Kasih Karunia dan Kewajiban Menjadi Sadar Rohani

Pendahuluan
Salah satu tantangan terbesar kehidupan Kristen adalah bagaimana pikiran kita diarahkan. Apa yang kita pikirkan setiap hari menentukan siapa kita, apa yang kita cintai, dan bagaimana kita hidup. John Owen, seorang teolog Puritan Reformed, menulis sebuah karya besar berjudul The Grace and Duty of Being Spiritually Minded. Dalam buku itu, ia menjelaskan bahwa berpikir secara rohani bukanlah sekadar pilihan opsional, melainkan tanda nyata dari hidup yang sudah diperbaharui oleh Roh Kudus.
Hari ini kita akan menggali firman Tuhan dari Roma 8:5–6 dan meninjau tema ini dengan empat pokok besar:
-
Hakikat menjadi sadar rohani (The Nature of Being Spiritually Minded)
-
Kasih karunia di balik pikiran rohani (The Grace of Being Spiritually Minded)
-
Kewajiban untuk berpikir rohani (The Duty of Being Spiritually Minded)
-
Hambatan dan aplikasi praktis untuk hidup dalam pikiran rohani.
1. Hakikat Menjadi Sadar Rohani
a. Pikiran sebagai pusat hidup rohani
Alkitab berkali-kali menekankan pentingnya pikiran. Amsal 23:7 berkata, “Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia.” Pikiran adalah pusat kendali dari hidup kita. Paulus dalam Kolose 3:2 menasihati: “Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.”
John Calvin dalam Institutes menyatakan: “Hati manusia adalah pabrik berhala.” Pikiran yang tidak diperbaharui akan terus menghasilkan keinginan daging. Namun pikiran yang diperbaharui oleh Roh Kudus akan berfokus pada hal-hal rohani.
b. Pikiran daging vs pikiran Roh
Roma 8:5–6 membuat perbedaan tegas: ada dua cara hidup yang ditentukan oleh apa yang kita pikirkan.
-
Mereka yang hidup menurut daging, pikirannya tertuju pada hal-hal duniawi, hawa nafsu, dan keinginan yang fana.
-
Mereka yang hidup menurut Roh, pikirannya tertuju pada hal-hal yang kekal, firman Tuhan, dan kemuliaan Allah.
Bagi Owen, “to be spiritually minded” berarti mengisi pikiran dengan hal-hal yang berasal dari Allah, merenungkannya, dan menjadikannya sukacita jiwa kita. Dengan kata lain, pikiran rohani bukan sekadar tahu, tetapi juga menikmati Allah.
c. Kesadaran rohani sebagai tanda lahir baru
Jonathan Edwards menegaskan bahwa salah satu bukti orang percaya sejati adalah affection atau kasih sayang yang diarahkan kepada Allah. Pikiran rohani bukanlah hasil usaha manusia, melainkan bukti nyata dari kelahiran baru.
2. Kasih Karunia Menjadi Sadar Rohani
a. Anugerah Allah dalam pembaruan pikiran
Roma 12:2 berkata, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu.” Ini adalah pekerjaan Roh Kudus. Owen menekankan bahwa manusia pada dirinya sendiri tidak mungkin berpikir rohani. Hanya anugerah Allah yang memampukan kita meninggalkan pikiran daging.
Martin Luther menegaskan bahwa kehendak manusia yang telah jatuh tidak mampu mencari Allah, kecuali Allah terlebih dahulu menggerakkan hati. Maka, pikiran rohani adalah karunia, bukan hasil usaha moral belaka.
b. Buah kasih karunia: hidup dan damai
Paulus berkata bahwa pikiran Roh adalah hidup dan damai sejahtera (Roma 8:6). Artinya, kesadaran rohani membawa kita pada kehidupan yang sejati—hubungan dengan Allah—dan damai sejahtera yang melampaui pengertian.
Seorang Kristen yang pikirannya dipenuhi firman Allah akan menemukan ketenangan bahkan di tengah badai. Thomas Watson berkata: “Pikiran yang merenungkan Allah adalah surga di bumi.”
c. Kasih karunia yang terus menerus bekerja
Anugerah Allah bukan hanya titik awal, tetapi juga kekuatan yang menopang. Owen berkata: “Being spiritually minded is not a momentary act, but a constant frame of the heart.” Artinya, pikiran rohani bukan hanya saat teduh sesaat, melainkan pola hidup yang berkelanjutan.
