AMSAL 6:1-5. PERINGATAN-PERINGATAN MENGENAI TANGGUNGAN

Matthew Henry (1662 – 1714)

BAHASAN : AMSAL 6:1-5. PERINGATAN-PERINGATAN MENGENAI TANGGUNGAN

Adalah keunggulan dari firman Allah bahwa firman itu mengajarkan kepada kita bukan hanya hikmat ilahi untuk dunia lain, melainkan juga kebijaksanaan manusiawi untuk dunia ini, agar kita dapat mengatur urusan-urusan kita dengan bijak. 
AMSAL 6:1-5. PERINGATAN-PERINGATAN MENGENAI TANGGUNGAN
Dan inilah salah satu aturan yang baik, yaitu jangan coba-coba menjadi penanggung, karena melaluinya kemiskinan dan kehancuran sering kali menimpa banyak keluarga. Kemiskinan dan kehancuran itu merampas kenyamanan hubungan-hubungan persaudaraan yang sudah disarankan Salomo dalam pasal sebelumnya.

[1]. Kita harus melihat tanggungan sebagai jerat dan karena itu harus menolaknya (Amsal 6:1-2). “Sudah cukup berbahaya bagi orang untuk menjadi tanggungan bagi temannya, meskipun ia mengenal betul keadaan temannya itu, dan yakin betul akan kemampuannya, tetapi jauh lebih berbahaya lagi untuk membuat persetujuan dengan orang lain, untuk menjadi tanggungan bagi orang yang tidak kau ketahui kemampuan atau kejujurannya.” 

Atau yang dimaksudkan dengan orang lain (KJV: orang asing – pen.) di sini, yang dengannya persetujuan dibuat, adalah si pemberi utang, “si tukang riba yang kepadanya engkau menjadi tanggungan, namun yang bagimu ia adalah orang asing, maksudnya, engkau tidak berutang apa-apa kepadanya, dan juga tidak pernah berurusan dengannya.

Jika engkau sudah terlanjur membuat persetujuan-persetujuan seperti itu karena terburu-buru, entah karena termakan bujukan atau karena engkau berharap orang lain akan berbuat kebaikan yang sama kepadamu di lain waktu, ketahuilah bahwa engkau terjerat dalam perkataan mulutmu. Ini mudah saja dilakukan, hanya dengan satu perkataan. Hanya dengan menulis di atas kertas, surat tanggungan pun dimeteraikan dan diserahkan, dan jadilah perjanjian penjaminan itu dibuat.

Tetapi itu tidak akan mudah dilepaskan begitu saja. Engkau sudah terjerat lebih daripada yang engkau sadari. “Lihatlah betapa kita tidak boleh memandang remeh dosa-dosa lidah dengan alasan apa pun. Jika dengan satu perkataan mulut kita bisa berutang kepada sesama manusia, dan membiarkan mereka dapat berbuat apa saja kepada kita, maka dengan banyak perkataan mulut kita akan diperhadapkan pada keadilan Allah, dan meskipun demikian kita mungkin akan terjerat. Keliru jika orang mengira bahwa kata-kata itu hanyalah angin. Sering kali kata-kata menjadi jerat.

[2]. Jika kita sudah terseret ke dalam jerat ini, maka kita berhikmat jika dengan segala sarana, dan dengan secepat mungkin, kita berusaha untuk keluar darinya (Amsal 6:3-5). Jerat itu tampak tidur sekarang. Kita tidak mendengar apa-apa tentangnya. Utang tidak ditagih. Si penanggung atau penjamin berkata, “Jangan takut, kita akan menanganinya.” 

Tetapi tetap saja tanggungan itu berlaku, bunganya terus berjalan, si penanggung bisa menagihmu kapan saja dia mau, dan mungkin dengan mendesak-desak dan memaksa. Si pemilik uang itu bisa saja ternyata menipu atau bangkrut. Lalu engkau pun harus merampas barang milik istri dan anak-anakmu, dan menghancurkan keluargamu, untuk membayar apa yang sama sekali tidak engkau makan atau minum.

Oleh sebab itu lepaskanlah dirimu. Janganlah duduk tenang sebelum si pemberi utang melepaskan tanggungan atau si penanggung atau penjamin memberimu jaminan yang seimbang. Ketika engkau telah jatuh ke dalam genggaman sesamamu, dan dia memiliki keuntungan untuk melawanmu, maka bukanlah saatnya untuk mengancam atau berkata-kata kasar kepadanya (itu hanya akan memancing amarahnya dan membuat masalahmu menjadi lebih buruk), tetapi berlututlah, memohon dan mintalah agar engkau dilepaskan dari utang-utangmu, berlututlah di hadapannya, dan ucapkanlah kata-kata yang baik yang dapat kauucapkan kepadanya.

Mintalah teman-temanmu untuk berbicara bagimu. Jangan biarkan satu batu pun tergeletak sebelum engkau mendapat kesepakatan dengan musuhmu dan merundingkan permasalahannya, sehingga tanggunganmu tidak akan berbalik melawan dirimu atau segala milikmu. Permasalahan ini dapat mengganggu tidurmu, tetapi biarlah demikian adanya sampai engkau dapat melewatinya. “Janganlah membiarkan matamu tidur sampai engkau berhasil melepaskan dirimu. 

