Matius 7:24-27 - Pembangunan yang Bijaksana dan Bodoh

Pengantar:

Perikop Matius 7:24-27 merupakan bagian penutup dari Khotbah di Bukit, yang disampaikan oleh Yesus sebagai pesan penting tentang pembangunan kehidupan yang bijaksana dan bodoh. Dengan perumpamaan ini, Yesus mengajarkan pentingnya fondasi hidup dan bagaimana kita sebagai orang percaya harus membangun kehidupan dengan dasar yang benar, yaitu firman Allah.
Pembangunan yang Bijaksana dan Bodoh: Matius 7:24-27
Bagian ini merupakan ajakan bagi kita untuk merenungkan seberapa kuat dasar iman kita, terutama ketika dihadapkan pada badai kehidupan.

1. Mendengar dan Melakukan Firman Tuhan

Matius 7:24 dimulai dengan pernyataan Yesus, “Karena itu, semua orang yang mendengar perkataan-perkataan-Ku ini dan melakukannya akan menjadi seperti orang bijaksana yang membangun rumahnya di atas batu.” Dua kata kunci dalam ayat ini adalah "mendengar" dan "melakukan." Mendengar adalah langkah awal, di mana seseorang menerima firman Tuhan, tetapi ini baru tahap pertama. Hal yang menentukan adalah "melakukan" firman tersebut.

Dalam Yakobus 1:22 dikatakan, “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; jika tidak, kamu menipu dirimu sendiri.” Ketika seseorang hanya mendengar tanpa melakukan, ia seperti seorang yang sedang membangun tanpa tujuan dan arah yang benar. Mendengar firman tanpa ketaatan adalah seperti membangun tanpa fondasi yang kokoh.

2. Batu dan Pasir sebagai Fondasi

Dalam perumpamaan ini, Yesus menggunakan batu dan pasir sebagai metafora untuk dua fondasi yang berbeda. Batu adalah simbol dari keteguhan dan stabilitas, sementara pasir adalah simbol ketidakstabilan dan kerentanan. Membangun di atas batu membutuhkan usaha dan kesabaran karena batu lebih sulit ditembus, tetapi hasilnya akan lebih kokoh. Sebaliknya, membangun di atas pasir lebih mudah, tetapi hasilnya rapuh dan berbahaya.

Batu dalam perikop ini melambangkan firman Tuhan. Membangun hidup di atas batu berarti menjadikan firman Tuhan sebagai landasan utama dalam hidup, dimana setiap keputusan, tindakan, dan prinsip hidup didasarkan pada ajaran Kristus. Sebaliknya, pasir melambangkan segala sesuatu yang tidak tetap dan mudah bergeser, seperti harta benda, kehormatan duniawi, atau keinginan daging.

3. Orang Bijaksana dan Orang Bodoh

Yesus menggambarkan orang bijaksana sebagai orang yang mendengar firman-Nya dan melakukannya, sementara orang bodoh adalah mereka yang mendengar firman tetapi tidak melakukannya. Ini menunjukkan bahwa kebijaksanaan sejati bukan hanya soal pengetahuan, tetapi penerapan. Mendengar firman Tuhan tanpa melakukannya sama dengan mengetahui kebenaran tetapi memilih untuk mengabaikannya.

Dalam Amsal 9:10 dikatakan, “Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian.” Orang bijaksana adalah mereka yang takut akan Tuhan dan menunjukkan rasa hormat mereka melalui ketaatan, sedangkan orang bodoh adalah mereka yang tidak peduli dan hidup hanya untuk keinginan diri sendiri.

4. Badai sebagai Ujian Hidup

Yesus berbicara tentang badai yang menerpa kedua rumah dalam perumpamaan ini, “turunlah hujan dan datanglah banjir, dan angin bertiup menerpa rumah itu” (Matius 7:25, 27). Badai ini melambangkan ujian dan cobaan dalam kehidupan yang bisa datang dalam berbagai bentuk: kehilangan, penderitaan, kesulitan keuangan, sakit penyakit, atau bahkan penganiayaan. Setiap orang, baik yang bijaksana maupun yang bodoh, akan mengalami badai kehidupan ini.

Orang yang membangun hidupnya di atas firman Tuhan mungkin akan mengalami pukulan dan guncangan, tetapi rumah hidupnya akan tetap berdiri karena didirikan di atas dasar yang kokoh. Mereka memiliki iman yang mampu menopang mereka karena tertanam dalam firman yang tidak berubah. Sebaliknya, orang yang membangun di atas pasir akan hancur ketika badai datang, karena hidup mereka tidak memiliki landasan yang kuat.

5. Memilih untuk Membangun di Atas Dasar yang Kokoh

Yesus memberi pilihan yang jelas dalam perumpamaan ini: membangun di atas batu atau pasir. Ini adalah pilihan yang dihadapkan kepada kita semua. Menjadikan firman Tuhan sebagai dasar hidup adalah keputusan yang penuh komitmen dan pengorbanan. Firman Tuhan mungkin mengarahkan kita untuk mengambil keputusan yang bertentangan dengan kehendak dunia, namun ini adalah langkah yang perlu diambil untuk memastikan hidup kita memiliki landasan yang kuat.

