Matius 19:30 Yang Terdahulu Akan Menjadi Yang Terakhir
Pendahuluan
Perkataan Yesus dalam Matius 19:30, “Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu,” merupakan pernyataan yang paradoksal sekaligus penuh makna teologis. Ayat ini muncul setelah pertemuan Yesus dengan orang muda yang kaya (Matius 19:16–22) dan percakapan-Nya dengan para murid tentang upah mengikut Dia (Matius 19:23–29).
Ungkapan Yesus tersebut bukanlah kalimat yang berdiri sendiri, melainkan bagian integral dari pengajaran-Nya mengenai kerajaan Allah, murid sejati, dan pembalikan nilai-nilai duniawi. Dalam perspektif teologi Reformed, teks ini berbicara tentang kedaulatan anugerah Allah, panggilan untuk kerendahan hati, serta eskatologi kerajaan Allah.
Artikel ini bertujuan mengeksposisi Matius 19:30 secara sistematis, menelaah makna historis dan teologisnya, serta memaparkan relevansinya bagi kehidupan gereja berdasarkan pandangan beberapa pakar Reformed.
I. Konteks Historis dan Literer
1. Konteks Injil Matius
Injil Matius ditulis dengan tujuan menekankan Yesus sebagai Mesias yang dijanjikan, Raja yang mendatangkan kerajaan Allah. Salah satu tema utama dalam Matius adalah pembalikan nilai: yang kecil menjadi besar (Matius 18:4), yang miskin diberkati (Matius 5:3), dan yang terakhir menjadi terdahulu (Matius 19:30; 20:16).
2. Konteks Perikop
Matius 19:16–30 membicarakan dua tokoh kontras: orang muda kaya yang gagal mengikut Yesus karena terikat hartanya, dan para murid yang meninggalkan segalanya untuk mengikut Dia. Setelah Yesus menegaskan bahwa sulit bagi orang kaya masuk kerajaan sorga, Petrus bertanya, “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?” (Matius 19:27).
Yesus menjawab dengan janji upah bagi murid-murid sejati (Matius 19:28–29), tetapi Ia menutup jawaban-Nya dengan peringatan serius: “Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu” (Matius 19:30). Pernyataan ini lalu dilanjutkan dengan perumpamaan tentang pekerja-pekerja di kebun anggur (Matius 20:1–16), yang menegaskan prinsip anugerah Allah yang berdaulat.
II. Analisis Eksegetis Matius 19:30
1. Teks dan Struktur
Ayat ini dalam bahasa Yunani berbunyi:
“Πολλοὶ δὲ ἔσονται πρῶτοι ἔσχατοι καὶ ἔσχατοι πρῶτοι.”
Terjemahan literal: “Tetapi banyak yang pertama akan terakhir, dan yang terakhir [akan menjadi] pertama.”
Frasa πολλοὶ δὲ (“tetapi banyak”) menunjukkan sifat umum dari pernyataan ini: Yesus tidak mengatakan “semua,” tetapi “banyak.” Dengan demikian, tidak semua yang pertama akan menjadi terakhir, tetapi banyak dari mereka.
2. Makna “Yang Terdahulu” dan “Yang Terakhir”
-
Yang terdahulu (πρῶτοι, prōtoi): menunjuk pada mereka yang kelihatannya memiliki posisi istimewa, baik karena status sosial, religius, atau pengabdian lahiriah. Dalam konteks, ini dapat menunjuk pada orang muda kaya, kaum Farisi, atau bahkan murid-murid yang mengandalkan pengorbanan mereka.
-
Yang terakhir (ἔσχατοι, eschatoi): menunjuk pada mereka yang dianggap hina, tidak penting, atau tidak layak. Dalam terang perumpamaan berikutnya, ini menunjuk pada para pekerja yang datang terakhir tetapi menerima upah yang sama.
3. Dimensi Teologis
Yesus sedang mengajarkan tentang pembalikan nilai dalam kerajaan Allah. Kerajaan Allah tidak berjalan dengan logika duniawi—bukan berdasarkan jasa, status, atau prestasi manusia, tetapi berdasarkan anugerah Allah yang berdaulat.
III. Pandangan Para Teolog Reformed
1. John Calvin
Calvin menafsirkan Matius 19:30 sebagai teguran terhadap kesombongan rohani. Ia menulis: “Kristus memperingatkan murid-murid agar mereka tidak membanggakan diri atas pengorbanan yang telah mereka lakukan, sebab banyak orang yang kelihatannya mendahului akan ditemukan terakhir pada akhirnya.” (Commentary on a Harmony of the Evangelists).
