TAHUN-TAHUN YESUS YANG HILANG (THE LOST YEARS OF JESUS)

Pdt. Esra Alfred Soru, MPdK.
TAHUN-TAHUN YESUS YANG HILANG
TAHUN-TAHUN YESUS YANG HILANG (THE LOST YEARS OF JESUS). Alkitab mencatat bahwa Yesus mulai tampil melayani pada umur 30 tahun sebagaimana dicatat Injil Lukas Lukas 3:23 - Ketika Yesus memulai pekerjaan-Nya, Ia berumur kira-kira tiga puluh tahun dan menurut anggapan orang, Ia adalah anak Yusuf, anak Eli. 

Itu berarti ada kisah yang hilang selama kira-kira 17 tahun tanpa ada catatan khusus dalam Kitab Suci dan inilah yang dikenal sebagai “The Lost Years of Jesus” (tahun-tahun Yesus yang hilang) atau “Silent Period” (Waktu Senyap).

Note : Ada yang menghitung termasuk umur 12 dan 30 tahun sehingga semuanya berjumlah 18 tahun. Tapi secara umum dihitung 13-29 sehingga ada 17 tahun yang hilang.

Tahun-tahun Yesus yang hilang bukan hanya terjadi pada periode di antara umur 12-30 tahun tetapi juga pada periode umur 3-11 tahun. Bahkan tentu juga dalam tahun-tahun sebelumnya yang walaupun dicatat oleh Injil Lukas, tetapi tentu saja sangat minim.

Hanya saja biasanya orang lebih tertarik pada periode kedua yakni umur 13-29 tahun daripada periode pertama yakni 3-11 tahun sehingga ungkapan “The Lost Years of Jesus” lebih berkaitan dengan tahun-tahun Yesus yang hilang di antara umur 13-29 tahun.

Tidak adanya data Alkitab sepanjang 17 tahun kehidupan Yesus ini memicu rasa ingin tahu yang dalam terkait dengan apa saja yang dilakukan Yesus dan di mana Ia tinggal atau bagaimana keadaan-Nya pada waktu-waktu itu. C. Marvin Pate & Sheryl L. Pate mengungkapkan rasa ingin tahu seperti ini dalam beberapa pertanyaan :

C. Marvin Pate & Sheryl L. Pate – Memang menarik mengetahui tentang-Nya, misalnya apakah Dia anak yang baik? Apakah Dia nakal? Apakah Dia bermain dengan anak-anak lainnya? Seperti apa sifat-Nya di antara anggota keluarga-Nya? (Disalibkan Oleh Media, hal.61).

Bahkan ini dijadikan bahan oleh seorang mualaf bernama Insan Mokoginta untuk menyerang kekristenan dan membuat sayembara berhadiah di dalam bukunya “MUSTAHIL KRISTEN BISA MENJAWAB” yang dalam pertanyaan keduanya berbunyi sebagai berikut :

Insan Mokoginta – Tidak semua umat Kristiani mengetahui bahwa cerita atau kisah tentang diri Yesus di dalam Alkitab ada banyak yang hilang. Bahkan yang hilang itu, tidak tanggung-tanggung, yaitu lebih separoh dari umur Yesus sendiri. Hampir dapat dipastikan, sebagian besar umat Kristiani yakin dan percaya bahwa Yesus mati pada usia sekitar 33 (tiga puluh tiga) tahun. Sementara di dalam Alkitab (Bible), yang tertulis hanya kisah Yesus sejak dia dilahirkan sampai berumur 12 (dua belas) tahun, lalu menghilang ketika berumur 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 29 (dua puluh sembilan) tahun kemudian muncul lagi pada usia 30 (tiga puluh) tahun, dan mati pada usia 33 (tiga puluh tiga) tahun. Hilangnya kisah Yesus ketika beliau berumur 13 s/d 29 tahun, berarti selama 17 (tujuh belas) tahun kisah Yesus tidak ada atau hilang dan tidak tercatat di dalam Alkitab. 

Jika Yesus mati pada usia 33 tahun, sementara kisahnya ada yang hilang selama 17 tahun, berarti yang masuk ke dalam Alkitab hanyalah kisah Yesus selama 16 tahun saja. Yesus dipercayai oleh umat Kristiani sebagai ‘Firman Yang Hidup’. Kalau begitu berarti ada sebagian besar atau lebih separuh dari umurnya ada ‘Firman Yang Hilang’. Bayangkan saja, 17 tahun adalah lebih separuh umurnya Yesus, hilang atau tidak tercatat dalam kitab Injil. Padahal pada usia 13 s/d 29 tahun merupakan usia Yesus ketika remaja menuju dewasa, di mana sudah barang tentu banyak sekali hal-hal atau peristiwa yang lebih berguna dan lebih besar yang mungkin saja beliau lakukan, tetapi tidak tercatat di dalam Alkitab. 

Jadi sangatlah beralasan sekali bahwa Injil itu dikatakan tidak komplit atau sempurna, karena banyak bagian-bagian atau sisi-sisi lain yang pernah Yesus lakukan atau perbuat, tetapi tidak dicatat oleh para penulis Injil, karena kehilangan jejak atau kisahnya benar-benar hilang. Seandainya jika murid-murid Yesus yang 12 orang itu selalu mengikuti kemana saja Yesus berdakwah, tentu apa yang beliau lakukan atau sabdakan selama 17 tahun, mereka tulis dalam Injilnya bukan?? 

Timbul pertanyaan: Apakah yang dilakukan Yesus selama berumur 13 sampai dengan 29 tahun? (1) Menerima dan menulis wahyu Allah (mana dan apa saja bunyi wahyu tersebut?) (2) Mengajar dan berdakwah kemana-mana (apa saja yang diajarkannya?) (3) Menulis Injil yang difirmankan kepadanya (Injil yang mana? Kan tidak ada Injil Yesus bukan?) (4) Membantu ibunya Maryam (memasak dan mencuci? Rasanya tidak mungkin) (5) Tidak berbuat apa pun, hanya menunggu firman (Tuhan koq nganggur, pasif?) (6) Menikah / berumah tangga (mungkin saja, tapi tidak tercatat karena kisahnya selama 17 tahun hilang). (7) Membantu ayahnya Yusuf sebagai tukang kayu (Tuhan jadi tukang kayu?) (8) Nganggur saja, makan, tidur, tidak melakukan kegiatan apapun (Tuhan koq nganggur, tidak berkarya?) (9) Pergi mengembara (ke mana saja perginya, dan apa yang dilakukannya?) (10) Kembali kepada Bapanya selama 17 tahun lalu turun lagi ke bumi (mana buktinya?) …..Oleh sebab itu, seandainya ada umat Kristiani atau siapapun yang bisa memberikan bukti-bukti tertulis dalam Alkitab (Bible) tentang kisah Yesus ketika beliau berumur sekitar 13 s/d 29 tahun, yaitu ketika beliau memasuki usia remaja sampai dewasa, kami sediakan hadiah cukup besar, sejumlah uang cash / tunai sebesar Rp. 10.000.000.- (sepuluh juta). Mungkin banyak sekali saudara-saudara kita yang beragama Nashrani tidak menyangka dengan pertanyaan yang kelihatannya sepele, tetapi sebenarnya sangat berarti bagi keimanan dan kehidupan beragama, karena hal tersebut menyangkut keselamatan di dunia dan akhirat. Jika kami sebagai umat beragama Islam sangat mengkritisi kandungan Alkitab (Bible), hal itu wajar-wajar saja, sebab Al Qur`an banyak memberikan informasi tentang keberadaan Yesus (nabi Isa), Taurat, Zabur dan Injil, yang semua itu merupakan bagian dari keimanan kami, bahkan termasuk salah satu rukun iman bagi setiap muslim di seluruh dunia ini. Nah seharusnya umat Kristiani yang lebih pantas mengkritisi kandungan kitab sucinya bukan?? (Mustahil Kristen Bisa Menjawab, hal. 4-6).

Note : Nanti pandangan Mokoginta ini akan saya jawab di bagian belakang.

