10 Hal yang Harus Anda Ketahui tentang Jonathan Edwards

10 Hal yang Harus Anda Ketahui tentang Jonathan Edwards

Pendahuluan:

Jonathan Edwards (1703–1758) adalah salah satu teolog, filsuf, dan pengkhotbah terbesar dalam sejarah gereja, terutama dalam tradisi Reformed. Ia dikenal sebagai pemimpin utama dalam Kebangunan Rohani Besar (The Great Awakening) di Amerika Serikat dan menjadi figur yang sangat berpengaruh dalam teologi Puritan dan Calvinisme.

Edwards tidak hanya dikenal karena khotbahnya yang mengguncang hati banyak orang, seperti Sinners in the Hands of an Angry God, tetapi juga karena pemikirannya yang mendalam tentang kemuliaan Allah, kehendak bebas, kasih karunia, dan keselamatan. Banyak teolog Reformed modern, seperti John Piper, R.C. Sproul, Wayne Grudem, dan Michael Horton, masih merujuk pada pemikiran Edwards dalam berbagai aspek teologi.

Berikut ini adalah 10 hal penting yang perlu Anda ketahui tentang Jonathan Edwards dan bagaimana pemikirannya terus memengaruhi gereja hingga hari ini.

1. Jonathan Edwards adalah Teolog Reformed yang Tegas

Edwards adalah penganut teologi Reformed yang kuat dan sangat dipengaruhi oleh ajaran John Calvin dan tradisi Puritan. Ia percaya pada otoritas mutlak Alkitab, kemahakuasaan Allah, dan kejatuhan total manusia dalam dosa.

Dalam karyanya Freedom of the Will, Edwards membela pandangan Calvinis tentang kehendak bebas, menegaskan bahwa manusia secara alami terikat oleh dosa dan hanya bisa datang kepada Allah melalui anugerah yang tidak dapat ditolak (irresistible grace).

Wayne Grudem dalam Systematic Theology menyebut Edwards sebagai salah satu pembela terbesar doktrin anugerah Allah dalam sejarah gereja.

2. Ia Adalah Pemimpin dalam Kebangunan Rohani Besar (The Great Awakening)

Jonathan Edwards memainkan peran penting dalam Kebangunan Rohani Besar pada abad ke-18, sebuah gerakan yang mengubah wajah Kekristenan di Amerika Utara.

Pada tahun 1730-an dan 1740-an, Edwards berkhotbah dengan kuasa yang luar biasa, menyebabkan banyak orang bertobat dan mengalami perubahan hidup yang radikal. Salah satu khotbahnya yang paling terkenal, "Sinners in the Hands of an Angry God", menggambarkan kengerian neraka dan kebutuhan mendesak untuk bertobat.

John Piper mengatakan bahwa khotbah ini menunjukkan keseriusan dosa dan pentingnya kasih karunia Allah. Edwards ingin jemaatnya sadar bahwa tanpa anugerah Tuhan, mereka benar-benar tidak berdaya untuk menghindari hukuman kekal.

3. Edwards Percaya pada Kemuliaan Allah sebagai Tujuan Utama Kehidupan

Edwards sering menulis tentang kemuliaan Allah sebagai tujuan tertinggi dari segala sesuatu.

Dalam bukunya The End for Which God Created the World, ia berpendapat bahwa Allah menciptakan dunia untuk menyatakan dan membagikan kemuliaan-Nya. Segala sesuatu yang terjadi, termasuk keselamatan manusia, adalah bagian dari rencana ilahi untuk memperlihatkan kemuliaan-Nya.

John Piper dalam teologi Christian Hedonism sangat terpengaruh oleh Edwards. Ia sering mengutip pemikiran Edwards bahwa “Allah paling dimuliakan dalam kita ketika kita paling dipuaskan di dalam Dia.”

4. Ia Memiliki Pandangan yang Mendalam tentang Kasih dan Sukacita dalam Allah

Meskipun Edwards dikenal karena khotbahnya yang keras tentang neraka, ia juga memiliki pandangan yang mendalam tentang kasih dan sukacita dalam Allah.

Dalam Religious Affections, ia menulis bahwa iman sejati bukan hanya soal doktrin, tetapi juga pengalaman kasih dan sukacita dalam Allah. Orang Kristen sejati akan mengalami rasa manis dari kasih Tuhan, yang lebih besar dari kesenangan duniawi mana pun.

Michael Horton menekankan bahwa Edwards memahami bahwa Kekristenan bukan hanya soal moralitas atau ritual, tetapi tentang menikmati hubungan dengan Tuhan yang hidup.

