YESUS KRISTUS MENYEMBUHKAN ORANG YANG SAKIT KUSTA

MUJIZAT YESUS KRISTUS : MENYEMBUHKAN ORANG YANG SAKIT KUSTA

Yesus melakukan mukjizat kesembuhan terhadap penderita sakit Kusta terjadi dan hanya tercatat dalam ketiga kitab Injil saja, yakni: Injil Matius 8:1-4; Markus 1:40-45; Lukas 5:12-16; Ketiga catatan tersebut merupakan peristiwa yang sama dan di tempat yang sama. Sedangkan yang berbeda adalah catatan dalam Injil Lukas 17:11-19, di mana Yesus menyembuhkan penderita sakit kusta, sebanyak 10 orang sekaligus. Sedangkan dalam Injil Yohanes sama tidak tercatat peristiwa mukjizat kesembuhan orang yang sakit kusta tersebut.
YESUS KRISTUS MENYEMBUHKAN ORANG YANG SAKIT KUSTA
Penyakit Kusta atau Lepra adalah penyakit infeksi bakteri kronis yang menyerang jaringan kulit, saraf tepi, serta saluran pernapasan. Kusta atau lepra dapat ditandai dengan rasa lemah atau mati rasa di tungkai dan kaki, kemudian diikuti timbulnya lesi pada kulit. Kusta atau lepra disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini dapat menular dari satu orang ke orang lainnya melalui percikan cairan dari saluran pernapasan, yaitu ludah atau dahak, yang keluar saat batuk atau bersin.

Jika Kusta menyerang sistem saraf, maka kehilangan sensasi rasa termasuk rasa sakit bisa terjadi. Hal ini bisa menyebabkan luka atau cedera yang terdapat di tangan atau kaki tidak dirasakan oleh penderitanya, akibatnya bisa muncul gejala hilangnya jari tangan atau jari kaki. Apabila bakteri kusta itu menyerang saraf di sekitar mata, akan menyebabkan kerusakan pada saraf mata. Awalnya, pengidap akan merasakan hilangnya refleks berkedip. Saat mata kehilangan kemampuan untuk berkedip, mata akan mengalami kekeringan dan rentan mengalami infeksi. Jika hal ini terus-menerus dibiarkan, kebutaan bisa saja dialami oleh pengidapnya. Tak hanya itu, kerusakan saraf juga menyebabkan pengidap kusta tidak dapat merasakan adanya luka pada mata.

Penyakit Kusta atau Lepra ini memang ganas apalagi pada zaman Yesus sama sekali belum diketemukan obatnya, sehingga banyak orang menganggap bahwa penyakit Kusta atau Lepra ini adalah penyakit kutukan atau tulah, sehingga dianggap najis dan berbahaya, Oleh karenanya seorang penderita kusta harus diasingkan dari masyarakat. Itulah sebabnya, mujizat kesembuhan yang dilakukan oleh Yesus terhadap penderita sakit Kusta atau Lepra merupakan peristiwa yang sangat ajaib dan mengherankan banyak orang saat itu.
---------------
INJIL MATIUS 8 :
“Setelah Yesus turun dari bukit, orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia. Maka datanglah seorang yang sakit kusta kepada-Nya, lalu sujud menyembah Dia dan berkata: "Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku." Lalu Yesus mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata: "Aku mau, jadilah engkau tahir." Seketika itu juga tahirlah orang itu dari pada kustanya. Lalu Yesus berkata kepadanya: "Ingatlah, jangan engkau memberitahukan hal ini kepada siapa pun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah persembahan yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka." (Matius 8:1-4)
-----
Di Palestina pada zaman Yesus penderita kusta dilarang memasuki kota Yerusalem dan semua kota yang bertembok keliling. Jika seorang penderita kusta sampai memasukkan kepalanya ke dalam sebuah rumah, rumah itu menjadi najis bahkan sampai ke tiang-tiang atapnya. Bahkan di tempat terbuka pun, semua dilarang menyapa penderita kusta. Tidak seorang pun boleh mendekati penderita kusta daripada empat hasta (satu hasta sama dengan delapan belas inci). Jika angin bertiup ke arah seseorang dari penderita kusta, penderita kusta harus berdiri setidaknya seratus hasta jauhnya. Seorang Rabi bahkan tidak mau makan sebutir telur yang dibeli di jalan yang dilewati oleh seorang penderita kusta. 