Semua ini memang dapat menimbulkan tanda tanya dan mengusik rasa ingin tahu kita terhadap tahun-tahun Yesus yang hilang ini. Kita akan membahas hal ini secara lebih mendalam dalam beberapa bagian.

I. BERBAGAI KISAH SEPUTAR “THE LOST YEARS OF JESUS”.

Sebagaimana sudah saya katakan pada bagian pendahuluan bahwa ketiadaan kisah-kisah tentang Yesus pada tahun-tahun tertentu dari hidup-Nya sangat memicu rasa ingin tahu orang tentang apa saja yang dilakukan dan dialami oleh-Nya. Meresponi rasa ingin tahu yang besar itu membuat beberapa kalangan lalu menciptakan berbagai kisah / cerita tentang Yesus yang sebenarnya lebih bersifat spekulasi dan mitos daripada bersifat historis. Misalnya yang terjadi pada Injil-Injil apokripa, yakni kitab-kitab yang tidak diakui di dalam kanon Yahudi maupun Kristen.

Deshi Ramadhan - “...Keinginan untuk melengkapi bahan-bahan yang kurang lengkap seperti ini, serta proses untuk terus mencari jawaban atas penyebab kesengsaraan Yesus, akhirnya mendorong lahirnya berbagai tulisan “injil” tentang Yesus” (Menguak Injil-Injil Rahasia, hal.24).

Bahkan kisah-kisah yang diciptakan itu bukan saja berkaitan dengan hal-hal yang dialami / dilakukan Yesus pada periode senyap yang sedang kita bahas tetapi juga pada tahun-tahun yang lebih awal sejak masa bayi Yesus. Mulai dari kisah-kisah dalam kitab-kitab apokripa yang muncul pada abad-abad awal hingga berbagai spekulasi pada abad 20. Kita akan menelusuri beberapa sumber yang menyolok tentang hal ini.

a. Injil al-Tufuliyah.

Ini adalah Injil mengenai masa kanak-kanak Yesus dalam bahasa Arab yang menceritakan beberapa legenda yang terkait dengan masa kecil Yesus di Mesir. Injil ini ditulis tidak lebih dari abad ke 5 M. Dalam Injil ini diceritakan sejumlah peristiwa ajaib tentang Yesus seperti :

Pada waktu bayi, ketika Yesus berada dalam gendongan Maria, tiba-tiba Yesus berbicara : “Maria, Akulah Yesus, Putra Allah, Firman yang engkau lahirkan menurut perkataan malaikat itu…”.
Air yang digunakan untuk memandikan Yesus ternyata berkhasiat untuk menyembuhkan seorang gadis dari sakit kustanya.

Dalam perjalanan ke Mesir, di sebuah gurun, Yusuf, Maria dan Yesus bertemu dengan segerombolan perampok yang dipimpin oleh 2 orang pencuri bernama Titus dan Dumachus (Dismas). Titus merasa kasihan dengan keluarga ini sehingga mengijinkan mereka melanjutkan perjalanan. Tetapi itu lalu membuat Dumachus menjadi marah. Titus lalu membuat kesepakatan agar Dumachus melepas keluarga itu dan sebagai imbalannya Titus memberikan pada Dumachus uang sebesar 40 drachma. Setelah keluarga itu pergi, Yesus lalu menubuatkan kepada Maria bahwa 30 tahun yang akan datang Dia akan disalibkan di antara 2 perampok itu dan Titus akan diangkat ke surga karena kebaikannya pada-Nya dan orang tua-Nya.

Setelah peristiwa pertemuan dengan gerombolan perampok itu, Yesus dan orang tua-Nya berhenti di sebuah pohon kurma. Yesus lalu membuat mujizat sehingga pohon kurma itu mengeluarkan air. Maria lalu mencuci baju Yesus di air tersebut dan keringat yang diperas dari baju tersebut membuat minyak balsem muncul di tempat tersebut.

Diceritakan juga bahwa sejumlah anak-anak di Mesir tidak mau bermain dengan Yesus. Mereka bersembunyi dari-Nya. Yesus lalu membuat mujizat dengan mengubah mereka menjadi kambing-kambing berumur 3 tahun. Karena kasihan pada mereka Yesus lalu mengubah mereka kembali menjadi anak-anak dan mereka akhirnya mau bermain dengan Yesus.

b. Pseudo-Gospel of Matthew (Injil Palsu Matius).

Injil ini secara umum juga bercerita tentang masa kecil Yesus di Mesir. Injil ini ditulis sekitar abad 8 atau 9 M.

Dalam pasal 14:1-2 diceritakan bahwa setelah Yesus dilahirkan di sebuah gua di Betlehem, Maria lalu memindahkan Yesus ke sebuah palungan dalam sebuah kandang hewan. Saat itu terjadilah seekor sapi, keledai dan hewan-hewan lainnya tunduk menyembah Yesus.
Dalam pasal 18:1 diceritakan bahwa di Mesir Yesus mengusir naga-naga dari sebuah gua sehingga Maria dan Yusuf dapat beristirahat di dalamnya.

Dalam pasal 20:1-2 diceritakan bahwa di sebuah gurun panas di Mesir, Yesus memerintahkan sebuah pohon kelapa untuk merunduk dan memberikan buahnya kepada Maria. Dan pohon kelapa itu pun taat. Setelah itu Yesus memerintahkan agar pohon kelapa itu tegak kembali, dan pohon itu taat lagi. Yesus lalu memerintahkan agar akar pohon itu mengeluarkan air sehingga dapat diminum dan hal itu terjadi.

Dalam pasal 22:1 diceritakan bahwa karena Yusuf dan Maria mengalami dehidrasi dalam perjalanan di padang gurun itu maka Yesus mempercepat perjalanan mereka ke kota Hermopolis dengan mempersingkat perjalanan itu menjadi 1 hari saja padahal seharusnya membutuhkan waktu perjalanan 30 hari.

Dalam pasal 22:2-24 diceritakan bahwa ketika Yusuf, Maria dan Yesus memasuki kota Hermopolis di Mesir maka 365 berhala dalam kota itu menjadi roboh dan hancur berantakan ketika Yesus melewatinya. Hal ini menyebabkan gubernur, imam-imam dan orang-orang Hermopolis menyembah-Nya.

Setelah semua ini muncullah malaikat untuk memberitahu Yusuf supaya kembali ke Mesir karena Herodes sudah mati (Pasal 22:25).
c. Gospel of Thomas (Injil Tomas).

Ini bukanlah Injil Tomas produk gnostik yang ditemukan di Nag Hamadi tahun 1948. Ini adalah Injil mengenai masa kanak-kanak Yesus.

Yesus pada umur 5 tahun.

Dalam pasal 2:1 diceritakan bahwa Yesus secara ajaib mengumpulkan air dari bagian sungai yang dangkal menjadi kolam-kolam, dan memurnikan air dalam kolam-kolam itu dengan kata-kata-Nya.
Dalam pasal 2:2-5 diceritakan bahwa Yesus membuat 12 burung pipit hidup dari tanah liat yang lunak pada hari Sabat. Yesus bertepuk tangan dan burung-burung pipit tersebut terbang.

Dalam pasal 3:1-3 diceritakan bahwa anak laki-laki Annas seorang penulis salinan kitab Taurat merasa jengkel dengan kejadian yang terjadi pada hari Sabat, sehingga dia mengaduk kolam-kolam tersebut. Yesus mengutuk anak tersebut sehingga dia kering dan mati seperti polion.

Dalam pasal 4:1-5.2 diceritakan bahwa Yesus mengucapkan kutuk kematian kepada seorang anak yang secara tidak sengaja menabrak-Nya. Anak tersebut mati. Ketika orang tua anak yang mati itu menghardik Yesus, Yesus membuat mereka buta.

Dalam pasal 6:1-8:2 diceritakan bahwa Guru Zakheus melihat masa depan yang bagus pada diri Yesus, sehingga dia mencoba mengajarkan aksara Yunani dan Ibrani kepada-Nya. Namun, Yesus membuat guru tersebut bingung dengan memberikan penafsiran simbolis terhadap aksara tersebut.
Dalam pasal 9:1-3 diceritakan bahwa Yesus menghidupkan seorang anak yang jatuh dari sebuah atap dan mati.

