Lukas 11:5-8 - Ketekunan dalam Doa: Perumpamaan Teman yang Meminta Roti

Pendahuluan:

Lukas 11:5-8 memuat perumpamaan yang sangat mendalam tentang ketekunan dalam doa. Perumpamaan ini disampaikan oleh Yesus kepada murid-murid-Nya untuk mengajarkan bahwa ketekunan, kepercayaan, dan keberanian dalam doa adalah kunci utama dalam hubungan kita dengan Allah. Perumpamaan ini menceritakan tentang seorang teman yang datang ke rumah temannya di tengah malam untuk meminta roti, dan walaupun permintaannya mengganggu, dia tetap meminta dengan keberanian dan ketekunan. Yesus menggunakan ilustrasi ini untuk menunjukkan bahwa Allah adalah Bapa yang penuh kasih yang selalu siap mendengarkan permohonan umat-Nya.
Lukas 11:5-8 - Ketekunan dalam Doa: Perumpamaan Teman yang Meminta Roti
Artikel ini akan mengeksplorasi perumpamaan dalam Lukas 11:5-8, mengutip pendapat beberapa pakar teologi dan merujuk ayat-ayat Alkitab untuk menjelaskan pentingnya ketekunan dalam doa.

1. Konteks Perumpamaan dalam Lukas 11:5-8

Perumpamaan tentang teman yang meminta roti di tengah malam ini diberikan tepat setelah Yesus mengajarkan Doa Bapa Kami (Lukas 11:1-4). Dengan memberikan perumpamaan ini, Yesus menekankan pentingnya ketekunan dalam doa setelah memperkenalkan murid-murid pada pola doa yang benar.

Ayat inti:

"Kata-Nya kepada mereka: 'Jika seorang di antara kamu pada tengah malam pergi ke rumah seorang sahabatnya dan berkata kepadanya: Saudara, pinjamkanlah kepadaku tiga roti, sebab seorang sahabatku yang sedang berada dalam perjalanan singgah ke rumahku dan aku tidak mempunyai apa-apa untuk dihidangkan kepadanya.'" (Lukas 11:5-6 TB)

Menurut pakar teologi William Barclay dalam "The Gospel of Luke," perumpamaan ini menggunakan situasi yang mudah dipahami dalam konteks budaya Yahudi pada masa itu. Dalam budaya tersebut, keramahan adalah kewajiban utama, dan memberikan tamu makan dan minum adalah tanda kehormatan. Barclay menekankan bahwa Yesus ingin menunjukkan pentingnya ketekunan dan keberanian dalam berdoa, bahkan ketika permohonan kita tampak mengganggu atau datang di saat yang “tidak tepat.”

2. Karakter Teman yang Meminta Roti dan Ketekunan dalam Doa

Perumpamaan ini menggambarkan seorang teman yang mendatangi rumah temannya pada waktu yang tidak nyaman, yaitu tengah malam. Teman ini tidak merasa ragu atau takut untuk mengetuk pintu meskipun ia tahu bahwa permintaannya bisa mengganggu. Keberaniannya untuk meminta menunjukkan tingkat ketekunan yang tinggi.

Dalam ayat 8, Yesus berkata:

"Aku berkata kepadamu: Sekalipun ia tidak mau bangun dan memberikannya kepadanya karena ia adalah sahabatnya, namun karena sikapnya yang tidak tahu malu itu, ia akan bangun juga dan akan memberikan kepadanya apa yang diperlukannya." (Lukas 11:8 TB)

Menurut R.C. Sproul dalam "The Prayer of the Lord," perumpamaan ini menunjukkan bahwa ketekunan dalam doa sering kali melibatkan sikap "tidak tahu malu," di mana seseorang berani meminta kepada Tuhan dengan keberanian dan tanpa rasa ragu. Sproul menekankan bahwa sikap ini bukanlah tindakan kurang ajar, melainkan kepercayaan yang dalam bahwa Tuhan adalah Bapa yang baik yang selalu mendengar permohonan anak-anak-Nya.

Timothy Keller dalam "Prayer: Experiencing Awe and Intimacy with God" menjelaskan bahwa ketekunan dalam doa merupakan refleksi dari keyakinan dan iman kita kepada Tuhan. Keller menulis bahwa doa yang terus-menerus bukan hanya menunjukkan ketergantungan kita kepada Tuhan, tetapi juga memperkuat hubungan kita dengan-Nya. Dengan berani meminta, kita menempatkan diri kita dalam hubungan yang intim dan penuh keyakinan dengan Tuhan.

