Iman Membawa Perhentian: Ibrani 4:3
Pendahuluan:
Dalam Ibrani 4:3, penulis menulis, "Sebab kita yang beriman, akan masuk ke dalam perhentian itu, sama seperti yang telah Ia katakan: 'Sehingga Aku bersumpah dalam murka-Ku: Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku,' sekalipun pekerjaan-Nya sudah selesai sejak dunia dijadikan." Ayat ini mengungkapkan bahwa iman adalah kunci untuk masuk ke dalam perhentian Allah, bukan melalui
ketaatan pada hari tertentu atau praktik ritualistik.
Artikel ini akan membahas makna teologis dari Ibrani 4:3, menggali bagaimana iman membawa perhentian sejati, dan bagaimana konsep ini relevan dalam kehidupan Kristen modern. Kata semantik seperti “perhentian,” “iman,” “janji Allah,” “keselamatan,” dan “kedamaian” akan digunakan untuk memperjelas topik ini.
1. Konteks Kitab Ibrani
Kitab Ibrani ditulis untuk komunitas Kristen Yahudi yang menghadapi tekanan untuk kembali pada praktik-praktik Taurat. Penulis Ibrani menekankan keunggulan Kristus atas sistem keagamaan Yahudi, termasuk Sabat, imamat, dan persembahan. Dalam Ibrani 4, penulis menghubungkan perhentian Allah dengan janji yang diberikan kepada bangsa Israel, tetapi tidak semua orang Israel memasuki perhentian itu karena ketidakpercayaan mereka.
Ibrani 4:1 menyatakan, "Sebab itu, baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang di antara kamu yang dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentian-Nya masih berlaku." Penulis menunjukkan bahwa perhentian Allah tetap tersedia, tetapi hanya dapat dimasuki melalui iman.
F.F. Bruce, dalam bukunya "The Epistle to the Hebrews," menekankan bahwa konteks ini bertujuan untuk mengingatkan pembaca bahwa perhentian sejati tidak dapat ditemukan dalam ketaatan ritual, tetapi melalui hubungan yang penuh percaya kepada Allah melalui Yesus Kristus.
2. Definisi Perhentian Allah
Perhentian Allah dalam Ibrani 4 memiliki makna rohani yang mendalam. Perhentian ini mengacu pada:
- Kedamaian dengan Allah: Suatu hubungan yang dipulihkan melalui iman kepada Yesus Kristus.
- Keselamatan Kekal: Janji kehidupan kekal bersama Allah.
- Kebebasan dari Kerja Keras Rohani: Penyerahan total kepada kasih karunia Allah, bukan usaha manusia untuk mencapai kebenaran.
John Calvin, dalam komentarnya tentang Ibrani, menjelaskan bahwa perhentian Allah adalah hasil dari iman yang sejati. Calvin menulis bahwa perhentian ini tidak hanya mencakup keselamatan di masa depan tetapi juga pengalaman kedamaian dalam hidup sekarang. Menurut Calvin, iman kepada Kristus menghilangkan ketakutan, kegelisahan, dan usaha sia-sia manusia untuk mendapatkan penerimaan dari Allah.
Dalam Matius 11:28, Yesus berkata, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." Perhentian ini adalah janji bagi mereka yang percaya kepada Kristus, bukan hasil dari ritual atau hukum, tetapi hadiah kasih karunia Allah.
3. Iman sebagai Kunci untuk Masuk ke Dalam Perhentian Allah
Penulis Ibrani menekankan bahwa iman adalah syarat utama untuk memasuki perhentian Allah. Dalam Ibrani 4:3, penulis menunjukkan bahwa hanya mereka yang percaya yang dapat mengalami perhentian sejati. Sebaliknya, mereka yang tidak percaya, seperti generasi Israel yang keluar dari Mesir, gagal memasuki perhentian itu.
N.T. Wright, dalam bukunya "Hebrews for Everyone," menguraikan bahwa iman adalah sikap hati yang menerima janji Allah tanpa keraguan. Wright menegaskan bahwa iman bukanlah sekadar pengakuan intelektual, tetapi tindakan percaya penuh kepada Allah yang memampukan kita untuk menikmati perhentian-Nya.
Roma 5:1 menggambarkan hasil iman: "Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus." Iman membawa kedamaian sejati, yang tidak dapat diberikan oleh ritual atau peraturan manusia.
4. Perhentian yang Melampaui Sabat
Dalam Perjanjian Lama, Sabat adalah hari yang ditetapkan untuk perhentian fisik, memperingati penciptaan Allah. Namun, dalam Ibrani 4, penulis menunjukkan bahwa perhentian Allah melampaui konsep harian. Perhentian Allah adalah realitas rohani yang ditemukan dalam Kristus.
Penulis menekankan dalam Ibrani 4:9-10, "Jadi masih tersedia suatu perhentian hari ketujuh bagi umat Allah. Sebab barangsiapa telah masuk ke tempat perhentian-Nya, ia sendiri telah berhenti dari segala pekerjaannya, sama seperti Allah berhenti dari pekerjaan-Nya."
F.F. Bruce menunjukkan bahwa Sabat dalam Perjanjian Lama adalah bayangan dari perhentian yang sejati di dalam Kristus. Bruce menjelaskan bahwa Kristus menggenapi hukum Sabat dengan menawarkan perhentian kekal kepada mereka yang percaya kepada-Nya. Sabat bukan lagi kewajiban ritual, tetapi pengalaman rohani yang diperoleh melalui iman.