3. Kewajiban Menjadi Sadar Rohani
a. Perintah Alkitab
Meski pikiran rohani adalah karunia, Alkitab juga menekankan kewajiban kita untuk memeliharanya. Kolose 3:16 berkata: “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu.” Ini adalah perintah aktif, bukan pasif.
John Owen menegaskan: “It is our duty to keep our minds exercised on spiritual things, lest they be filled with vanity.” Dengan kata lain, tanggung jawab kita adalah mengisi pikiran dengan firman Allah agar tidak dikuasai hal sia-sia.
b. Disiplin rohani
Kewajiban ini diwujudkan melalui disiplin rohani:
-
Merenungkan Firman – Mazmur 1:2 berkata bahwa orang benar merenungkan Taurat siang dan malam.
-
Doa yang terus-menerus – Doa menjaga hati tetap peka terhadap Allah.
-
Persekutuan kudus – Kehadiran saudara seiman membantu kita menjaga fokus rohani.
Richard Baxter berkata: “Seorang Kristen yang pikirannya dipenuhi firman akan lebih kuat melawan pencobaan dibanding mereka yang hanya mengandalkan pengalaman emosional.”
c. Tanggung jawab moral dan kesaksian
Menjadi sadar rohani bukan hanya kewajiban pribadi, tetapi juga kesaksian bagi dunia. Dunia melihat perbedaan antara orang yang pikirannya rohani dan yang duniawi. Jika kita gagal menjaga pikiran, kita juga merusak kesaksian Kristus.
4. Hambatan dan Aplikasi Praktis
a. Hambatan utama pikiran rohani
-
Dosa yang mengikat – Dosa bukan hanya merusak tindakan, tetapi juga mencemari pikiran (Matius 15:19).
-
Kesibukan duniawi – Banyak orang Kristen lebih sibuk memikirkan urusan materi daripada hal rohani. John Bunyan berkata: “Dunia dapat mengisi pikiran seorang Kristen seperti pasir yang memenuhi kapal hingga tenggelam.”
-
Pikiran yang mengembara – Bahkan dalam doa dan ibadah, pikiran kita mudah melayang pada hal-hal lain.
b. Kesulitan yang harus diatasi
Owen menyadari bahwa menjadi sadar rohani bukanlah hal mudah. Namun kesulitan itu harus dihadapi:
-
Melawan kebosanan rohani dengan memaksa diri pada disiplin firman.
-
Melawan pikiran negatif dengan mengganti fokus pada janji Allah.
-
Melawan pencobaan dengan doa dan persekutuan.
c. Aplikasi praktis
-
Latih pikiran dengan firman – Jadikan renungan Alkitab bukan kewajiban kosong, tetapi makanan jiwa.
-
Isi pikiran dengan Kristus – Paulus berkata: “Segala sesuatu yang benar, mulia, adil, suci, manis, sedap didengar… pikirkanlah semuanya itu” (Filipi 4:8).
-
Jaga pikiran dari racun dunia – Batasi konsumsi hiburan yang menumpulkan kepekaan rohani.
-
Bangun kesadaran akan kekekalan – Owen menekankan bahwa orang yang sadar rohani selalu memandang pada hal-hal kekal.
Penutup
Menjadi sadar rohani adalah kasih karunia besar, tetapi juga kewajiban kita sebagai orang percaya. Pikiran kita adalah medan peperangan yang menentukan arah hidup. Jika pikiran dikuasai oleh daging, hasilnya adalah maut. Tetapi jika dikuasai oleh Roh, hasilnya adalah hidup dan damai sejahtera.
John Owen menutup ajarannya dengan peringatan serius: “Jika kita jarang memikirkan Allah, maka kita jarang memiliki bagian di dalam-Nya.” Namun sebaliknya, jika kita mengarahkan pikiran kepada Kristus, kita akan mengalami sukacita kekal bahkan di tengah dunia yang penuh penderitaan.
Kiranya Roh Kudus menolong kita untuk setiap hari menjadi sadar rohani, sehingga hidup kita dipenuhi dengan hidup dan damai sejahtera dari Allah. Amin.