Bahkan ada Rabi yang suka mengusir mereka dengan melempari batu agar menjauhkan mereka dari masyarakat. Para rabi lebih baik menyingkir jika bertemu dengan seorang penderita kusta di jalan.
Tidak pernah ada penyakit yang begitu memisahkan seseorang dari sesamanya seperti Kusta. Dan orang semacam inilah yang disentuh dan disembuhkan oleh Yesus. Bagi seorang Yahudi, tidak ada kalimat yang lebih menakjubkan dalam Perjanjian Baru selain pernyataan sederhana: “Lalu Yesus mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu.” (ayat 3).

BELAS KASIHAN YANG MELAMPAUI HUKUM.

Dalam kisah ini kita harus memperhatikan dua hal: pendekatan si penderita kusta dan tanggapan Yesus. Dalam pendekatan penderita kusta ada tiga unsur.

(1). Orang kusta itu datang dengan percaya diri. 

Dia tidak ragu bahwa, jika Yesus menghendaki, Yesus dapat membuatnya bersih. Tidak ada penderita kusta yang berani mendekati ahli Taurat ortodoks atau Rabi; karena dia tahu betul bahwa dia akan dilempari batu; tetapi orang ini datang kepada Yesus. Orang ini memiliki keyakinan yang sempurna bahwa Yesus akan bersedia menyambut dia, berbeda jika datang ke orang lain, ia pasti akan diusir oleh siapa pun. Tidak seorang pun perlu merasa dirinya terlalu najis untuk datang kepada Yesus Kristus.

Orang kusta ini memiliki keyakinan yang sempurna akan kuasa Yesus. Kusta adalah satu-satunya penyakit yang tidak ada obatnya, tetapi orang ini yakin bahwa Yesus dapat melakukan apa yang tidak dapat dilakukan orang lain. Tidak seorang pun perlu merasa dirinya tidak dapat disembuhkan secara tubuh atau jiwanya tidak dapat diampuni selama Yesus Kristus ada.

(2). Orang kusta itu datang dengan kerendahan hati. 

Dia tidak menuntut kesembuhan; dia hanya berkata, “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.” Seolah-olah dia berkata, “Aku tahu bahwa aku tiada berharga; aku tahu bahwa semua orang pasti akan menyingkiri aku dan tidak mau mengambil peduli terhadap diriku; aku tahu bahwa aku tidak berhak meminta apa-apa dari-Mu, tetapi barangkali dengan kemurahan ilahi-Mu, Engkau menyatakan kuasa-Mu meskipun kepada orang yang seperti aku ini.” Sungguh, hati yang rendah dan yang tahu akan keperluannya saja yang dapat menemukan jalan untuk mendekati Yesus Kristus.

(3). Orang kusta itu datang dengan rasa hormat. 

Dikatakan, orang kusta itu datang dan sujud menyembah kepada Yesus (ayat 2). Kata kerja Yunaninya adalah “proskunein”, dan kata itu tidak pernah digunakan untuk apa pun kecuali penyembahan terhadap para dewa; itu selalu menggambarkan perasaan dan tindakan seseorang di hadapan yang ilahi. Penderita kusta itu tidak akan pernah memberitahu siapa pun tentang apa yang dia pikir tentang Yesus; tetapi dia tahu bahwa di hadapan Yesus, baginya sama dengan berada di hadirat Allah. Kita tidak perlu mempermasalahkan hal ini ke dalam istilah teologis atau filosofis; tetapi cukup dipahami bahwa ketika kita diperhadapkan dengan Yesus Kristus, kita dihadapkan pada kasih dan kuasa Allah Yang Mahakuasa.

Kepada penderita kusta yang datang kepada-Nya dengan cara seperti itu, datanglah jawaban Yesus. Jawaban Yesus yang pertama dan utama adalah “belas kasihan”. Hukum Yahudi mengatakan bahwa Yesus harus menghindarkan diri dari sentuhan orang sakit kusta, kalau penderita kusta itu mendekati sampai jarak dua meter, maka Yesus akan dianggap menajiskan. Tetapi Yesus justru malah mengulurkan tangan-Nya dan menjamah penderita kusta itu. Kalau tindakan Yesus itu dilihat dari sudut ilmu kedokteran pada waktu itu, maka Yesus telah dianggap melakukan tindakan yang penuh resiko ketularan penyakit yang berbahaya. Tetapi Yesus tetap mengulurkan tangan-Nya dan menjamah si sakit.

