Matius 7:6: Hikmat dalam Membagikan Firman Tuhan

Matius 7:6: Hikmat dalam Membagikan Firman Tuhan

Pendahuluan:

Matius 7:6 adalah salah satu ayat dalam Khotbah di Bukit yang sering kali menimbulkan perenungan mendalam. Ayat ini berbunyi:“Jangan memberikan barang yang kudus kepada anjing-anjing, jangan pula melempar mutiaramu ke hadapan babi supaya mereka tidak menginjak-injak itu dengan kakinya dan berbalik mencabik-cabik kamu.” (Matius 7:6, AYT)

Dalam ayat ini, Yesus menegaskan bahwa tidak semua orang akan menerima kebenaran Injil, sehingga hikmat diperlukan dalam membagikan firman Tuhan. Metafora "anjing" dan "babi" yang digunakan oleh Yesus memiliki makna yang dalam dan menuntut pemahaman yang teliti agar tidak disalahartikan.

Melalui artikel ini, kita akan mengeksplorasi makna ayat ini dari perspektif teologi Reformed dengan menggali konteks historis, hubungan dengan ayat-ayat lain dalam Alkitab, serta pandangan dari beberapa teolog Reformed seperti John Calvin, R.C. Sproul, dan John MacArthur.

1. Konteks Historis dan Budaya

Untuk memahami ayat ini dengan benar, kita perlu memahami konteks budaya dan bahasa yang digunakan Yesus.

1. Makna "Anjing" dan "Babi" dalam Konteks Yahudi

Dalam budaya Yahudi, anjing dan babi adalah simbol kenajisan dan kebodohan. Anjing dalam masyarakat Yahudi kuno bukanlah hewan peliharaan yang dihargai seperti di zaman modern, tetapi sering kali diasosiasikan dengan hewan liar yang kotor dan tidak memiliki moral.

Babi, sebagaimana dijelaskan dalam Imamat 11:7, adalah binatang haram menurut hukum Taurat. Menurut tafsiran R.C. Sproul, penggunaan kedua hewan ini dalam ajaran Yesus menunjukkan bahwa ada orang-orang yang akan menolak atau bahkan menghina kebenaran ilahi.

2. Barang Kudus dan Mutiara

Yesus menggunakan dua benda berharga—"barang kudus" dan "mutiara"—sebagai simbol kebenaran firman Tuhan. "Barang kudus" dapat merujuk pada persembahan yang dipersembahkan kepada Allah di Bait Suci, yang tidak boleh dicemarkan oleh mereka yang tidak layak. "Mutiara" dalam Perjanjian Baru sering digunakan untuk melambangkan hikmat atau Injil (Matius 13:45-46).

Menurut John MacArthur, Yesus ingin mengajarkan bahwa tidak semua orang memiliki hati yang siap menerima Injil, dan membagikan firman Tuhan tanpa hikmat dapat menyebabkan penolakan yang keras atau bahkan penganiayaan.

2. Penafsiran Teologis

Ayat ini dapat ditafsirkan dalam berbagai aspek teologi Reformed, termasuk dalam doktrin pemilihan, doktrin total depravity (kerusakan total manusia), dan tanggung jawab orang percaya dalam penginjilan.

1. Kedaulatan Allah dan Doktrin Pemilihan

Dalam teologi Reformed, doktrin pemilihan (election) menekankan bahwa hanya mereka yang dipilih oleh Allah yang akan menerima Injil dengan hati yang terbuka (Efesus 1:4-5). Matius 7:6 mendukung pemahaman ini dengan menyiratkan bahwa ada kelompok orang yang tidak akan menerima kebenaran rohani, terlepas dari seberapa jelas kebenaran itu disampaikan kepada mereka.

John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menulis:"Tidak semua orang memiliki hati yang siap menerima anugerah keselamatan; oleh karena itu, kita harus bijaksana dalam membagikan firman Tuhan, agar tidak menjadi sia-sia dan dicemarkan oleh mereka yang membenci kebenaran."

Ayat ini tidak mengajarkan agar kita menghakimi siapa yang harus menerima Injil, tetapi agar kita menyampaikan kebenaran dengan hikmat dan membiarkan hasilnya berada dalam kedaulatan Allah.

2. Total Depravity dan Penolakan terhadap Injil

Teologi Reformed juga mengajarkan doktrin total depravity, yang menyatakan bahwa manusia secara alami memberontak terhadap Allah dan tidak dapat menerima kebenaran tanpa pekerjaan Roh Kudus (Roma 3:10-12).