Dengan demikian, Calvin menekankan aspek etis dan spiritual: murid sejati harus rendah hati dan menyadari bahwa keselamatan adalah anugerah, bukan hasil usaha.
2. Herman Bavinck
Bavinck melihat prinsip ini sebagai ekspresi dari karakter kerajaan Allah yang penuh paradoks. Ia menegaskan: “Kerajaan Allah membalikkan seluruh susunan nilai dunia; yang dihina dunia justru dimuliakan Allah, sebab dasar kerajaan itu bukan jasa manusia melainkan kasih karunia.” (Reformed Dogmatics, vol. 4).
3. Louis Berkhof
Berkhof dalam Systematic Theology menekankan dimensi eskatologis ayat ini. Bagi Berkhof, pernyataan Yesus mengingatkan gereja bahwa urutan dalam kerajaan Allah akan berbeda dengan urutan dunia. Mereka yang kelihatannya kecil di dunia ini dapat memperoleh tempat yang besar dalam kemuliaan.
4. R.C. Sproul
Sproul menegaskan bahwa ungkapan ini adalah peringatan terhadap legalisme dan rasa berhak. Ia berkata: “Kerajaan Allah bukanlah sistem meritokrasi; itu adalah kerajaan kasih karunia. Banyak yang tampak berjasa akan menemukan bahwa jasa mereka tidak berarti di hadapan Allah.” (The Holiness of God).
IV. Sintesis Teologis
1. Doktrin Anugerah
Ayat ini menegaskan prinsip sola gratia: keselamatan adalah murni anugerah Allah. Mereka yang merasa “pertama” karena usaha atau jasa mereka justru dapat tersingkir, sedangkan yang hina dan tidak layak dapat diangkat oleh anugerah.
2. Doktrin Kerendahan Hati
Teks ini juga menekankan panggilan untuk rendah hati. Dalam teologi Reformed, kerendahan hati adalah tanda sejati dari iman yang mengerti bahwa semua berasal dari Allah (1 Korintus 4:7).
3. Eskatologi dan Pembalikan Nilai
Ungkapan ini memiliki dimensi eskatologis: pada hari penghakiman, urutan manusia akan dibalik. Herman Ridderbos menegaskan bahwa kerajaan Allah adalah realitas eskatologis yang hadir dalam Kristus, di mana struktur nilai lama digantikan oleh yang baru (The Coming of the Kingdom).
V. Implikasi Praktis
1. Peringatan bagi yang Merasa “Pertama”
Orang Kristen harus waspada terhadap sikap merasa lebih unggul karena jasa, pelayanan, atau posisi. Yesus memperingatkan bahwa banyak yang merasa aman justru akan ketinggalan.
2. Penghiburan bagi yang “Terakhir”
Bagi mereka yang merasa hina, lemah, atau tidak berarti, ayat ini menjadi penghiburan bahwa Allah memandang dengan cara yang berbeda. Dalam Kristus, yang terakhir dapat menjadi yang terdahulu.
3. Etika Pelayanan
Pelayanan dalam gereja harus didasari oleh kerendahan hati, bukan ambisi posisi. Seperti ditegaskan oleh Yesus dalam Matius 20:26, “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu.”
4. Perspektif Eskatologis
Orang percaya dipanggil untuk melihat hidup ini dalam terang kekekalan. Penilaian akhir bukan ditentukan oleh manusia atau dunia, melainkan oleh Allah pada hari Kristus.
Kesimpulan
Matius 19:30 merupakan peringatan dan penghiburan yang berakar dalam teologi kerajaan Allah. Pernyataan Yesus ini menunjukkan pembalikan nilai yang radikal: yang terdahulu bisa menjadi yang terakhir, dan yang terakhir bisa menjadi yang terdahulu.
Dalam terang teologi Reformed, ayat ini menegaskan:
-
Keselamatan adalah anugerah, bukan hasil jasa.
-
Kerendahan hati adalah ciri murid sejati.
-
Pembalikan nilai dalam kerajaan Allah mengajarkan bahwa yang hina dunia justru dimuliakan oleh Allah.
-
Pengharapan eskatologis memberi perspektif baru dalam menilai hidup dan pelayanan.
Dengan demikian, ungkapan Yesus ini menantang setiap orang percaya untuk hidup dalam kerendahan hati, bersandar penuh pada anugerah, serta mengarahkan mata kepada pengharapan kekal di dalam Kristus.