Kesetiaan kepada Kristus, Bukan kepada Dunia: Galatia 1:10

Kesetiaan kepada Kristus, Bukan kepada Dunia: Galatia 1:10

“Apakah sekarang aku sedang mencari persetujuan manusia atau persetujuan Allah? Atau, apakah aku masih mencoba menyenangkan manusia? Sekiranya aku masih mencoba menyenangkan manusia, aku bukanlah hamba Kristus.”
(Galatia 1:10, AYT)

Pendahuluan: Krisis Otoritas dalam Pelayanan Kristen

Dalam dunia modern yang sangat menghargai penerimaan sosial, banyak orang percaya — bahkan para pemimpin rohani — tergoda untuk menyesuaikan pesan mereka agar menyenangkan telinga manusia. Namun, Rasul Paulus dalam Galatia 1:10 memberikan sebuah pernyataan tegas yang mengguncang fondasi dari pelayanan yang kompromistis: hamba Kristus tidak boleh menjadi penyemangat popularitas manusia.

Ayat ini menjadi salah satu batu penjuru dalam teologi Reformed mengenai otoritas firman dan panggilan pelayanan. Artikel ini akan mengeksplorasi eksposisi Galatia 1:10 dengan membongkar konteks sejarah, makna teologis, serta pendapat beberapa tokoh besar Reformed untuk memperkaya pemahaman kita tentang panggilan menjadi hamba Kristus sejati.

1. Konteks Historis dan Latar Belakang Surat Galatia

Surat Galatia ditulis oleh Rasul Paulus kepada jemaat-jemaat di wilayah Galatia yang sedang digoyahkan oleh pengaruh guru-guru palsu, khususnya kaum Yudais. Mereka mencoba menggabungkan Injil dengan hukum Taurat, menekankan bahwa keselamatan tidak cukup hanya dengan iman kepada Kristus, tetapi juga harus disertai sunat dan ketaatan terhadap hukum Musa.

Paulus memulai suratnya dengan nada yang sangat keras dan langsung:

“Aku heran bahwa kamu begitu cepat berpaling dari Dia yang memanggil kamu dalam anugerah Kristus kepada suatu injil yang lain.” (Gal. 1:6)

Dalam konteks inilah Galatia 1:10 muncul sebagai deklarasi integritas Paulus — bahwa ia bukan mengabarkan Injil demi persetujuan manusia, tetapi karena panggilan ilahi yang tidak bisa dikompromikan.

2. Analisis Kata dan Struktur Kalimat

“Apakah sekarang aku sedang mencari persetujuan manusia atau persetujuan Allah?”

Kata "persetujuan" dalam bahasa Yunani adalah πειθω (peithō), yang berarti membujuk, meyakinkan, atau mencari penerimaan. Paulus sedang menegaskan bahwa misi Injil tidak berdasarkan pada penerimaan sosial, tetapi pada kebenaran ilahi.

“Sekiranya aku masih mencoba menyenangkan manusia…”

Kata "menyenangkan" (areskō) digunakan dalam konteks menggambarkan upaya menyelaraskan diri dengan keinginan orang lain untuk diterima.

Paulus dengan gamblang menyatakan bahwa jika itu tujuannya, ia bukanlah hamba Kristus. Pernyataan ini sangat keras dan tegas — kompromi terhadap Injil berarti menolak jabatan sebagai hamba Tuhan.

3. Perspektif Teologi Reformed: Otoritas dan Kesetiaan

Dalam teologi Reformed, otoritas Injil tidak berasal dari persetujuan manusia, melainkan dari Allah sendiri. John Calvin dalam komentarnya atas Galatia menyatakan:

“Paulus menunjukkan bahwa tidak mungkin bagi seseorang menjadi hamba Kristus, dan pada saat yang sama menjadi budak opini manusia. Injil tidak dapat diikat oleh kehendak manusia.”

R.C. Sproul dalam The Gospel of God menambahkan:

“Kepatuhan kepada Kristus sering kali berarti konflik dengan budaya. Jika gereja menjadi terlalu nyaman dengan dunia, itu pertanda kita telah menjauh dari panggilan Injil yang sejati.”

4. Pelayanan yang Setia vs. Pelayanan yang Populer

Galatia 1:10 adalah ujian bagi setiap pengkhotbah, pemimpin gereja, bahkan setiap orang percaya: Apakah kita menyampaikan kebenaran apa adanya, atau mengedit pesan Injil agar lebih bisa diterima?

John MacArthur menulis:

“Paulus tidak peduli pada popularitas. Ia hanya peduli bahwa Injil disampaikan sebagaimana mestinya. Dalam era modern, banyak gereja merancang khotbah yang lebih cocok untuk pertunjukan hiburan daripada penyataan kebenaran. Ini sangat berbahaya.”

