Ucaplah Syukur Atas Segala Sesuatu
Pendahuluan
Salah satu perintah yang paling sering muncul dalam Alkitab, tetapi juga paling sulit dilakukan oleh orang percaya, adalah “mengucap syukur dalam segala hal.” Rasul Paulus menulis dalam 1 Tesalonika 5:18:
“Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.”
Kalimat ini sederhana, tetapi jika direnungkan sungguh radikal. Mengucap syukur tidak hanya ketika keadaan baik, tetapi dalam segala hal—termasuk penderitaan, kegagalan, sakit, atau kehilangan. Bagaimana mungkin?
Dalam tradisi teologi Reformed, perintah ini dipahami dalam kerangka kedaulatan Allah dan kasih karunia-Nya. Allah memerintah segala sesuatu dengan bijaksana dan penuh kasih, sehingga setiap peristiwa dalam hidup orang percaya—baik atau buruk—adalah bagian dari rencana Allah yang sempurna.
Tulisan ini akan membahas tema ucapan syukur secara akademis dan sistematis, dengan fokus pada perspektif Reformed, sehingga kita dapat memahami dasar teologisnya, sekaligus menghidupi perintah ini dalam keseharian.
I. Definisi Ucapan Syukur
Ucapan syukur dalam Alkitab berasal dari kata Yunani εὐχαριστία (eucharistia) yang berarti “rasa terima kasih, pengakuan syukur.” Dalam konteks teologis, ucapan syukur berarti:
-
Respon iman kepada anugerah Allah.
Syukur bukan sekadar perasaan emosional, tetapi sikap hati yang menyadari bahwa segala sesuatu berasal dari Allah. -
Pengakuan atas kedaulatan Allah.
Dengan bersyukur, orang percaya menyatakan bahwa Allah memegang kendali penuh atas hidupnya, bahkan dalam hal-hal yang tampak buruk. -
Ibadah kepada Allah.
Ucapan syukur adalah bentuk penyembahan. Roma 1:21 menegur manusia berdosa yang “tidak memuliakan Allah atau mengucap syukur kepada-Nya.”
Dengan demikian, ucapan syukur bukanlah pilihan tambahan bagi orang Kristen, melainkan esensi iman itu sendiri.
II. Dasar Biblis Perintah Ucapan Syukur
1. Perjanjian Lama
Dalam Perjanjian Lama, ucapan syukur erat dengan penyembahan. Mazmur penuh dengan seruan syukur:
-
“Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.” (Mazmur 107:1).
-
Korban syukur merupakan bagian dari ibadah Israel (Imamat 7:11-15).
Ucapan syukur bukan hanya untuk berkat jasmani, tetapi juga untuk karya keselamatan Allah. Israel berulang kali dipanggil mengingat pembebasan dari Mesir sebagai alasan untuk bersyukur.
2. Perjanjian Baru
Dalam Perjanjian Baru, ucapan syukur semakin diperdalam melalui Kristus. Paulus berkali-kali menekankan pentingnya syukur:
-
“Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu… dan hendaklah kamu mengucap syukur.” (Kolose 3:15).
-
“Mengucap syukurlah senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita.” (Efesus 5:20).
-
Puncaknya, 1 Tesalonika 5:18: “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.”
Dasar ucapan syukur ini bukan keadaan eksternal, melainkan karya Kristus dan penyertaan Roh Kudus.
III. Analisis Teologis dalam Perspektif Reformed
1. Ucapan Syukur dan Kedaulatan Allah
Teologi Reformed menekankan bahwa Allah berdaulat atas segala sesuatu (Efesus 1:11; Dan. 4:35). Tidak ada satu detail pun dalam sejarah yang terjadi di luar kendali-Nya.
Karena itu, ucapan syukur dalam segala hal hanya mungkin jika kita percaya bahwa:
-
Setiap peristiwa ada dalam rencana Allah.
-
Allah bekerja mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia (Roma 8:28).
Tanpa keyakinan ini, perintah mengucap syukur dalam penderitaan akan terasa mustahil atau bahkan kejam.
2. Ucapan Syukur dan Total Depravity
Manusia berdosa secara total (total depravity), sehingga secara alami kita cenderung bersungut-sungut, bukan bersyukur. Israel di padang gurun menjadi contoh nyata: mereka cepat lupa kasih setia Allah dan segera mengeluh (Keluaran 16:2-3).
Hanya melalui kelahiran baru oleh Roh Kudus, manusia dapat memiliki hati yang benar-benar bersyukur. Dengan kata lain, ucapan syukur adalah buah dari kasih karunia.
3. Ucapan Syukur dan Union with Christ
Orang percaya bersyukur bukan karena keadaan, tetapi karena persatuan dengan Kristus.
-
Dalam Kristus, kita dipilih, diampuni, diadopsi, dan dijanjikan kemuliaan kekal (Efesus 1:3-14).
-
Karena itu, apapun keadaan duniawi, identitas kita dalam Kristus tidak berubah.
Ucapan syukur lahir dari kesadaran bahwa segala sesuatu yang kita butuhkan sudah kita terima di dalam Kristus.
4. Ucapan Syukur dan Providensia Allah
John Calvin dalam Institutes menekankan doktrin providensia: Allah menopang, memimpin, dan mengatur segala ciptaan demi kebaikan umat-Nya.