5. Ia Memegang Pandangan Keras tentang Dosa dan Hukuman Kekal

Edwards tidak pernah takut untuk berbicara tentang realitas neraka dan murka Allah terhadap dosa. Dalam banyak khotbahnya, ia memperingatkan bahwa tanpa pertobatan, manusia pasti akan mengalami hukuman kekal.

Dalam Sinners in the Hands of an Angry God, ia menggambarkan manusia sebagai laba-laba yang tergantung di atas api neraka, hanya ditahan oleh anugerah Allah.

R.C. Sproul mengatakan bahwa khotbah-khotbah Edwards mengingatkan kita bahwa murka Allah bukan bertentangan dengan kasih-Nya, tetapi bagian dari karakter-Nya yang kudus dan adil.

6. Edwards Memiliki Teologi tentang Kebangunan Rohani yang Seimbang

Meskipun Edwards mendukung kebangunan rohani, ia juga berhati-hati terhadap emosi yang berlebihan.

Dalam The Distinguishing Marks of a Work of the Spirit of God, ia memberikan kriteria alkitabiah untuk membedakan pekerjaan Roh Kudus yang sejati dari emosi manusia yang sementara.

Wayne Grudem menekankan bahwa pemikiran Edwards masih relevan bagi gereja modern, terutama dalam membedakan antara pengalaman rohani yang sejati dan sekadar sensasi emosional.

7. Ia Dikenal sebagai Teolog Filsuf yang Mendalam

Edwards bukan hanya seorang pengkhotbah, tetapi juga seorang filsuf yang sangat mendalam.

Dalam Freedom of the Will, ia menolak konsep kehendak bebas dalam arti Arminian dan menunjukkan bahwa keputusan manusia selalu dipengaruhi oleh dosa dan kecenderungan hati mereka.

Michael Horton mengatakan bahwa Edwards adalah salah satu pemikir Kristen terbesar yang pernah ada, karena ia berhasil menggabungkan filsafat, teologi, dan kehidupan rohani secara harmonis.

8. Ia Mengalami Penderitaan dalam Pelayanannya

Edwards mengalami banyak tantangan dan penderitaan dalam pelayanannya.

Pada tahun 1750, ia dipecat dari gereja tempat ia melayani selama 23 tahun karena perbedaan pandangan tentang siapa yang boleh menerima Perjamuan Kudus.

Namun, ia tidak pernah membalas dengan kemarahan. Sebaliknya, ia tetap melayani Tuhan dengan setia, bahkan ketika ia harus pergi ke tempat yang lebih terpencil untuk melayani suku Indian.

John Piper menekankan bahwa ketekunan Edwards dalam penderitaan adalah teladan bagi para pelayan Tuhan saat ini.

9. Ia Meninggal dalam Usaha untuk Mempromosikan Ilmu Pengetahuan

Edwards bukan hanya seorang teolog, tetapi juga sangat mendukung pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Ketika ia diangkat menjadi presiden Princeton University, ia mencoba mendukung ilmu pengetahuan dengan menerima vaksin cacar yang masih dalam tahap percobaan. Sayangnya, vaksin tersebut menyebabkan infeksi yang akhirnya merenggut nyawanya pada tahun 1758.

Namun, warisannya tetap hidup dan terus memberikan pengaruh besar dalam dunia akademik dan teologi Reformed.

10. Warisannya Masih Hidup Hingga Hari Ini

Hingga saat ini, pemikiran Jonathan Edwards masih menjadi fondasi teologi Reformed.

  • John Piper sering merujuk pada Edwards dalam ajaran tentang sukacita dalam Tuhan.
  • R.C. Sproul menganggapnya sebagai salah satu teolog terbesar dalam sejarah gereja.
  • Michael Horton dan Wayne Grudem melihatnya sebagai pemikir Kristen yang luar biasa, yang menggabungkan kedalaman teologi, pengalaman rohani, dan kecerdasan intelektual.

Edwards mengajarkan kita bahwa Allah adalah pusat dari segala sesuatu, bahwa keselamatan adalah murni anugerah, dan bahwa sukacita sejati hanya ditemukan dalam menikmati kemuliaan Tuhan.

Kesimpulan

Jonathan Edwards bukan hanya seorang pengkhotbah atau teolog biasa. Ia adalah seorang pemikir besar, hamba Tuhan yang setia, dan pelayan yang rendah hati.

Pemikiran dan ajarannya masih terus membentuk gereja, teologi, dan kehidupan Kristen hingga hari ini.

Sebagai orang percaya, kita bisa belajar dari Edwards tentang keseriusan dosa, pentingnya anugerah, dan sukacita dalam kemuliaan Tuhan.

Soli Deo Gloria!

Next Post Previous Post