5. Konsekuensi Menjadi Hamba Kristus

Menjadi “hamba Kristus” bukan hanya tentang pelayanan. Ini menyangkut identitas. Kata Yunani “δοῦλος” (doulos) menunjukkan hubungan total antara tuan dan hamba — ketaatan mutlak, tidak ada ruang untuk kompromi.

Implikasinya:

  • Kebenaran tidak untuk dinegosiasikan.

  • Panggilan hidup Kristen adalah mengutamakan Kristus, bukan penerimaan sosial.

  • Integritas pelayanan diuji ketika kebenaran tidak populer.

6. Aplikasi Dalam Kehidupan Sehari-Hari

Galatia 1:10 tidak hanya berlaku bagi penginjil dan pendeta. Ini berlaku bagi:

  • Mahasiswa Kristen yang digoda untuk menyembunyikan imannya demi diterima teman.

  • Profesional Kristen yang tergoda mengikuti sistem curang demi kemajuan karier.

  • Pemimpin gereja yang lebih memilih program yang “ramah pengunjung” daripada memberitakan dosa dan pertobatan.

Paulus berkata, jika kita masih menyenangkan manusia, kita bukan hamba Kristus.

7. Penolakan Dunia: Bukti Kesetiaan?

Yesus sendiri berkata:

“Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu.” (Lukas 6:26)

Dalam terang itu, penolakan dari dunia sering kali bukan kegagalan, tetapi justru bukti bahwa kita hidup seturut kehendak Tuhan.

Martin Luther, reformator besar, menulis:

“Jika aku menyenangkan manusia, aku telah mengkhianati kebenaran. Tapi jika aku menyenangkan Kristus, biarlah dunia mencela.”

8. Keteguhan Paulus dalam Pelayanan

Dalam seluruh surat-suratnya, Paulus terus-menerus mempertahankan integritas pelayanannya. Di 1 Tesalonika 2:4, ia berkata:

“Sebaliknya, Allah telah menyetujui kami untuk dipercayakan dengan Injil, dan karena itu kami berbicara, bukan untuk menyenangkan manusia, tetapi Allah yang menguji hati kita.”

Ini menunjukkan bahwa prinsip Galatia 1:10 bukan hanya retorika, tetapi menjadi dasar pelayanan Paulus sepanjang hidupnya.

9. Bahaya Injil yang Dimodifikasi

Di zaman sekarang, banyak pengajaran yang mengklaim sebagai Injil tetapi telah “disesuaikan” dengan budaya:

  • Injil kemakmuran

  • Injil tanpa salib

  • Injil tanpa pertobatan

Semua itu, menurut Paulus, adalah "injil yang lain" yang tidak menyelamatkan (Gal. 1:6-9). Dalam terang Galatia 1:10, ini adalah bentuk menyenangkan manusia dan mengkhianati Kristus.

10. Teologi Puritan: Menyenangkan Tuhan Adalah Tujuan Hidup

Teolog Reformed-Puritan seperti Thomas Watson dan Jonathan Edwards memandang bahwa tujuan utama manusia adalah:

“Untuk memuliakan Allah dan menikmati Dia selama-lamanya.” (Westminster Shorter Catechism)

Maka, segala bentuk pelayanan, karya, bahkan hubungan sosial kita, harus dimotivasi oleh kerinduan menyenangkan Tuhan, bukan manusia.

11. Pemurnian Gereja: Belajar dari Paulus

Galatia 1:10 juga merupakan prinsip untuk membangun gereja yang sehat:

  • Berani menegur dosa

  • Tidak takut kehilangan jemaat demi mempertahankan kebenaran

  • Tidak tergoda mengikuti tren yang merusak kesucian Injil

Gereja bukan panggung popularitas. Ini adalah tempat di mana kebenaran harus dinyatakan, meski tidak populer.

12. Hidup dengan Integritas Injil

Bagi orang percaya, Galatia 1:10 menjadi kompas untuk hidup sehari-hari:

  • Apakah keputusan kita didasarkan pada kehendak Tuhan atau tekanan sosial?

  • Apakah kita berani menjadi berbeda demi kebenaran?

  • Apakah kita bersedia kehilangan persahabatan, jabatan, atau kenyamanan demi kesetiaan kepada Kristus?

Kesimpulan: Kita Milik Kristus, Bukan Dunia

Galatia 1:10 menantang setiap kita: Siapa yang kita layani sebenarnya? Ketika tekanan datang untuk menyenangkan orang lain, akankah kita berdiri teguh seperti Paulus dan berkata:

“Sekiranya aku masih mencoba menyenangkan manusia, aku bukanlah hamba Kristus.”

Kesetiaan kepada Kristus sering kali berarti penolakan dari dunia. Tapi itu adalah jalan yang sejati bagi mereka yang ingin disebut “doulos Christou” — hamba Kristus.

Next Post Previous Post