Dalam pasal 10:1-2 diceritakan bahwa Yesus menyembuhkan kaki seorang pemuda yang terluka kena kapak.
Yesus pada umur 6 tahun.

Dalam pasal 11:1-2 diceritakan bahwa Yesus terjatuh dan membuat sebuah buyung berisikan air yang dibawa-Nya pecah, tetapi secara supernatu¬ral Dia mengumpulkan air tersebut dengan jubah-Nya dan membawanya kepada ibu-Nya.

Dalam pasal 12:1-2 diceritakan bahwa Yesus secara ajaib melipatgandakan sebutir gandum menjadi seratus kali lipat jumlahnya.

Dalam pasal 13:1-2 diceritakan bahwa Sang tukang kayu yang berusia enam tahun secara ajaib membuat sebuah kaki meja bertambah panjang.

Dalam pasal 14:1-3 diceritakan bahwa seorang guru yang lain berusaha mengajarkan bahasa Ibrani dan Yunani kepada Yesus, tetapi Yesus sekali lagi memberitahukan misteri-misteri mengenai bahasa tersebut, sehingga membuat sang guru marah. Sang guru menghardik Yesus, dan Yesus membalas dengan mengutuk sang guru yang seketika itu juga langsung mati.

Dalam pasal 15:1-4 diceritakan bahwa seorang guru ketiga berusaha untuk mengajar Yesus. Namun guru ini takjub dengan kebijaksanaan Yesus. Yesus membalas sikap baik sang guru dengan menghidupkan guru kedua yang dikutuk-Nya.

Dalam pasal 16:1-2 diceritakan bahwa seekor ular berbisa menggigit saudara Yesus, Yakobus, tetapi Yesus menghembuskan nafas-Nya pada luka gigitan tersebut dan saudara-Nya sembuh.
Dalam pasal 17:1-2 diceritakan bahwa Yesus menghidupkan seorang anak yang mati karena sakit.

Dalam pasal 18:1-2 diceritakan bahwa Yesus menghidupkan seorang pekerja bangunan yang mati karena kecelakaan di tempat kerja.
Yesus pada umur 12 tahun.

Dalam pasal 19:1-5 diceritakan bahwa Yesus menampakkan diri di Bait Suci dan membuat kagum para guru dengan pengetahuan-Nya mengenai hukum dan nabi-nabi.

Note : Kitab-kitab apokripa ini lalu menjadi populer di kalangan bidat-bidat / aliran sesat Kristen di tanah Arab sehingga akhirnya mempengaruhi Muhammad sehingga pada waktu menulis Alquran, Muhammad mengutip kisah-kisah itu dan masuk ke dalam Alquran tetapi ia lalu menipu para pengikutnya bahwa itu adalah wahyu dari Allah. 

Ketiadaan informasi seputar kehidupan Yesus yang dicatat Injil-Injil kanonik membuat muncul begitu banyak dongeng / legenda dan yang hendak menyempurnakan kisah-kisah Yesus.

d. The Life of Saint Issa (Nicolas Notovitsc)

Kitab-kitab apokripa yang sudah kita lihat (poin a-c) ini memuat berbagai macam cerita mengenai kehidupan Yesus pada masa bayi / kanak-kanak. Lalu bagaimana dengan kehidupan Yesus pada waktu “Silent Period” (13-29 tahun) itu?

Boleh dikatakan bahwa informasi yang paling menghebohkan dunia datang dari seorang jurnalis Rusia bernama Nicolas Notovitch.

Nicolas Notovitch.

Dalam bukunya “La Vie Inconnue de Jesus Christ” atau dalam bahasa Inggris “Unknown Life of Jesus Christ” (Kehidupan Yesus Kristus Yang Tidak Diketahui), ia menceritakan bahwa ia pernah pergi ke Ladakh Tibet pada akhir tahun 1887. Dalam perjalanannya, ia mengunjungi biara Buddha di Mulbekh dan dalam suatu percakapan dengan seorang Lama (sebutan biksu Tibet), ia diinformasikan bahwa di sebuah tempat yang bernama Lhasa (ibu kota Tibet), tepatnya di sebuah biara yang bernama Himis, terdapat ribuan naskah kuno tentang kehidupan nabi Isa, nama Timur untuk Yesus. Notovitch lalu bertekad menemukan catatan kehidupan Isa itu. Ia lalu meninggalkan Mulbekh dan mengunjungi beberapa biara yang lain dan mendapatkan informasi yang sama dari para biksu bahwa mereka pernah mendengar tentang dokumen tersebut tetapi tidak memiliki salinannya. Notovitch akhirnya menuju biara besar Himis yang terletak sekitar 25 mil dari Leh, ibukota Ladakh. Biara tersebut terletak di lembah tersembunyi di Himalaya.

Di biara Himis ini ia bertanya pada pemimpin Lama apakah ia pernah mendengar tentang Isa. Dan Lama itu mengatakan bahwa agama Buddha sangat menghormati Isa dan dari banyak naskah di Himis ditemukan catatan tentang kehidupan dan perbuatan Isa, yang berkhotbah tentang doktrin yang suci di India dan di antara anak-anak Israel. Menurut para Lama, naskah tersebut dibawa dari India ke Nepal lalu ke Tibet. Naskah itu aslinya berbahasa Pali (bahasa religius untuk agama Buddha) tetapi lalu diterjemahkan ke bahasa Tibet. Notovitch bertanya, "Apakah berdosa jika anda memperlihatkan salinan tersebut kepada orang asing?" Sang lama berkata "apa yang milik Tuhan juga milik manusia" tetapi karena ia tidak tahu di mana letaknya secara persis maka ia berjanji akan menunjukkan naskah itu kepada Notovitch pada kesempatan lain apabila Notovitch kembali lagi ke biara Himis. Notovitch tidak ingin kelihatan terlalu bersemangat karena hal itu. Ia pun pamit dari sana untuk kembali ke Rusia dan mencari kesempatan lain untuk kembali ke biara Himis. Tetapi ternyata dalam perjalanan ke Kashmir ia jatuh dari kudanya dan kakinya patah. Ia lalu memanfaatkan lukanya sebagai alasan untuk kembali ke biara Himis, yang hanya berjarak setengah hari perjalanan. Ketika ia dirawat di biara Himis itulah pemimpin Lama akhirnya menunjukkan naskah tentang Isa kepadanya yakni 2 buah naskah yang diselimuti daun yang sudah menguning termakan waktu. Lama itu membaca keras bagian yang menceritakan tentang biografi Isa dalam bahasa Tibet yang diterjemahkan oleh penerjemah yang dibawa Notovitch sambil Notovitch menyalinnya pada notesnya. Pada akhirnya Notovitch menerbitkan tulisan dari notesnya itu menjadi sebuah buku berjudul “The Life of Saint Issa : Best of the Sons of Men” yang kemudian hari dikenal juga sebagai “Injil Tibet”. Beberapa bagian dari buku ini (Bab I-IV:9) terdengar mirip dengan kisah dalam PL dan PB seperti bangsa Yahudi berada di bawah kuasa Mesir, dibawa keluar oleh Musa dari sana, adanya kemunduran moral Israel yang dilanjutkan dengan invasi bangsa asing atas mereka, penaklukkan Roma, dan terakhir adalah inkarnasi anak suci di antara orang tua yang miskin namun saleh. Tuhan berbicara melalui mulut bayi itu dan banyak orang dari seluruh penjuru datang ingin mendengar-Nya.

Selanjutnya dalam buku itu juga tercatat peristiwa-peristiwa yang terjadi pada Isa / Yesus :

Ketika Ia berumur 13 tahun di mana dikatakan bahwa ada banyak orang yang datang ke rumah-Nya untuk melamar-Nya menjadi menantu mereka / mengawini anak gadis mereka.
Injil Tibet Bab IV:10-11 - (10) Dengan berjalannya waktu, Isa berumur 13 tahun. Orang Israel, menurut tradisi mereka, harus menikah pada umur ini. Orang tua mereka terbiasa hidup sederhana. (11) Kediaman mereka yang sederhana menjadi ramai karena kedatangan orang kaya dan bangsawan. Semua orang ingin Isa menjadi menantu mereka.

