dari diri kita sendiri, lalu kita memiliki hati baru yang dipenuhi oleh Roh-Nya, dibawa untuk mencintai hal-hal yang menyenangkan Allah dan membenci hal-hal yang tidak menyenangkan-Nya. “Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!“ (Mazmur 51:10).

Calvin berpendapat jika seseorang berdoa “dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga”, tetapi hatinya tidak dipengaruhi oleh semangat yang sungguh-sungguh untuk memberitakan kemuliaan-Nya, maka mereka tidak dapat diperhitungkan sebagai hamba atau anak-anak Allah. Karena mereka hanya berdoa dari mulut bukan dari kehendak hati mereka, maka mereka akan masuk ke dalam rutin pembacaan doa Bapa Kami seperti mantera tanpa mempunyai pengertian dan iman yang benar.

“My house shall be called the house of prayer” – Rumahku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa”

Calvin menjelaskan, bahwa doa tanpa hati yang dipengaruhi semangat yang sungguh-sungguh untuk memberitakan kemuliaan-Nya, tidak dapat diperhitungkan sebagai doa orang benar, karena  doa tersebut keluar  dari mulut  dan bukan dari  kehendak hati.  Maka Doa Bapa Kami bisa menjadi  sekedar pembacaan rutin seperti sebuah  mantra tanpa pengertian dan iman yang benar kepada Kristus.

“Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”  

Kalimat ini mempunyai pengertian bahwa Allah akan memberikan yang diperlukan oleh  tubuh duniawi kita,  tidak hanya makanan dan pakaian, tetapi segala sesuatu yang Ia  tahu akan menolong  kita, agar kita makan roti dengan shalom (damai sejahtera). Allah tidak hanya sekedar memberikan, tetapi supaya kita mengimani bahwa roti dan bahkan setetes air pun  datang dari Allah Sang Pencipta. 

Manusia  cenderung menaruh perhatian pada kenikmatan tubuhnya --makanan, tas, baju, uang, atau status mereka di masyarakat-- sehingga nilai-nilai dalam hidup kita diletakkan pada bayangan kehidupan yang sementara ini, bukannya pada hidup kekal  yang diberkati. Tetapi orang percaya harus belajar membuang  kecemasan  tentang kebutuhan tubuh ini, dan segera berpaling kepada-Nya untuk melihat dengan mata iman kepada  hadiah yang lebih besar, yaitu keselamatan dan hidup kekal.

Perkataan “pada hari ini” menyatakan bahwa yang Bapamu berikan pada hari ini, tidak akan berubah. Mengapa? Karena kita harus yakin, bahwa segala sesuatu di dalam dunia ini tidak bernilai kecuali TUHAN mencurahkan berkat-Nya sehingga segala sesuatu akan berbuah pada waktunya. Kita harus tahu, bahwa segala sesuatu adalah pemberian cuma-cuma dari TUHAN, sehingga dapatkah kita bermegah atas diri kita?? Ulangan 8:17,18 mengatakan:

“Maka janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini. Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu.”

“Ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami” 

Bahasa Inggrisnya mengatakan: “forgive us our debts”. Tuhan Yesus memakai kata ‘debts’ (hutang) karena kita berhutang, yaitu hutang hukuman yang tidak mungkin  kita penuhi dan selesaikan sehingga mendapatkan sertifkat ‘bebas dari hukuman’. Tetapi belas kasihan TUHAN membebaskan kita dari hutang hukuman, dan hutang tersebut dibayar oleh Kristus yang menerima penghukuman, yang terhutang oleh kita, di atas kayu salib.  

Maka kalimat ini menyatakan bahwa kita adalah orang yang berhutang kepada Tuhan Yesus karena Ia telah membayarnya, dan kita sama sekali tidak ada partisipasi di dalamnya, kita hanya menerima pembebasan cuma-cuma. “Oleh kasih karunia kita telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus” (Roma 3:24).