Artinya, penderitaan sekalipun adalah bagian dari tangan Bapa yang penuh kasih. Maka orang percaya dapat berkata bersama Ayub:
“TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!” (Ayub 1:21).
Ucapan syukur di sini bukan denial (penyangkalan penderitaan), melainkan iman pada providensia Allah.
5. Ucapan Syukur sebagai Wujud Soli Deo Gloria
Reformed theology menekankan bahwa tujuan utama manusia adalah memuliakan Allah dan menikmati Dia selamanya. Ucapan syukur adalah ekspresi praktis dari misi ini. Dengan bersyukur, kita mengakui bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan kembali kepada Allah.
IV. Pergumulan Praktis dalam Ucapan Syukur
1. Mengucap Syukur di Tengah Penderitaan
Secara manusiawi, penderitaan melahirkan keluh kesah, bukan syukur. Tetapi iman melihat lebih jauh. Paulus yang dipenjara tetap berkata: “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan!” (Filipi 4:4).
Ucapan syukur bukan berarti menolak realitas sakit atau kehilangan. Justru di tengah air mata, orang percaya tetap bisa berkata: “Tuhan tahu, Tuhan hadir, Tuhan memimpin.”
2. Perbedaan antara Bersyukur dalam dan untuk Segala Hal
Perlu dicatat: 1 Tes. 5:18 tidak berkata kita harus bersyukur untuk segala hal (misalnya: bersyukur untuk dosa atau kejahatan). Tetapi kita diminta bersyukur dalam segala hal. Artinya, apapun yang terjadi, kita tetap bisa bersyukur karena percaya Allah sedang bekerja melalui keadaan itu.
3. Ucapan Syukur dan Doa
Ucapan syukur erat kaitannya dengan doa. Paulus berkata:
“Janganlah hendaknya kamu khawatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.” (Flp. 4:6).
Doa tanpa syukur mudah berubah menjadi keluhan. Syukur mengubah doa menjadi penyembahan.
4. Ucapan Syukur sebagai Gaya Hidup
Bagi orang percaya, syukur bukan perasaan sesaat, melainkan pola hidup. Itu terlihat dalam cara kita bekerja, melayani, bahkan makan dan minum (1Korintus 10:31). Dengan demikian, seluruh hidup menjadi liturgi syukur.
V. Implikasi Bagi Kehidupan Orang Percaya
1. Ucapan Syukur Menghasilkan Damai Sejahtera
Syukur mengusir kegelisahan. Paulus menegaskan bahwa doa dengan syukur akan menghasilkan “damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal” (Filipi 4:7).
2. Ucapan Syukur Mendorong Kerendahan Hati
Orang yang bersyukur menyadari bahwa segala sesuatu berasal dari Allah, sehingga tidak ada alasan untuk sombong.
3. Ucapan Syukur Menjadi Kesaksian Dunia
Dalam dunia yang penuh keluhan dan kepahitan, hati yang bersyukur adalah terang. Jemaat yang penuh ucapan syukur memancarkan keindahan Injil.
4. Ucapan Syukur Memperkuat Ketekunan
Orang yang bersyukur tidak mudah putus asa, karena ia melihat tangan Allah di balik segala peristiwa. Syukur melatih iman untuk tetap teguh sampai akhir.
VI. Sejarah Gereja dan Tradisi Reformed
Sejak masa gereja mula-mula, ucapan syukur menjadi ciri khas ibadah Kristen. Perjamuan Kudus bahkan disebut Eucharistia (ucapan syukur).
Dalam tradisi Reformasi, John Calvin menekankan bahwa seluruh hidup orang percaya adalah “persembahan syukur.” Keselamatan bukanlah upah, melainkan anugerah, sehingga hidup orang Kristen seutuhnya adalah respons syukur kepada Allah.
Para Puritan kemudian mengembangkan etos hidup yang didasarkan pada ucapan syukur: bekerja dengan rajin, hidup sederhana, memuliakan Allah dalam segala hal.
VII. Tantangan Kontekstual di Zaman Modern
Di era modern, ucapan syukur sering terhambat oleh:
-
Materialisme. Orang cenderung bersyukur hanya jika mendapat berkat materi.
-
Individualisme. Syukur dipandang sekadar perasaan pribadi, bukan ibadah komunal.
-
Budaya keluhan. Media sosial sering dipenuhi keluh kesah, bukan syukur.
Teologi Reformed mengingatkan kita kembali bahwa ucapan syukur tidak tergantung situasi eksternal, melainkan fondasi iman kepada Allah yang berdaulat.
Kesimpulan
Perintah untuk mengucap syukur atas segala sesuatu bukanlah sekadar nasihat moral, melainkan inti dari hidup Kristen.
-
Dasarnya: kasih karunia Allah di dalam Kristus.
-
Landasannya: kedaulatan dan providensia Allah.
-
Kuasanya: karya Roh Kudus yang memperbarui hati.
-
Tujuannya: memuliakan Allah dalam segala hal.
Mengucap syukur atas segala sesuatu berarti menyerahkan seluruh hidup kepada Allah, percaya pada rencana-Nya, dan menjadikan setiap aspek hidup sebagai ibadah.