Pernikahan dalam Rancangan Allah: Markus 10:6-9

Pernikahan dalam Rancangan Allah: Markus 10:6-9

Pengantar:

Markus 10:6-9:"Namun, sejak permulaan penciptaan, ‘Allah menciptakan mereka laki-laki dan perempuan. Karena itu, seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya. Keduanya akan menjadi satu daging.’ Dengan demikian, mereka bukan lagi dua, melainkan satu daging. Jadi, apa yang telah Allah persatukan, jangan ada manusia yang memisahkan.” (AYT)

Ayat ini merupakan bagian dari percakapan Yesus dengan orang Farisi mengenai perceraian. Dalam jawaban-Nya, Yesus mengacu pada tujuan dan desain Allah dalam penciptaan laki-laki dan perempuan, menegaskan pentingnya kesatuan pernikahan. Dalam tradisi teologi Reformed, ayat ini sering dirujuk untuk menjelaskan pandangan Kristen tentang pernikahan sebagai lembaga yang kudus dan ditetapkan oleh Allah.

1. Pernikahan dalam Rencana Penciptaan Allah

Yesus memulai dengan mengingatkan bahwa pernikahan berasal dari rancangan Allah sejak awal penciptaan: “Allah menciptakan mereka laki-laki dan perempuan” (Markus 10:6). Pernyataan ini mengacu pada Kejadian 1:27 dan Kejadian 2:24, menegaskan bahwa pernikahan bukanlah institusi manusia, tetapi bagian integral dari rancangan Allah.

a. Kudusnya Pernikahan
Dalam pandangan Reformed, pernikahan adalah lembaga yang kudus karena didirikan oleh Allah sendiri. John Calvin menekankan bahwa pernikahan adalah cara Allah mempersatukan laki-laki dan perempuan dalam hubungan yang mencerminkan hubungan Kristus dengan gereja-Nya (Efesus 5:22-33). Pernikahan bukan hanya hubungan kontraktual, tetapi perjanjian yang melibatkan Allah sebagai saksi.

b. Kesetaraan dan Perbedaan dalam Pernikahan
Yesus mengingatkan bahwa Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dengan tujuan yang saling melengkapi. Herman Bavinck menyoroti bahwa penciptaan laki-laki dan perempuan bukan hanya menunjukkan kesetaraan mereka sebagai gambar Allah, tetapi juga perbedaan yang memungkinkan mereka untuk saling melengkapi dalam pernikahan.

2. Kesatuan yang Tak Terpisahkan

Markus 10:7-8 menyatakan: “Seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya. Keduanya akan menjadi satu daging.” Pernyataan ini menyoroti kesatuan yang unik dalam pernikahan, baik secara fisik, emosional, maupun spiritual.

a. Konsep “Satu Daging”
Konsep “satu daging” menekankan kesatuan total antara suami dan istri. Dalam teologi Reformed, kesatuan ini bukan hanya hubungan fisik, tetapi juga mencakup penyatuan tujuan, visi, dan misi hidup. Sinclair Ferguson menjelaskan bahwa kesatuan ini adalah gambaran kecil dari persatuan Kristus dengan umat-Nya, yang menekankan kasih, kesetiaan, dan pengorbanan.

b. Meninggalkan dan Bersatu
Proses “meninggalkan ayah dan ibu” menunjukkan bahwa pernikahan melibatkan perubahan prioritas dalam hubungan manusia. John Owen menyoroti bahwa tindakan ini menggambarkan komitmen penuh antara suami dan istri, di mana mereka membentuk keluarga baru yang berpusat pada kehendak Allah.

3. Larangan terhadap Perceraian

Dalam Markus 10:9, Yesus berkata: “Apa yang telah Allah persatukan, jangan ada manusia yang memisahkan.” Pernyataan ini adalah pengingat tegas bahwa pernikahan adalah karya Allah, dan manusia tidak memiliki hak untuk memutuskan ikatan yang telah Allah persatukan.

a. Pernikahan Sebagai Perjanjian Kudus
Dalam pandangan Reformed, pernikahan dipahami sebagai perjanjian yang kudus, bukan hanya kontrak sosial. Herman Bavinck menjelaskan bahwa perjanjian pernikahan mengikat suami dan istri dalam hubungan yang diatur oleh Allah. Oleh karena itu, perceraian dianggap melanggar kehendak Allah kecuali dalam kondisi tertentu yang diatur oleh Alkitab (Matius 19:9, 1 Korintus 7:15).

b. Allah Sebagai Otoritas Tertinggi
R.C. Sproul menekankan bahwa larangan Yesus terhadap perceraian menunjukkan bahwa Allah adalah otoritas tertinggi dalam pernikahan. Manusia tidak boleh memisahkan apa yang telah Allah persatukan tanpa dasar yang jelas dari Firman Allah. Dalam konteks ini, perceraian sering kali mencerminkan dosa manusia, seperti ketidaksetiaan, kekerasan, atau ketidakmampuan untuk mematuhi perintah Allah.