Selanjutnya “seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami” atau dalam bahasa Inggris: “as we forgive our debtors”. Layakkah kita membenci orang yang bersalah kepada kita, yang melakukan ketidak-adilan atau lainnya? Kita tidak dapat meminta TUHAN mengampuni kesalahan kita kecuali kita pun mau mengampuni orang-orang yang telah merugikan atau menyakiti kita, karena keadilan dan hukuman adalah hak TUHAN.

Kalimat ini menjadi kesatuan. Bukan mencerminkan bahwa kita minta pengampunan karena kita sudah mengampuni orang lain, atau karena kita sudah mengampuni maka kita layak mendapat pengampunan , tetapi cerminan dari iman kita, kita sadar pengampunan hutang kita adalah cuma-cuma, sehingga dengan mata iman kita belajar untuk tidak menumpuk kebencian dan kemarahan  kepada orang yang melukai kita, tetapi belajar mengampuni mereka.

“Dan janganlah membawa kami dalam pencobaan tetapi lepaskanlah kami daripada yang jahat”

Permintaan ini berhubungan dengan hukum yang ditaruh di hati nurani kita, ‘janganlah kiranya kasih setia meninggalkan engkau’ (Amsal 3:3). Kita berdoa agar dilindungi dari si jahat yang memanah hati kita yang tidak taat ini sehingga kita mendapat kemenangan. Kita diingatkan untuk memohon Roh Kudus senantiasa melunakkan hati kita, mengarahkan pikiran dan hati kita  untuk taat, dan menudungi kita dengan kuasa-Nya dari serangan setan.

Kejatuhan manusia ke dalam dosa, sama dengan kerapuhan pikiran dan hati manusia yang mau menikmati diri dengan ego-nya dan tidak mau taat kepada Firman-Nya.  Maka kita berdoa agar pada saat pencobaan datang, kita mempunyai iman yang teguh sehingga kita menang, tetap taat kepada Firman-Nya. Pencobaan-pencobaan ini ada di tangan kanan dan kiri kita.

Di tangan kanan ketika kekayaan, kuasa, dan kehormatan memenuhi kita, membuat kita mabuk kepayang  dalam jerat serta bujukan materi dan kehormatan, sehingga kita tidak lagi merasakan pentingnya anugerah dan penyertaan TUHAN. Sebaliknya ketika kita berada di sebelah kiri yaitu ketika penderitaan, kesusahan, dan kepahitan hidup  melanda kita, maka pencobaannya adalah kita kehilangan pengharapan kepada TUHAN yang adalah sumber segala sesuatu. 

Kedua pencobaan ini menempatkan kita baik pada posisi nafsu kedagingan dan kenyamanan diri, atau berhadapan dengan setan yang selalu memutar-balikkan Firman. Kita berdoa kepada Allah Bapa untuk tidak masuk dalam pencobaan, dan bila itu terjadi maka kiranya kita dikembalikan dalam kebaikan-Nya .

Pencobaan dari setan dan Allah sangat berbeda; pencobaan dari setan akan menghancurkan pribadi seseorang dengan tidak memberikan jalan keluar, sebaliknya pencobaan dari Allah memberikan iman dan kekuatan untuk menanggungnya.  

Dalam 1 Korintus 10: 13 dikatakan:  “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.”  Dan kita juga harus ingat, bahwa Setan tidak dapat mencobai orang percaya tanpa izin dari Allah, seperti kita lihat dalam Kitab Ayub.

“Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin

Kalimat ini menutup keenam petisi/ permintaan tersebut. Seluruh petisi dalam Doa Bapa Kami adalah suatu permintaan bagi banyak orang, bukan untuk pribadi seseorang saja. Doa tersebut sebagai peneguhan umat Tuhan di gereja;  kita berdoa Bapa Kami bersama-sama, kita meminta hal yang sama, meminta makanan yang secukupnya, dan pengampunan atas kesalahan kita, dan untuk  tidak masuk ke dalam pencobaan tetapi dilepaskan dari yang jahat.  

Maka Doa Bapa Kami ditutup dengan iman pengakuan, karena hanya DIA lah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan yang kekal. Kata “Amin” adalah sebuah ekspresi keinginan dan kerinduan yang kuat agar seluruh permintaan kita dikonfimasikan, karena kita tidak layak meminta dan menerimanya kecuali karena anugerah dan belas kasihan-Nya.

