Konsep Belas Kasihan dan Pengampunan (Matius 18:23-35)

Pendahuluan:

Konsep belas kasihan dan pengampunan dalam Matius 18:23-35 mengajarkan kita tentang pentingnya meminta belas kasihan dari Allah, memberikannya kepada orang lain, dan bagaimana hal tersebut merupakan bukti mengasihi Allah. Dalam perumpamaan ini, Yesus memberikan gambaran yang dalam tentang hubungan kita dengan Allah dan sesama. 
Konsep Belas Kasihan dan Pengampunan dalam Matius 18:23-35
Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi tiga poin utama dari konsep tersebut, yaitu meminta belas kasihan mendapatkan pengampunan, tidak membagikan belas kasihan mendatangkan hukuman, dan memberikan belas kasihan sebagai bukti mengasihi Allah. Semoga artikel ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang kasih dan pengampunan dalam ajaran Kristiani.

1. Meminta Belas Kasihan Mendapatkan Pengampunan

Raja yang sedang membuat perhitungan dengan hamba-hambanya adalah gambaran tentang Allah Bapa. Richard Strauss menjelaskan bahwa raja itu membebaskan seluruh hutang hambanya. Raja tersebut adalah menggambarkan Allah itu sendiri dan apa yang raja lakukan kepadanya menggambarkan Allah yang membayar mahal dosa-dosa semua manusia (Strauss 1985). 

Di hadapan Allah Bapa, semua manusia telah berbuat dosa. Hutang adalah gambaran dosa atau kesalahan seseorang kepada Allah dan Allah menuntut setiap orang untuk menyelesaikan dosa tersebut. Hamba adalah gambaran dari manusia yang berdosa di hadapan Allah dan membutuhkan belas kasihan dari Allah. 

Dalam perumpamaan di atas menjelaskan bahwa hamba tidak mampu melunasi hutangnya kepada tuannya dan meminta perpanjangan waktu untuk melunasinya. Ini menunjukkan bahwa semua manusia tidak dapat melunasi hutang-hutangnya (dosa) di hadapan Allah karena manusia tidak mempunyai kekuatan untuk membayarnya melainkan hanya kasih karunia Allahlah yang sanggup melunaskan hutang dosa seseorang dengan meminta belas kasihan-Nya.

Raja mengadakan perhitungan kepada hambanya dan menemukan hambanya berhutang 10000 talenta (satu talenta sama dengan 20 tahun gaji). Tetapi hamba itu tidak bisa melunasi utangnya dan sujud di hadapan raja (Matius 26- 27). Ini adalah gambaran kehidupan manusia yang tidak memiliki kemampuan untuk melunasi hutang dosa kepada-Nya hanya dengan meminta belas kasihan dari Yesus Kristus untuk mengampuni dosa kita dengan penuh kerendahan hati sehingga kita mendapatkan kasih karunia-Nya yang membebaskan kita (Efesus 2:8- 9;Titus 3:5). 

Remigius menegaskan bahwa "jatuh," menunjukkan bagaimana orang berdosa merendahkan dirinya, merasa bersalah, tidak layak dan memberikan permohonan. ―Sabarlah padaku‖, demikian ungkapan doa orang berdosa, memohon kelonggaran, dan ruang untuk memperbaiki kesalahannya (Remigius of Rheims 533). 

John Crysostom juga menegaskan, hamba itu sebenarnya hanya meminta penundaan pembayaran atas hutang-hutanya, tetapi Dia memberi lebih dari yang dimintanya. Dia memberikan pengampunan atas seluruh hutang hamba tersebut. Dari motif pengampunan yang diberikan menunjukkan, bahwa Ia tergerak dengan belas kasih (Chrysostom 407M).