Bagi Yesus hanya ada satu kewajiban saja dalam hidup ini, yaitu kewajiban menolong. Bagi-Nya hanya ada satu hukum saja, yaitu hukum Kasih. Kewajiban untuk mengasihi berada di atas segala hukum dan peraturan. Hukum kasih itulah yang memberanikan Yesus menanggung segala resiko jasmaniah. Bagi seorang dokter yang baik, tidak ada penyakit apa pun yang menjijikkan. Penderita penyakit itu adalah manusia yang memerlukan pertolongan dan keahliannya. Anak kecil yang menderita penyakit menular bukanlah ancaman bagi dokter yang baik. Anak kecil itu adalah anak kecil yang perlu ditolong.
Demikian juga dengan Yesus. Demikian juga dengan Allah. Dan kita pun mestinya demikian. Orang Kristen sejati akan berani mengambil risiko, bahkan melanggar kebiasaan-kebiasaan yang berlaku, untuk menolong sesamanya yang memerlukan pertolongannya.

KEBIJAKSANAAN YANG SEJATI.

Selanjutnya ada dua hal dari kejadian tersebut di atas yang perlu kita perhatikan. Kedua hal itu adalah, bahwa meskipun di dalam usaha-Nya menolong itu, Yesus berani melawan hukum Yahudi fan mengambil risiko ketularan penyakit, Yesus sama sekali tidak menjadi lemah, dan tidak lupa untuk mengambil kebijaksanaan yang sejati.

(1). Yesus menyuruh orang yang telah disembuhkan itu untuk diam, dan tidak menceritakan kepada siapa pun hal-hal yang telah dilakukan Yesus kepadanya. Perintah untuk diam seperti itu agak sering diucapkan oleh Yesus dalam hubungan dengan peristiwa-peristiwa yang lain (Matius 9:30, 12:16, 17:9 ; Markus 1:34, 5:43, 7:36, 8:26). Mengapa Yesus sering memerintahkan orang untuk diam?

Pada waktu itu, Palestina adalah tanah jajahan, sedangkan orang-orang Yahudi tetap merasa sebagai bangsa yang istimewa, umat pilihan Tuhan. Mereka tidak pernah lupa hal itu. Mereka bermimpi-mimpi bahwa akan segera datang “pelepas ilahi” yang akan melepaskan mereka dari penjajahan itu. Kebanyakan mereka mengharapkan datangnya pelepas itu dalam arti kekuatan militer dan politik. Itulah sebabnya maka Palestina merupakan wilayah yang paling rawan di dunia ini.

Palestina selalu berada di tengah-tengah kancah perang dan revolusi. Pemimpin-pemimpin muncul silih berganti; berkuasa dan jaya sebentar, lalu dihancurkan oleh kuasa Romawi. Kalau dalam keadaan seperti itu orang kusta yang telah disembuhkan itu muncul, dan bercerita tentang perbuatan Yesus seperti yang telah dialaminya, maka dengan serta-merta orang-orang Yahudi akan mengangkat orang yang berkuasa seperti Yesus itu menjadi pemimpin politik dan militer mereka.

Yesus benar-benar mengetahui situasi. Dan Yesus masih harus mendidik pikiran orang banyak. Ia masih harus merubah cita-cita mereka. Ia masih harus berusaha untuk memungkinkan mereka melihat, bahwa kuasa yang dimiliki-Nya itu adalah kuasa Kasih dan bukan kuasa senjata. Untuk itu Yesus hampir harus selalu bekerja secara seembunyi-sembunyi. Ia berharap bahwa orang banyak itu akan mengetahui sendiri, siapa sebenarnya Yesus itu.

Ia adalah Yesus yang mengasihi manusia, dan bukan Yesus yang menghancurkan jiwa-jiwa dan hidup manusia. Yesus lebih senang kalau segala tindakan-Nya berlangsung secara diam-diam dan orang-orang yang ditolong-Nya pun tidak gembar-gembor. Kalau tidak, maka banyak orang yang akan bisa mempergunakan Yesus untuk mencapai tujuan-tujuan mereka sendiri. Padahal kedatangan Yesus adalah untuk memberlakukan kehendak Alah, dan bukan kehendak manusia. Semua orang yang pernah ditolong Yesus masih harus diam, sampai tiba saatnya mereka boleh mengatakan hal-hal yang sebenarnya tentang Yesus.

(2). Yesus memerintahkan orang kusta yang telah disembuhkan itu pergi kepada para imam untuk mempersembahkan persembahan dan minta kesaksian dari mereka bahwa dirinya sudah sembuh dan tahir. Sementara itu haruslah kita ingat, bahwa orang Yahudi merasa sangat takut kalau ketularan penyakit kusta. Itulah sebabnya kalau ada orang sakit yang sembuh kembali, khususnya dari penyakit yang sulit sembuh, maka si orang yang telah sembuh itu harus melalui upacara yang sangat ruwet.
Peraturan upacara penerimaan kembali itu terdapat dalam Kitab Imamat 14. 