R.C. Sproul dalam bukunya Chosen by God menjelaskan bahwa manusia dalam kondisi berdosa mereka akan menolak firman Tuhan jika mereka belum diperbarui oleh Roh Kudus. Matius 7:6 memperingatkan kita bahwa ada orang-orang yang akan merespons Injil dengan penghinaan, bukan penerimaan.

3. Hikmat dalam Penginjilan

Yesus bukanlah melarang pemberitaan Injil kepada semua orang, tetapi Ia menekankan pentingnya hikmat dalam mengidentifikasi kapan dan bagaimana membagikan firman Tuhan.

Charles Spurgeon berkata:"Mutiara tidak boleh dilemparkan ke tanah yang tandus. Begitu pula firman Tuhan tidak boleh disampaikan tanpa doa dan hikmat. Sebab firman yang dilemparkan tanpa bijaksana hanya akan diinjak-injak."

Dalam penginjilan, ada waktu di mana orang percaya harus melangkah mundur dan menyerahkan seseorang kepada Tuhan, seperti yang Paulus lakukan dalam Kisah Para Rasul 18:6 ketika orang-orang menolak Injil.

3. Aplikasi dalam Kehidupan Orang Percaya

1. Hikmat dalam Membagikan Firman Tuhan

Ayat ini mengajarkan bahwa ada orang yang memiliki hati yang siap menerima Injil dan ada yang tidak. Kita tidak boleh sembarangan dalam membagikan firman Tuhan, tetapi harus meminta hikmat dari Roh Kudus agar tahu kapan dan bagaimana berbicara.

Salah satu prinsip yang diajarkan oleh para teolog Reformed adalah bahwa penginjilan harus dilakukan dengan bijaksana dan dalam ketundukan pada kehendak Allah.

John Piper dalam bukunya Desiring God menekankan bahwa:"Firman Tuhan adalah berharga, dan kita harus membagikannya dengan hati yang peka terhadap pekerjaan Roh Kudus agar tidak menjadi sia-sia."

2. Tidak Berdebat dengan Hati yang Keras

Yesus mengajarkan bahwa ada orang-orang yang akan menolak kebenaran dengan keras dan bahkan menyerang mereka yang menyampaikannya. Dalam situasi seperti itu, kita harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam debat yang tidak produktif.

Paulus juga mengajarkan prinsip ini dalam 2 Timotius 2:23-24:"Hindarilah soal-soal yang dicari-cari dan bodoh, sebab kamu tahu bahwa itu menimbulkan pertengkaran. Sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang, cakap mengajar, sabar..."

Ketika seseorang menolak Injil dengan sikap yang keras, mungkin lebih baik untuk melangkah mundur dan menyerahkan orang tersebut kepada Tuhan dalam doa.

3. Fokus pada Pekerjaan Roh Kudus

Teologi Reformed menekankan bahwa pekerjaan pertobatan adalah pekerjaan Roh Kudus. Tidak ada argumen atau persuasi yang dapat mengubah hati seseorang kecuali Tuhan sendiri yang melakukannya. Oleh karena itu, kita harus berdoa agar Roh Kudus bekerja dalam hati mereka yang kita injili.

Jonathan Edwards berkata:"Bukan kata-kata kita yang mengubah hati, tetapi kuasa Allah. Jika kita ingin melihat seseorang bertobat, kita harus lebih banyak berlutut daripada berbicara."

4. Kesimpulan

Matius 7:6 adalah peringatan bagi orang percaya bahwa tidak semua orang akan menerima kebenaran firman Tuhan dengan hati yang terbuka. Oleh karena itu, diperlukan hikmat dalam membagikan Injil.

Dari perspektif teologi Reformed, ayat ini menegaskan beberapa doktrin penting:

  1. Kedaulatan Allah dalam keselamatan, yang menunjukkan bahwa hanya mereka yang dipilih Allah yang akan menerima Injil dengan iman.
  2. Kerusakan total manusia, yang menjelaskan mengapa banyak orang secara alami menolak Injil.
  3. Hikmat dalam penginjilan, yang mengajarkan bahwa kita harus peka terhadap waktu dan cara yang tepat dalam menyampaikan firman Tuhan.

Sebagai orang percaya, kita harus meminta hikmat dari Roh Kudus agar dapat mengenali kapan harus berbicara dan kapan harus diam. Namun, kita juga harus percaya bahwa pekerjaan pertobatan sepenuhnya ada di tangan Tuhan.

Kiranya kita tetap setia dalam membagikan firman Tuhan, tetapi juga bijaksana dalam bagaimana kita melakukannya, agar firman itu tidak diinjak-injak, melainkan diterima dengan hati yang terbuka.

Next Post Previous Post