Dalam Kolose 2:16-17, Paulus menulis: "Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat; semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus." Kristus adalah perwujudan dari perhentian sejati yang diantisipasi dalam Sabat Perjanjian Lama.
5. Ketidakpercayaan sebagai Hambatan untuk Masuk ke Dalam Perhentian Allah
Penulis Ibrani juga memperingatkan bahwa ketidakpercayaan adalah penghalang utama untuk memasuki perhentian Allah. Dalam Ibrani 3:19, disebutkan bahwa bangsa Israel tidak dapat masuk karena ketidakpercayaan mereka. Ketidakpercayaan bukan hanya penolakan terhadap janji Allah, tetapi juga keengganan untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Nya.
John Stott, dalam bukunya "The Cross of Christ," menyatakan bahwa ketidakpercayaan adalah dosa yang menutup pintu bagi kasih karunia Allah. Stott menjelaskan bahwa tanpa iman, manusia mencoba mencari keselamatan melalui usaha sendiri, yang selalu berujung pada kegagalan. Ketidakpercayaan membawa kegelisahan, sementara iman membawa kedamaian.
Dalam Ibrani 11:6, kita membaca, "Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah." Iman adalah jalan satu-satunya untuk mengalami perhentian Allah, sementara ketidakpercayaan menjauhkan manusia dari anugerah-Nya.
6. Perhentian sebagai Kedamaian dalam Kristus
Masuk ke dalam perhentian Allah berarti mengalami kedamaian sejati di dalam Kristus. Ini mencakup:
- Pembenaran melalui iman: Orang percaya tidak lagi berjuang untuk mencapai kebenaran melalui usaha manusia, tetapi menerima kebenaran Kristus sebagai hadiah.
- Kedamaian dalam Roh Kudus: Orang percaya dipenuhi dengan damai sejahtera yang melampaui situasi duniawi.
- Pengharapan akan hidup kekal: Perhentian Allah memberi jaminan kehidupan kekal bersama-Nya.
Dallas Willard, dalam "The Spirit of the Disciplines," menjelaskan bahwa kedamaian yang ditemukan dalam perhentian Allah adalah hasil dari kehidupan yang sepenuhnya berakar pada kasih karunia Allah. Menurut Willard, perhentian ini menghilangkan kegelisahan dan menggantikannya dengan sukacita yang hanya dapat ditemukan dalam hubungan yang mendalam dengan Kristus.
Yohanes 14:27 menegaskan janji Yesus: "Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu." Perhentian Allah adalah damai yang hanya Kristus yang dapat berikan.
7. Praktik Perhentian dalam Kehidupan Kristen
Meskipun perhentian Allah terutama bersifat rohani, orang percaya dipanggil untuk mempraktikkan perhentian ini dalam kehidupan sehari-hari melalui:
- Kepercayaan Penuh pada Allah: Menyerahkan kekhawatiran dan ketakutan kepada Allah.
- Mengambil Waktu untuk Bersekutu dengan Allah: Membuat waktu untuk doa, meditasi, dan membaca Firman Allah.
- Hidup dalam Kasih Karunia: Berhenti mencoba untuk mendapatkan penerimaan Allah melalui usaha manusia dan menerima anugerah-Nya.
Dalam Mazmur 46:10, tertulis, "Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah." Melalui perhentian, orang percaya diingatkan bahwa Allah adalah sumber kedamaian dan kekuatan mereka.
8. Relevansi Perhentian Allah dalam Dunia Modern
Dalam dunia modern yang penuh dengan tekanan, kesibukan, dan kegelisahan, konsep perhentian Allah sangat relevan. Banyak orang percaya terjebak dalam perjuangan untuk mencapai kesuksesan, bahkan dalam konteks rohani. Namun, Ibrani 4:3 mengingatkan kita bahwa kedamaian sejati hanya dapat ditemukan dalam iman kepada Kristus.
Gereja modern dapat membantu jemaat memahami perhentian ini dengan mengajarkan pentingnya hidup dalam kasih karunia, mendorong praktik spiritual, dan menyediakan ruang untuk komunitas yang mendukung.
Kesimpulan
Ibrani 4:3 menekankan bahwa perhentian sejati hanya dapat dicapai melalui iman kepada Yesus Kristus, bukan melalui ritual atau pengamatan hari tertentu. Perhentian Allah adalah pengalaman rohani yang mencakup kedamaian, keselamatan, dan hubungan yang penuh kasih dengan Allah.
Para teolog seperti John Calvin, F.F. Bruce, dan N.T. Wright menunjukkan bahwa perhentian Allah melampaui Sabat Perjanjian Lama, menawarkan kedamaian kekal bagi mereka yang percaya kepada Kristus. Sebaliknya, ketidakpercayaan adalah penghalang utama untuk memasuki perhentian ini, mengingatkan kita akan pentingnya mempercayai janji Allah sepenuhnya.
Bagi orang percaya, perhentian Allah adalah hadiah yang membawa kedamaian dalam hidup sekarang dan pengharapan akan kehidupan kekal. Dengan mempercayai Kristus, kita dipanggil untuk hidup dalam kasih karunia dan menikmati kedamaian sejati yang hanya dapat ditemukan dalam Dia.