Pernikahan dalam Teologi Reformed

Pendahuluan:

Pernikahan adalah salah satu institusi yang paling mendasar dalam kehidupan manusia dan telah diakui oleh hampir semua budaya dan agama di dunia. Dalam konteks Kristen, pernikahan dipandang sebagai suatu perjanjian kudus yang dianugerahkan oleh Tuhan sendiri. Teologi Reformed, sebagai salah satu aliran dalam tradisi Kristen, memiliki pandangan khusus tentang pernikahan yang didasarkan pada ajaran Alkitab dan prinsip-prinsip teologi Reformed.
Pernikahan dalam Teologi Reformed
Artikel ini akan mengeksplorasi pandangan teologi Reformed tentang pernikahan, mencakup definisi, tujuan, dan implikasi pernikahan dalam kehidupan orang percaya.

1. Definisi dan Dasar Alkitabiah Pernikahan

Dalam teologi Reformed, pernikahan didefinisikan sebagai perjanjian kudus antara seorang pria dan seorang wanita yang dibentuk oleh Tuhan, di mana kedua belah pihak dipanggil untuk hidup bersama dalam kasih, kesetiaan, dan kesucian. Pernikahan dianggap sebagai refleksi dari hubungan antara Kristus dan gereja-Nya, sebagaimana dinyatakan dalam Efesus 5:22-33.

Dasar Alkitabiah untuk pernikahan dapat ditemukan dalam kitab Kejadian 2:24, di mana tertulis, "Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging." Ayat ini menunjukkan bahwa pernikahan adalah inisiatif Tuhan sejak awal penciptaan, dan bahwa persatuan antara suami dan istri adalah sebuah ikatan yang kudus dan tak terpisahkan.

Dalam pandangan Reformed, pernikahan tidak hanya merupakan kontrak sosial, tetapi juga perjanjian teologis yang melibatkan Tuhan sebagai saksi utama. Karena itu, pernikahan dianggap sebagai sesuatu yang sakral dan harus dipertahankan dengan kesetiaan dan kasih yang tulus.

2. Tujuan Pernikahan dalam Teologi Reformed

Teologi Reformed mengajarkan bahwa pernikahan memiliki beberapa tujuan utama yang diatur oleh Tuhan. Tujuan-tujuan ini mencakup:

a. Pendampingan dan Kasih Karunia

Salah satu tujuan utama pernikahan adalah untuk memberikan pendampingan dan kasih karunia di antara suami dan istri. Dalam Kejadian 2:18, Tuhan berkata, "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." Pernyataan ini menunjukkan bahwa pernikahan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan hubungan yang intim dan penuh kasih.

Dalam teologi Reformed, pernikahan dilihat sebagai sarana di mana kasih Tuhan dapat diwujudkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Suami dan istri dipanggil untuk saling mendukung, mengasihi, dan membangun satu sama lain dalam iman dan kehidupan.

b. Prokreasi

Tujuan kedua dari pernikahan adalah prokreasi, yaitu melahirkan dan membesarkan anak-anak dalam takut akan Tuhan. Dalam Kejadian 1:28, Tuhan memerintahkan Adam dan Hawa, "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu." Pernikahan, dalam pandangan Reformed, adalah konteks yang diatur oleh Tuhan di mana kehidupan baru dapat dihasilkan dan dipelihara.

Namun, teologi Reformed juga menekankan bahwa prokreasi bukanlah satu-satunya tujuan pernikahan. Meskipun memiliki anak adalah berkat Tuhan, pernikahan tetap memiliki nilai dan tujuan bahkan jika pasangan tidak dapat memiliki anak, karena pendampingan dan kasih karunia juga merupakan tujuan yang penting.

c. Pencegahan Dosa

Pernikahan juga dilihat sebagai sarana untuk mencegah dosa, khususnya dosa ketidaksucian seksual. Dalam 1 Korintus 7:2, Paulus menulis, "Tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah setiap laki-laki mempunyai istrinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri." Dalam konteks ini, pernikahan dipandang sebagai cara yang sah untuk menyalurkan dorongan seksual dalam cara yang memuliakan Tuhan.

Teologi Reformed mengajarkan bahwa dalam pernikahan, suami dan istri dipanggil untuk menjaga kesucian satu sama lain dan untuk hidup dalam kesetiaan yang saling menguntungkan. Pernikahan, dengan demikian, berfungsi sebagai perlindungan terhadap godaan-godaan duniawi dan membantu pasangan untuk hidup dalam kekudusan.

d. Refleksi dari Hubungan Kristus dan Gereja

Tujuan paling mendalam dari pernikahan, menurut teologi Reformed, adalah untuk menjadi gambaran dari hubungan antara Kristus dan gereja-Nya. Dalam Efesus 5:25-27, Paulus menggambarkan pernikahan sebagai gambaran dari kasih Kristus yang mengorbankan diri-Nya untuk gereja.

