MATIUS 18:15-20 (4 LANGKAH PROSES DISIPLIN GEREJA)

Daniel Alfredo Siahaan

Struktur Matius 18:15-20 memperlihatkan instruksi jelas tentang disiplin gereja. Berdasarkan catatan Turner, jelas bahwa respons positif dan rekonsiliasi sangat mungkin terjadi pada 18:15c-d, hanya membicarakan tentang pertobatan dan pemulihan kemungkinan terjadi pada setiap langkah dari setiap proses, dan akan mengurangi keharusan untuk membawa proses lebih lanjut.
MATIUS 18:15-20 (4 LANGKAH PROSES DISIPLIN GEREJA)
Philip Mutetei menjelaskan bahwa dalam Matius 18:15-17, Yesus memberikan empat langkah yang harus diambil dalam proses disiplin sebagai kondisi yang harus diambil yang meliputi teguran pribadi, teguran dengan menghadirkan saksi, teguran publik, dan pengucilan (Mutetei, 1999). Yaitu :

1.Teguran Pribadi

Matius 18: 15 berkata, “Apabila saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali.” Jadi jika saudara berbuat dosa, maka ada prinsip-prinsip yang mengikuti ketika dia melakukannya (Doriani, 2009). Ini berarti hal yang paling alkitabiah dan penuh kasih yang dapat dilakukan untuk saudara yang berbuat dosa adalah menegur untuk menunjukkan kesalahannya melalui kebenaran dan solusi untuk perbuatan dosa seseorang (Mutetei, 1999).

Yesus dengan sangat hati-hati menguraikan garis besar prosedur untuk memungkinkan saudara yang bersalah mengakui dosanya dan bertobat. Karena pelanggaran sifatnya pribadi, maka yang merasa terganggu harus menghadapi orang yang bersalah dengan empat mata dalam rangka untuk membuatnya sadar (Chouinard, 1997).

Tanggung jawab kita terhadap saudara yang berdosa, tidak dibangun melalui fakta bahwa ia telah bersalah kepada kita, tetapi oleh kenyataan bahwa ia telah berbuat dosa dan merugikan dirinya sendiri. Inilah proses awal dari pelaksanaan disiplin gereja sebagai ajaran Yesus yang didelegasikan-Nya kepada gereja mula-mula dan diteruskan hingga kini. Tuhan Yesus memerintahkan untuk memberikan teguran kepada saudara seiman yang melakukan dosa (Matius 18:15). 

Yesus mengatakan, bahwa saudara harus ditegur. Teguran adalah kata kuat yang dapat berarti untuk membawa kepada terang, menginsafkan, atau meyakinkan seseorang dari sesuatu. Kata ini menyiratkan suatu peringatan yang membawa pada keyakinan. 

Berdasarkan Matius 18:15 tidak ada keterangan eksplisit tentang jenis dosa yang dilakukan. Meskipun demikian, dosa yang perlu dikenakan disiplin adalah yang berpotensi merusak keselamatan seseorang. Ungkapan “engkau telah mendapatkannya kembali” menyiratkan, bahwa orang yang ditegur melakukan sebuah dosa yang serius dan membuat dia terhilang.

Implementasi dari tindakan tersebut adalah pertama ini adalah, pelaku mengakui kesalahan dan kembali ke jalan yang benar dengan tidak melakukan kesalahan tersebut. Kita ingin pelaku sudah menerima nasehat dari kita melalui pembicaraan empat mata tanpa perlu ke tahap selanjutnya.

Catatan: Menurut KBBI, nasihat mempunyai arti sebagai ajaran atau pelajaran baik; anjuran (petunjuk, peringatan, teguran) yang baik.

2.Teguran dengan Menghadirkan Saksi

Matius 18: 16, “Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. Bagian ini membicarakan soal pelibatan saksi-saksi yang mengetahui pelanggaran seorang saudara dan dan mempunyai tanggung jawab untuk menasihatinya. Idealnya, kita berharap tidak perlu untuk mengambil beberapa saksi. Kita menunjuk-kan dosa, mendorong pertobatan, dengan sentuhan ringan dan penuh kasih agar masalah ini diselesaikan, sehingga tidak perlu melanjutkan ke proses yang lebih menakutkan (Doriani, 2009). 

