Kontroversi Arminianisme

Kontroversi Arminianisme

Pendahuluan

Kontroversi antara Calvinisme dan Arminianisme merupakan salah satu perdebatan teologis yang paling signifikan dalam sejarah Kekristenan. Perselisihan ini berakar pada perbedaan dalam memahami doktrin keselamatan, khususnya dalam hal predestinasi, kehendak bebas, anugerah, dan ketekunan orang percaya.

Teologi Reformed yang mengikuti ajaran John Calvin menekankan kedaulatan Allah dalam keselamatan, sedangkan Arminianisme, yang berkembang dari ajaran Jacobus Arminius, lebih menekankan tanggung jawab manusia dan kehendak bebas dalam menerima atau menolak keselamatan.

Artikel ini akan membahas latar belakang kontroversi ini, argumen utama dari kedua pihak, serta bagaimana teolog Reformed seperti John Calvin, John Owen, Charles Spurgeon, Louis Berkhof, dan R.C. Sproul menanggapi Arminianisme.

1. Latar Belakang Kontroversi Arminianisme

A. Reformasi dan Ajaran John Calvin

John Calvin (1509–1564) adalah salah satu pemimpin utama Reformasi Protestan yang menekankan doktrin predestinasi dan kedaulatan Allah dalam keselamatan. Calvin mengajarkan bahwa Allah memilih orang-orang tertentu untuk diselamatkan (doktrin pemilihan) dan bahwa keselamatan diberikan hanya oleh anugerah Allah, bukan oleh usaha manusia.

Ajaran Calvin ini kemudian dirangkum dalam lima poin Calvinisme yang lebih dikenal dengan akronim TULIP:

  1. Total Depravity (Kerusakan Total) – Manusia sepenuhnya rusak oleh dosa dan tidak dapat datang kepada Allah dengan usaha sendiri.

  2. Unconditional Election (Pemilihan Tanpa Syarat) – Allah memilih siapa yang akan diselamatkan berdasarkan kehendak-Nya sendiri, bukan berdasarkan perbuatan manusia.

  3. Limited Atonement (Penebusan Terbatas) – Kristus mati hanya untuk orang-orang pilihan.

  4. Irresistible Grace (Anugerah yang Tidak Dapat Ditolak) – Mereka yang dipilih oleh Allah pasti akan menerima anugerah keselamatan.

  5. Perseverance of the Saints (Ketekunan Orang Kudus) – Orang-orang yang telah diselamatkan tidak akan kehilangan keselamatannya.

B. Jacobus Arminius dan Lima Poin Remonstrant

Jacobus Arminius (1560–1609) adalah seorang teolog Belanda yang awalnya menerima ajaran Calvinisme tetapi kemudian menolak beberapa bagian dari doktrin predestinasi. Setelah kematiannya, para pengikutnya menyusun Lima Poin Remonstrant (1610) yang menantang ajaran Calvinisme:

  1. Free Will (Kehendak Bebas) – Manusia memiliki kehendak bebas untuk menerima atau menolak keselamatan.

  2. Conditional Election (Pemilihan Bersyarat) – Allah memilih berdasarkan pengetahuan sebelumnya tentang siapa yang akan percaya.

  3. Universal Atonement (Penebusan Universal) – Kristus mati untuk semua orang, bukan hanya untuk orang pilihan.

  4. Resistible Grace (Anugerah yang Dapat Ditolak) – Manusia dapat menolak anugerah Allah.

  5. Possibility of Apostasy (Kemungkinan Kehilangan Keselamatan) – Orang percaya dapat jatuh dari keselamatan jika tidak setia.

2. Reaksi Teologi Reformed terhadap Arminianisme

A. Sinode Dordt dan Penolakan Remonstrant

Pada tahun 1618–1619, diadakan Sinode Dordt di Belanda untuk menanggapi ajaran Arminianisme. Sinode ini menolak Lima Poin Remonstrant dan menegaskan kembali ajaran Calvinisme yang kemudian dirangkum dalam TULIP.

