Kejadian 2:18-22: Penciptaan Hawa sebagai Penolong yang Sepadan bagi Adam
Pendahuluan:
Kejadian 2:18-22 mencatat peristiwa penting dalam kisah penciptaan, yaitu penciptaan perempuan sebagai "penolong yang sepadan" bagi laki-laki. Ayat-ayat ini menggambarkan bagaimana Tuhan menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam untuk menjadi pasangan dan rekan hidupnya. Melalui kisah ini, Alkitab mengungkapkan kebenaran yang mendasar tentang hubungan antara laki-laki dan perempuan, pentingnya komunitas, serta peran dan tujuan manusia dalam desain ilahi.Artikel ini akan mengeksplorasi makna ayat-ayat ini dalam perspektif teologi, mengacu pada pandangan beberapa pakar teologi, serta menerapkan pelajaran ini dalam konteks kehidupan Kristen. Pemahaman ini akan memperdalam pengertian kita tentang relasi antara laki-laki dan perempuan dalam terang rancangan Tuhan.
1. Konteks Kejadian 2:18-22: Kejadian Manusia dan Tujuan Relasional
Dalam Kejadian 1, kita melihat bagaimana Tuhan menciptakan alam semesta dan segala isinya, termasuk manusia, menurut gambar-Nya. Di Kejadian 2, narasi penciptaan dipaparkan lebih detail, dan di sinilah pertama kali Tuhan menyatakan bahwa "tidak baik" bagi manusia untuk seorang diri.
Ayat inti:
“Tuhan Allah berfirman: ‘Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.’” (Kejadian 2:18 TB)
Menurut teolog John Stott dalam "Issues Facing Christians Today," Tuhan menciptakan manusia dengan kebutuhan untuk komunitas dan hubungan, karena manusia diciptakan menurut gambar Allah yang adalah Allah Trinitas – suatu kesatuan hubungan antara Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Stott menjelaskan bahwa kebutuhan akan komunitas bukanlah kelemahan, tetapi bagian dari desain ilahi yang mendalam. Dengan demikian, Tuhan menciptakan perempuan sebagai penolong yang sepadan bagi laki-laki, memenuhi kebutuhan dasar manusia untuk hidup dalam relasi yang saling melengkapi.
Teolog Wayne Grudem dalam "Systematic Theology" juga menekankan bahwa pernyataan "tidak baik" ini adalah pengungkapan pertama bahwa ada sesuatu yang belum lengkap dalam ciptaan Tuhan. Grudem menjelaskan bahwa penciptaan perempuan adalah untuk menggenapi rancangan Tuhan yang sempurna, menciptakan kesatuan antara laki-laki dan perempuan yang mencerminkan hubungan ilahi.
2. Peran “Penolong” dalam Perspektif Alkitabiah
Kata "penolong" yang digunakan untuk menggambarkan Hawa dalam Kejadian 2:18 bukanlah kata yang merendahkan, melainkan menunjukkan fungsi penting dan bahkan penuh hormat. Kata Ibrani untuk "penolong" di sini adalah ezer, yang juga digunakan untuk menggambarkan Tuhan sebagai penolong umat-Nya.
“Akulah penolongmu, Tuhan, yang memelihara engkau.” (Yesaya 41:10 TB)
Menurut R.C. Sproul dalam "Knowing Scripture," kata "penolong" dalam konteks penciptaan Hawa menunjukkan peran yang saling melengkapi antara laki-laki dan perempuan. Sproul menjelaskan bahwa peran penolong ini bukanlah tanda inferioritas, tetapi justru menunjuk pada fungsi penting yang mendukung dan menguatkan. Tuhan sering kali digambarkan sebagai ezer bagi umat-Nya, dan dengan demikian, penolong memiliki posisi yang berharga dan mulia dalam rencana Tuhan.