3. Keberanian dan Keyakinan dalam Doa

Perumpamaan ini menekankan keberanian untuk datang kepada Tuhan dengan kebutuhan kita. Walaupun permohonan kita mungkin terasa kecil atau tidak penting, Yesus menunjukkan bahwa Tuhan menghargai keberanian kita untuk datang kepada-Nya. Dalam perumpamaan ini, si teman tidak menyerah meskipun ada kemungkinan ditolak, menunjukkan bahwa dia percaya pada kemurahan hati temannya.

Ayat pendukung:

"Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu." (Lukas 11:9 TB)

Menurut teolog John Stott dalam "Understanding the Bible," doa yang berani menunjukkan kepercayaan yang dalam pada kuasa dan kasih Tuhan. Stott menekankan bahwa permintaan yang tulus, meskipun terus-menerus, adalah bagian dari hubungan yang sehat dengan Tuhan. Kita diminta untuk meminta, mencari, dan mengetuk dengan keyakinan penuh bahwa Tuhan mendengar dan akan menjawab sesuai dengan kehendak-Nya.

C.S. Lewis dalam "Letters to Malcolm: Chiefly on Prayer" menyebutkan bahwa Tuhan senang mendengar anak-anak-Nya datang kepada-Nya dengan penuh keyakinan dan ketulusan. Lewis menyatakan bahwa keberanian dalam doa bukanlah tanda kesombongan, melainkan tanda kepercayaan yang sejati kepada Tuhan sebagai Bapa yang penuh kasih.

4. Karakter Allah sebagai Pendengar Doa yang Setia

Melalui perumpamaan ini, Yesus menggambarkan Tuhan sebagai pribadi yang setia, yang selalu mendengarkan doa anak-anak-Nya. Seperti seorang teman yang meskipun terganggu pada akhirnya memenuhi permintaan karena ketekunan si peminta, Allah lebih daripada teman tersebut. Dia bukan hanya mendengarkan, tetapi juga siap untuk menjawab setiap doa dengan kasih.

"Jadi, jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya." (Lukas 11:13 TB)

Dalam "Knowing God," J.I. Packer menguraikan bahwa Tuhan adalah Bapa yang mendengar dan merespons kebutuhan anak-anak-Nya. Packer menjelaskan bahwa Tuhan merespons bukan karena kita memaksa-Nya, tetapi karena Dia adalah Bapa yang baik dan setia. Dalam ketekunan doa, kita diingatkan akan karakter Tuhan yang penuh kasih dan kebaikan, yang selalu siap memberikan yang terbaik bagi kita.

Menurut teolog A.W. Tozer dalam "The Pursuit of God," Tuhan bukanlah pribadi yang tidak peduli, melainkan Dia adalah Bapa yang sangat memperhatikan doa-doa kita. Tozer menegaskan bahwa Tuhan merindukan hubungan yang dekat dan penuh kepercayaan dengan anak-anak-Nya, di mana kita datang kepada-Nya dengan kebutuhan kita tanpa rasa ragu atau takut ditolak.

5. Tujuan Ketekunan dalam Doa

Yesus menggunakan perumpamaan ini untuk mengajarkan bahwa ketekunan dalam doa tidak hanya soal memperoleh jawaban, tetapi juga tentang membangun keintiman dengan Tuhan. Ketika kita terus-menerus datang kepada Tuhan, kita memperdalam hubungan kita dengan-Nya dan semakin mengenal karakter-Nya yang penuh kasih.

Menurut Dietrich Bonhoeffer dalam "The Cost of Discipleship," ketekunan dalam doa menunjukkan pengakuan bahwa segala sesuatu yang kita butuhkan hanya bisa diperoleh dari Tuhan. Bonhoeffer berpendapat bahwa doa yang terus-menerus menunjukkan kepercayaan kita kepada Allah sebagai satu-satunya sumber pertolongan yang sejati.

Dalam "The Power of Prayer," E.M. Bounds menyatakan bahwa ketekunan dalam doa adalah latihan iman yang mendekatkan kita pada kehendak Tuhan. Bounds menekankan bahwa Tuhan sering kali menggunakan proses doa untuk mengubah hati dan pikiran kita, sehingga kita semakin sesuai dengan kehendak-Nya. Dengan ketekunan, kita tidak hanya berharap pada jawaban Tuhan, tetapi juga belajar untuk mempercayai proses yang Dia tentukan.