Di situ diterangkan, bahwa mula-bula penderita yang sudah sembuh itu diperiksa oleh seorang imam. Dia harus membawa dua ekor burung untuk korban. Satu ekor disembelih di atas air yang mengalir. Ia juga harus membawa kayu aras, kain kirmizi dan hisop. Semua barang ini bersama dengan seekor burung yang masih hidup, dicelupkan ke darah burung yang sudah disembelih. Burung yang masih hidup itu lalu dilepaskan. Si penderita yang sudah sembuh tadi lalu harus mencuci diri dan pakaiannya serta mencukur rambutnya. Setelah itu ia dibebaskan selama tujuh hari. Lalu harus diperiksa lagi oleh imam.

Pada waktu itu ia harus mencukur rambut kepala dan janggut serta bulu mata. Korban-korban pun kemudian dipersembahkan, yang terdiri dari dua ekor anak kambing jantan tanpa cacat cela, dan satu ekor domba betina umur setahun yang tanpa cacat cela pula, tiga persepuluh efa tepung yang terbaik diolah dengan minyak; dan minyak satu log. Kemudian imam membubuhkan sedikit darah binatang korban dan minyak pada cuping telinga kanan, ujung ibu jari tangan kanan, ujung ibu jari kaki kanan dari si sakit yang sudah sembuh itu. Lalu ia akan diperiksa sekali lagi untuk terakhir kalinya. Dan kalau ternyata ia memang sudah sembuh, maka ia akan mendapat satu lembar surat kesaksian atau keterangan yang menyatakan bahwa ia sudah tahir.

Di dalam peristiwa mukjizat yang dikisahkan dalam perikop ini, Yesus menyuruh si orang kusta yang telah disembuhkan-Nya itu untuk mengikuti seluruh upacara tersebut. Ada satu hikmah di sini, yaitu bahwa Yesus menghendaki agar orang itu mengikuti peraturan yang berlaku baginya pada waktu itu. Kita tidak akan menerima mukjizat dengan cara mengesampingkan atau menolak cara-cara pengobatan ilmiah modern yang tersedia bagi kita sekarang. Semua orang harus berusaha sebelum kuasa Allah berperan serta di dalam usaha-usaha kita itu. Mujizat tidak akan datang begitu saja. Mujizat tidak akan terjadi tanpa kita berbuat sesuatu. Banyak hal, mukjizat itu terjadi karena adanya kerja-sama antara usaha orang yang penuh iman dan anugerah Allah yang tidak mengenal batas dan perbedaan.
--------------------------
Peristiwa mujizat kesembuhan terhadap penderita kusta tersebut, juga dicatat di dalam Injil Markus 1:40-45 dan Lukas 5:12-15. Ketiga catatan itu boleh dikata sama persis peristiwa dan tempat terjadinya peristiwa itu. Namun dalam suatu ketika, Lukas mencatat terjadinya peristiwa kesembuhan yang dilakukan oleh Yesus bukan saja terhadap satu orang saja seperti yang kita bahas di atas, melainkan Yesus juga menyembuhkan penderita kusta terhadap sepuluh orang sekaligus. Dan itu tercatat dalam Injil Lukas pasal 17:11-19.

Sebelum menutup pembahasan kita, perlu juga kita memperhatikan kisah tersebut serta mengambil hikmah dari peristiwa ajaib yang dilakukan oleh Yesus dalam pelayanan-Nya selama hidup-Nya di dunia ini.

“Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem Yesus menyusur perbatasan Samaria dan Galilea. Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh dan berteriak: "Yesus, Guru, kasihanilah kami!" Lalu Ia memandang mereka dan berkata: "Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam." Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir. Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria. Lalu Yesus berkata: "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?" Lalu Ia berkata kepada orang itu: "Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau." (Lukas 17:11-19)

Peristiwa kesembuhan ini terjadi ketika Yesus berada dalam perjalanan ke Yerusalem dan menyusuri perbatasan antara Galilea dan Samaria. Di situ Yesus bertemu dengan sekelompok orang yang semuanya adalah penderita sakit kusta. Dan di antara mereka juga terdapat satu orang Samaria.
Di sini terdapat sebuah contoh dari hukum kehidupan yang besar. Kemalangan bersama telah meruntuhkan segala batas-batas rasial dan nasional. Dalam tragedi bersama karena menderita kusta, mereka telah melupakan asal usul mereka, entah mereka Yahudi atau Samaria. 

