Tatapan Penebus: Lukas 22:61
Pendahuluan
Lukas 22:61 berkata:
"Lalu berpalinglah Tuhan memandang Petrus. Maka teringatlah Petrus akan perkataan Tuhan kepadanya: 'Sebelum ayam berkokok pada hari ini, engkau telah tiga kali menyangkal Aku.'" (LAI-TB)
Ayat ini merupakan salah satu momen yang paling menyayat hati dalam seluruh kisah Injil. Bukan karena hukuman, bukan karena ledakan kemarahan Yesus, tetapi karena tatapan. Tatapan Yesus kepada Petrus setelah ia menyangkal-Nya tiga kali menyiratkan banyak hal: kasih, kekecewaan, teguran, dan anugerah. Artikel ini akan membahas makna Lukas 22:61 dari sudut pandang para teolog Reformed dengan memperhatikan konteks, teologi, serta penerapan pastoralnya.
I. Latar Belakang Konteks: Penyangkalan dan Tatapan
Lukas 22 mencatat jam-jam terakhir kehidupan Yesus sebelum penyaliban. Yesus telah memperingatkan Petrus dalam ayat 34:
"Aku berkata kepadamu, Petrus: Hari ini ayam tidak akan berkokok, sebelum engkau tiga kali menyangkal, bahwa engkau mengenal Aku."
Petrus yang penuh semangat dan kesetiaan semu berkata sebelumnya (ayat 33): "Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau!" Namun, kenyataan menunjukkan bahwa kekuatan daging tidak mampu menopang iman saat pencobaan tiba.
John Calvin dalam Commentary on the Harmony of the Evangelists menekankan bahwa kegagalan Petrus ini adalah gambaran nyata dari kelemahan manusia jika tidak ditopang oleh kasih karunia. Ia berkata:
"We see in Peter what man is, when left to himself: he is like a reed shaken with the wind."
II. Tafsiran Teologi Reformed atas Lukas 22:61
A. Tatapan Yesus: Bukan Tatapan Murka, Melainkan Kasih yang Tegas
Tatapan Yesus kepada Petrus tidak mengandung murka yang menghancurkan, melainkan belas kasih yang menembus hati. Menurut Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics, tindakan Yesus menunjukkan sifat kasih Allah yang tidak berubah bahkan ketika umat-Nya jatuh:
"The Lord’s gaze is not like human reproach but is filled with the unchanging mercy of the covenant."
Tatapan ini adalah panggilan untuk bertobat, bukan penghukuman. Di dalamnya terkandung kuasa ilahi yang meluluhkan hati orang berdosa. Tatapan Yesus bekerja melalui Roh Kudus untuk membangkitkan kesadaran Petrus akan dosanya.
B. Ingatan akan Firman: Alat Roh Kudus untuk Pemulihan
Saat Yesus menatap, Petrus teringat akan perkataan Tuhan. Di sinilah pekerjaan Roh Kudus terlihat jelas menurut teologi Reformed. Firman yang telah tertanam bekerja dalam hati orang percaya pada saat yang krusial. John Owen dalam The Mortification of Sin menyebutkan:
“It is the Spirit that brings to remembrance the Word in the moment of temptation or afterward for conviction.”
Roh Kudus menghidupkan kembali firman itu dalam hati Petrus, dan hasilnya adalah penyesalan yang sejati. Ingatan itu bukan sekadar mental, tetapi rohani — ingatan yang membangkitkan pertobatan.
C. Air Mata Pertobatan: Bukti Anugerah Efektif
Setelah tatapan itu, Markus mencatat bahwa Petrus "menangis dengan sedihnya" (Markus 14:72). Menurut Jonathan Edwards, air mata semacam itu merupakan tanda anugerah efektif:
"True repentance is always wrought by the Spirit and is accompanied with a godly sorrow."
Kesedihan Petrus bukan karena rasa bersalah manusiawi, tetapi karena kesadaran akan dosa terhadap Tuhan yang telah mengasihinya. Dalam teologi Reformed, ini disebut sebagai godly sorrow (dukacita ilahi), seperti yang disebut Paulus dalam 2 Korintus 7:10.
III. Perbandingan dengan Yudas: Kontras antara Pertobatan Sejati dan Palsu
Tatapan Yesus kepada Petrus menghasilkan pertobatan. Sebaliknya, Yudas setelah mengkhianati Yesus, tidak mendapat tatapan, melainkan keputusasaan yang berujung bunuh diri (Matius 27:3–5). John MacArthur dalam Twelve Ordinary Men mengkontraskan dua respons ini:
"Petrus was broken but restored. Judas was remorseful but damned. The difference was grace."