4. Pernikahan sebagai Gambar Injil

Dalam tradisi Reformed, pernikahan dipandang sebagai gambaran hubungan antara Kristus dan gereja-Nya. Efesus 5:22-33 menjelaskan bagaimana suami harus mengasihi istri seperti Kristus mengasihi gereja, dan istri harus tunduk kepada suami seperti gereja tunduk kepada Kristus.

a. Kasih yang Berkorban
Pernikahan adalah tempat di mana kasih Kristus yang berkorban dapat terlihat. Suami dipanggil untuk mengasihi istri mereka dengan pengorbanan, sementara istri dipanggil untuk merespons dengan kasih dan penghormatan. John Calvin menekankan bahwa pernikahan Kristen harus menjadi saksi hidup tentang kasih Allah yang mempersatukan umat-Nya.

b. Kesetiaan dalam Hubungan
Kesetiaan dalam pernikahan mencerminkan kesetiaan Allah kepada umat-Nya. Sinclair Ferguson menyoroti bahwa pernikahan Kristen yang setia adalah kesaksian yang kuat di dunia yang sering kali meremehkan nilai pernikahan.

5. Tantangan Modern terhadap Pernikahan

Matius 10:6-9 memberikan panduan penting dalam menghadapi tantangan modern terhadap pernikahan, seperti perceraian, pernikahan sesama jenis, dan kurangnya komitmen.

a. Menghadapi Relativisme Moral
Dalam dunia modern, nilai pernikahan sering kali dipandang relatif. Teologi Reformed menekankan pentingnya kembali kepada Firman Allah sebagai standar mutlak untuk memahami dan mempraktikkan pernikahan.

b. Membangun Komitmen yang Kokoh
Pernikahan Kristen membutuhkan komitmen yang kokoh, yang dibangun di atas dasar iman kepada Kristus. Sinclair Ferguson menekankan bahwa pasangan Kristen harus belajar untuk bergantung kepada Allah dalam menghadapi tantangan dan konflik dalam pernikahan.

6. Aplikasi Praktis untuk Kehidupan Kristen

Ayat ini memiliki banyak aplikasi praktis untuk kehidupan orang percaya:

  1. Menghormati Lembaga Pernikahan: Orang Kristen dipanggil untuk memandang pernikahan sebagai lembaga kudus yang ditetapkan oleh Allah dan menjalankannya dengan hormat dan penuh komitmen.
  2. Membangun Pernikahan di Atas Dasar Firman Allah: Pasangan Kristen harus menjadikan Firman Allah sebagai pedoman utama dalam hubungan mereka.
  3. Menghindari Perceraian Sebisa Mungkin: Perceraian harus menjadi jalan terakhir dan hanya dilakukan dalam situasi yang sesuai dengan ajaran Alkitab.
  4. Mengasihi dan Menghormati Pasangan: Suami dan istri dipanggil untuk saling mengasihi, menghormati, dan mendukung dalam semua aspek kehidupan.
  5. Menjadi Teladan bagi Dunia: Pernikahan Kristen yang mencerminkan kasih Kristus dapat menjadi kesaksian yang kuat di dunia yang membutuhkan Injil.

Kesimpulan

Markus 10:6-9 adalah pengajaran Yesus yang menegaskan pentingnya pernikahan dalam rencana Allah. Dalam tradisi teologi Reformed, pernikahan dipahami sebagai lembaga kudus yang dirancang oleh Allah untuk mencerminkan hubungan antara Kristus dan gereja-Nya.

Ayat ini mengundang orang percaya untuk menghormati, memelihara, dan menjalankan pernikahan sesuai dengan kehendak Allah. Dalam menghadapi tantangan modern terhadap nilai pernikahan, orang Kristen dipanggil untuk kembali kepada Firman Allah sebagai dasar kebenaran dan kekuatan dalam membangun hubungan yang memuliakan Allah.

Next Post Previous Post