Jika air bah membanjiri seluruh negeri dan binatang-binatang liar mencari dataran yang tinggi demi keselamatan mereka, kita akan menemukan bahwa binatang-binatang yang tadinya adalah mangsa binatang-binatang liar itu justru berdiri bersama-sama di atas tanah yang kering itu. Si pemangsa telah lupa akan keganasannya. Inilah agaknya satu hal yang dapat membawa orang secara bersama berdiri di hadapan Allah.

Orang-orang kusta itu berdiri dari jauh. Tidak ada jarak spesifik yang ditetapkan di mana mereka seharusnya berdiri, tetapi kita mengetahui bahwa paling tidak seorang penguasa menetapkan, apabila seorang kusta berada dalam arah angin ke jurusan seorang yang sehat, maka ia harus berdiri minimal empat puluh meter dari orang yang sehat tadi. Tidak dapat dibayangkan betapa terisolirnya seorang penderita sakit kusta sebenarnya.

Perhatikanlah, keajaiban kesembuhan yang dilakukan Yesus. Ia tidak perlu datang menjamah mereka, tetapi cukup dari jauh, Yesus telah menunjukkan kuasa kesembuhan-Nya yang ajaib. Mereka disuruh untuk memperlihatkan diri kepada imam-iman, untuk memberikan kesaksian bahwa mereka benar-benar telah disembuhkan. Sepuluh orang penderita sakit kusta secara ajaib telah disembuhkan oleh Yesus, dan hal itu dilakukan-Nya cukup secara jarak jauh saja.


Sayangnya, di dunia ini banyak kita temui orang-orang yang tidak tahu terima kasih dan tidak pernah mensyukuri berkat yang Tuhan berikan kepadanya. Tidak ada satu pun cerita di dalam Injil-Injil yang begitu perihnya memperlihatkan betapa tidak berterima kasihnya manusia. Orang-orang kusta ini datang kepada Yesus dengan kerinduan yang hampir-hampir putus asa. Namun Ia menyembuhkan mereka, dan sembilan orang tidak pernah kembali untuk mengucapkan terima kasih. Demikianlah sering terjadi, seseorang telah memperoleh apa yang ia inginkan, tetapi tidak pernah mengucapkan terima kasih.

[1]. Sering kita berterima kasih kepada orang tua kita. 

Ada saatnya di dalam kehidupan kita kalau suatu kealpaan seminggu akan membunuh kita. Dari segala makhluk yang hidup, apa yang paling dirindukan oleh manusia adalah terdapatnya kemungkinan menemukan segala sesuatu yang paling dasariah bagi kehidupan. Ada saatnya di mana kita sangat tergantung pada orangtua kita untuk segala sesuatu. Namun akan tiba saatnya di mana seorang tua yang sudah lanjut umurnya akan menjadi “pengganggu” dalam hidup seseorang; dan banyak orang muda yang segan untuk ”membayar” kembali apa yang selama ini mereka sudah per oleh dari orang tuanya.

[2]. Sering kita tidak berterima kasih kepada sesama kita. 

Beberapa dari kita pada suatu saat tidak mempunyai hutang yang begitu banyak kepada sesama. Beberapa dari kita pada suatu saat percaya bahwa kita dapat saja melupakan apa yang kita sudah per oleh; tetapi beberapa juga dari kita pada akhirnya puas dengan hutang terima kasih yang kita punyai. Sering terjadi bahwa seorang sahabat, guru, dokter, ahli bedah, melakukan sesuatu bagi kita yang sulit untuk dibayar kembali, tetapi yang tragis adalah bahwa kita sering tidak mencoba untuk membayarnya kembali.

[3]. Sering kita tidak berterima kasih kepada Allah. 

Pada saat-saat kita berada dalam kesulitan yang pahit, maka kita berdoa dengan sangat sungguh-sungguh, tetapi ketika masa itu telah lewat, maka kita melupakan Allah. Allah mengaruniakan Anak-Nya dan sering kita tidak pernah mengucapkan terima kasih. Cara yang paling baik yang dapat kita berikan kepada-Nya sebagai ucapan terima kasih adalah dengan mengingat-ingat akan kebaikan, dan anugerah-Nya, dengan sedikit lebih baik. “Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebajikan-Nya.” (Mazmur 103:2). Amin.
Next Post Previous Post