Isa / Yesus yang tidak menyukai hal ini dan mempunyai keinginan untuk belajar agama akhirnya melarikan diri sampai ke Pakistan.

Injil Tibet Bab IV:12-14 - (12) Isa tidak mau menikah. Dia sudah dikenal karena membicarakan Tuhan. Ketika dilamar, Ia memutuskan untuk meninggalkan rumah-Nya diam-diam (13) pada saat itu tekadnya sudah bulat untuk mencapai kesempurnaan dengan mengabdi kepada Tuhan dan Dia ingin belajar agama kepada mereka yang sudah mencapai pencerahan. (14) Ia meninggalkan Yerusalem, bergabung dengan kelompok pedagang, dan pergi menuju tanah Sind (bagian bawah lembah Indus, Pakistan Selatan) di mana mereka biasa membeli barang-barang untuk ekspor ke bermacam negeri.

Selanjutnya pada saat berumur 14 tahun Isa / Yesus hidup di tengah-tengah orang Aryan. Ia diminta untuk tinggal bait mereka tetapi Ia menolak.

Injil Tibet Bab V:1-3 - (1) Dia, ketika berumur empat belas, melintasi utara Sind dan memasuki tanah suci Aryan.... (2) Sementara berjalan sendirian di tanah lima sungai (Punjab), pemandangan yang indah, wajah yang ramah, dan para wanita mengatakan kepada orang Jain bahwa Isa adalah orang yang telah menerima kemurahan Tuhan. (3) Dan mereka meminta kepada-Nya untuk tinggal di bait mereka. Tetapi Isa tidak menerima undangan mereka, karena Ia tidak mau menarik perhatian orang pada saat itu.

Ia lalu pergi ke Juggernaut di mana Ia diterima dengan tangan terbuka oleh para pendeta Brahmin yang mengajarkan-Nya membaca dan memahami kitab Weda dan untuk mengajar, menyembuhkan, dan mengusir setan.

Injil Tibet Bab V:4 - Ketika ia tiba di Juggernaut, negeri inkarnasi Vyasa-Krisna, dan menjadi murid Brahmin. Ia disukai semua orang dan di sanalah Ia mulai membaca, belajar, dan mendalami Weda.

Isa menghabiskan 6 tahun di sana untuk belajar dan mengajar di Juggernaut, Rajagriha, Benares, dan kota suci lainnya.

Setelah itu Ia terlibat dalam sebuah konflik dengan para Brahmin dan Kshatriya (kasta imam dan satria) karena Ia ternyata mengajarkan naskah suci kepada kasta bawah yakni Waisya (petani dan pedagang) dan Sudras (para pekerja). Para Brahmin mengatakan kasta Waisya hanya boleh mendengarkan Weda ketika festival dan kasta Sudras tidak boleh mendengarnya sama sekali. Bahkan mereka tidak boleh melihatnya.

Bukannya berhenti atas larangan mereka, Isa malah berkhotbah menentang para Brahmin dan Kshatriya dan semua itu berujung pada rencana para imam dan Kshatria untuk membunuh-Nya.
Setelah diperingatkan oleh orang Sudras, Isa lalu meninggalkan Juggernaut pada malam hari dan pergi ke kaki lembah Himalaya di selatan Nepal, tepatnya di Kapilavastu tempat lahirnya Sang Budha Gautama 5 abad sebelumnya.

Setelah 4 tahun belajar di sana, Isa menjadi sempurna dalam menjelaskan tulisan-tulisan suci. Ia kemudian meninggalkan Himalaya dan menuju barat dan sampai di Persia (Iran), di mana Ia mempelajari doktrin Zarathustra.

Sepanjang perjalanan Isa berkhotbah menentang para pemuja berhala dan akhirnya Ia kembali ke Palestina pada umur 29.
Demikianlah kisah pengembaraan Notovitch.

C. Marvin Pate & Sheryl L. Pate – Karya Notovitch hanyalah satu di antara sejumlah buku pada abad ke-20 yang ingin menunjukkan bahwa ajaran Yesus pada dasarnya tidak berorientasi Yudaisme-Kristen, tetapi sesungguhnya dipengaruhi oleh pemikiran Asia, bahkan ajaran seperti Zaman Baru (New Age)…. Bagi Notovitch, sumber autentiknya jelas: Yesus adalah orang Buddha. (Disalibkan Oleh Media, hal.82).

Anonim - Dari tulisan Notovitch kita telah menangkap kesan yang sangat kuat bahwa Yesus meninggalkan Yerusalem dengan tujuan mempelajari tentang perkataan Yang Kuasa dari hukum agama Budha. Karena itu Yesus merasa perlu pergi di Tibet. Yesus kemudian belajar agama dan ajaran Budha dari para Lama. Dorongan untuk belajar dari diri Yesus tersebut karena sesungguhnya Dia merupakan inkarnasi dari Roh Budha. Jadi dalam tulisan “Injil Tibet” yang ditulis oleh Notovitch mau menyatakan bahwa seluruh pemikiran, ide, gagasan, pengajaran, kuasa mukjizat dan kehidupan Yesus sepenuhnya dikuasai oleh Roh Budha. Bahkan Yesus dianggap sebagai inkarnasi dari Budha Maetreya. (http://archangeldemaskus.blogspot.com).

Karya Notovitch ini pada akhirnya menjadi kontroversi besar di kalangan para pakar. Sejumlah tulisan dibuat untuk membantah tulisan Notovitch ini. Misalnya, Max Muller (seorang professor bahasa Eropa modern dan perbandingan philology di Universitas Oxford) yang pada bulan Oktober 1894 menulis sebuah buku “The Alleged Sojourn of Christ in India” yang berisi kritik terhadap buku Notovitch. Tetapi kritik ini dibantah oleh Notovitch.

Lalu bagaimana kita menanggapi semua informasi ini?

a. Tentang kitab-kitab apokripa.

Tentu saja kita menolak kisah-kisah apokripa itu karena kisah-kisah itu mau menonjolkan sisi keallahan Yesus yang berkuasa dan hebat tetapi mengabaikan sisi kemanusiaan-Nya. Dari segi waktu, kemunculan kitab-kitab itu pada abad-abad yang kemudian (jauh setelah masa penulisan Injil-Injil kanonik) seperti Injil al-Tufuliyah yang muncul pada abad 5, dan “Pseudo-Gospel of Matthew” (Injil Palsu Matius) yang muncul pada sekitar abad 8 atau 9 M tentu saja tidak memungkinkan kita untuk menerima keabsahannya. Kisah-kisah tentang Yesus yang tidak bisa diajar oleh sejumlah guru karena ternyata Ia lebih pintar daripada mereka tidak sejalan dengan catatan Injil kanonik bahwa Yesus mengalami pertambahan dalam pengetahuan / hikmat.

Lukas 2:52 - Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.

b. Tentang laporan Nicolas Notovitch.

Tulisan Notovitch untuk beberapa saat ditolak dan dianggap sebagai laporan palsu. Itu dikarenakan berbagai penyelidikan sampai ke Tibet tidak mendukung kebenaran laporan Notovitch ini. Seorang yang bernama Enakshi Bhavani melakukan perjalanan ke Tibet dan menemui biksu yang diceritakan oleh Notovitch. Hasilnya adalah :

Enakshi Bhavani : "Ketika kami berada di Srinagar, kami diberi tahu mengenai sebuah buku yang ditulis oleh seseorang dari Eropa (Notovitch) yang mengajukan sebuah teori yang aneh. Penulis tersebut mengaku te¬lah menemukan bukti dokumenter di Himis bahwa Yesus Kristus pernah pergi ke Ladakh semasa Dia hidup. Setelah penyaliban, demikian menurut cerita tersebut, Kristus tidak dikuburkan di Tanah Suci, tetapi dibawa secara rahasia ke Tibet, dihidupkan dengan ramuan-ramuan obat Himalaya dan kemudian naik ke surga dari Hima¬laya. Kami juga diberi tahu bahwa penulis ini menyebutkan bahwa dia pergi ke Himis dan melihat dokumen tersebut dengan Pater Gergen. Namun, pria tua yang terhormat tersebut (Pater Gergen) meyakinkan kami bahwa dia tidak mengetahui bukti seperti itu. Meskipun dia ingat dengan penulis terse¬but, dia tidak pernah pergi ke Himis bersama dengan dia. Setelah membaca buku karya Notovich tersebut, beberapa pejabat tinggi gereja di Eropa menuliskan surat kepada Pater Gergen yang meminta Pater Gergen untuk memberikan penegasan dan keterangan-keterangan rinci mengenai persoalan ini. Ketika kami mengunjungi Himis, kami bertanya mengenai dokumen tersebut (gulungan-gulungan yang berisikan khotbah Yesus menurut pengakuan Notovitch), tetapi pendeta-pendeta Buddha di sana tidak mengerti apa yang kami maksud. Mereka tidak dapat memahaminya." (Perjalanan ke Tibet, hal.624).