Siapa yang harus menjadi saksi? Kata-kata Yesus tidak menunjuk orang tertentu selain untuk mengatakan “satu atau dua orang lain.” Ini berarti bahwa mereka haruslah anggota dari gereja yang sama dengan pelaku. 

Dalam terang Galatia 6:1, orang tersebut seharusnya anggota jemaat yang dewasa secara rohani dan mampu memberikan nasihat yang bijaksana dengan kata-kata kesaksian jika diperlukan, yang dihormati oleh jemaat. Umumnya orang seperti ini mungkin pendeta, penatua, diaken atau panutan rohani lainnya yang dihormati (Turner, 2008).

Secara implisit Yesus memperingatkan kepada orang Kristen, bahwa saudara yang sudah ditegur secara pribadi tetapi tidak bertobat, maka tidak boleh menyerah. Sebaliknya, harus memanggil satu atau dua saksi untuk menghadapi saudara yang berbuat dosa dan memohon dengan dia untuk bertobat. Hal ini menunjukkan kepedulian yang serius terhadap saudara yang berdosa. Mereka hadir untuk berusaha meyakinkan orang yang berdosa, kesaksian mereka membantu untuk membuktikan bahwa ia bersalah.

Hal yang paling signifikan mengenai Matius 18:16 adalah perintah Yesus untuk mengintensifkan proses dengan membawa lebih banyak orang ke dalam proses pemulihan. Hal ini tidak dimaksudkan untuk menekan si pelaku, melainkan memberi perhatian dan dukungan melalui nasihat firman Tuhan agar bertobat dari dosanya. 

Lewat langkah ini. orang yang berdosa harus menghadapi situasi semacam proses, walaupun proses itu belum bersifat yuridis dan belum diadakan di forum yang paling resmi (pengadilan). Inti dari pemanggilan saksi-saksi adalah konfirmasi (peneguhan). Pada poin ini diharapkan, bahwa satu atau dua orang yang dibawa untuk menghadapi saudara yang berdosa tidak harus menjadi saksi publik sebelum masalahnya disampaikan kepada jemaat. 

Idealnya, bahwa teguran tambahan dimaksudkan untuk mendorong perubahan hati dalam diri saudara yang berdosa di mana teguran awal tidak berhasil. Jika terjadi perubahan hati, maka saudara yang berdosa diampuni dan dipulihkan, sekaligus masalah ini berakhir. Manfaat yang diinginkan adalah pelaku menyadari kesalahannya dan bertobat, sehingga memulihkan dia dengan perilaku yang benar di hadapan Allah (1 Yohanes 1:9).

Implementasi dari tindakan tersebut adalah pelaku akan memahami nasihat pribadi kita dan dari saksi dan bertobat. Seorang saudara sudah menang, karena telah dipulihkan kembali ke dalam persekutuan dengan Allah, kehendak-Nya, dan komunitas orang percaya. Walaupun sudah melibatkan dua atau tiga orang saksi tetapi kita mengharapkan bahwa pelaku sudah mau menerima pertobatan yang dari pada Allah, melalui nasehat kita dan para saksi yang sudah kita hadirkan

3. Teguran Publik

Langkah ketiga dalam proses disiplin adalah melaporkan situasi kepada gereja, seperti yang terungkap dalam Matius 18: 17a, “Dan jika ia tidak mau mendengarkan mereka (para saksi), sampaikanlah soalnya kepada jemaat.” Ungkapan ini memberikan ekspresi lebih kuat dari yang digunakan dalam ayat 16, yang memiliki ide tambahan dari ketegaran yang disengaja, dan tidak mengindahkan apa yang dikatakan (Owen, 1857).

Menurut David L. Burggraf, bahwa alasan mengapa masalahnya disampaikan kepada jemaat adalah agar secara keseluruhan mereka mungkin memiliki kesempatan untuk membantu yang bersalah, sehingga datang pada pertobatan dan pemulihan. Setiap anggota membutuhkan pengajaran, meskipun ada langkah-langkah rumit yang harus diambil dengan hati-hati dan penting di setiap titik dalam proses di mana pemimpin atau gembala bertanggung jawab, membimbing dan merawat, tetapi itu semua dilakukan dengan penuh kasih, sopan dan tertib (Turner, 2008).

