Kesucian dalam 1 Korintus 5:6-8: Hidup Bebas dari Ragi

Pendahuluan

Dalam 1 Korintus 5:6-8, rasul Paulus memberikan alasan yang meyakinkan untuk tindakan disiplinnya yang tegas di dalam jemaat Korintus. Dengan menggunakan metafora yang dikenal oleh jemaat, Paulus menekankan dampak merugikan dari dosa yang tidak terkendali pada seluruh tubuh Kristus. Artikel ini mengupas makna dari metafora Paulus, membongkar lapisan-lapisan makna di balik kata-katanya.
Kesucian dalam 1 Korintus 5:6-8: Hidup Bebas dari Ragi
Ragi yang Mengembangkan Seluruh Adonan (1 Korintus 5:6)

Dalam teks Yunani, 1 Korintus 5:6 dimulai dengan frasa "tidak baik," menegaskan kecaman Paulus terhadap sikap sombong terhadap dosa yang disebutkan dalam 1 Korintus 5: 2a ("kesombonganmu tidak baik!"). Memeriksa argumen Paulus dalam 1 Korintus 5:1-13 mengungkapkan bahwa keprihatinan utamanya bukan hanya perbuatan percabulan itu sendiri tetapi tanggapan yang salah dari jemaat Korintus terhadapnya. Paulus menegaskan bahwa tidak hanya sikap sombong ini tidak benar (5:2), tetapi juga merugikan (1 Korintus 5::6).

Mengapa kemarahan jemaat Korintus tidak baik? Paulus menggunakan metafora "sedikit ragi dapat mengkhamirkan seluruh adonan" untuk menyampaikan bahwa pengaruh seorang pelanggar tunggal dapat berdampak negatif pada seluruh jemaat. Ungkapan peribahasa ini, meskipun tidak secara eksplisit disebutkan dalam teks Yunani, sejalan dengan pepatah serupa yang ditemukan dalam tulisan-tulisan Greko-Romawi dan Yahudi. Keterkenalan pepatah ini bagi jemaat tersirat dalam pertanyaan retoris, "Tidakkah kamu tahu...?" (1 Korintus 5::6), menunjukkan bahwa jemaat kemungkinan mengenalinya.

Paulus menggunakan peribahasa ini untuk mengajarkan pelajaran yang dalam: sedikit ragi (individu yang berdosa) dapat mengembangkan seluruh adonan (seluruh jemaat). Bagaimana tindakan satu orang dapat memiliki dampak buruk pada seluruh gereja? Paulus kemungkinan memikirkan dua konsekuensi: (1) gereja kehilangan kesaksiannya, terutama jika dosa itu diketahui oleh banyak orang (5:1); dan (2) tindakan ini dapat menggoda orang lain untuk menirunya (15:33).

Membersihkan Semua Ragi untuk Adonan yang Baru (1 Korintus 5:7-8)

Berpindah dari peribahasa umum pada 1 Korintus 5:6, Paulus memperkenalkan metafora lain yang berakar dalam perayaan-perayaan Yahudi—khususnya, Pesta Roti Tidak Beragi dan Paskah. Kedua perayaan ini saling terkait, karena ketika Israel keluar dari Mesir, mereka harus menyembelih seekor domba yang darahnya akan melindungi mereka dari malaikat maut (Paskah). Mereka juga harus segera mengonsumsi roti tidak beragi (Keluaran 12). Sebelum Pesta Roti Tidak Beragi dimulai, setiap orang Israel harus membersihkan rumah mereka dari segala sisa ragi, sebuah perintah dengan konsekuensi serius jika dilanggar, bahkan mengindikasikan tindakan ekstrem membersihkan lubang tikus.

Sementara 1 Korintus 5:7a menginstruksikan pembuangan ragi lama untuk menjadi adonan yang baru, ayat 7b menekankan bahwa mereka adalah roti yang tidak beragi. Perbedaan ini penting. Percaya harus membuang ragi lama bukan untuk menjadi adonan baru melalui usaha mereka sendiri tetapi karena mereka memang sudah tidak beragi. Paulus menegaskan bahwa pembersihan ini berakar dalam darah Kristus.

Melalui karya penebusan Kristus, orang percaya dikuduskan (6:11), berpindah dari keadaan berdosa menjadi kudus (1:2), bahkan menjadi ragi kudus milik Allah (3:16-17). Karena orang percaya dikuduskan oleh darah Kristus, tidak boleh ada ragi dalam hidup mereka.

Merujuk kepada Kristus sebagai Anak Domba Paskah, Paulus mengajarkan bahwa Paskah Kristen berbeda dari tradisi Yahudi, menandakan pembebasan dari kematian melalui darah Anak Domba. Jika Paskah Israel berfokus pada keselamatan, pada masa selanjutnya, Paskah menjadi simbol penyucian dari dosa (Yehezkiel 45:18-22).