Juga seorang lain bernama Archibald Douglas, professor di Universitas Negeri di Agra, India menguji kisah Notovitch dengan pergi mengunjungi biara di Himis. Douglas kemudian menunjukkan buku Notovitch kepada pemimpin Lama yang disampaikan melalui seorang penerjemah. Ternyata jawaban pemimpin Lama tersebut adalah :

Pemimpin Lama : “Saya telah menjadi Lama selama 42 tahun, dan sudah mengenal dengan baik semua Kitab Budha dan naskah kuno, dan saya tidak pernah mendengar salah satunya menyinggung nama Isa, dan menurut saya dokumen semacam itu tidak pernah ada. Saya telah menghubungi beberapa pemimpin Lama di biara lain, dan mereka juga mengatakan tidak memiliki kitab atau naskah kuno yang menyinggung nama Isa”. (Artikel : The Chief Lama of Himis on the Alleged the Unknown Life of Christ, April 1896).

Itu sebabnya Douglas menyatakan bahwa buku Notovitch yang berjudul “The Life of Saint Issa: Best of the Sons of Men” terbukti palsu. Dalam tulisannya, Douglas menyatakan:

Archibald Douglas - Saya telah mengunjungi Himis dan telah bersabar dan mengadakan penyelidikan untuk menemukan kebenaran tentang kisah luar biasa N. Notovitch. Dengan hasil, saya tidak menemukan apa pun untuk mendukung tulisannya. Semua buktinya tertelan dalam bayangan keraguan. Jelas sekali bahwa tidak pernah ada naskah yang mana Notovitch mengaku menyalinnya di biara Himis, dan karena itu adalah mustahil ia dapat menyalinnya”. (Artikel : The Chief Lama of Himis on the Alleged the Unknown Life of Christ, April 1896).

Setelah penelitian Douglas ini, kredibilitas dan dari tulisan Notovitch pun semakin diragukan dan bahkan dianggap palsu. Hanya saja pada tahun pada tahun 1922 seorang bernama Swami Abhedananda kembali memanaskan kontroversi ini. Pada tahun itu ia mengadakan perjalanan ke Tiber menuju biara Himis dan di sana dia mencocokkan kebenaran kisah Notovitch dengan para Lama. Hasilnya adalah segala hal yang dikatakan Notovitch memang benar! Bahkan para Lama di Himis kemudian menunjukkan kepada Swami Abhedananda naskah tentang kisah Isa dari almari. Naskah yang ditunjukkan kepada Swami Abhedananda adalah suatu salinan, sedang naskah aslinya berada di biara Marmour dekat Lhasa. Lebih dari pada itu, sang Lama kemudian membantu Swami Abhedananda untuk menerjemahkan teks tersebut dalam bahasa Inggris lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Bengali. Dari perjalanannya itu, Swami Abhedananda kemudian menulis buku yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan judul “In Kashmir and Tibet”.

Juga pada tahun 1939, seorang bernama Madam Caspari mengadakan perjalanan ke Tibet dan mampir ke biara Himis. Ternyata di sana seorang pustakawan biara dan 2 orang biksu menunjukkan 3 naskah kuno kepadanya dan mengatakan kepadanya: “Buku-buku ini mengatakan Yesus anda pernah ada di sini”. Madam Caspari lalu mengambil foto dari 3 naskah kuno tersebut.

Petualang dunia lain yaitu Edward F. Noack dari Sacramento, California sejak tahun 1958, ia dan isterinya, Helen, sudah melakukan 18 kali ekspedisi ke Tibet, Nepal, Sikkim, Bhutan, Ladakh, Afghanistan, Baltistan, Cina dan Turkestan dan juga telah mengunjungi Leh sebanyak 4 kali. Noack menyatakan bahwa selama dia tinggal di biara Himis ada sekitar 70 orang Lama pernah bercerita bahwa ada sebuah naskah yang menggambarkan perjalanan Yesus ke Ladakh.

Semua data ini jelas membingungkan kita. Jikalau tulisan Notovitch, Swami Abhedananda, foto Madam Caspari dan kesaksian Edward F. Noack, lalu bagaimana bisa sang Lama menyangkali hal itu kepada Archibald Douglas? Tapi kalau Archibald Douglas benar bahwa sang Lama membantah semua tulisan Notovitch, lalu bagaimana dengan tulisan, foto dan kesaksian Swami Abhedananda, Madam Caspari dan Edward F. Noack? Semua ini menyebabkan hingga hari ini laporan dan tulisan Notovitch masih menjadi kontroversi. Berbagai argumentasi sudah diberikan untuk menjembatani 2 data yang kontras ini namun semuanya hanya bersifat spekulatif semata. Saya memilih untuk membiarkan hal itu sebagai kontroversi. Saya memang tidak percaya Yesus pergi ke India, Pakistan dan Tibet tetapi saya akan menempuh jalur argumentasi yang lain ketimbang mempersoalkan keabsahan laporan Notovitch.

II. MENGAPA ALKITAB DIAM / TIDAK MENCATATNYA?

Satu pertanyaan yang memang harus ditanyakan terkait dengan topik yang sedang kita bahas adalah mengapa Alkitab dalam hal ini Injil-Injil tidak mencatat peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam “Silent Period” ini? Jawabannya adalah karena memang Alkitab tidak bertujuan untuk menceritakan segala sesuatu kepada kita. Tujuan penulisan Alkitab adalah supaya manusia bisa mengenal Allah, dan hidup sesuai kehendak Allah, dan khususnya mengenal jalan keselamatan yang diberikan oleh Allah. Dan ini tidak membutuhkan pengetahuan tentang segala sesuatu yang dilakukan oleh Yesus, khususnya pada usia 13-29 tahun. Bandingkan dengan ayat-ayat ini:

Yoh 21:24-25 - (24) Dialah murid, yang memberi kesaksian tentang semuanya ini dan yang telah menuliskannya dan kita tahu, bahwa kesaksiannya itu benar. (25) Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu.

Yohanes 20:30-31 - (30) Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-muridNya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, (31) tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam namaNya.

Ini jelas berbeda dengan asumsi Mokoginta :

Insan Mokoginta – Bayangkan saja, 17 tahun adalah lebih separuh umurnya Yesus, hilang atau tidak tercatat dalam kitab Injil. Padahal pada usia 13 s/d 29 tahun merupakan usia Yesus ketika remaja menuju dewasa, di mana sudah barang tentu banyak sekali hal-hal atau peristiwa yang lebih berguna dan lebih besar yang mungkin saja beliau lakukan, tetapi tidak tercatat di dalam Alkitab. (Mustahil Kristen Bisa Menjawab, hal.4).

Pertanyaan kita adalah darimana Mokoginta tahu bahwa peristiwa-peristiwa yang Yesus lakukan dalam “Silent Period” itu lebih berguna? Orang ini sebenarnya bodoh tetapi sok tahunya luar biasa! Perlu diketahui bahwa yang paling utama dari penceritaan tentang Yesus dalam Alkitab adalah penebusan yang Ia lakukan di atas kayu salib. Karena itu, pada waktu Alkitab menceritakan tentang Yesus, bagian itu yang sangat ditekankan, dan diceritakan dengan sangat mendetail, sedangkan bagian yang kurang penting diceritakan dengan cepat, dan bagian yang sama sekali tidak penting tidak diceritakan sama sekali. Hal ini terlihat khususnya dalam Injil Yohanes, karena kalau kita membaca Injil tersebut maka terlihat bahwa :

Yohanes 1-12 (12 pasal) menceritakan kisah Yesus sejak dari kekekalan (Yoh 1:1) sampai Ia berusia 33 tahun, bahkan sampai sesaat menjelang kematian-Nya.

