Hidup dalam Kasih dan Ketaatan (2 Yohanes 1:5-6)

Hidup dalam Kasih dan Ketaatan (2 Yohanes 1:5-6)

Pendahuluan

Di tengah dunia yang semakin memisahkan kasih dari kebenaran, banyak orang Kristen berjuang untuk memahami apa sebenarnya arti kasih yang sejati. Apakah kasih adalah perasaan semata? Apakah kasih berarti menoleransi segalanya? Apakah kasih meniadakan hukum?

Surat 2 Yohanes menjawab kebingungan itu dengan jelas dan kuat, khususnya dalam ayat:

2 Yohanes 1:5-6 (AYT):
“Sekarang, aku minta kepadamu, Ibu, bukan seolah-olah aku menuliskan sebuah perintah baru, melainkan perintah yang sudah kita miliki sejak semula supaya kita saling mengasihi. Dan, inilah kasih, bahwa kita hidup menurut perintah-perintah-Nya. Inilah perintah itu, seperti yang sudah kamu dengar sejak semula supaya kamu hidup di dalamnya.”

Ayat ini adalah puncak teologis dari seluruh surat pendek ini, menekankan bahwa kasih tidak dapat dipisahkan dari ketaatan terhadap perintah Allah. Artikel ini akan membahas ayat ini secara mendalam dengan pendekatan ekspositori dan teologi Reformed, serta mengaitkannya dengan kehidupan orang percaya di masa kini.

1. Konteks Surat 2 Yohanes: Kasih dalam Kebenaran

Surat ini ditulis oleh Rasul Yohanes kepada “Ibu yang terpilih dan anak-anaknya”, yang secara umum diyakini sebagai jemaat tertentu, bukan individu literal. Fokus surat ini adalah pada kasih dan kebenaran, serta peringatan terhadap pengajaran sesat.

Dalam ayat 5-6, Yohanes kembali menekankan perintah untuk saling mengasihi—bukan sebagai sesuatu yang baru, tetapi sebagai inti dari ajaran Kristen sejak awal.

2. “Bukan perintah baru…” – Mengingatkan yang Lama

Yohanes menyatakan bahwa ia tidak menulis perintah baru, tetapi yang sudah ada sejak semula. Ini menunjuk pada ajaran Yesus sendiri:

Yohanes 13:34:
“Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi...”

Namun, “baru” di sini bukan berarti “belum pernah ada”, melainkan memiliki kualitas dan dimensi baru dalam terang kasih Kristus yang mengorbankan diri.

John Calvin: Kasih sebagai Hukum Kekal Allah

Calvin menekankan bahwa kasih bukanlah tambahan dalam kekristenan, melainkan inti dari hukum moral Allah sejak permulaan. Dalam komentarnya, ia menulis:

“Kasih bukanlah perintah sementara; ia adalah hukum kekal yang telah ditanamkan oleh Allah dalam hati manusia sejak awal.”

3. Kasih yang Tertanam dalam Perintah Allah

Ayat 6: “Inilah kasih, bahwa kita hidup menurut perintah-perintah-Nya.”

Yohanes tidak memberikan definisi kasih secara emosional, tetapi operasional dan etis: kasih adalah ketaatan terhadap Allah. Kasih sejati bukan sekadar niat baik, tetapi tindakan nyata yang sesuai dengan kehendak Tuhan.

R.C. Sproul: Kasih adalah Bentuk Ketaatan Tertinggi

Sproul sering menekankan bahwa kasih bukanlah perasaan subjektif, tetapi respon aktif terhadap hukum Allah.

“Jika kita mengaku mengasihi Allah, namun tidak menuruti perintah-Nya, maka kasih itu palsu. Kasih yang sejati selalu tunduk pada otoritas ilahi.”

4. Teologi Reformed dan Hukum Allah

Dalam tradisi Reformed, hukum Allah tidak dibatalkan oleh Injil, tetapi digenapi dan diletakkan dalam hati orang percaya melalui Roh Kudus.

Westminster Confession of Faith (Bab 19) menyatakan:

“Hukum moral tetap berlaku untuk semua orang, tidak hanya karena isinya, tetapi karena otoritas Penciptanya.”