Membangun di atas batu berarti melibatkan Kristus dalam setiap aspek kehidupan kita, baik dalam pekerjaan, keluarga, hubungan, maupun dalam keputusan-keputusan pribadi. Kita diajak untuk mempertimbangkan apakah prinsip hidup kita berdasarkan firman Tuhan atau mengikuti nilai-nilai dunia yang tidak kekal.

6. Pasir sebagai Dasar yang Rapuh

Banyak orang memilih membangun hidup di atas dasar yang rapuh karena tergoda oleh keuntungan dan kenyamanan jangka pendek yang ditawarkan oleh dunia. Nilai-nilai dunia yang melibatkan kekayaan, popularitas, kekuasaan, dan status sosial terlihat menarik, tetapi tidak bisa memberikan kepastian dan kestabilan dalam hidup. Ketika kita mendasarkan hidup pada hal-hal yang bersifat sementara, kita sebenarnya membangun di atas pasir, yang mudah sekali tergeser oleh berbagai tekanan.

Yesus memperingatkan kita tentang bahayanya membangun di atas dasar yang rapuh, karena cepat atau lambat, dasar tersebut akan hancur. Hal ini mengajarkan bahwa kita harus berhati-hati untuk tidak mengandalkan hal-hal yang tidak kekal, tetapi mencari dasar yang kokoh dalam Kristus dan firman-Nya.

7. Relevansi bagi Kehidupan Kristen di Zaman Sekarang

Perumpamaan ini sangat relevan bagi kehidupan orang Kristen saat ini. Dalam dunia yang penuh dengan godaan dan tantangan, orang percaya diundang untuk tidak sekadar menjadi pendengar, tetapi pelaku firman. Kehidupan Kristen yang kokoh bukanlah sekadar tentang menghadiri gereja atau mendengarkan khotbah, tetapi menjalankan prinsip-prinsip Kristus dalam kehidupan nyata.

Sebagai orang percaya, kita juga menghadapi godaan untuk mencari kenyamanan di atas dasar yang rapuh, seperti ketergantungan pada kekayaan, popularitas, atau hubungan duniawi. Perumpamaan ini adalah pengingat yang kuat bahwa hal-hal tersebut tidak akan memberikan kestabilan yang sejati. Hanya firman Tuhan yang dapat menjadi dasar hidup yang kokoh.

8. Panggilan untuk Hidup yang Berdasarkan Kebenaran

Yesus mengundang kita untuk membangun kehidupan di atas firman-Nya yang kekal. Dengan menjadikan firman Tuhan sebagai dasar, kita akan memiliki arah yang jelas dan keyakinan yang teguh dalam menghadapi segala ujian. Membangun hidup berdasarkan kebenaran firman adalah keputusan yang akan membuahkan hasil yang baik dalam jangka panjang, meskipun mungkin tidak selalu mudah di awal.

Hidup berdasarkan firman Tuhan menuntut komitmen, disiplin, dan kerelaan untuk bertumbuh. Ini berarti menghidupi kasih, keadilan, pengampunan, dan integritas, yang semuanya merupakan nilai-nilai Kristiani yang diajarkan Yesus. Dengan berpegang teguh pada firman, kita sedang membangun kehidupan yang kuat yang tidak akan tergoyahkan oleh badai kehidupan.

9. Kesetiaan yang Menghasilkan Kehidupan Kekal

Yesus menutup perumpamaan ini dengan janji bagi mereka yang tetap setia pada firman-Nya. Mereka akan menerima kehidupan yang tidak tergoyahkan. Dalam kehidupan ini, badai akan selalu datang, namun kita yang berpegang pada kebenaran Kristus akan mampu bertahan hingga akhir. Orang yang bijaksana adalah mereka yang tidak hanya mendengar, tetapi taat melakukan firman Tuhan hingga akhir hidup mereka.

Dalam Wahyu 2:10, Yesus berkata, "Setialah sampai mati, dan Aku akan memberikan kepadamu mahkota kehidupan." Kesetiaan kita dalam mempraktikkan firman Tuhan menunjukkan seberapa kuat dasar hidup kita. Tuhan memberikan kehidupan kekal kepada mereka yang setia, yang tidak mudah goyah ketika menghadapi badai pencobaan.

Kesimpulan: Fondasi yang Kokoh untuk Hidup yang Kekal

Perumpamaan tentang dua pembangun dalam Matius 7:24-27 adalah pengajaran Yesus tentang pentingnya memiliki dasar iman yang kokoh. Membangun di atas batu, yaitu firman Tuhan, adalah langkah bijaksana yang akan menjaga kita di tengah-tengah pencobaan dan tantangan kehidupan. Sebaliknya, membangun di atas pasir adalah tindakan bodoh yang akan membawa kehancuran di saat badai datang.

Perumpamaan ini mengingatkan kita untuk selalu merenungkan dasar kehidupan kita dan bertanya, “Apakah kita hidup berdasarkan kebenaran firman Tuhan atau nilai-nilai dunia yang tidak kekal?” Kiranya kita semua dapat belajar dari perumpamaan ini, menjadi pelaku firman, dan membangun hidup di atas batu yang kokoh, yaitu Yesus Kristus. Dengan demikian, kita akan siap menghadapi badai kehidupan dan menerima mahkota kehidupan yang kekal dari-Nya.

Next Post Previous Post