Yohanes 13-19 (7 pasal) menceritakan kisah Yesus yang terjadi hanya dalam waktu sekitar 1 atau 2 hari saja, yaitu mulai hari Kamis sampai Jumat, pada saat Ia mati!

Mengapa dibutuhkan 7 pasal untuk menceritakan 1 atau 2 hari saja? Karena itulah bagian yang terpenting dari kehidupan Yesus, yaitu di sekitar penderitaan dan kematian-Nya di atas kayu salib untuk menebus dosa manusia. Bagian ini adalah bagian terpenting, karena berhubungan langsung dengan iman dan keselamatan umat manusia! Sedangkan kisah Yesus pada usia 13-29 tahun dianggap tidak penting, dan karena itu tidak diceritakan. Bukankah kalau orang menulis sebuah biografi tentu ia hanya mengambil kisah-kisah yang ia anggap penting dari kehidupan tokoh yang mau diceritakan? Adalah kegilaan untuk mencatat segala hal yang terjadi / dialami / dilakukan oleh orang itu di sepanjang hari-hari hidupnya. Apakah ini berarti Alkitab kita tidak lengkap sebagaimana tudingan Mokoginta?

Insan Mokoginta – Jadi sangatlah beralasan sekali bahwa Injil itu dikatakan tidak komplit atau sempurna, karena banyak bagian-bagian atau sisi-sisi lain yang pernah Yesus lakukan atau perbuat, tetapi tidak dicatat oleh para penulis Injil, karena kehilangan jejak atau kisahnya benar-benar hilang. (Mustahil Kristen Bisa Menjawab, hal.4-5).

Sama sekali tidak! Lengkap atau tidak itu tergantung pada tujuan. Jikalau memang Alkitab bertujuan untuk mencatat semua hal yang dialami / dilakukan oleh Yesus dan ternyata ada bagian dari hidup-Nya yang tidak tercatat barulah bisa dikatakan tidak lengkap / tidak sempurna. Tetapi apabila hal itu tidak pernah menjadi tujuan para penulis Alkitab, lalu apanya yang dianggap tidak lengkap / tidak sempurna? Selain itu dengan menggunakan cara yang sama kita bisa menyerang Alquran. Kita bisa bertanya apakah Alquran mencatat secara lengkap, setiap saat dari kehidupan Muhammad?’ Jawabannya adalah tidak! Kalau begitu apakah Mokoginta juga mau beranggapan secara sama bahwa Firman Tuhan dalam Alquran itu tidak komplit / sempurna? Kalau tidak, ia tidak konsisten, bukan? Jadi memang Alkitab / para penulis dengan sengaja tidak mencatat atau lebih tepatnya merasa tidak perlu untuk mencatat kisah-kisah tentang Yesus pada umur 13-29 tahun itu. Mereka lebih berkonsentrasi pada kisah-kisah yang sesuai dengan misi utama Yesus datang ke dalam dunia ini yakni menebus dosa manusia.

Matius 20:28 - sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang”

Dan kehidupan Yesus pada usia 13-29 tahun sama sekali tidak berkaitan dengan misi ini jadi itu tidak penting untuk dicatat.

III. APA YANG SEBENARNYA YESUS LAKUKAN PADA MASA ITU?

Jikalau semua legenda dan spekulasi seputar “The Lost Years of Jesus” sudah gugur atau minimal meragukan, lalu sebenarnya apa yang dilakukan Yesus pada usia 13-29 tahun itu? Sebenarnya Alkitab tidak diam sama sekali. Yang terjadi adalah Alkitab hanya memberikan informasi secara umum dan singkat sekali.

Pada “Silent Period” yang pertama (3-11 tahun) Lukas memberikan keterangan :
Lukas 2:40 - Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya.

Pada “Silent Period” yang kedua (13-29 tahun) Lukas memberikan keterangan :
Lukas 2:51-52 : (51) Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya (52) Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.

Dari ayat-ayat ini terlihat bahwa pada “Silent Period” itu Yesus tidak kemana-mana. Ia tinggal bersama orang tua-Nya di Nazaret, Ia dibesarkan di sana sampai Ia berusia 30 tahun dan memulai pekerjaan pelayanan-Nya. Kesimpulan ini didukung juga oleh fakta bahwa Yesus dikenal masyarakat umum sebagai “Orang Nazaret”.

Matius 21:11 - Dan orang banyak itu menyahut: "Inilah nabi Yesus dari Nazaret di Galilea."

Matius 26:71 - Ketika ia pergi ke pintu gerbang, seorang hamba lain melihat dia dan berkata kepada orang-orang yang ada di situ: "Orang ini bersama-sama dengan Yesus, orang Nazaret itu."

Markus 10:47 - Ketika didengarnya, bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulailah ia berseru: "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!"

Lukas 18:36-37 – (36) Waktu orang itu mendengar orang banyak lewat, ia bertanya: "Apa itu?" (37) Kata orang kepadanya: "Yesus orang Nazaret lewat.

Coba pikirkan, jika Yesus telah menghilang dari Nazaret pada umur 13 tahun dan baru kembali umur 29 tahun dan langsung terjun ke medan pelayanan, apakah ia akan dikenal sebagai “Orang Nazaret”? Saya kira tidak! Kalau Dia menghabiskan separuh hidup-Nya di India atau Tibet, maka sangat mungkin Ia dikenal sebagai “Yesus Orang India” atau “Yesus Orang Tibet”. Jadi dikenalnya Ia sebagai “Orang Nazaret” memberikan arti bahwa Ia memang tinggal dan besar di Nazaret. Bandingkan :

Lukas 4:16 - Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab.

Dalam ayat ini secara eksplisit dikatakan bahwa Nazaret adalah tempat Yesus dibesarkan (bukan di India) dan Yesus biasa pergi ke rumah ibadah setiap hari Sabat. Kalimat ini tentu tidak cocok kalau Yesus mengembara dari umur 13 tahun dan baru kembali umur 29 tahun.

Kalau memang Yesus tidak kemana-mana dan hanya tinggal di Nazaret saja, lalu apa saja yang Ia lakukan sehari-hari? Tentu saja Ia hidup seperti masyarakat pada umumnya, bermain bersama dengan anak-anak sebayanya. Tetapi ada 2 hal penting yang pasti dilakukan-Nya :

a. Ia bersekolah.

Perlu diketahui bahwa bangsa Yahudi adalah bangsa yang sangat menekankan pendidikan. Tahapan-tahapan pendidikan mereka adalah :

MIQRA untuk anak berumur 5-10 tahun (belajar membaca Taurat). Biasanya kegiatan belajar mengajar ini dilaksanakan di rumah ibadah yang sering disebut sebagai “Beth Hassepher” (Rumah Buku). Ini semacam SD.

MISHNA untuk anak berumur 10-12 tahun. Juga dilaksanakan di “Beth Hassepher”. Ini semacam SMP.
TALMUD untuk anak berumur 12-19 tahun (pada abad pertengahan berubah menjadi 13 tahun). Ini juga dilaksanakan di “Beth Hassepher”. Ini semacam SMU / SMA.

Selanjutnya mereka yang mau melanjutkan sekolah teologia, boleh memasuki pendidikan keimaman / pengajar Taurat yang bernama MIDRASH di“Beth Midrash” (Rumah Belajar).
Note : Dari kata MIDRASH inilah muncul kata MADRASAH.

Usia minimal untuk pendidikan ini adalah 20 tahun dan sudah harus menamatkan pendidikan pada tingkat-tingkatan sebelumnya. Jadi ini semacam kuliah. Lamanya pendidikan ini adalah 10 tahun yang meliputi pendidikan untuk jabatan imam pendamping, imam muda, hingga imam kepala sehingga orang baru bisa tamat dari sana pada umur 30 tahun.