Pada tahapan ini dalam proses disiplin, para pemimpin gereja memainkan peran yang sangat penting. Mereka bertanggung jawab bukan hanya terhadap saudara yang berdosa, tapi juga bagi jemaat secara keseluruhan. Mereka dipanggil untuk menggembalakan kawanan domba yaitu jemaat.

Implementasi dari tindakan tersebut adalah pelaku merasa dirinya bersalah karena jemaat sudah mengetahui kesalahannya. Pada tindakan ini seharusnya pelaku menerima nasehat dari orang yang mengenal dia, dekat dengannya, atau orang-orang yang bisa mempengaruhi pola pikirnya dan kembali ke perbuatan baik dan meninggalkan perbuatan jahatnya.

4. Ekskomunikasi (Pengucilan)

Yesus memaparkan langkah terakhir dalam proses disiplin terhadap orang berdosa yang keras kepala. Ia mengatakan, “Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai” (Matius 18:17b). Mengenai bagian ini, Carson mengatakan, “Hal ini menunjukkan bahwa setiap anggota jemaat menaati hukum dalam persekutuan dan mengingatkan pembaca bahwa setiap orang percaya memiliki tanggung jawab terhadap yang lain, sebagaimana yang sudah disyaratkan dalam bentuk tunggal saudara pada ayat 15.” (Carson, 1984).

Ketika para pemimpin gereja dan jemaat telah melakukan segala upaya untuk membawa orang berdosa agar bertobat, namun tanpa hasil, mereka kemudian harus memisahkan si pelaku dari persekutuan gereja (ekskomunikasi).

Ekskomunikasi berarti penghapusan resmi anggota gereja yang memberontak dari persekutuan orang percaya, seperti yang ditetapkan oleh Yesus dalam Matius 18:15-17 (lihat juga 1 Kor. 5). Dalam sisa ayat 17, Yesus menjabarkan konsekuensi bagi orang yang menolak untuk bertobat. Yesus mengatakan untuk memandang orang tersebut sebagai orang yang tidak percaya dan sebagai pemungut cukai.

Anderson mendefinisikan, “Ekskomunikasi berasal dari excommunicatio yang berarti berada jauh dari komunikasi, atau yang terpisah dari persekutuan dengan komunitas orang percaya karena berbagai macam dosa atau pengajaran yang salah (Anderson, 2003). 

Tetapi bagaimana pun juga, ini bukanlah berarti bahwa excommunicant sudah di luar harapan, sehingga orang Kristen mengabaikan kesempatan membujuk orang itu untuk bertobat dan dikembalikan ke gereja.

R. Albert Mohler, menjelaskan bahwa instruksi untuk memperlakukan dia seperti seorang kafir atau pemungut cukai menunjukkan pemisahan itu menjadi nyata dan masyarakat. Tindakan drastis dan eks trim ini merupakan ganjaran ketika seorang saudara atau saudari tidak tunduk pada disiplin gereja. Perlu dicatat bahwa gereja masih memberi kesaksian kepada orang ini, tetapi tidak sebagai saudara sampai ia menunjukkan pertobatan dan pemulihan yang jelas (Mohler, 2000). 

Dalam hal ini gereja perlu menggunakan akal budi kristiani untuk menentukan bentuk disiplin yang konkret. Poin yang terpenting adalah sikap gereja yang tegas terhadap dosa, tetapi penuh kasih terhadap orang berdosa. Inilah ajaran eklesiologi berdasarkan firman Tuhan yang tertuang dalam pengakuan iman gereja. Disiplin bisa diterapkan secara progresif sambil melihat perubahan hidup. 

Prinsip yang paling penting untuk penerapan Matius 18:17b hari ini adalah gereja harus menemukan kembali “tanda ketiga” dari gereja yang benar, dengan mengambil sekali lagi pelayanan penting dari disiplin. Dalam melakukannya, harus dipandang sebagai kewajiban yang serius untuk mengecualikan saudara yang keras kepala dan berkewajiban untuk terus-menerus berupaya memenangkannya dengan sungguh-sungguh, agar dia kembali ke gereja. 

