Mazmur 1:1-2 Jalan Orang Benar dan Firman Tuhan

“Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.” (Mazmur 1:1-2, LAI)
Pendahuluan
Kitab Mazmur adalah kitab doa, pujian, dan ratapan umat Allah. Tidak heran jika kitab ini menjadi salah satu bagian Alkitab yang paling sering dibaca, dihafal, dan dinyanyikan. Namun, menarik bahwa Mazmur 1 dibuka bukan dengan doa atau pujian, melainkan dengan ajaran hikmat.
Mazmur 1 adalah pintu masuk bagi seluruh Kitab Mazmur. John Calvin menyebutnya sebagai “pembukaan yang menunjukkan kepada kita jalan masuk menuju kitab doa ini.” Dengan kata lain, sebelum kita belajar berdoa seperti Daud, sebelum kita berseru dalam penderitaan atau menyanyi dalam sukacita, kita terlebih dahulu diajak untuk memahami: ada dua jalan dalam hidup ini—jalan orang benar dan jalan orang fasik.
Mazmur 1 menegaskan bahwa kebahagiaan sejati hanya ada pada orang yang hidup berdasarkan firman Allah. Orang benar berakar dalam Taurat Tuhan, sementara orang fasik mengikuti jalan dunia yang akhirnya menuju kebinasaan.
Hari ini kita akan merenungkan Mazmur 1:1-2, yang menjadi fondasi dari seluruh Mazmur 1.
1. Gambaran Negatif: Jalan Orang Fasik yang Harus Dihindari (Mazmur 1:1)
a. “Berbahagialah orang…”
Mazmur 1 dimulai dengan kata “Berbahagialah” (Ibrani: ’ashre). Kata ini tidak hanya berarti bahagia secara emosional, tetapi menunjuk pada keadaan diberkati oleh Allah. Bavinck menekankan bahwa kebahagiaan dalam Alkitab selalu terkait dengan relasi perjanjian dengan Allah, bukan sekadar perasaan sementara.
Artinya, kebahagiaan sejati bukan datang dari situasi dunia, melainkan dari Allah yang memberkati hidup seseorang karena ia berjalan di jalan yang benar.
b. Tiga langkah kejatuhan
Ayat 1 menyebutkan tiga tingkatan dalam mengikuti jalan orang fasik:
-
Tidak berjalan menurut nasihat orang fasik.
Ini berbicara tentang menerima pola pikir dunia. Orang fasik adalah mereka yang menolak Allah. Nasihat mereka mungkin terdengar bijak, tetapi bertentangan dengan firman. Paulus berkata: “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu” (Roma 12:2). -
Tidak berdiri di jalan orang berdosa.
Setelah menerima pola pikir fasik, seseorang mulai menempatkan dirinya dalam gaya hidup dosa. Berdiri berarti mengambil posisi, mulai nyaman di jalan dosa. -
Tidak duduk dalam kumpulan pencemooh.
Puncaknya: seseorang bukan hanya mengikuti gaya hidup dosa, tetapi menetap dan bahkan ikut mencemooh hal-hal kudus.
John Stott mengomentari ayat ini: “Ada penurunan bertahap: dari berjalan, lalu berdiri, lalu duduk. Dari sekadar mendengarkan, lalu terlibat, hingga akhirnya menetap dalam dosa.”
Reformed Expositor’s Bible Commentary menekankan pola ini sebagai gambaran progresi dosa: kompromi kecil yang akhirnya menjerat kita dalam pemberontakan total.
c. Aplikasi bagi kita
Mazmur 1:1 mengingatkan kita bahwa kebahagiaan sejati dimulai dengan penolakan terhadap jalan dosa. Calvin berkata: “Hati manusia condong untuk meniru dunia; maka kita harus berhati-hati menjaga diri dari arus yang menyesatkan.”
Di zaman ini, “nasihat orang fasik” bisa datang dari media sosial, ideologi sekuler, bahkan teman atau lingkungan kerja. Kita dipanggil untuk waspada terhadap apa yang membentuk pikiran kita.
2. Gambaran Positif: Kesukaan pada Taurat Tuhan (Mazmur 1:2)
Jika Mazmur 1:1 adalah gambaran negatif, Mazmur 1:2 memberi gambaran positif: apa yang menjadi pusat hidup orang benar.
a. “Yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN”
Kata “Taurat” (Torah) bukan hanya menunjuk pada hukum Musa, tetapi seluruh firman Allah. Orang benar tidak hanya taat karena kewajiban, tetapi karena kesukaan.