Suami dipanggil untuk mengasihi istrinya seperti Kristus mengasihi gereja, sementara istri dipanggil untuk tunduk kepada suaminya sebagaimana gereja tunduk kepada Kristus. Pernikahan, dalam pandangan ini, menjadi saksi hidup dari Injil, di mana kasih, pengorbanan, dan kesetiaan Kristus dinyatakan dalam hubungan suami istri.

3. Implikasi Teologis dalam Kehidupan Pernikahan

Pandangan teologi Reformed tentang pernikahan membawa implikasi yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari orang percaya. Beberapa implikasi tersebut antara lain:

a. Kesetiaan dalam Pernikahan

Dalam teologi Reformed, kesetiaan adalah salah satu pilar utama pernikahan. Pernikahan dipandang sebagai perjanjian yang tak terpisahkan, yang berarti bahwa perceraian hanya diperbolehkan dalam kasus-kasus yang sangat terbatas, seperti perzinahan (Matius 19:9) dan penelantaran oleh pasangan yang tidak percaya (1 Korintus 7:15).

Kesetiaan tidak hanya berarti tetap setia secara fisik, tetapi juga setia dalam kasih, komitmen, dan tanggung jawab satu sama lain. Suami dan istri dipanggil untuk saling mendukung dalam setiap aspek kehidupan, baik dalam suka maupun duka.

b. Kasih yang Mengorbankan Diri

Teologi Reformed menekankan pentingnya kasih yang mengorbankan diri dalam pernikahan. Suami dipanggil untuk mengasihi istrinya sebagaimana Kristus mengasihi gereja, yang berarti kasih yang tidak mementingkan diri sendiri dan bersedia berkorban demi kebaikan pasangan.

Demikian pula, istri dipanggil untuk menghormati dan mendukung suaminya dengan kasih dan kesetiaan yang tulus. Kasih yang mengorbankan diri ini menciptakan lingkungan di mana kedua pasangan dapat tumbuh bersama dalam iman dan kekudusan.

c. Peran Keluarga sebagai Gereja Kecil

Dalam teologi Reformed, keluarga sering kali disebut sebagai "gereja kecil" di mana kehidupan rohani dipelihara dan dikembangkan. Orang tua dipanggil untuk mendidik anak-anak mereka dalam ajaran dan disiplin Tuhan (Efesus 6:4) dan untuk menjadi teladan iman dalam kehidupan sehari-hari.

Keluarga juga berperan sebagai tempat di mana nilai-nilai Kristen diajarkan dan diwariskan kepada generasi berikutnya. Dalam konteks ini, pernikahan menjadi pusat dari kehidupan rohani keluarga, di mana suami dan istri bekerja sama untuk membangun rumah tangga yang memuliakan Tuhan.

d. Pentingnya Konseling dan Pembinaan

Teologi Reformed menekankan pentingnya konseling dan pembinaan dalam menjaga kesehatan dan kekudusan pernikahan. Gereja Reformed sering kali menyediakan program-program konseling pernikahan untuk membantu pasangan memahami peran dan tanggung jawab mereka dalam terang firman Tuhan.

Konseling ini bertujuan untuk memperkuat hubungan suami istri, membantu mereka mengatasi konflik, dan mendorong pertumbuhan rohani bersama. Dengan bantuan konseling yang berbasis Alkitab, pasangan dapat lebih memahami panggilan mereka dalam pernikahan dan lebih siap menghadapi tantangan yang mungkin muncul.

Kesimpulan

Pernikahan dalam teologi Reformed adalah sebuah perjanjian kudus yang dianugerahkan oleh Tuhan, dengan tujuan untuk menciptakan pendampingan, prokreasi, pencegahan dosa, dan refleksi dari hubungan antara Kristus dan gereja-Nya. Pernikahan dipandang sebagai sakral dan tak terpisahkan, dengan kesetiaan, kasih yang mengorbankan diri, dan peran keluarga sebagai gereja kecil sebagai pilar-pilar utamanya.

Teologi Reformed memberikan panduan yang mendalam tentang bagaimana orang percaya harus menjalani pernikahan mereka dalam terang firman Tuhan. Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini, suami dan istri dapat membangun pernikahan yang kokoh, yang memuliakan Tuhan dan menjadi saksi hidup dari kasih Kristus dalam dunia yang membutuhkan.

Next Post Previous Post