Dalam pemahaman Reformed, Yudas tidak dipilih secara kekal (reprobate), sedangkan Petrus adalah orang pilihan (elect) yang sementara jatuh, namun dipulihkan. Hal ini menegaskan ajaran tentang ketekunan orang kudus (Perseverance of the Saints), yang mengajarkan bahwa orang pilihan bisa jatuh, tetapi tidak akan binasa.
IV. Doktrin Pemeliharaan Allah (Perseverance)
Yesus telah berkata kepada Petrus dalam Lukas 22:32:
"Tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu."
Doa syafaat Kristus menjadi jaminan bahwa Petrus akan dipulihkan. Ini adalah dasar doktrin pemeliharaan Allah atas umat pilihan-Nya. Charles Hodge menyatakan:
"The intercession of Christ is the guarantee that none of the elect shall perish."
Doa Yesus bukan hanya harapan, tapi kepastian. Oleh sebab itu, sekalipun Petrus jatuh dalam dosa berat — menyangkal Yesus tiga kali — ia tidak binasa karena Tuhan memeliharanya.
V. Aplikasi Pastoral dan Praktis
A. Tidak Ada Dosa yang Terlalu Besar untuk Anugerah
Penyangkalan Petrus menunjukkan bahwa tidak ada dosa yang terlalu besar untuk dimaafkan jika disertai pertobatan sejati. Bahkan dosa yang paling menyakitkan — menyangkal Yesus secara publik — bisa diampuni. Tatapan Yesus mengingatkan kita bahwa kasih-Nya lebih besar daripada kegagalan kita.
B. Kesadaran Akan Firman Sebagai Penuntun Pertobatan
Petrus teringat akan perkataan Yesus. Dalam kehidupan Kristen, mengisi hati dengan Firman Tuhan akan menjadi benteng dalam pencobaan dan alat pemulihan ketika jatuh. Mazmur 119:11 berkata, “Dalam hatiku aku menyimpan janji-Mu, supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau.”
C. Yesus Tidak Pernah Melepaskan Tatapan-Nya atas Umat-Nya
Meski kita gagal, Yesus tetap memandang kita. Dalam setiap kejatuhan, tatapan itu tidak penuh murka, melainkan penuh belas kasih. Seperti yang dikatakan oleh Sinclair Ferguson:
"The gaze of Christ is never to destroy the soul, but to draw it back with cords of love."
Tatapan itu tidak mengutuk, tetapi memanggil untuk kembali.
VI. Kesaksian Para Reformator dan Tokoh Puritan
John Calvin
Calvin menekankan bahwa kejadian ini menunjukkan betapa pentingnya ketergantungan mutlak pada kasih karunia Allah. Ia berkata:
“Petrus did not fall because God had abandoned him, but to show that man is nothing without the constant aid of grace.”
Thomas Watson
Dalam The Doctrine of Repentance, Watson menyoroti pentingnya tangisan Petrus sebagai tanda pertobatan sejati:
"Tears are the blood of the soul. When Peter wept bitterly, it was the soul’s way of bleeding out its guilt before God."
Matthew Henry
Henry melihat bahwa pandangan Yesus kepada Petrus adalah “panah cinta yang meluluhkan kebekuan dosa.” Ia menulis:
“The look of Christ pierced Peter’s heart more than the sword pierced His own side.”
VII. Penutup: Dari Kegagalan Menuju Pemulihan
Lukas 22:61 adalah kisah tentang kasih, kelemahan manusia, dan kuasa pemulihan ilahi. Dalam teologi Reformed, ayat ini menggambarkan keindahan anugerah Allah yang bekerja bahkan dalam kejatuhan yang paling kelam. Petrus, sang penyangkal, akhirnya dipulihkan dan menjadi pemimpin gereja mula-mula. Ini semua karena tatapan Yesus yang penuh anugerah.
Tatapan itu tetap tersedia bagi kita hari ini — bukan secara fisik, tetapi melalui firman, karya Roh Kudus, dan sakramen-sakramen yang menyatakan kasih setia Allah kepada umat-Nya. Kita dipanggil untuk melihat kepada Yesus seperti Petrus, bukan dengan rasa takut, tetapi dengan keyakinan akan kasih yang sanggup memulihkan.