Calvin menekankan bahwa inilah tanda orang percaya sejati: bukan sekadar melakukan perintah Allah dengan terpaksa, tetapi menemukan sukacita dalam firman-Nya. Sama seperti Daud berkata dalam Mazmur 19:11: “Peraturan-peraturan TUHAN itu lebih indah daripada emas, bahkan daripada banyak emas tua, dan lebih manis daripada madu.”
RC Sproul menambahkan: “Ketaatan sejati lahir dari hati yang sudah diubahkan oleh kasih karunia. Hanya orang yang telah lahir baru yang dapat berkata: firman Tuhan adalah kesukaanku.”
b. “Merenungkan Taurat itu siang dan malam”
Kata “merenungkan” (hagah) dalam bahasa Ibrani berarti bergumam, mengulang-ulang, merenung dalam hati. Gambaran ini seperti seseorang yang terus mengunyah makanan sampai benar-benar dicerna.
Orang benar menjadikan firman Allah pusat hidupnya, bukan hanya saat ibadah Minggu, tetapi setiap hari, siang dan malam.
Herman Bavinck mengatakan: “Firman Allah bukan hanya informasi, tetapi formasi. Ia membentuk seluruh cara pandang dan hidup umat Allah.”
c. Kontras dengan orang fasik
Jika orang fasik mengikuti nasihat dunia, orang benar mengisi pikirannya dengan firman Allah. Jika orang fasik berakar dalam kumpulan pencemooh, orang benar berakar dalam Taurat Tuhan.
3. Prinsip Teologis dari Mazmur 1:1-2
Dari ayat ini, kita bisa melihat beberapa prinsip penting:
-
Kebahagiaan sejati hanya ada dalam Allah.
Bukan materi, bukan kesuksesan, tetapi relasi yang benar dengan Allah melalui firman-Nya. -
Dua jalan kehidupan: tidak ada jalan tengah.
Mazmur 1 membagi manusia hanya dalam dua kategori: orang benar dan orang fasik. Herman Ridderbos menekankan bahwa dalam perspektif Alkitab, hidup selalu dilihat dalam terang perjanjian: setia kepada Allah atau menolak Dia. -
Firman Allah adalah pusat hidup orang benar.
Firman bukan sekadar bacaan rohani, tetapi makanan jiwa yang memberi kekuatan, arah, dan sukacita.
4. Aplikasi Praktis
a. Mengukur kebahagiaan kita
Seringkali kita berpikir kebahagiaan datang dari kondisi luar: pekerjaan, keluarga, kesehatan. Mazmur 1 mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati adalah keadaan diberkati Allah karena hidup di jalan-Nya.
b. Menjaga pikiran dari pengaruh dunia
Kita hidup di tengah banjir informasi. “Nasihat orang fasik” seringkali terselip dalam iklan, hiburan, bahkan pendidikan. Apakah kita secara sadar menolak pola pikir yang bertentangan dengan firman?
c. Menjadikan firman Allah sebagai kesukaan
Apakah kita membaca Alkitab hanya karena kewajiban? Atau kita benar-benar menemukan sukacita di dalamnya? Doa kita: “Tuhan, bukakan mataku supaya aku melihat keajaiban dalam Taurat-Mu.” (Mazmur 119:18).
d. Konsistensi dalam merenungkan firman
“Merenungkan siang dan malam” bukan berarti 24 jam hanya membaca Alkitab, melainkan menjadikan firman sebagai dasar pikiran dan pertimbangan setiap hari. Kita bisa melatihnya dengan membaca, menghafal, merenung, dan mengaplikasikan firman dalam setiap situasi.
Penutup
Mazmur 1:1-2 mengajarkan kita bahwa kebahagiaan sejati ada pada orang yang menolak jalan dosa dan menjadikan firman Allah sebagai kesukaannya.
-
Dunia menawarkan kebahagiaan semu, tetapi firman Tuhan memberi sukacita sejati.
-
Dunia menarik kita pada jalan fasik, tetapi firman menuntun kita pada jalan benar.
-
Dunia terus berubah, tetapi firman Allah tetap untuk selama-lamanya.
Mari kita hidup sebagai orang benar yang berakar dalam Taurat Tuhan, sehingga kita berbuah dalam musimnya (Mazmur 1:3).
Soli Deo Gloria!