Herman Bavinck: Hukum sebagai Ekspresi Kasih

Bavinck menyebut hukum Allah sebagai refleksi karakter-Nya. Maka, kasih dan hukum bukan dua hal yang bertentangan, tetapi satu kesatuan yang utuh dalam relasi Allah dengan umat-Nya.

5. Kontras dengan Pandangan Dunia

Dunia modern sering menyamakan kasih dengan toleransi tanpa batas atau “biarkan mereka dengan kebenarannya sendiri.” Namun kasih yang sejati menurut Yohanes adalah kasih yang berakar pada kebenaran dan tunduk pada perintah Allah.

John Stott: Kasih dan Kebenaran Tidak Bisa Dipisahkan

Walau tidak Reformed secara penuh, Stott sangat disukai dalam kalangan Reformed. Ia menulis:

“Kasih Kristen sejati tidak bisa lepas dari kebenaran. Kasih tanpa kebenaran adalah sentimentalisme; kebenaran tanpa kasih adalah legalisme.”

6. Kasih dalam Komunitas Kristen

Kasih bukan hanya vertikal (kepada Allah), tetapi juga horizontal (kepada sesama). Yohanes menulis kepada jemaat agar mereka saling mengasihi, bukan hanya “mengasihi dalam hati”.

Aplikasi dalam Gereja Lokal:

  • Mengampuni yang bersalah (Efesus 4:32)

  • Memberi kepada yang berkekurangan (1 Yohanes 3:17)

  • Membangun dalam kebenaran, bukan membenarkan dosa

7. Kasih yang Konsisten: “Hidup di dalamnya”

Frasa “supaya kamu hidup di dalamnya” menunjuk pada pola hidup yang berkesinambungan. Kasih bukan hanya tindakan sesaat, tetapi gaya hidup yang konsisten dengan firman.

John Piper: Kasih sebagai Cermin Kemuliaan Kristus

Piper menyatakan bahwa hidup dalam kasih adalah cara kita menyatakan bahwa Kristus lebih berharga dari apapun. Kita mengasihi karena Dia terlebih dahulu mengasihi kita (1 Yohanes 4:19).

“Kasih adalah refleksi dari kasih Kristus yang tinggal dalam hati yang telah dibaharui.”

8. Bahaya Mengabaikan Kasih yang Menurut Perintah

Tanpa pemahaman yang benar, kasih bisa berubah menjadi:

  • Kompromi terhadap dosa

  • Pengabaian terhadap disiplin gereja

  • Relativisme moral dalam pelayanan

Yohanes mengingatkan bahwa kasih yang sejati harus tunduk kepada kebenaran, bukan menggantikannya.

9. Kasih dalam Terang Injil

Kasih menurut perintah bukanlah beban, tetapi buah dari Injil. Orang yang telah mengalami kasih Allah melalui Kristus akan:

  • Mengasihi tanpa pamrih

  • Melayani tanpa mencari pujian

  • Taat tanpa paksaan

10. Kesimpulan Teologis

Dari 2 Yohanes 1:5-6 kita belajar bahwa:

  • Kasih bukan konsep baru, tapi perintah kekal yang diperbarui dalam Kristus

  • Kasih tidak bisa dipisahkan dari kebenaran dan ketaatan

  • Hukum Allah tidak meniadakan kasih, tetapi justru menuntunnya

  • Orang percaya dipanggil untuk hidup dalam kasih yang aktif dan nyata

Kesimpulan Akhir dan Refleksi

“Dan, inilah kasih, bahwa kita hidup menurut perintah-perintah-Nya.” (2 Yohanes 1:6)

Di zaman ketika kasih sering dipelintir menjadi pembenaran dosa atau kompromi, Alkitab mengarahkan kita kembali pada kasih yang kudus, taat, dan ilahi. Dalam terang salib Kristus, kita tidak hanya dipanggil untuk mengasihi, tapi juga untuk menghidupi kasih itu dalam kebenaran dan ketaatan.

Next Post Previous Post