6. Mengatasi Kegagalan dan Kekecewaan dalam Doa

Perumpamaan ini juga mengajarkan bahwa dalam ketekunan doa, kita mungkin mengalami penundaan atau jawaban yang berbeda dari yang kita harapkan. Namun, kita dipanggil untuk tetap setia berdoa dan percaya pada Tuhan. Walaupun mungkin jawaban yang kita nantikan tidak datang segera, kita diundang untuk tetap mencari dan mengetuk.

"Tetapi orang yang sabar hatinya besar pengertiannya, tetapi siapa yang cepat marah membesarkan kebodohan." (Amsal 14:29 TB)

Menurut Timothy Keller dalam "Walking with God through Pain and Suffering," jawaban doa yang tertunda bukanlah tanda bahwa Tuhan tidak peduli, tetapi sering kali adalah bagian dari proses-Nya untuk mendewasakan iman kita. Keller menjelaskan bahwa Tuhan tahu waktu terbaik untuk memberikan jawaban atas doa kita, dan kita dipanggil untuk terus berdoa dengan tekun, meskipun jawaban tersebut tidak segera terlihat.

John MacArthur dalam "Alone with God" menekankan bahwa kegagalan untuk melihat jawaban doa yang langsung bukanlah alasan untuk berhenti berdoa. MacArthur menjelaskan bahwa ketekunan dalam doa bukanlah soal memaksa Tuhan, melainkan untuk menunjukkan kesetiaan kita dalam menunggu dan mempercayai kehendak-Nya.

7. Pengharapan dalam Doa yang Tak Berhenti

Yesus menunjukkan melalui perumpamaan ini bahwa Allah tidak pernah menutup pintu bagi anak-anak-Nya yang datang dengan penuh pengharapan. Doa yang terus-menerus adalah tanda kepercayaan kita bahwa Allah selalu siap untuk mendengar, memberikan, dan membuka pintu bagi kita.

"Sebab itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:24 TB)

Dalam "The Circle Maker," Mark Batterson menyatakan bahwa doa yang terus-menerus menunjukkan keyakinan bahwa Tuhan setia dan selalu memberikan yang terbaik. Batterson menulis bahwa doa adalah sarana untuk menyelaraskan hati kita dengan kehendak Allah, di mana kita belajar untuk berharap dan mempercayai kebaikan Tuhan dalam segala hal.

N.T. Wright dalam "Simply Christian" menegaskan bahwa pengharapan dalam doa adalah bentuk iman yang melihat melampaui situasi saat ini. Wright menjelaskan bahwa dengan terus berdoa, kita hidup dalam pengharapan bahwa Tuhan akan bekerja, walaupun mungkin tidak dalam waktu atau cara yang kita harapkan. Doa yang tak pernah berhenti adalah wujud iman bahwa Tuhan selalu mendengar.

Kesimpulan: Ketekunan dalam Doa sebagai Jalan menuju Keintiman dengan Tuhan

Lukas 11:5-8 mengajarkan tentang pentingnya ketekunan dalam doa, keyakinan bahwa Tuhan mendengar, dan kesediaan untuk terus mencari dan mengetuk. Melalui perumpamaan ini, Yesus mengundang kita untuk memiliki keberanian dalam doa, datang dengan keyakinan bahwa Tuhan adalah Bapa yang penuh kasih yang selalu siap menjawab setiap permohonan kita.

Para pakar teologi seperti R.C. Sproul, Timothy Keller, John Stott, dan C.S. Lewis menyatakan bahwa ketekunan dalam doa menunjukkan iman yang sejati, kesabaran, dan pengharapan yang kokoh. Doa bukan hanya soal meminta sesuatu dari Tuhan, tetapi juga memperkuat hubungan kita dengan-Nya, membangun karakter kita, dan menyelaraskan kehendak kita dengan kehendak-Nya.

Sebagai umat Kristen, kita diajak untuk hidup dalam doa yang tekun, penuh keberanian, dan tanpa henti. Ketekunan dalam doa adalah wujud dari hubungan yang dalam dengan Tuhan dan komitmen untuk terus mencari kehendak-Nya dalam hidup kita. Dengan berdoa tanpa henti, kita tidak hanya mengharapkan jawaban dari Tuhan, tetapi kita juga mendekatkan diri pada-Nya, mempercayai waktu dan cara kerja-Nya yang sempurna.

Next Post Previous Post