Note : Bandingkan dengan banyak orang yang mau melayani secara fulltime tapi tidak mau sekolah atau mau sekolah kilat saja 6 bulan langsung menjadi pendeta.

Dan setelah itu barulah ia boleh mengajar di muka umum, di rumah ibadah atau bahkan di Bait Allah dan boleh dipanggil Rabi.

Anonim - Tidak semua orang punya hak / akses mengajar di bait suci. Bahkan Yohanes Pembaptis aja tidak melakukan itu. Karena hanya mereka yang punya latar belakang pendidikan keimaman dan Taurat yang boleh mengajar di-Bait Suci…. Para alumni / lulusan sekolah imam itu biasanya dipanggil : Rabbi atau Guru. Sebutan ini Khas karena menunjukkan suatu jabatan. Tidak semua orang boleh dipanggil Rabbi atau Guru. Kecuali mereka yang pernah menempuh Study Theology di sekolah-sekolah imam tsb. (http://www.sarapanpagi.org).

Jika demikian mari sekarang kita melihat data-data tentang Yesus :

Dia memulai pelayanan-Nya yang meliputi pelayanan pengajaran pada usia 30 tahun. Suatu usia yang cocok dengan aturan agama Yahudi untuk mulai mengajar di muka umum.
Dia diizinkan oleh pengurus / pejabat rumah ibadat untuk mengajar umat di rumah ibadat.

Lukas 4:15-17 – (15) Sementara itu Ia mengajar di rumah-rumah ibadat di situ dan semua orang memuji Dia. (16) Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab. (17) Kepada-Nya diberikan kitab nabi Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis: (18) "Roh Tuhan ada pada-Ku, …. (20) Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya. (21) Lalu Ia memulai mengajar mereka,…”

Yohanes 8:2 - Pagi-pagi benar Ia berada lagi di Bait Allah, dan seluruh rakyat datang kepada-Nya. Ia duduk dan mengajar mereka.

Tidak mungkin Yesus diizinkan mengajar kalau Dia tidak / belum tamat dari sekolah Midrash / sekolah teologia / sekolah imam.

Ia disapa “Rabi” oleh orang banyak, suatu sebutan yang khusus diberikan kepada mereka yang sudah tamat dari sekolah Midrash saja.
Yohanes 3:2 - Ia datang pada waktu malam kepada Yesus dan berkata: "Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah;….."

Yohanes 8:4 - Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus: "Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah

Perhatikan bahwa sebutan “Rabi” yang diberikan pada Yesus dalam 2 ayat ini bukan diucapkan oleh para murid-Nya melainkan dari Nikodemus seorang Farisi dan juga dari ahli-ahli Taurat. Tidak mungkin mereka mau memanggil Yesus dengan sebutan ini kalau Yesus tidak pernah sekolah / menyelesaikan sekolah Midrash-Nya.

Semua data harus membawa kita pada kesimpulan bahwa Yesus pasti telah mengikuti sekolah teologia / sekolah imam di “Beth Midrash” dan menyelesaikan pendidikan-Nya dari sana. Dan ingat, Dia tidak mungkin diterima di sekolah itu jikalau Dia tidak menamatkan pendidikannya pada 3 jenjang yang terbawah. Itu berarti Yesus sudah mulai bersekolah dari umur 5 tahun sampai 30 tahun. Jadi dapat dipastikan bahwa selama “Silent Period”, Yesus tetap berada di Nazaret dan mengenyam semua tingkatan pendidikan sebagaimana lazimnya anak-anak Yahudi bahkan sampai menyelesaikan pendidikan teologia-Nya.

b. Ia bekerja membantu orang tua-Nya.

Selain bersekolah, Yesus juga mengisi waktu-Nya selama “Silent Period” itu dengan bekerja membantu orang tua-Nya. Luk 2:51 mengatakan :

Lukas 2:51 - Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka….”

Kata “asuhan” dalam ayat ini bisa berarti tunduk / taat kepada mereka. Jadi Yesus kembali ke Nazaret dan hidup taat / tunduk pada orang tua-Nya. Sudah pasti termasuk di dalamnya adalah membantu mereka di dalam bekerja setiap hari. Kita tahu bahwa ayah-Nya Yusuf bekerja sebagai tukang kayu dan karena itu Ia dikenal sebagai anak tukang kayu.

Matius 13:55 - Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas?

Tetapi di bagian Alkitab lain dikatakan bahwa Ia sendiri adalah tukang kayu.

Markus 6:3 - Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?" Lalu mereka kecewa dan menolak Dia.

Itu berarti Ia juga bekerja sebagai tukang kayu untuk membantu ayah-Nya mencari nafkah. Tetapi bahwa Ia sendiri dikenal dengan profesi tukang kayu, sangat mungkin seperti diduga banyak penafsir, Yusuf ayah-Nya sudah meninggal lebih awal sehingga lalu mengambil alih pekerjaan tukang kayu itu.

Note : Bahwa Yusuf meninggal lebih awal diduga dari tidak adanya kisah tentang Yusuf lagi di dalam Alkitab setelah Paskah di Yerusalem (saat Yesus berumur 12 tahun) dan bahwa dalam acara pesta keluarga di Kana (Yohanes 2:1-11), Yusuf tidak disebutkan di sana.

Jadi Yesus menghabiskan waktu-Nya bertahun-tahun juga untuk bekerja membantu ayah-Nya sebagai tukang kayu dan setelah ayahnya mati, Ia yang berdiri sebagai tulang punggung keluarga dan bekerja sebagai tukang kayu untuk menafkahi ibu-Nya dan juga saudara-saudara-Nya (anak dari perkawinan Yusuf dan Maria setelah Ia lahir) sebagaimana disinggung dalam Matius 13:55.

Tadi sudah dijelaskan bahwa selama “Silent Period” itu Yesus tidak berhenti sekolah. Itu berarti sambil bekerja Yesus bersekolah, sambil bersekolah, Ia bekerja mencari nafkah. Demikianlah 2 hal yang pasti dilakukan Yesus dalam masa “Silent Period” itu.

IV. APLIKASI BAGI KITA.

Setelah mengetahui apa yang dilakukan Yesus di Nazaret pada “Silent Period” di mana Ia bersekolah dan juga bekerja membantu orang tua-Nya dan mencari nafkah untuk menghidupi ibu dan saudara-saudaranya maka, maka kita menemukan beberapa teladan indah di sini :

a. Yesus adalah orang yang giat belajar.

Dari penjelasan saya tadi terlihat bahwa Yesus menghabiskan sebagian besar hidup-Nya untuk belajar. Bayangkan, jika Dia mulai bersekolah dari usia 5 tahun dan selesai pada usia 30 tahun, berarti Dia belajar selama 25 tahun. Ia nanti melayani selama 3,5 tahun dan pelayanan yang paling banyak Ia lakukan adalah mengajar. Tetapi untuk itu Ia perlu sekolah teologia selama 10 tahun. Jadi sekolah 10 tahun untuk melayani 3 tahun.


Ya, Yesus adalah seorang yang sangat giat belajar dan itulah sebabnya pelayanan pengajaran-Nya menjadi berkat bagi banyak orang. Ini harus menjadi teladan bagi kita dalam hal kegigihan dan ketekunan di dalam belajar terutama belajar Firman Tuhan. Apakah saudara sudah giat belajar Firman Tuhan? Secara khusus hamba-hamba Tuhan, pendeta, penginjil dan semua orang yang mau terjun di dalam pelayanan untuk sungguh-sungguh belajar. Banyak orang suka melayani (berkhotbah dan mengajar) tetapi tidak suka belajar. Lalu apa yang mau mereka berikan di dalam pelayanan mereka? Omong kosong dan lelucon-lelucon saja? Ada banyak orang juga yang selesai sekolah teologia lalu menjadi pensiun di dalam belajar. Akibatnya pelayanan mereka tidak dapat menjawab kebutuhan umat. Saya justru belajar lebih giat dan lebih keras setelah selesai kuliah teologia dibandingkan waktu masih sekolah teologia. Mengapa? Karena saya mau menjadi berkat bagi saudara sekalian!