Berupaya dan berjuanglah habis-habisan, dan bergegaslah secepat mungkin, seperti kijang atau burung melepaskan diri dari jerat tangan pemikat atau pemburu. Menunda-nunda waktu itu berbahaya, dan upaya-upaya yang lemah tidak akan berguna.” Lihatlah bagaimana Allah, dalam firman-Nya, sudah ambil peduli untuk menjadikan manusia sebagai pengelola-pengelola yang baik bagi harta benda mereka, dan untuk mengajarkan kepada mereka kebijaksanaan dalam mengaturnya. Kesalehan mempu-nyai aturan-aturan, dan juga janji-janji, yang berkenaan dengan kehidupan sekarang ini.

Tetapi bagaimanakah kita harus memahami hal ini? Kita tidak diajar untuk berpikir bahwa menjadi penanggung, atau penjamin, bagi orang lain itu dilarang dalam keadaan apa saja. Menjadi penanggung bisa merupakan perbuatan yang menunjukkan perbuatan keadilan atau amal. Orang yang mempunyai teman akan melihat bahwa menjadi penanggung bagi temannya bisa menunjukkan bukti bahwa ia setia kawan, dan mungkin itu bukan perbuatan yang gebabah.

Paulus menjadi penanggung bagi Onesimus (Filemon 1:19). Kita dapat membantu seorang anak muda untuk menjalankan usahanya jika kita tahu bahwa ia orang yang jujur dan rajin, dan mengusahakan pinjaman untuknya melalui kata-kata kita yang baik tentang dia, dan dengan demikian melakukan kebaikan yang besar baginya tanpa kita sendiri menjadi rugi. Tetapi,

(1). Adalah hikmat bagi setiap orang untuk sedapat mungkin menjauhkan diri dari utang, sebab utang itu menjadi kewajiban baginya, menjeratnya di dunia ini, menjerumuskannya ke dalam bahaya berbuat salah atau menanggung penderitaan yang tidak perlu.Yang berhutang menjadi budak dari yang menghutangi, dan menjadikan dirinya seperti layaknya hamba bagi dunia ini. Oleh sebab itu, orang-orang Kristen, yang telah dibeli dengan harga yang telah lunas dibayar, tidak boleh dan tidak perlu menjadikan diri mereka sebagai hamba manusia (1 Korintus 7:23).

(2). Adalah kebodohan yang besar jika kita menjerat diri dengan orang-orang yang berkekurangan, dan menjadi penanggung utang-utang mereka. Dari waktu ke waktu mereka terus mengambil uang, dan mengangkat muatan, seperti yang kita katakan, dari satu lubang dan memasukkannya ke lubang lain. Utang itu akan terus bertambah, dan, pada akhirnya, kita sebagai penanggung harus mempertanggung-jawabkannya. 

Janganlah pernah kita menjadi penanggung untuk utang yang tidak mampu dan tidak mau kita bayar, dan yang tidak sanggup kita bayar tanpa menyusahkan keluarga kita, kalau-kalau si pemilik uang bangkrut, sebab kita harus melihatnya sebagai utang kita sendiri. Jangan menjadi penanggung melebihi kemampuanmu, dan jika sudah terjadi, anggaplah dirimu wajib membayar.

(3). Jika karena kebodohan kita sendiri kita terlanjur terjerat utang, maka sudah sepatutnya kita berusaha untuk keluar dari jerat itu secepat mungkin, untuk tidak membuang-buang waktu, tidak menyayangkan tenaga, dan tidak berlindung pada siapa pun untuk membuat diri kita aman dan tenang, dan segera membereskan permasalahan-permasalahan kita. Lebih baik merendahkan diri untuk mendapatkan kemudahan daripada menghancurkan diri kita sendiri karena kebebalan dan keangkuhan kita. Desaklah sesamamu itu (KJV: yakinkanlah temanmu itu – pen.) dengan melepaskan dirimu dari ikatan-ikatannya.

Sebab, tanggungan yang dibuat dengan gegabah itu merupakan penghancur bagi persahabatan, seperti halnya tanggungan yang dibuat dengan bijak kadang-kadang merupakan pengikat persahabatan. Marilah kita berjaga-jaga agar kita dengan cara apa pun tidak membuat diri kita bersalah atas dosa-dosa orang lain terhadap Allah (1 Timotius 5:22), sebab itu lebih buruk, dan jauh lebih berbahaya, daripada menjadi penanggung bagi utang-utang orang lain.

Dan, jika dalam semua ini kita harus berupaya untuk menghapuskan utang-utang kita kepada sesama manusia, maka terlebih lagi kita harus berupaya untuk berdamai dengan Allah. “Rendahkanlah dirimu kepada-Nya. Pastikanlah bahwa Kristus adalah temanmu, untuk menjadi Pengantara bagimu. Berdoalah dengan sungguh-sungguh agar dosa-dosamu diampuni, dan engkau tidak dibiarkan terjerumus ke dalam lubang kebinasaan. Dan doamu itu tidak akan sia-sia. Janganlah membiarkan matamu tidur, dan kelopak matamu mengantuk, sampai semua ini dilakukan.
Next Post Previous Post