Teolog Reformed seperti Francis Turretin dan John Owen menegaskan bahwa Arminianisme mengurangi kedaulatan Allah dan terlalu menekankan peran manusia dalam keselamatan. Mereka berpendapat bahwa jika keselamatan bergantung pada kehendak bebas manusia, maka keselamatan bukan lagi murni karena anugerah.

B. John Owen dan Doktrin Penebusan Terbatas

John Owen, dalam bukunya The Death of Death in the Death of Christ, membela doktrin Limited Atonement (Penebusan Terbatas) dengan menegaskan bahwa jika Kristus mati bagi semua orang, tetapi tidak semua orang diselamatkan, maka kematian Kristus tidak benar-benar efektif.

Sebaliknya, dalam Calvinisme, Kristus mati hanya untuk orang pilihan, dan kematian-Nya secara efektif menyelamatkan mereka. Arminianisme, menurut Owen, membuat keselamatan bergantung pada respons manusia, bukan pada kedaulatan Allah.

C. Charles Spurgeon dan Oposisi terhadap Arminianisme

Charles Spurgeon, seorang pengkhotbah Reformed terkenal di abad ke-19, sangat menentang Arminianisme. Ia berkata:

"Arminianisme memperlakukan kasih karunia seperti sesuatu yang lemah dan tidak efektif. Kasih karunia tidak hanya memberikan kesempatan kepada orang berdosa untuk diselamatkan, tetapi benar-benar menyelamatkan mereka."

Menurut Spurgeon, keselamatan bukanlah hasil pilihan manusia, tetapi adalah pekerjaan Allah yang menyelamatkan manusia yang tidak mampu menyelamatkan dirinya sendiri.

D. R.C. Sproul: Anugerah yang Tidak Dapat Ditolak

R.C. Sproul dalam bukunya Chosen by God menekankan bahwa anugerah keselamatan Allah tidak dapat ditolak oleh mereka yang telah dipilih-Nya. Sproul mengilustrasikan bahwa manusia yang mati secara rohani tidak mungkin memilih Allah kecuali Allah terlebih dahulu menghidupkan hatinya.

Menurutnya, Arminianisme gagal memahami kedalaman kerusakan dosa dan terlalu menekankan peran manusia dalam keselamatan.

3. Implikasi Teologis dan Praktis

A. Perbedaan dalam Penginjilan

  • Calvinisme: Penginjilan dilakukan dengan keyakinan bahwa Allah telah memilih orang-orang yang akan diselamatkan, dan tugas kita hanyalah memberitakan Injil.

  • Arminianisme: Penginjilan dilakukan dengan pemikiran bahwa semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk percaya, dan keputusan akhir ada pada manusia.

B. Keyakinan tentang Ketekunan Orang Kudus

  • Calvinisme: Orang percaya yang sejati akan tetap bertahan dalam iman karena Allah yang menopang mereka.

  • Arminianisme: Orang percaya bisa kehilangan keselamatannya jika mereka berpaling dari Allah.

4. Kesimpulan: Mengapa Teologi Reformed Menolak Arminianisme?

Teologi Reformed menolak Arminianisme karena:

  1. Arminianisme mengurangi kedaulatan Allah dengan membuat keselamatan bergantung pada keputusan manusia.

  2. Arminianisme tidak memahami kedalaman dosa – manusia tidak hanya sakit secara rohani, tetapi benar-benar mati dalam dosa (Efesus 2:1-5).

  3. Arminianisme meremehkan karya Kristus di salib, karena jika Kristus mati bagi semua orang tetapi tidak semua orang diselamatkan, maka kematian-Nya tidak efektif.

  4. Arminianisme membuat keselamatan tidak pasti, karena manusia bisa kehilangan keselamatannya, sedangkan dalam teologi Reformed, keselamatan adalah karya Allah yang pasti.

Kesimpulan utama:
Calvinisme menekankan bahwa keselamatan adalah murni anugerah Allah, sementara Arminianisme membuka kemungkinan bagi manusia untuk berkontribusi dalam keselamatannya sendiri. Itulah sebabnya para teolog Reformed tetap mempertahankan doktrin TULIP sebagai fondasi yang kuat dalam memahami anugerah dan kedaulatan Allah dalam keselamatan.

Soli Deo Gloria!

Next Post Previous Post