Imamat 11:44: Panggilan kepada Kekudusan

Imamat 11:44: Panggilan kepada Kekudusan

Pendahuluan

Kitab Imamat sering dianggap sebagai kitab yang sulit dipahami karena berisi hukum-hukum yang tampaknya sudah tidak relevan dengan kehidupan Kristen modern. Namun, dalam teologi Reformed, Imamat memiliki makna teologis yang mendalam, terutama dalam hal kekudusan Allah dan bagaimana umat-Nya dipanggil untuk hidup kudus.

Salah satu ayat penting dalam kitab ini adalah Imamat 11:44, yang berbunyi:

“Akulah TUHAN, Allahmu. Karena itu, sucikan dirimu sehingga kamu menjadi kudus sebab Aku ini kudus. Janganlah menajiskan dirimu dengan semua binatang merayap yang mengeriap di tanah.” (Imamat 11:44, AYT)

Ayat ini menegaskan prinsip kekudusan yang mendasari seluruh hukum dalam kitab Imamat. Tuhan memanggil umat-Nya untuk hidup kudus karena Dia sendiri adalah kudus. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi makna ayat ini berdasarkan teologi Reformed, merujuk pada tafsiran dari para ahli teologi seperti John Calvin, Herman Bavinck, Louis Berkhof, dan R.C. Sproul.

1. Konteks Imamat 11:44

a. Latar Belakang Kitab Imamat

Kitab Imamat merupakan bagian dari Taurat (Pentateukh), yang ditulis oleh Musa untuk mengatur kehidupan bangsa Israel setelah mereka keluar dari Mesir. Kitab ini menekankan kekudusan Allah dan bagaimana umat-Nya harus hidup dalam kekudusan.

John Calvin dalam Commentary on Leviticus menjelaskan bahwa hukum-hukum dalam Imamat bertujuan untuk membentuk Israel sebagai umat yang berbeda dari bangsa-bangsa lain:

“Allah memisahkan Israel dari dunia dengan memberikan hukum-hukum yang mengajarkan kekudusan dalam segala aspek kehidupan mereka.”

b. Hukum Makanan dan Kekudusan

Imamat 11 secara khusus membahas hukum mengenai makanan yang boleh dan tidak boleh dimakan oleh bangsa Israel. Meskipun aturan ini tampak hanya berkaitan dengan kesehatan atau kebersihan, namun tujuan utamanya adalah untuk mengajarkan prinsip kekudusan.

Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menegaskan bahwa hukum-hukum ini bersifat pedagogis, yaitu mengajarkan umat tentang pentingnya pemisahan dari dosa:

“Hukum makanan dalam Imamat bukan hanya aturan diet, tetapi simbol dari pemisahan Israel dari dunia dan panggilan mereka untuk hidup dalam kekudusan.”

Dengan kata lain, melalui peraturan ini, Tuhan ingin menanamkan kesadaran bahwa kekudusan melibatkan setiap aspek kehidupan, termasuk makanan yang mereka konsumsi.

2. Makna Kekudusan Allah

a. Allah yang Kudus

Frasa “Aku ini kudus” dalam Imamat 11:44 menegaskan sifat fundamental Allah. Dalam teologi Reformed, kekudusan Allah bukan hanya tentang moralitas yang sempurna, tetapi juga tentang keberbedaan-Nya dari ciptaan-Nya.

R.C. Sproul dalam The Holiness of God menjelaskan:

“Kekudusan berarti keterpisahan Allah dari segala sesuatu yang diciptakan dan keberbedaan-Nya dalam kesempurnaan moral-Nya.”

Artinya, Allah tidak hanya sempurna dalam karakter-Nya, tetapi juga unik dan terpisah dari ciptaan. Oleh karena itu, umat-Nya juga dipanggil untuk hidup dalam kekudusan sebagai refleksi dari karakter Allah.

b. Kekudusan sebagai Sifat Utama Allah

Louis Berkhof dalam Systematic Theology menekankan bahwa kekudusan adalah sifat utama Allah yang memengaruhi semua atribut-Nya yang lain:

“Kekudusan Allah adalah inti dari keberadaan-Nya dan menjadi dasar dari segala tuntutan moral-Nya kepada manusia.”

Hal ini berarti bahwa panggilan kepada kekudusan bukanlah sekadar tuntutan etis, tetapi merupakan refleksi dari sifat Allah sendiri.