Yesus Kristus tidak akan membebaskan seseorang dari dosa yang telah ia lakukan tanpa ia meminta belas kasihan kepada-Nya. Inisiatif dan tindakan seseorang yang meminta belas kasihan dari Dia menunjukkan bahwa ada keinginan hati yang mau diampuni, dibebaskan, ditebus, disucikan dan hidup dalam kebenaran. Meminta belas kasihan kepada Yesus adalah bentuk kerendahan hati seseorang kepada Tuhan sama seperti hamba yang sujud kepada raja untuk menunggu pembayaran utangnya. Mengapa hanya kepada Yesus seseorang meminta belas kasihan? Geoffey W. Bromiley menegaskan,

Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bagi seseorang untuk mendapatkan Yesus dan mengakui bahwa Yesuslah yang mempunyai kekuasaan untuk mengampuni dosa-dosa setiap orang yang meminta pengampunan kepada-Nya. Yesus menginginkan setiap orang mengakui kuasa-Nya untuk mengampuni dosa karena Yesus sendiri adalah pemilik kuasa ilahi untuk membebaskan (Bromiley 1979, 342).

Hamba meminta belas kasihan kepada raja sebab hanya raja yang mempunyai kuasa dan memiliki belas kasihan untuk membebaskan dia dari utangnya. Begitu juga kehidupan manusia hanya bisa meminta belas kasihan kepada Yesus karena hanya Yesus yang mempunyai belas kasihan dan Dia adalah sumber belas kasihan tersebut sebab belas kasihan itu berasal dari dalam diri-Nya. Buktinya adalah Yesus mampu membagikan belas kasihan itu kepada orang-orang yang membutuhkan dalam berbagai cara (Matius 5:7).

Setiap manusia di dunia ini melanggar segala perintah Tuhan dan semua manusia yang melanggar perintah-Nya akan berhadapan dengan Allah. Sama seperti hamba yang banyak hutang dan dituntut oleh raja untuk melunasinya. Namun walaupun dosa manusia tidak dapat dihitung jumlahnya, Tuhan dapat membebaskannya dan menghapuskannya. 

R.A Jaffray menegaskan bahwa raja yang menaruh belas kasihan kepada hambanya dan membebaskan hutangnya adalah menggambarkan cinta kasih Allah yang begitu besar yang Ia berikan kepada manusia berdosa sehingga Ia menghapuskan dosa dan memerdekakan mereka melalui pengorbanannya di atas kayu salib (Jaffray 1999, 40). 

Henry C. Thiessen juga lebih menegaskan bahwa Kristuslah yang telah menanggung semua hukuman dosa yang telah dilakukan oleh manusia dengan kasih-Nya dan Allah telah menghapus hukuman itu ketika merreka menerima dan percaya kepada pribadi yang membebaskan yaitu Yesus Kristus (Kisah para rasul 13:38; 2 Korintus 5:21) (Thiessen 1995, 163). 

Remigius menegaskan bahwa manusia bisa berdosa terjadi atas kehendak dan pilihannya sendiri, tidak memiliki kekuatan untuk bangkit kembali dengan usaha sendiri, dan tidak memiliki alat untuk membayar, karena ia tidak menemukan apa pun dalam dirinya yang dengannya ia dapat melepaskan dirinya dari dosa-dosanya. Oleh karena itu ia membutuhkan seseorang yang dapat menebusnya dari kesalahannya (Remigius, 2021 ). 

Ini menunjukkan bahwa manusia tidak memiliki kekuatan untuk membebaskan dirinya sendiri dari dosanya sebab dirinya sendiri telah berdosa melainkan hanya Dialah yang tidak mengenal dosa yang bisa membebaskannya karena Dialah yang mempunyai kuasa dan pembebasan itu adalah milik-Nya.

Belas kasihan dari Allah dapat diperoleh ketika seseorang meminta kepada-Nya di dalam doa. Hendi menjelaskan bahwa seseorang hanya bisa meminta belas kasihan kepada Allah melalui doa yang disertai dengan pertobatan dan air mata. Doa meminta belas kasihan adalah doa dalam nama Yesus yang adalah kebenaran itu sendiri (Hendi 2018b). 

Jadi, meminta belas kasihan kepada Allah berarti memohon kepada Allah supaya Allah menerangi langkah kehidupan, memberkati dan menyembuhkan batin yang terluka karena dosa sehingga mendapatkan kekuatan yang baru lagi yang berasal dari Allah

2. Tidak Membagikan Belas kasihan Mendatangkan Hukuman

Sebuah kesalahan besar dan fatal bagi seseorang yang sudah menerima pengampunan adalah tidak memberikan pengampunan kepada orang lain yang melakukan kesalahan kepadanya. Itulah yang sering terjadi. Manusia lebih dahulu meminta anugerah kepada orang lain diberikan kepada mereka dan memberikan kebenaran kepada orang lain. 