Dalam "The Meaning of Marriage," Timothy Keller juga menekankan bahwa konsep penolong yang sepadan berarti peran yang sama berharganya tetapi berbeda dalam fungsinya. Keller menjelaskan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan dengan peran yang saling melengkapi, sehingga bersama-sama mereka dapat mencerminkan gambar Allah dengan lebih sempurna. Penciptaan Hawa sebagai "penolong yang sepadan" menunjukkan nilai kesatuan yang harmonis dan kerja sama dalam hubungan yang dirancang oleh Tuhan.
3. Kesepadanan antara Laki-laki dan Perempuan
Selain menjadi penolong, Hawa disebut sebagai yang "sepadan" bagi Adam. Kesepadanan ini mengindikasikan adanya kesetaraan dalam martabat dan nilai sebagai ciptaan Allah, meskipun ada perbedaan dalam fungsi dan peran.
Ayat terkait:
“Maka Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk daripadanya, lalu menutup tempat itu dengan daging.” (Kejadian 2:21 TB)
John MacArthur dalam "The MacArthur Study Bible" menjelaskan bahwa penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam menunjukkan bahwa perempuan diciptakan dari bagian yang sama dan memiliki nilai yang sama dengan laki-laki di mata Tuhan. MacArthur menekankan bahwa kesepadanan ini tidak berarti kesamaan dalam setiap aspek, tetapi menunjukkan kesatuan yang harmonis, di mana laki-laki dan perempuan bersama-sama mencerminkan gambar Allah dalam kehidupan mereka.
Menurut teolog C.S. Lewis dalam "Mere Christianity," hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam pernikahan adalah gambaran dari hubungan antara Kristus dan gereja. Lewis mengungkapkan bahwa dengan memiliki peran yang berbeda tetapi setara, laki-laki dan perempuan saling melengkapi untuk mencerminkan kesatuan yang sempurna. Kesepadanan ini memungkinkan mereka untuk menghidupi panggilan mereka bersama-sama dan menciptakan hubungan yang mencerminkan kasih Tuhan.
4. Simbolisme Penciptaan Hawa dari Tulang Rusuk Adam
Penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam memiliki makna simbolis yang dalam. Proses ini menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan untuk hidup dalam hubungan yang dekat dan penuh kasih, dengan saling menjaga dan mendukung satu sama lain. Sebagai pasangan, mereka dihubungkan secara batiniah dan fisik dalam hubungan yang intim.
“Lalu Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk daripadanya, lalu menutup tempat itu dengan daging.” (Kejadian 2:21 TB)
Teolog Matthew Henry dalam "Commentary on the Whole Bible" menulis bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam, bukan dari kepalanya untuk memerintahnya, bukan dari kakinya untuk diinjak, tetapi dari sisinya untuk menjadi setara dengannya, dari bawah lengannya untuk dilindungi, dan dekat dengan hatinya untuk dikasihi. Henry mengungkapkan bahwa penciptaan dari tulang rusuk ini adalah simbol dari kesatuan, saling melengkapi, dan kasih yang harus dimiliki antara suami dan istri.
Dalam "Theology of the Body," Paus Yohanes Paulus II juga menekankan bahwa penciptaan perempuan dari laki-laki adalah simbol dari panggilan untuk hidup dalam kasih yang penuh pengorbanan. Yohanes Paulus II menekankan bahwa melalui relasi suami-istri yang saling mengasihi, laki-laki dan perempuan bersama-sama dapat menghidupi kasih Tuhan dengan cara yang nyata.
5. Pernikahan sebagai Refleksi Hubungan Allah dengan Umat-Nya
Penciptaan perempuan sebagai pasangan bagi laki-laki bukan hanya bertujuan untuk relasi manusia, tetapi juga mencerminkan hubungan Allah dengan umat-Nya. Hubungan pernikahan yang diinstitusikan dalam Kejadian 2 ini adalah gambaran dari kesatuan yang Tuhan kehendaki antara Dia dan umat-Nya, yang akhirnya digenapi dalam perjanjian baru antara Kristus dan gereja.
“Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” (Kejadian 2:24 TB)
Menurut teolog John Piper dalam "This Momentary Marriage," pernikahan adalah bayangan dari pernikahan yang lebih besar antara Kristus dan gereja. Piper menjelaskan bahwa pernikahan dalam Kejadian adalah dasar dari semua hubungan pernikahan Kristen, yang berakar dalam kasih, pengorbanan, dan kesetiaan. Kristus mengasihi gereja dan menyerahkan diri-Nya untuknya, dan dalam pernikahan, suami dan istri dipanggil untuk mencerminkan kasih ini satu sama lain.
Timothy Keller dalam "The Meaning of Marriage" juga menekankan bahwa hubungan pernikahan adalah simbol dari hubungan Allah dengan umat-Nya. Keller menjelaskan bahwa Tuhan menghendaki pernikahan yang mencerminkan kesetiaan, kasih, dan ketulusan, karena hubungan ini adalah perwujudan dari kasih Allah yang abadi. Kesatuan ini adalah panggilan yang diberikan Tuhan kepada setiap pasangan Kristen untuk hidup dalam kasih yang tidak mementingkan diri sendiri.
6. Makna Penolong yang Sepadan dalam Konteks Kehidupan Kristen Sehari-hari
Konsep penolong yang sepadan dalam Kejadian 2:18-22 mengandung makna mendalam bagi kehidupan Kristen, khususnya dalam cara kita memahami peran dan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Setiap orang dipanggil untuk saling mendukung dan melengkapi dalam iman, bukan untuk berkompetisi atau merendahkan satu sama lain.
“Sebab kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.” (Galatia 3:28 TB)
Menurut J.I. Packer dalam "Knowing God," konsep penolong yang sepadan berarti bahwa dalam Kristus, setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki nilai yang sama dan panggilan yang sama untuk melayani Tuhan. Packer menjelaskan bahwa dalam kehidupan Kristen, kita dipanggil untuk saling mendukung, menguatkan, dan menjalankan panggilan Tuhan dengan setia. Relasi antara laki-laki dan perempuan harus didasarkan pada kasih dan kesatuan, sebagaimana Tuhan menciptakannya di taman Eden.
Dalam "Desiring God," John Piper juga menekankan pentingnya saling melengkapi dalam pelayanan dan kehidupan Kristen. Piper menekankan bahwa kesatuan antara laki-laki dan perempuan dalam gereja dan keluarga adalah cerminan dari kasih Tuhan yang mempersatukan. Dalam pelayanan, setiap orang memiliki peran yang penting dan berharga untuk membangun tubuh Kristus dan menggenapi misi-Nya di dunia.
Kesimpulan: Kesatuan dan Kesepadanan dalam Rancangan Ilahi
Kejadian 2:18-22 memberikan gambaran tentang relasi laki-laki dan perempuan dalam rancangan Tuhan yang sempurna. Penciptaan Hawa sebagai penolong yang sepadan bagi Adam menunjukkan kesatuan yang harmonis dan saling melengkapi, yang merupakan cerminan dari hubungan yang penuh kasih antara Tuhan dengan umat-Nya. Konsep penolong dalam Alkitab bukanlah posisi inferior, melainkan panggilan untuk saling mendukung, menguatkan, dan bekerja sama dalam kesatuan.
Para pakar teologi seperti John Stott, Wayne Grudem, C.S. Lewis, John Piper, dan Timothy Keller menekankan bahwa hubungan antara laki-laki dan perempuan harus didasarkan pada kasih, kesetaraan dalam martabat, dan kesediaan untuk saling melayani. Hubungan pernikahan adalah bayangan dari kesatuan antara Kristus dan gereja, yang mencerminkan kasih, kesetiaan, dan komitmen dalam hubungan yang sakral.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menghidupi kesatuan dan saling melengkapi dalam hubungan kita dengan sesama, baik dalam pernikahan, persahabatan, maupun dalam pelayanan. Dengan memahami makna penolong yang sepadan, kita dapat menjalani hidup yang mencerminkan kasih dan rancangan Tuhan, menjadi saksi bagi dunia tentang keindahan dan kebenaran rancangan Tuhan bagi manusia.