3. Panggilan kepada Kekudusan bagi Umat Allah

a. Kekudusan sebagai Identitas Umat Allah

Imamat 11:44 mengandung perintah “Sucikan dirimu sehingga kamu menjadi kudus” yang menunjukkan bahwa kekudusan adalah bagian dari identitas umat Allah.

Jonathan Edwards dalam Religious Affections menegaskan bahwa orang percaya sejati akan memiliki hati yang rindu untuk hidup dalam kekudusan:

“Keinginan akan kekudusan adalah salah satu tanda utama dari pekerjaan Roh Kudus dalam hati manusia.”

b. Kekudusan dalam Perjanjian Baru

Konsep kekudusan ini tidak hanya berlaku bagi Israel dalam Perjanjian Lama, tetapi juga ditekankan dalam Perjanjian Baru. Rasul Petrus mengutip Imamat 11:44 dalam 1 Petrus 1:15-16:

“Tetapi sebagaimana Dia yang memanggil kamu adalah kudus, hendaklah kamu juga menjadi kudus dalam seluruh hidupmu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.”

John MacArthur dalam The MacArthur New Testament Commentary menjelaskan bahwa panggilan kekudusan dalam Perjanjian Baru adalah kelanjutan dari prinsip yang sama dalam Perjanjian Lama:

“Kekudusan bukanlah sekadar tuntutan hukum, tetapi adalah ekspresi dari kasih dan kesetiaan kepada Tuhan.”

Dengan kata lain, hidup dalam kekudusan bukanlah beban hukum, tetapi respons kasih terhadap panggilan Tuhan.

4. Implikasi Teologis dan Praktis

a. Kekudusan dan Ketaatan

Imamat 11:44 menekankan bahwa kekudusan terkait erat dengan ketaatan kepada hukum Allah. Paulus dalam Roma 12:1-2 juga menekankan konsep ini:

“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu untuk mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah.”

Charles Hodge dalam Systematic Theology menegaskan bahwa ketaatan kepada Tuhan bukanlah untuk memperoleh keselamatan, tetapi sebagai bukti dari iman yang sejati:

“Orang percaya tidak diselamatkan oleh ketaatan, tetapi keselamatan sejati akan selalu menghasilkan kehidupan yang taat kepada Allah.”

b. Kekudusan dalam Kehidupan Sehari-hari

Kekudusan bukan hanya berarti menjauhi dosa besar, tetapi juga melibatkan cara kita berpikir, berbicara, dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari.

John Piper dalam Desiring God menjelaskan bahwa kekudusan berarti mengarahkan seluruh hidup kita untuk memuliakan Tuhan:

“Kekudusan bukan hanya tentang apa yang kita hindari, tetapi tentang apa yang kita kejar – yaitu keindahan dan kemuliaan Allah.”

Oleh karena itu, kita harus terus bertanya: Apakah cara hidup kita mencerminkan kekudusan Allah?

c. Perjuangan Melawan Dosa

Kekudusan juga berarti terus berjuang melawan dosa dalam hidup kita. Paulus berkata dalam 2 Korintus 7:1:

“Karena kita memiliki janji-janji itu, saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran tubuh dan roh, sehingga kita menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah.”

John Owen dalam The Mortification of Sin menekankan bahwa kehidupan Kristen adalah peperangan rohani untuk membunuh dosa setiap hari:

“Kita harus selalu berusaha membunuh dosa, atau dosa yang akan membunuh kita.”

Ini berarti bahwa hidup dalam kekudusan adalah proses pertumbuhan yang berkelanjutan, bukan pencapaian sekali jadi.

Kesimpulan

Imamat 11:44 adalah panggilan Tuhan kepada umat-Nya untuk hidup dalam kekudusan karena Allah sendiri adalah kudus. Dalam teologi Reformed, kekudusan adalah bagian tak terpisahkan dari identitas orang percaya, bukan sebagai sarana keselamatan, tetapi sebagai bukti dari iman sejati.

Poin-poin utama yang kita pelajari:

  1. Kekudusan Allah adalah dasar dari semua tuntutan moral-Nya.
  2. Kekudusan umat Allah adalah panggilan dan identitas, bukan sekadar aturan eksternal.
  3. Kekudusan bukan hanya menghindari dosa, tetapi hidup untuk memuliakan Tuhan.
  4. Proses pengudusan adalah perjuangan seumur hidup melawan dosa.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup dalam kekudusan setiap hari, bukan dengan kekuatan sendiri, tetapi dengan bersandar pada anugerah Kristus dan pekerjaan Roh Kudus dalam hidup kita. Soli Deo Gloria!

Next Post Previous Post