Itulah kesalahan hamba yang telah dibebaskan utangnya yaitu tidak mengampuni sesama hamba yang berhutang kepadanya sehingga raja mencabut semua belas kasihan yang ia terima. Ini menunjukkan bahwa Allah itu adil. Kasih karunia-Nya telah dimanifestasikan ketika Ia pada mulanya mengampuni hamba itu dan membebaskannya dari hutangnya yang besar. 

Tetapi setelah melihat bahwa hamba ini sama sekali tidak berjalan sebagai seseorang yang telah diampuni tetapi memanfaatkan kebebasannya dengan menekan kawannya serta memerintahkan agar keadilan diterapkan dalam hal hutang yang kecil itu, maka keadilan pun harus diterapkan atas dirinya. 

Frate menegaskan bahwa mereka yang tidak mau memaafkan tidak bisa berharap untuk dimaafkan (France 1985). 

Jadi jangan menyalahartikan kasih karunia dan keadilan. Allah adalah keduanya. Ia Maha Kasih dan Ia juga Maha Adil (Roma 11:22). Apabila seseorang bertobat dengan sepenuh hati, ia pun menerima kasih karunia dari Allah (Roma 2:4). Namun, jika seseorang tidak mau mengampuni, atau pada dasarnya meminta penghakiman terjadi atas orang lain, maka penghakiman itu akan diterapkan, tetapi akan dimulai dari diri sendiri. Setiap orang yang tidak memberikan belas kasihan kepada sesamanya adalah orang yang melukai dirinya sendiri sebab ia membuat dirinya sendiri kembali kepada hukuman Allah. 

Yohanes Crysostom menegaskan bahwa orang yang tidak mengampuni orang yang berhutang sepuluh dinar tidak melukai sesama budaknya, tetapi membuat dirinya sendiri bertanggungjawab atas hutang sepuluh ribu talenta yang sebelumnya telah dibebaskannya. Karena itu, ketika seseorang tidak memaafkan orang lain, Allah juga tidak akan memaafkan diri kita sendiri (Krisostomus, n.d.). 

Menolak untuk menunjukkan belas kasihan atau memaafkan orang lain mengarah pada penolakan kepada Tuhan sebab Tuhan yang memberikan hukum bagi semua orang untuk saling mengasihi satu dengan yang lain. Lebih dari itu, Ia menyebut hukuman atas mereka. George menegaskan bahwa Tuhan tidak akan mengampuni atau akan menghukum keras orang yang tidak tahu berterima kasih dan tidak berperikemanusiaan. 

Orang seperti demikian setelah menerima pengampunan paling bebas dari Tuhan atas pelanggaran-pelanggarannya yang pedih, menolak untuk memaafkan pelanggaran sekecil apa pun yang dilakukan terhadapnya oleh tetangga yang merupakan anggota keluarganya sendiri (Haydock 1849). Yohanes Krisostomus menegaskan,

Ketika kita datang ke gereja, kita harus masuk sesuai dengan kehendak Tuhan, tidak memiliki kebencian dalam jiwa, atau berdoa untuk merugikan diri kita sendiri ketika kita mengatakan ‗Ampunilah kami seperti kami mengampuni mereka yang bersalah kepada kami‘. Pernyataan ini mengerikan, dan orang yang mengatakan demikian sedang berseru kepada Tuhan seperti ini: 'Saya memaafkan orang lain, Tuhan memaafkan saya. Saya melepaskan orang lain; Tuhan melepaskan saya. Saya mengampuni orang lain, Tuhan mengampuni saya. Jika saya tidak mengampuni orang lain, maka jangan hapuskan dosa-dosa saya. Dengan ukuran yang saya gunakan untuk mengukur orang lain, biarkan saya diukur juga dengan ukuran itu (Krisostomus 1989, 128)

Yesus Kristus akan melakukan kepada setiap orang seperti apa yang ia lakukan kepada sesama. Jika seseorang mau mengampuni sesama berarti Dia otomatis akan mengampuni (Matius 6:12). Jika seseorang mengasihi sesama maka Bapa yang melihatnya akan mengasihinya sebab Dia sendiri yang mengajarkan setiap orang untuk saling mengasihi seperti Dia mengasihi (Yohanes 15:12;17). Jadi ukuran yang seseorang pakai untuk mengukur orang lain akan diukurkan kembali kepadanya (Lukas 6:36-38; Markus 4:24). 