Setiap langkah dari Matius 18:15-17 hingga termasuk ekskomunikasi, harus dilakukan dengan tujuan untuk membawa saudara yang berdosa kepada pertobatan, rekonsiliasi, dan pemulihan bagi komunitas perjanjian. Ketika seorang anggota jemaat dikucilkan menolak untuk bertobat dan kembali, gereja harus menemukan kenyamanan di dalam ketaatan dan kesetiaan pada perintah Kristus. Ketika anggota yang dikucilkan bertobat, diperdamaikan dengan Allah dan gereja, serta kembali ke dalam keanggotaan, gereja harus bersukacita bahwa Tuhan telah memulihkan salah satu dari kawanan domba-Nya.

BACA JUGA: DOKTRIN GEREJA ALKITABIAH (EKKLESIOLOGI)

Implementasi dari tindakan tersebut adalah bahwa pelaku merasa dirinya sendiri, walaupun dikucilkan dari persekutuan, tetapi kita tetap memantau, serta tetap melihat keadaan si pelaku kesalahan dengan tujuan dia masih mau tergerak hatinya. Karena kita tidak mungkin meninggalkan domba-domba kita, walaupun dia tersesat, kita tidak sepenuhnya mengucilkannya.

Kesimpulan

1. Dari segi analisis konteks, Matius 18:15-20 merupakan bagian pengajaran yang berhubungan dengan kepedulian terhadap anak-anak Kerajaan, menyelamatkan domba yang hilang, dan mengampuni saudara-saudara. Dalam konteks ini pengampunan memiliki kemungkinan yang sangat besar, tujuan utamanya adalah untuk pemulihan, bahkan ketika harus melakukan tindakan pengucilan seseorang dari gereja sekalipun.

2. Tujuan disiplin gerejani ialah melindungi nama baik Allah (menjaga kemurnian moral dan integritas ajaran gereja, serta berusaha untuk menyelamatkan anggota yang tidak patuh dan mengembalikan mereka kepada jalan yang benar.

3. Yesus memberikan empat langkah yang harus diambil dalam proses disiplin sebagai kondisi yang harus diambil: 1.Teguran pribadi, 2. Teguran dengan menghadirkan saksi, 3. Teguran publik, dan 4. Pengucilan.

4. Dari empat langkah di atas, kita sebagai calon hamba Tuhan, harus bisa mengikuti tahap-tahap tersebut, karena kita hamba Tuhan harus bisa mengambil sikap seperti yang Yesus lakukan, tidak bermain hakim sendiri. Tidak peduli dengan orang lain ketika ia berbuat salah, tetapi memberikan nasehat kepada orang tersebut dengan tahapan-tahapan yang benar.  https://teologiareformed.blogspot.com/

Kepustakaan

Anderson, T. L. (2003). Is anathematization a tool for the evangelical theologian today?

Carson, D. A. (1984). Matthew Expositor’s Bible Commentary. Grand Rapids: Zondervan, 451.

Chouinard, L. (1997). College Press NIV Commentary: Matthew. USA: College Press Publishing.

Doriani, D. (2009). Forgiveness: Jesus Plan for Healing and Reconciliation in the Church (Matthew 18: 15-35). Southern Baptist Journal of Theology, 13, 22–32.

Geisler, N. L., & Nix, W. E. (1986). A general introduction to the Bible. Moody Press.

Keener, C. S. (1997). Matthew, The IVP New Testament Commentary Series. Edited by Grant R. Osborne. Downers Grove: IVP.

Mohler, R. A. (2000). Church Discipline: The Missing Mark. The Southern Baptist Journal of Theology, 4(4), 16–27.

Mutetei, P. (1999). The proper procedure for discipline in the Church: part 2. Africa Journal of Evangelical Theology, 18(2), 107–128.

Owen, J. J. (1857). A Commentary, Critical, Expository and Practical, on the Gospels of Matthew and
 Mark. Leavitt & Allen.

Turner, D. L. (2008). Matthew. Baker Academic.

Next Post Previous Post