Di Perjanjian Baru, Yesus disebut sebagai Anak Domba Allah (Yohanes 1:29, 36). Kematian-Nya selama Paskah menguatkan bahwa penebusan-Nya berfungsi serupa dengan atau bahkan melampaui darah Domba Paskah. Yesus, selama Paskah, menyebut darah-Nya sebagai darah perjanjian yang baru (Markus 14:24).

Dengan menghubungkan pembuangan ragi dengan darah Kristus, Paulus menekankan poin penting: teologi harus menjadi dasar etika. Berbeda dengan agama lain yang menekankan bahwa etika mendahului atau lebih penting daripada teologi, Kekristenan menyatakan bahwa perilaku etis mengikuti keselamatan. Sama seperti jemaat Korintus harus membuang ragi lama karena mereka adalah roti yang tidak beragi, demikian pula orang percaya harus membersihkan dosa dari hidup mereka karena mereka telah dikuduskan oleh darah Kristus.

Pesta Terus-menerus dengan Ragi yang Baru 1 Korintus 5:8)

Pada 1 Korintus 5:8, Paulus mendorong jemaat Korintus untuk terus-menerus merayakan dengan ragi yang baru. Istilah "merayakan" berada dalam bentuk tense sekarang, menunjukkan tindakan yang berlanjut. Fokus pada karya Kristus harus berlanjut dalam kehidupan orang percaya. Ini bukan hanya sekadar mengingatnya, tetapi juga mengakui karyanya. Konsep tentang pesta menunjukkan kegembiraan. Kegembiraan kita bukanlah ketika melihat orang lain berbuat dosa (bdk. 1 Korintus 5::2). Kegembiraan kita berasal dari karya Kristus. Dengan selalu merayakan karya Kristus, kita akan dikuatkan untuk menjauhi dan tidak berkompromi dengan dosa.

Sayangnya, tidak semua orang percaya merasakan kebahagiaan dengan status mereka yang dikuduskan di dalam Kristus. Mereka melihat ini sebagai sebuah beban, padahal Yesus sendiri menyebut kuk yang Dia pasangkan di bahu kita enak dan ringan (Matius 11:29-30). Dia bahkan menawarkan kelegaan bagi mereka yang lelah dengan beban yang ditaruh orang Farisi melalui ajaran agama mereka (Matius 11:28). Orang percaya sering kali merasa tidak nyaman dengan status mereka karena merasa tidak diuntungkan secara duniawi. Mereka harus mengalah (bukan mengalahkan), melayani (bukan dilayani), dan sebagainya. Pesta yang dimaksud oleh Paulus pada ayat 8a harus menjadi pesta yang tanpa ragi (ay.8b).

Seperti pada Pesta Roti Tidak Beragi, semua ragi lama harus disingkirkan, yang mewakili kejahatan (kakia) dan kejahatan (poneria). Meskipun kata-kata ini sinonim, penggunaannya bersama-sama menekankan pengusiran semua dosa, bukan hanya yang spesifik yang mungkin disukai oleh individu. Di akhir 1 Korintus 5:8, Paulus menambahkan bahwa pesta ini harus melibatkan roti yang tidak beragi, menandakan kemurnian (eilikrineia) dan kebenaran (aletheia). Kata eilikrineia, unik dalam surat-surat Paulus, menyampaikan "ketulusan" atau motif yang murni. Aletheia, sering digunakan oleh Paulus, merujuk pada kebenaran Injil atau gaya hidup yang sejalan dengan kebenaran Injil.

Dengan menggabungkan eilikrineia dan aletheia, Paulus menekankan bahwa kehidupan orang percaya harus benar-benar bebas dari ragi, baik dalam motif maupun tindakan. Dalam persekutuan orang percaya, prinsip ini tetap penting. Sebagai tubuh Kristus, tidak boleh berkompromi dengan dosa apa pun di dalam gereja. Harus ada pertanggungjawaban, koreksi saling-menyaling dalam kasih, dan jika perlu, gereja harus mengambil tindakan tegas untuk menjauhkan pelanggar dari tengah-tengahnya.
Kesimpulan

Kesimpulan, 

metafora hidup dari Paulus dalam 1 Korintus 5:6-8 menekankan implikasi mendalam dari dosa dalam komunitas orang percaya. Hikmah disiplin terletak pada pengakuan potensi kontaminasi seluruh tubuh oleh pengaruh satu individu. Panggilan untuk terus merayakan dengan ragi yang baru menekankan sukacita yang berkelanjutan dari karya pengudusan Kristus, membersihkan setiap jejak dosa. Saat orang percaya berjuang untuk kemurnian dan kebenaran, mereka menghormati dasar teologis yang mendasari perilaku etis mereka.

Dengan mengaitkan wawasan teologis dan nasihat praktis, kata-kata Paulus dalam pasage ini beresonansi sebagai panduan abadi bagi komunitas Kristen yang menavigasi keseimbangan halus antara kasih karunia dan pertanggungjawaban.
Next Post Previous Post