Anugerah yang Allah berikan kepada seseorang akan Ia tarik kembali jika seseorang tidak hidup di dalam kasih-Nya. Sebab itu perhatikanlah kemurahan Allah dan juga kekerasan-Nya, yaitu kekerasan atas orang-orang yang telah jatuh, tetapi atas kamu kemurahan-Nya, yaitu jika kamu tetap dalam kemurahan-Nya; jika tidak, kamu pun akan dipotong juga (Roma 11:22)

Orang yang tidak memiliki belas kasihan adalah orang yang tinggal di luar Tuhan sehingga sulit bagi dia untuk menemukan kerajaan Allah karena tidak mengenal Allah dan dia adalah orang asing bagi Tuhan. Sebab Allah tidak pernah memberikan hukum untuk saling membenci satu dengan yang lain. Theophylact menegaskan bahwa orang yang tidak memiliki belas kasihan bukanlah dia yang tetap tinggal di dalam Tuhan, melainkan dia yang meninggalkan Tuhan dan orang asing bagi Tuhan (Theophylact of Ochrid, n.d.). John D. Jones menegaskan,

Ketika dia dengan penuh kasih mengampuni hutang hambanya, raja memberikan hadiah pengampunan dan kasih sayang kepada hamba itu. Akan tetapi, hamba itu tidak meneruskan pemberian itu dengan mengampuni sesama hambanya. Dia menyia-nyiakan belas kasih dan pengampunan yang diberikan kepadanya. Jadi, dia mengeluarkan dirinya sendiri dari kerajaan surga (Jones 2012, 8–9).

Orang yang tidak membagikan belas kasihan Allah sama dengan orang yang menyia-nyiakan kasih karunia Allah. Ia tidak hidup di dalam kasih karunia Allah, tidak mendapatkan pengampunan Allah dan tinggal di luar dari kerajaan Allah. Oleh karena itu, hiduplah di dalam kasih supaya hukuman dari Allah jauh dari dirimu

3. Memberikan Belas Kasihan Adalah Bukti Mengasihi Allah 

Mengasihi adalah hukum yang paling utama di dalam kehidupan orang percaya yaitu mengasih Tuhan Allah dan mengasihi sesama (Lukas 10:27). Orang yang mengasihi Tuhan pasti mengasihi sesama seperti yang di katakan oleh Rasul Yohanes yang menegaskan bahwa ―Jikalau ada orang yang berkata: Aku mengasihi Allah dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah seorang pendusta sebab baran gsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak kelihatan (1 Yohanes 4:20). 

Henk Ten Napel menegaskan bahwa orang yang telah mengasihi manusia pasti telah mengasihi Allah sebab Allah itu adalah kasih (Matius 23:31-46) (Napel 1991). 

Orang yang memiliki kasih sejati (kasih Allah) adalah orang yang mengasihi saudaranya, tetangganya dan sesamanya yang bersama-sama dengannya dalam menjalani kehidupan di dunia. Oleh karena itu kehidupan yang saling mengasihi adalah persyaratan untuk dikenal oleh Allah dan mengenal Allah sebab hanya melalui kasih Allah mengenal manusia dan manusia mengenal Allah. Begitu juga dengan sesama manusia hanya dengan kasih mereka bisa mengenal Allah.

Bukti mengasihi Allah adalah membebaskan sesama dari kesalahan dan membuat mereka merasakan kasih Allah sebagai bukti perwujudan nyata dari mengasihi Allah (Markus 12:30-31). Cyril menegaskan bahwa Tuhan telah membebaskan kita dari kesulitan dan kesalahan kita. Ini adalah syarat bahwa kita sendiri membebaskan sesama dari kesalahan yang telah mereka lakukan (Cyril of Alexandria 444M). 

