5 PENERAPAN 1 TIMOTIUS 6:6-10 DALAM KEHIDUPAN

Nats Alkitab: 1 Timotius 6:6-10

Pendahuluan:

Uang berguna untuk mempelajari perilaku manusia berdasarkan sikap. Sikap ini memanifestasikan dirinya dalam bentuk cinta uang. Cinta uang menjadikannya asumsi perasaan subjektif terhadap uang. Selanjutnya, cinta uang dapat mengukur sejauh mana kecintaan seseorang kepada uang mempengaruhi persepsi etisnya. 

Seseorang yang menganggap uang itu “baik” menunjukkan sikap positif terhadap uang. Dan di sisi lain, siapa pun yang percaya bahwa uang itu “jahat” memiliki gagasan bahwa cinta uang adalah akar dari segala kejahatan, sehingga mudah untuk melakukan kecurangan. Kejahatan yang berakar dari uang membuat banyak orang lebih memilih mengambil jalan pintas seperti mencuri, menggelapkan uang orang lain, korupsi, dan melakukan
5 PENERAPAN 1 TIMOTIUS 6:6-10 DALAM KEHIDUPAN
5 Penerapan 1 Timotius 6:6-10 dalam kehidupan sehari-hari

1. Pertama, untuk memperoleh keuntungan maka seseorang harus memiliki iman yang mensyukuri kehidupannya. 

1 Timotius 6:6 berkata “Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar.” Kata “Ibadah” menggunakan kata εὐσέβεια (eusebeia) tidak hanya memiliki arti sebagai suatu ritual keagamaan tetapi juga merupakan perbuatan-perbuatan atau hidup saleh yang dilakukan oleh manusia. 

Kata “cukup” menggunakan kata αὐταρκείας (autarkeiav) juga memiliki makna lain yaitu 

(1) kondisi kehidupan yang sempurna di mana tidak ada bantuan atau dukungan yang diperlukan, 

(2) kecukupan kebutuhan hidup, 

(3) pikiran yang puas dengan bagiannya, kepuasan. 

Frasa “Kalau disertai rasa cukup,” ungkapan ini pada dasarnya tidak menyiratkan kebanggaan diri, melainkan kecukupan yang didukung oleh Roh Kudus yang tidak datang dari keadaan atau sumber daya pribadi, tetapi dari ketergantungan kepada Tuhan di dalam Kristus. Selanjutnya, frasa “memberi keuntungan” menggunakan kata πορισμὸς (porimov) dari akar kata poros yang berarti “cara, sarana, pengadaan” yang diimplikasikan sebagai “mendapatkan uang.” 

Kata “besar” menggunakan kata μέγας (megav) tidak hanya memiliki arti “besar” saja, melainkan “sangat besar,” “dahsyat,” dan “yang mengherankan.” Frasa “Keuntungan besar,” kata-kata ini tampaknya memiliki arti yang sama, “cara memperoleh keuntungan,” “sarana untuk mendapatkan nafkah,” yang membuat ayat ini lebih bisa dipahami.

2. Kedua, tidak ada satu pun pribadi manusia yang membawa apa pun atau bisa membawa apa pun ketika dilahirkan dan pada saat kematiannya. 

Pada 1 Timotius 6:7, “Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar”. Hal yang menarik di sini adalah terletak pada kata “tidak” pada frasa “tidak membawa” dan kata “tidak” pada frasa “tidak dapat membawa.” 

Kata “tidak” di ayat ini menggunakan kata bahasa Yunani “oude” yang berarti bukan saja “tidak” tetapi “tidak ada seorang pun.” Jadi ayat 7 ini bila ditafsirkan berdasarkan bahasa aslinya maka bunyinya seperti ini, “Sebab tidak ada seorang pun membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan tidak ada seorang pun dapat membawa apa-apa ke luar” sehingga jelas bahwa tidak ada satu pun pribadi manusia yang membawa apa pun atau bisa membawa apa pun ketika dilahirkan dan pada saat kematiannya.

3. Ketiga, orang percaya hendaknya merasa puas dengan kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan, dan papan sebab kemampuan untuk bertahan hidup cukup dengan adanya makanan dan pakaian. 

1 Timotius 6:8 berkata “Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah.”. Kata “cukuplah” di sini berbeda dengan kata “cukup” pada ayat 6. Kata “cukuplah” menggunakan bahasa Yunani ἀρκεσθησόμεθα (arkesyhsomeya) dari akar kata “arkeo” yang berarti “bertahan,” dan “dipuaskan.” 