Belajar dari Yesus harus membuat kita semua menjadi orang-orang yang giat belajar. Ini harap juga diperhatikan oleh semua anak yang masih sekolah. Jangan malas sekolah, jangan suka bolos, jangan keluyuran ke sembarang tepat pada jam sekolah. Pergunakan waktu yang ada untuk sungguh-sungguh belajar dan mengisi diri dengan segala macam pengetahuan yang berguna. Demikian juga dalam hal belajar Firman Tuhan, kita harus giat sebagaimana Yesus giat di dalam sekolah-Nya.

b. Yesus rela melakukan pekerjaan-pekerjaan kecil sebelum Ia melakukan pekerjaan-pekerjaan yang besar.

Tujuan Yesus datang ke dalam dunia ini adalah untuk menebus dosa manusia. Ia baru akan memulai pekerjaan-Nya yang besar itu saat Ia berumur 30 tahun. Dan sebelum masa itu datang, Ia dengan rela melakukan pekerjaan-pekerjaan yang kecil dan rendah seperti tukang kayu, atau mungkin membantu ibu-Nya memasak, mencuci, membersihkan rumah, mengambil air, menyiram bunga, menjaga adik, dll.

William Barclay – Meskipun dunia yang lebih besar dan luas memanggil-Nya, namun Yesus pertama-tama menunaikan tugas-Nya untuk ibu, saudara-saudara kandung dan rumah tempat tinggal-Nya sendiri. Tugas itu mungkin nampak kecil dan sederhana, tetapi sangat membahagiakan. Dan dunia ini dapat dibangun dengan baik, kalau setiap orang bersedia dan tulus ikhlas menerima tugas-tugas yang kecil serta sederhana, yang berupa apa saja. Yesus adalah contoh dan teladan yang besar bagi setiap orang yang mau menerima tugas-tugas yang sederhana di rumah. (Pemahaman Alkitab Setiap Hari : Matius 1-10, hal. 66).

Kebanyakan kita akan merasa terhina jika diberi tugas-tugas yang rendah dan remeh karena kita merasa bahwa kita adalah orang yang besar. Tetapi belajar dari Yesus, yang sekalipun adalah orang besar dengan misi yang besar tetapi dengan rendah hati mau melakukan tugas-tugas yang kecil, remeh / rendah. Apakah saudara juga mau / bersedia melakukan pekerjaan-pekerjaan yang rendah / remeh baik di dalam pelayanan maupun di dalam tugas-tugas keseharian saudara?

William Barclay – Yesus melakukan tugas-tugas yang lebih kecil dengan setia sebelum Ia melakukan tugas-tugasnya yang lebih besar yang akan diberikan kepada-Nya. Dalam hal ini ada satu hal yang sangat penting yaitu bahwa apabila Yesus gagal di dalam tugas-tugas-Nya yang kecil itu, maka mungkin Ia tidak akan dapat menunaikan tugas-Nya yang lebih besar…. Namun Yesus ternyata sangat tekun dan setia di dalam hal-hal kecil, sehingga kelak kemudian Ia menguasai banyak persoalan dan masalah. Untuk itu kita pun tidak boleh lupa, bahwa tugas-tugas yang kita lakukan sehari-hari, akan sangat menentukan tanggung jawab kita di kelak kemudian. Dengan mengerjakan tugas kita sehari-hari, kita diperhadapkan dengan dua kemungkinan. Pertama, kalau kita berhasil maka kita akan mendapatkan sesuatu yang lebih besar. Kedua, kalau kita gagal, maka kita pun tidak akan mendapatkan apa-apa yang kelak kemudian. (Pemahaman Alkitab Setiap Hari : Matius 1-10, hal. 66-67).

Bandingkan :

Matius 25:21 - Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.

Maukah saudara melakukan tugas-tugas keseharian saudara dengan penuh tanggung jawab baik sebagai suami, isteri, anak-anak, pembantu, pegawai, karyawan, dll? Maukah juga saudara melakukan tugas-tugas pelayanan saudara sebagai koster, pendeta, penginjil, majelis, dll? Ingat, Tuhan juga memperhatikan pekerjaan saudara sehari-hari.

c. Sebagai seorang anak, Yesus menunjukkan kasih dan tanggung jawab yang besar pada orang tua-Nya.

Di atas sudah saya jelaskan bahwa kemungkinan besar Yusuf mati pada waktu yang lebih awal. Dan sebagai akibatnya adalah Yesuslah yang mengambil alih pekerjaannya untuk mencari nafkah bagi ibu dan saudara-saudara-Nya. Di sini kita dapat melihat satu sikap kasih dan tanggung jawab yang besar dari Yesus terhadap orang tua-Nya. Kedudukan-Nya sebagai Anak Allah tidak membuat-Nya mengabaikan orang tua-Nya secara jasmani. Bahkan setelah Ia terjun ke medan pelayanan sampai saat ketika Ia hendak mati pun, Ia masih mempedulikan ibu-Nya sehingga Ia menitipkannya pada Yohanes.

Yohanes 19:27 – Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.

Budi Asali - Pada saat Ia sedang melakukan hal yang merupakan tujuan utama-Nya untuk datang ke dalam dunia, yaitu menebus dosa-dosa kita, Ia tetap tidak melupakan tanggung jawab-Nya kepada ibu-Nya. (Pembahasan 7 Kalimat Dari Kayu Salib, hal.65).

Menarik bahwa Yesus sampai saat-Nya untuk mati pun Ia masih peduli pada orang tua-Nya. Tetapi ada banyak kita yang sampai saat orang tua mau mati pun kita tidak peduli. Bahkan dititipkan di panti jompo. Itu salah dan kurang ajar!

Belajar dari teladan Yesus ini seharusnya mendorong setiap anak untuk peduli dan memperhatikan orang tua mereka. Orang tua harus ditolong / dibantu, orang tua harus diperhatikan, orang tua harus dikasihi. Ada banyak kita yang sama sekali tidak peduli dengan kesulitan / pekerjaan orang tua. Kita hanya tahu makan dan tidur saja dan menyusahkan mereka. Yang seperti itu harus bertobat! Selagi orang tua masih hidup, berilah pertolongan / bantuan / kasih / perhatian dan kepedulian kepada mereka karena tidak ada gunanya semua pemberianmu jikalau mereka sudah tidak ada. Apabila mereka sudah terbaring kaku di peti mati, apalah artinya pakaian bagus / jas baru maupun sepatu mengkilap untuk menutupi tubuh mereka padahal sewaktu mereka hidup kita tidak memberikan mereka sehelai baju pun? Apabila mereka sudah membisu dalam peti mati, apalah artinya semua kata-kata kita padahal sewaktu mereka hidup kita tidak pernah peduli kata-kata dan nasihat mereka? Apabila peti mati mereka sudah ditutup, apalah artinya semua tangisan kita padahal sewaktu mereka hidup kita tidak pernah mempedulikan air mata mereka? Apabila acara penguburan mereka berlangsung, apalah artinya lagu-lagu kita “Ayah….dalam hening hati kurindu…” jikalau semasa mereka hidup kita tak pernah merindukan mereka? Apalah artinya lagu kita “Beta belum balas mama… mama pun cape sii dulu e…” tapi selagi ada kesempatan kita tidak pernah mencoba membalas kasih sayang mereka? Apabila mereka sudah dikuburkan, apalah artinya doa-doa kita untuk mereka padahal sewaktu mereka hidup kita tidak pernah mendoakan mereka atau berdoa bersama mereka? Apabila mereka sudah berdiam di dalam keabadian, apalah artinya waktu-waktu kita untuk mengenang mereka jikalau pada saat mereka masih hidup kita jarang sekali memberikan waktu bersama mereka? Karena itu selagi masih ada kesempatan untuk berbakti, mengabdi, peduli, menunjukkan kasih sayang pada mereka, lakukan itu. Itulah teladan Yesus bagi kita, tugas-Nya yang besar bagi dunia tidak membuat Dia mengabaikan tanggung jawab terhadap orang-tua-Nya.

- AMIN -
Next Post Previous Post