Augustine menegaskan dengan mengasih manusia Kristus mengasihi Allah di dalam hidup seseorang sehingga Kristus dapat berada di dalam kehidupan manusia (Augustine 2021). Oleh karena itu, marilah saling mengasihi satu sama lain supaya oleh setiap kasih membuat sesama menjadi tempat kediaman Allah . 

Bunda Teresa menegaskan sebarkanlah kasih kemana pun engkau pergi. Jangan biarkan seorang pun yang datang kepadamu tidak merasa lebih baik dan lebih bahagia. Jadilah perwujudan yang hidup akan kebaikan Tuhan, kebaikan di wajahmu, di matamu dan di senyumanmu yang hangat (Bunda Teresa 1977) Ketika mengasihi Tuhan dengan segenap hati, seseorang akan mengasihi orang lain dengan kasih-Nya yaitu mengusahakan agar sesama manusia dapat menerima dan merasakan kasih Allah dan menerima rahmat keselamatan yang berasal dari Yesus Kristus ( 1 Yohanes 4:7).

Mengasihi sesama berarti mengasihi Kristus (Yohanes 14:15; 1 Yohanes 4:21). Kasih yang di berikan oleh Yesus Kristus kepada manusia bukan hanya sekedar perkataan melainkan pengorbanan (Yohanes 3:16). Hendi menegaskan

Mengasihi Kristus berarti mengasihi sesama sehingga dengan mengasihi sesama sama artinya seseorang sedang mengasihi Kristus. Kasih yang kita berikan bukan sekadar perkataan. Kasih yang kita berikan bukan juga sekadar perbuatan baik, melainkan perbuatan dalam kebenaran (1 Yohanes 3:18). Artinya kasih yang kita korbankan adalah kasih Kristus karena itu adalah perbuatan dalam kebenaran. Dengan kasih Kristus seseorang bisa mengasihi orang lain sehingga mereka bisa mengenal Kristus dan kasihNya yaitu pengorbanan Kristus untuk hidupnya (Hendi 2018a, 155)

Kasih yang telah di terima seseorang harus di salurkan kepada orang lain sehingga mereka bisa mengenal Kristus dan kasih-Nya yaitu pengorbanan-Nya untuk kehidupan manusia yang bebas dari belenggu dosa. Korengkeng, 

Herry Jeuke menegaskan bahwa dengan saling mengasihi orang percaya akan menjaga persatuan di dalam tubuh Kristus (Korengkeng 2020). Saling mengasihi sesama membuat Allah tetap tinggal di dalam dia artinya dia lahir dari Allah dan mengenal Allah sebab di dalam dirinya telah ada kasih Allah yang membuatnya menjadi anak-anak Allah yang mewarisi kehidupan kekal (kerajaan sorga)

Kesimpulan:

Konsep belas kasihan dan pengampunan dalam Matius 18:23-35 mengajarkan kita tentang pentingnya meminta belas kasihan dari Allah, memberikannya kepada orang lain, dan bagaimana hal tersebut merupakan bukti mengasihi Allah. Dalam perumpamaan ini, Yesus memberikan contoh yang sangat jelas tentang bagaimana Allah Bapa memberikan kasih karunia-Nya kepada kita sebagai manusia yang berdosa.

Dari tiga poin utama yang kita bahas, kita belajar bahwa meminta belas kasihan kepada Allah adalah langkah pertama menuju pengampunan dosa-dosa kita. Kita juga harus ingat untuk membagikan kasih dan pengampunan tersebut kepada sesama, karena tidak memberikan belas kasihan kepada orang lain dapat mengakibatkan hukuman Allah bagi kita.

Selain itu, memberikan belas kasihan kepada sesama adalah bukti konkret dari mengasihi Allah. Dengan mengasihi sesama, kita juga mengasihi Kristus. Mari hidup dalam kasih dan pengampunan, sehingga kita dapat mengenal Allah dengan lebih baik dan menjadi berkat bagi sesama.

Semoga konsep dalam Matius 18:23-35 ini memberikan inspirasi bagi kita untuk menjalani hidup dengan kasih dan pengampunan, serta memberikan contoh yang baik bagi orang lain. Dengan demikian, kita dapat menjadi saksi Kristus di dunia ini dan membawa kebaikan serta berkat kepada banyak orang.
Next Post Previous Post