Jadi ayat 8 ini bila ditafsirkan berdasarkan bahasa aslinya maka bunyinya seperti ini, “Asal ada makanan dan pakaian, pasti bisa bertahan/pasti puas.” Kata “cukuplah” juga menunjukkan bahwa orang percaya hendaknya merasa puas dengan kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan, dan papan. Jikalau kebutuhan keuangan khusus muncul, maka harus berharap kepada Allah untuk menyediakannya, sementara manusia terus bekerja, membantu orang lain yang memerlukan pertolongan, dan melayani Tuhan dengan pemberian menurut kerelaan hati.

4. Keempat, orang percaya tidak boleh menginginkan kekayaan karena akan membuatnya terjatuh ke dalam pencobaan. 

Dalam 1 Timotius 6: 9, Paulus mengembangkan gagasan tentang kebodohan orang-orang yang berfokus pada mengumpulkan kekayaan sebagai tujuan hidup. Frasa “tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam percobaan,” menunjukkan orang-orang yang mengambil banyak untuk dirinya sendiri karena keserakahan akan hal-hal duniawi, kekuasaan, dan popularitas. Kata “pencobaan” di sini adalah berasal dari kata Yunani “peirasmos.” Frasa “ke dalam jerat,” istilah ini menggambarkan tiga varian yakni: 

(1) perangkap, 

(2) perangkap-perangkap, dan 

(3) jerat iblis. Frasa “keruntuhan dan kebinasaan” menunjukkan bahwa konsep ini digunakan beberapa kali dalam PB (Matius 7:13; Roma 9:22) yang menunjukkan metafora untuk penghentian kehidupan fisik secara kejam. Sehingga ayat ini menunjukkan bahwa manusia boleh saja menjadi kaya (karena Tuhan menghendakinya demikian) tetapi manusia tidak boleh menginginkan kekayaan. Kekayaan adalah bonus dari Tuhan. Jika manusia mengejar kekayaan maka yang terjadi adalah terjatuh ke dalam pencobaan.

5. Kelima, uang bukan sumber masalahnya tetapi cinta uang itulah yang menjadi sumber masalah. 

Cinta uang setara dengan penyembahan berhala dan menuntun orang menjauh dari pengharapan sejati orang Kristen. Orang Yunani tidak memiliki definite article dengan “akar,” yang berarti itu adalah salah satu dari banyak masalah (2 Timotius 2:25-26; 3:2-5, 7-9). Uang adalah alat, bukan tujuan. Uang bisa menjadi ilah (mamon). Terjemahan NASB, seperti juga NKJV dan NRSV, mencoba untuk melunakkan hiperbola bahasa Yunani ini (har. “sebab akar dari semua kejahatan”) dengan menambahkan “berbagai” (NKJV, NRSV, “jenis”). Uang bukan satu-satunya godaan, tetapi merupakan salah satu yang penting (1 Timotius 3:3). 

Frasa “Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman” menunjukkan konteks bahwa guru-guru palsu telah meninggalkan iman dan mencoba untuk mempengaruhi orang lain. Keserakahan dan eksploitasi finansial adalah karakteristik berulang dari guru-guru palsu. Jika uang menjadi terutama, maka akan menjadi ilah. 

Mamon di dalam Matius 6:24 yang dikapitalisasi di NASB karena diasumsikan mencerminkan gelar dewa uang dari Syria. Cinta uang bisa menjadi penyembahan berhala. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya bencana dalam kehidupan ini dan selanjutnya. Cinta uang setara dengan penyembahan berhala (Kolose 3:5; Efesus 5:5; 1 Yohanes 2:15) dan menuntun orang menjauh dari pengharapan sejati orang Kristen.

KESIMPULAN

Sebagai seorang Kristen, pengendalian diri sangat penting. Pengendalian diri seseorang dapat dilihat dalam gaya hidup sehari-hari orang percaya. Orang percaya harus menyadari bahwa dirinya memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memberikan teladan yang mencerminkan karakter Kristus. Teladan hidup adalah prinsip yang harus diikuti setiap orang, yaitu seseorang harus dapat menjadi teladan bagi orang lain. 

Teladan hidup seseorang, terutama orang percaya, harus selalu terpancar sesuai dengan Firman Tuhan. Sebagai teladan bagi orang lain, orang percaya harus menghadapi bahaya-bahaya hidup. Salah satu bahaya yang dihadapi saat ini yaitu ketika seseorang mengutamakan kepentingan pribadi atau keuangannya untuk mencapai gaya hidup yang diinginkan. Ini mengarah pada fakta bahwa seseorang cinta akan uang.
Next Post Previous Post