BACA JUGA: MATIUS 6:9-13 (MODEL DAN STRUKTUR DOA BAPA KAMI)

Doa Bapa Kami menjadi doa penghiburan dan pengharapan yang diimani oleh bapa-bapa Gereja dalam menghadapi kesulitan, di antaranya adalah seorang bernama George Muller.

George Muller, seorang Jerman, lahir tahun 1805 dan meninggal pada umur 92 tahun di bulan Maret 1898. Dia tinggal di Bristol. Waktu berumur 28 tahun, ia mendirikan rumah yatim piatu yang melayani  3600 anak di seluruh Inggris. Ia juga mendirikan sekolah untuk mengajar Alkitab bagi anak-anak dan orang dewasa, ia melakukan distribusi Alkitab, dan ia berkotbah sedikitnya tiga kali seminggu.

Ia menikah dua kali; pernikahan pertamanya dengan Mary Groves waktu ia berumur 25 tahun. Keduanya saling mengasihi dan mendukung dalam pelayanan yang dikerjakan oleh George Muller. Mengatur ribuan anak yatim piatu bukanlah hal mudah. Pekerjaan begitu banyak, mulai dari menyediakan makanan, membersihkan rumah, mengajar.  Dan belum lagi setiap hari mereka bergumul berdoa agar Tuhan menyediakan makanan bagi ribuan anak-anak-Nya, juga kebutuhan akan pakaian, sepatu, dan buku untuk belajar.

Pendirian rumah yatim piatu ini adalah dengan misi Allah dipermuliakan, dan iman dari anak-anak dikuatkan. Agar anak-anak  ini tidak lagi merasa sendirian karena mereka mempunyai Bapa di surga yang memelihara mereka. Rumah yatim piatu ini menjadi tempat singgah sementara sampai mereka dewasa dan memperoleh perkerjaan.  Rumah yatim piatu ini menjadi  rumah yang memberitakan tentang Tuhan Allah dengan kasih setia-Nya, firman-Nya hidup,  sebagaimana Tuhan juga memberikan Mary sebagai pelita dalam hidup George yang terus menyala.

“Apakah kami bahagia? Ya kami sangat bahagia. Setiap hari kebahagiaan kami terus bertambah. Saya tidak pernah melihat wajah Mary tanpa senyum, walaupun ia kelihatan begitu lelah dengan semua pekerjaan  rumah yatim piatu, tapi di wajahnya selalu ada senyum penuh kasih yang membuatku senantiasa ingin bertemu dengannya. Ia adalah pelita hidupku, dan ribuan kali aku bertemu dengannya, selalu aku katakan, ‘kekasihku, aku tidak dapat melihatmu setiap saat tetapi sejak engkau menjadi istriku, aku selalu rindu melihatmu’.

Tetapi Mary menderita rematik yang sangat akut, ia pekerja keras, tangan dan kakinya tak pernah berhenti bekerja. Dalam umur 57 tahun, tahun 1870, Mary meninggal karena rematiknya.   Sampai ketika George Muller meninggal pada tahun 1898, ia telah mendirikan 5 rumah yatim piatu dengan kurang lebih 10.000 anak di dalamnya, dan juga ada ratusan ribu anak yang telah menjadi dewasa yang pernah dipelihara di rumah yatim piatu tersebut. Pada saat penguburannya, puluhan ribu orang berdiri di pinggir jalan kota Bristol memberi penghormatan bagi George, dan ribuan anak menyanyi pada upacara tersebut.

George bukan seorang konglomerat, tapi imannya berakar kepada  janji Allah.  Bagaimana mungkin seorang anak muda mendirikan rumah yatim piatu bagi ribuan anak? Karena dia percaya dan hidup dari janji Allah, ditebus oleh darah Kristus, dan memiliki hidup kekal. Dan, doa yang Tuhan Yesus ajarkan berakar di dalam pelayanannya.

Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami daripada yang jahat. Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.

Next Post Previous Post