Kejadian 2:19–20: Menamai Ciptaan dan Mandat Kultural

Pendahuluan
Kejadian 2:19–20 mencatat tindakan penting Adam dalam Taman Eden: menamai binatang-binatang yang telah diciptakan Allah. Sekilas, bagian ini tampak sebagai narasi sederhana tentang Adam memberi nama. Namun dalam teologi Reformed, perikop ini mengandung kebenaran mendalam mengenai:
-
Mandat budaya
-
Tanggung jawab manusia sebagai gambar Allah
-
Struktur otoritas dalam ciptaan
-
Persiapan penciptaan perempuan
Teks Kejadian 2:19–20 (TB):
"Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu. Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia."
Artikel ini mengupas bagian ini secara ekspositoris dan sistematis dari sudut pandang teologi Reformed serta menjelaskan maknanya dalam konteks kekinian.
I. Konteks Historis dan Teologis Kejadian 2
A. Narasi Ciptaan dalam Dua Perspektif
Kejadian 1 dan 2 bukan dua kisah berbeda, melainkan dua sudut pandang:
-
Kejadian 1: gambaran kosmis dan kronologis ciptaan
-
Kejadian 2: fokus pada relasi manusia, tugasnya, dan kehidupan di Taman Eden
B. Urgensi Bagian Ini
Pasal 2 menekankan peran aktif manusia dalam tatanan ciptaan. Kejadian 2:19–20 bukan hanya menunjukkan aktivitas awal manusia, tetapi juga:
-
Otoritas representatif manusia di bumi
-
Kemampuan intelektual manusia
-
Ketiadaan pasangan sepadan, yang mengantar ke ayat 21–25 (penciptaan Hawa)
II. Eksposisi Ayat per Ayat
A. Kejadian 2:19: Pemberian Nama dan Keterlibatan Manusia
“Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara...”
John Calvin dalam komentarnya menyatakan:
“Allah tidak sekadar memperlihatkan binatang kepada manusia untuk diamati, tetapi memberikan kepada manusia peran sebagai pengatur dan pemimpin ciptaan.”
B. “...untuk melihat, bagaimana ia menamainya...”
Tindakan ini bukan uji coba, tapi tindakan simbolik Allah memberi manusia kuasa:
-
Dalam konteks Ibrani, menamai berarti memiliki otoritas atas sesuatu.
-
Adam, sebagai gambar Allah, bertindak dalam kuasa representatif untuk menyatakan tata nama yang merefleksikan esensi ciptaan itu.
Herman Bavinck menyatakan dalam Reformed Dogmatics:
“Tindakan menamai makhluk hidup adalah fungsi kenabian dari manusia, mengenali hakikat sesuatu dan memberinya tempat dalam dunia yang teratur.”
III. Dimensi Teologis dari Tugas Menamai
A. Tanda Kecerdasan dan Refleksi Gambar Allah
Adam menunjukkan kemampuan:
-
Kognitif (analisis perbedaan spesies)
-
Linguistik (membentuk kata/istilah)
-
Teologis (mengatur ciptaan sesuai kehendak Allah)
Teologi Reformed menegaskan bahwa manusia tidak diciptakan secara naif atau mentah, tetapi sudah dibekali kemampuan rasional penuh sejak awal.
B. Penerapan Mandat Budaya (Cultural Mandate)
“Beranak cuculah dan penuhilah bumi, taklukkanlah itu dan berkuasalah...” (Kejadian 1:28)
Menamai ciptaan adalah bentuk konkret pertama dari penggenapan mandat budaya, yang meliputi:
-
Pengelolaan alam
-
Pengetahuan dan sains (klasifikasi)
-
Relasi antara manusia dan lingkungan
IV. Kejadian 2:20: Ketiadaan Penolong yang Sepadan
“...tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia.”
