Tertawa di Hadapan Iblis: Sukacita sebagai Peperangan Rohani
Pendahuluan:
Peperangan rohani sering kali dikaitkan dengan doa, puasa, dan perlengkapan senjata Allah seperti yang disebutkan dalam Efesus 6:10-18. Namun, dalam teologi Reformed, ada dimensi lain dari peperangan rohani yang sering diabaikan, yaitu sukacita sebagai bentuk perlawanan terhadap kuasa kegelapan. Sukacita yang berasal dari Allah bukan sekadar emosi atau respons terhadap keadaan yang menyenangkan, tetapi merupakan ekspresi iman yang mendalam, yang berakar dalam pengenalan akan Allah dan janji-janji-Nya.
Konsep "tertawa di hadapan Iblis" menyoroti bagaimana orang percaya dapat mengalami kemenangan rohani melalui sukacita yang diberikan oleh Roh Kudus. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi bagaimana sukacita berfungsi sebagai senjata dalam peperangan rohani, berdasarkan pandangan para teolog Reformed seperti John Calvin, Herman Bavinck, R.C. Sproul, dan Martyn Lloyd-Jones.
1. Sukacita dalam Teologi Reformed
a. Sukacita sebagai Karunia Allah
Dalam Galatia 5:22, sukacita disebut sebagai salah satu buah Roh Kudus. Ini berarti bahwa sukacita bukan hanya reaksi terhadap keadaan, tetapi anugerah yang datang dari Allah. John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menekankan bahwa sukacita sejati hanya dapat ditemukan dalam hubungan yang benar dengan Allah.
Menurut Calvin, dunia mencari sukacita dalam hal-hal yang fana, seperti kekayaan, status, atau kesenangan sementara. Namun, sukacita sejati berasal dari pengenalan akan kasih Allah yang tidak berubah dan janji keselamatan dalam Kristus. Sukacita ini tidak bergantung pada keadaan luar, melainkan pada iman kepada Allah yang berdaulat atas segala sesuatu.
b. Sukacita dalam Penderitaan
Salah satu aspek unik dari sukacita Kristen adalah kemampuannya untuk tetap ada bahkan dalam penderitaan. Roma 5:3-5 mengajarkan bahwa penderitaan menghasilkan ketekunan, karakter, dan harapan. Herman Bavinck menjelaskan bahwa dalam pemeliharaan Allah (providence), penderitaan tidak pernah terjadi di luar kendali-Nya, dan sukacita dalam penderitaan adalah tanda kepercayaan kepada pemeliharaan ilahi ini.
Martyn Lloyd-Jones menambahkan bahwa sukacita dalam penderitaan adalah bukti kehadiran Roh Kudus yang bekerja dalam hati orang percaya. Ketika dunia melihat orang Kristen yang tetap bersukacita dalam pencobaan, itu menjadi kesaksian tentang kuasa Allah yang lebih besar daripada keadaan dunia ini.
2. Peperangan Rohani dalam Perspektif Teologi Reformed
a. Definisi Peperangan Rohani
Dalam Efesus 6:12, Paulus menyatakan bahwa perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan kuasa-kuasa kegelapan. Peperangan rohani dalam teologi Reformed bukanlah tentang pertempuran mistik melawan roh-roh jahat, tetapi tentang perjuangan iman untuk tetap berpegang pada kebenaran Allah di tengah godaan dan tekanan dunia.
R.C. Sproul menekankan bahwa peperangan rohani terutama terjadi di dalam pikiran dan hati manusia. Iblis berusaha menabur keraguan, ketakutan, dan keputusasaan dalam hati orang percaya, sehingga mereka kehilangan sukacita dan keyakinan mereka dalam Allah.
b. Senjata Rohani: Sukacita sebagai Benteng Iman
Nehemia 8:10 menyatakan, "Sukacita dari TUHAN adalah kekuatanmu." Ini menunjukkan bahwa sukacita bukan hanya hasil dari kemenangan, tetapi juga alat untuk mencapai kemenangan dalam peperangan rohani.
John Calvin berpendapat bahwa salah satu strategi utama Iblis adalah membuat orang percaya kehilangan sukacita mereka, karena orang yang kehilangan sukacita cenderung jatuh dalam keputusasaan dan dosa. Sebaliknya, seseorang yang penuh dengan sukacita ilahi memiliki kekuatan untuk menolak godaan dan tetap teguh dalam iman.
c. Tertawa di Hadapan Iblis: Penghinaan terhadap Kuasa Kegelapan
Salah satu cara Iblis bekerja adalah dengan menakut-nakuti dan menekan orang percaya agar mereka merasa tidak berdaya. Namun, ketika orang percaya memilih untuk bersukacita dalam Tuhan, mereka sebenarnya sedang mengejek usaha Iblis untuk menekan mereka.
Herman Bavinck menjelaskan bahwa sukacita yang teguh di tengah pencobaan adalah tanda bahwa kuasa Kristus lebih besar daripada kuasa dunia ini. Dalam Mazmur 2:4, Allah sendiri dikatakan tertawa atas rencana jahat bangsa-bangsa, menunjukkan bahwa kejahatan, seberapa pun kuatnya, tetap berada di bawah kendali-Nya.
Martyn Lloyd-Jones menambahkan bahwa ketika orang percaya bersukacita meskipun Iblis mencoba mengguncang mereka, itu adalah penghinaan bagi kerajaan kegelapan. Sukacita dalam Tuhan menunjukkan bahwa mereka tahu siapa yang benar-benar berkuasa.
3. Bagaimana Sukacita Menjadi Senjata dalam Peperangan Rohani?
a. Sukacita Mengusir Ketakutan
Ketakutan adalah salah satu senjata utama Iblis dalam menyerang orang percaya. Ketika seseorang dipenuhi dengan ketakutan, mereka cenderung kehilangan iman dan mulai mempertanyakan kebaikan Allah.
Namun, Filipi 4:4-7 mengajarkan bahwa sukacita dalam Tuhan membawa damai sejahtera yang melampaui segala akal. Louis Berkhof menekankan bahwa sukacita dan ketakutan tidak dapat hidup berdampingan dalam hati yang sama. Ketika seseorang memilih untuk bersukacita dalam Tuhan, ketakutan kehilangan cengkeramannya.
b. Sukacita Mengalahkan Pencobaan
Sukacita yang berasal dari Allah membuat godaan dunia menjadi kurang menarik. Seperti yang dikatakan dalam Ibrani 11:25, Musa memilih menderita bersama umat Allah daripada menikmati kesenangan dosa yang sementara.
John Calvin menjelaskan bahwa semakin seseorang menikmati sukacita dalam Tuhan, semakin mereka menyadari bahwa kesenangan dosa adalah ilusi yang tidak dapat memuaskan. Iblis sering kali menggoda orang percaya dengan kepuasan duniawi, tetapi seseorang yang sudah menikmati sukacita sejati dalam Tuhan tidak akan mudah tergoda.
c. Sukacita Memberikan Ketekunan
Yakobus 1:2-3 mengajarkan bahwa ujian iman menghasilkan ketekunan. Sukacita bukan hanya hasil dari ketekunan, tetapi juga alat yang memampukan orang percaya untuk bertahan dalam pencobaan.
Herman Bavinck menekankan bahwa ketekunan dalam iman bukanlah usaha manusia semata, tetapi dikuatkan oleh anugerah Allah. Sukacita yang diberikan oleh Roh Kudus adalah salah satu cara Allah menopang umat-Nya di tengah pencobaan.
4. Membangun Sukacita sebagai Senjata Rohani
a. Menanamkan Firman dalam Hati
Mazmur 119:111 berkata, "Aku telah menyimpan janji-Mu dalam hatiku, supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau." Sukacita sejati datang dari kebenaran Firman Allah yang tertanam dalam hati.
Martyn Lloyd-Jones menekankan bahwa banyak orang Kristen kehilangan sukacita karena mereka tidak mengisi pikiran mereka dengan kebenaran Allah. Membaca, merenungkan, dan menghidupi Firman Allah adalah cara utama untuk mempertahankan sukacita.
b. Hidup dalam Doa dan Penyembahan
Sukacita sering kali datang melalui hubungan yang intim dengan Allah dalam doa dan penyembahan. Filipi 4:6-7 mengajarkan bahwa doa yang penuh dengan ucapan syukur membawa damai sejahtera Allah yang menjaga hati dan pikiran kita.
John Calvin menekankan bahwa penyembahan bukan hanya kewajiban, tetapi juga sarana untuk mengalami kehadiran dan sukacita Allah.
c. Bersekutu dengan Orang Percaya
Sukacita juga diperkuat melalui komunitas iman. Ibrani 10:24-25 mengingatkan kita untuk saling menguatkan dan membangun dalam kasih.
R.C. Sproul menekankan bahwa gereja adalah tempat di mana orang percaya dapat saling mendorong dan berbagi sukacita dalam Tuhan, sehingga mereka tidak mudah terseret oleh tekanan dunia.
Kesimpulan
Sukacita bukan hanya hasil dari berkat, tetapi juga senjata dalam peperangan rohani. Dalam teologi Reformed, sukacita dipandang sebagai ekspresi iman yang mendalam dan bukti kemenangan Kristus atas kuasa kegelapan.
Ketika orang percaya memilih untuk bersukacita di tengah pencobaan, mereka sedang menyatakan bahwa Allah mereka lebih besar dari dunia ini. Mereka "tertawa di hadapan Iblis," bukan karena mereka meremehkan musuh mereka, tetapi karena mereka tahu siapa yang benar-benar berkuasa. Dengan menanamkan Firman dalam hati, hidup dalam doa, dan bersekutu dengan sesama orang percaya, kita dapat mengalami sukacita yang menjadi kekuatan dalam menghadapi peperangan rohani.