A. Tujuan Ilahi: Menunjukkan Ketidaksepadanan Makhluk Lain
Allah tahu bahwa Adam membutuhkan pasangan, namun Dia tidak menciptakan perempuan langsung, melainkan terlebih dahulu menampilkan binatang-binatang kepada Adam. Ini menunjukkan bahwa:
-
Hanya perempuan yang sepadan
-
Binatang tidak bisa mengisi relasi personal dan eksistensial manusia
John MacArthur menulis:
“Penunjukan binatang bukan hanya pengujian kemampuan Adam, tetapi juga membangun kerinduan akan pasangan yang sepadan.”
B. Kebutuhan akan Relasi Personal
Dalam teologi Reformed, manusia adalah makhluk relasional, seperti Allah Tritunggal. Ketiadaan pasangan bukan sekadar masalah biologis, tetapi masalah eksistensial dan spiritual.
V. Pandangan Teologi Reformed tentang Bagian Ini
A. John Calvin
Calvin melihat Kejadian 2:19–20 sebagai:
-
Pernyataan martabat manusia atas ciptaan
-
Penegasan bahwa manusia bukan bagian dari binatang, tapi jauh lebih tinggi
Ia juga menekankan pentingnya disiplin pengetahuan, karena penamaan membutuhkan observasi dan analisis. Dengan demikian, pendidikan, sains, dan filsafat berakar pada mandat ilahi ini.
B. Herman Bavinck
Bavinck melihat bagian ini sebagai struktur tata sosial:
-
Allah menciptakan tatanan hirarki
-
Manusia sebagai wakil Allah di bumi
-
Alam bukan untuk disembah, tapi dikelola
C. R.C. Sproul
Sproul menghubungkan tindakan menamai dengan otoritas kenabian:
“Seperti nabi menyampaikan firman Tuhan dan memberi nama, demikian Adam bertindak sebagai corong kehendak ilahi dalam ciptaan.”
VI. Aplikasi Praktis dan Kontemporer
A. Pendidikan dan Pengetahuan
Tugas menamai mencerminkan:
-
Keunggulan rasional manusia
-
Panggilan untuk meneliti, memahami, dan menjelaskan dunia
-
Fondasi bagi sains yang berintegritas rohani
Teologi Reformed mendorong integrasi antara iman dan ilmu.
B. Lingkungan dan Ekologi
Manusia harus:
-
Mengelola, bukan mengeksploitasi alam
-
Menyadari bahwa otoritas diberikan, bukan dimiliki
-
Bertindak sebagai penatalayan yang bertanggung jawab
C. Relasi dan Pernikahan
Kejadian 2:20 juga mengajarkan bahwa:
-
Binatang tidak bisa memenuhi kebutuhan terdalam manusia
-
Hanya pasangan sepadan yang bisa melengkapi
-
Perempuan diciptakan sebagai penolong sepadan, bukan bawahan
VII. Kontras dengan Pandangan Modern
A. Evolusionisme dan Humanisme
Evolusi melihat manusia sebagai hasil lanjutan hewan. Tetapi:
-
Kejadian 2 menegaskan perbedaan kualitatif, bukan hanya kuantitatif
-
Menamai berarti menguasai, bukan sebatas hidup berdampingan
B. Pandangan Gender Modern
Ayat ini menantang ide bahwa perbedaan gender tidak penting. Justru:
-
Ketiadaan pasangan menunjukkan bahwa kesepadanan itu penting
-
Relasi pria dan wanita adalah refleksi struktur ciptaan
VIII. Kesimpulan
Kejadian 2:19–20 bukan hanya narasi kecil dalam Alkitab, tetapi merupakan:
-
Landasan mandat budaya
-
Bukti kecerdasan dan martabat manusia
-
Persiapan ilahi menuju penciptaan perempuan
-
Konfirmasi bahwa manusia berdiri sebagai wakil Allah atas bumi
Dalam terang teologi Reformed, perikop ini menunjukkan bagaimana:
-
Allah menetapkan struktur dan otoritas sejak awal
-
Manusia diberikan kehormatan besar sebagai gambar Allah
-
Pengetahuan, relasi, dan pernikahan memiliki dasar teologis, bukan sekadar sosial
Herman Bavinck merangkum dengan indah:
“Di dalam taman pertama, manusia mulai membangun peradaban dengan hikmat dan tanggung jawab. Dan dari situlah sejarah manusia berakar.”