DOKTRIN KRISTUS (2) - YESUS KRISTUS: ALLAH-MANUSIA

Pdt. Budi Asali M.Div.
DOKTRIN KRISTUS(2) - YESUS KRISTUS: ALLAH-MANUSIADoktrin kristologi (2)

CHRIST: THE GOD-MAN

I) KRISTUS ADALAH SUNGGUH-SUNGGUH ALLAH.

1) Yesus menyebut diriNya sendiri ‘Anak Allah’.

Saksi-Saksi Yehuwa maupun para Unitarian berpendapat bahwa karena Yesus adalah Anak Allah, maka Ia bukan Allah. Mereka juga berulangkali mengatakan bahwa Yesus tidak pernah mengclaim diriNya sebagai Allah, tetapi selalu sebagai Anak Allah.

Jawaban:

a) Yesus memang tidak pernah menyatakan diri sebagai ‘Allah’; Ia selalu menyatakan diri sebagai ‘Anak Allah’. Tetapi perlu dipertanyakan pertanyaan ini: apakah kita harus membentuk pemikiran / kepercayaan / ajaran tentang Yesus hanya berdasarkan kata-kata Yesus sendiri saja, atau juga dari bagian-bagian Kitab Suci yang lain? Yang dianggap sebagai Firman Tuhan itu hanya kata-kata Yesus sendiri saja, atau juga bagian-bagian lain dari Kitab Suci? Sekalipun Yesus sendiri tidak pernah menyatakan diri sebagai ‘Allah’, tetapi banyak ayat-ayat Kitab Suci yang menyatakan demikian, tetapi ini akan saya bahas belakangan.

b) Ingat bahwa suatu istilah dalam Kitab Suci harus diartikan sesuai dengan pengertian penulisnya / orang jaman itu tentang istilah tersebut, bukan dengan pengertian orang jaman sekarang tentang istilah tersebut.

Tentang istilah ‘Anak Allah’ yang digunakan oleh Yesus terhadap diriNya sendiri ini, banyak orang menyalah-artikan istilah ini, dengan mengatakan bahwa istilah ‘Anak Allah’menunjukkan bahwa dulu hanya ada Allah saja, yang lalu beranak, dsb. Karena itu jelas bahwa Yesus tidak setua / sekekal BapaNya. Tetapi ini adalah penafsiran yang menggunakan pengertian orang jaman seka­rang tentang istilah ‘Anak Allah’ itu. Padahal istilah itu digunakan sekitar 2000 tahun yang lalu di Israel sana, dan karena itu harus diartikan menurut pengertian orang-orang di sana pada jaman itu.

Kalau begitu apa artinya? Tentang istilah / gelar ‘Anak Allah’bagi Yesus, W. E. Vine memberikan komentar sebagai berikut: “absolute Godhead, not Godhead in a secondary or derived sense, is intended in the title.”[= Allah / keAllahan yang mutlak, bukan Allah / keAllahan dalam arti sekunder atau yang didapatkan, yang dimaksudkan dalam gelar tersebut.]- ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’, hal 1061.

Tetapi, apa dasarnya pandangan seperti ini?

1. Kita bisa mendapat jawabannya dengan membandingkan istilah ‘Anak Allah’ dengan istilah ‘Anak Manusia’, yang sama-sama merupakan gelar / sebutan yang sangat sering digunakan oleh Yesus untuk diriNya sendiri. Kalau istilah ‘Anak Manusia’ diartikan bahwa Yesus ‘betul-betul manusia’, maka istilah ‘Anak Allah’ harus diartikan bahwa Yesus ‘betul-betul Allah’.

Mazmur 8:5 - “apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?”.

Dalam ayat ini jelas ada dua kalimat paralel, yang artinya sama, tetapi menggunakan kata-kata yang berbeda. Jadi, ‘anak manusia’ sama dengan ‘manusia’!

2. Bandingkan dengan Matius 14:33 - “Dan orang-orang yang ada di perahu menyembah Dia, katanya: 

‘Sesungguhnya Engkau Anak Allah.’”.

Pikirkan ayat ini! Mereka menganggap Yesus betul-betul adalah Anak Allah, dan karena itu mereka lalu menyembah Dia. Kalau mereka menganggap bahwa ‘Anak Allah’ itu ‘bukan Allah’, atau ‘lebih rendah dari Allah’, maka mungkinkah mereka, yang adalah orang-orang Yahudi (bangsa monotheist, yang hanya menyembah Allah saja), lalu menyembah Dia? Dari ayat ini jelas bahwa mereka menganggap istilah ‘Anak Allah’berarti ‘Allah sendiri’.

3. Bandingkan dengan Yohanes 5:17-18 - “(17) Tetapi Iaberkata kepada mereka: ‘BapaKu bekerja sampai 

sekarang, maka Akupun bekerja juga.’ (18) Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuhNya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah BapaNya sendiri dan dengan demikian menyamakan diriNya dengan Allah.”.

NIV/NASB: ‘making himself equal with God’ [= membuat diriNya sendiri setara dengan Allah].

Di sini terli­hat dengan jelas bahwa pada waktu Yesus menyebut diriNya sebagai ‘Anak Allah’, orang-orang Yahudi pada saat itu mengerti bahwa kata-kata itu berarti bahwa Yesus menganggap diri sehakekat dengan Allah, atau menyamakan diri dengan Allah, atau menganggap diri setara dengan Allah. Ini mereka anggap sebagai penghujatan terhadap Allah, dan karena itu mereka mau merajam Yesus.

Saksi-Saksi Yehuwa maupun para Unitarian menganggap bahwa penyetaraan Yesus dengan Allah itu hanya merupakan anggapan / penafsiran yang salah dari orang-orang Yahuditentang pengakuan Yesus sebagai Anak Allah.

Jawaban:

Kalau itu memang merupakan pemikiran yang salah dari orang-orang Yahudi tentang kata-kata Yesus itu, mengapa Yesus tidak (pernah) mengoreksi pemikiran yang salah itu?

4. Yohanes 19:7 - “Jawab orang-orang Yahudi itu kepadanya: ‘Kami mempunyai hukum dan menurut hukum itu Ia harus mati, sebab Ia menganggap diriNya sebagai Anak Allah.’”.

Catatan: terjemahan sebenarnya dari kata-kata ‘Ia menganggap diriNya sebagai Anak Allah’ adalah ‘Ia membuat diriNya sendiri Anak Allah’.

KJV: ‘he made himself the Son of God’ [= Ia membuat diriNya sendiri Anak Allah].

Bdk. Markus 14:61-64 - “(61) Tetapi Iatetap diam dan tidak menjawab apa-apa. Imam Besar itu bertanya kepadaNya sekali lagi, katanya: ‘Apakah Engkau Mesias, Anak dari Yang Terpuji?’ (62) 

Jawab Yesus: ‘Akulah Dia, dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di tengah-tengah awan-awan di langit.’ (63) Maka Imam Besar itu mengoyakkan pakaiannya dan berkata: ‘Untuk apa kita perlu saksi lagi? (64) Kamu sudah mendengar hujatNya terhadap Allah. Bagaimana pendapat kamu?’ Lalu dengan suara bulat mereka memutuskan, bahwa Dia harus dihukum mati.”.

Pengakuan Yesus bahwa diriNya adalah Anak Allah membuat orang-orang Yahudi itu menganggapNya menghujat Allah, sehingga mereka menganggap bahwa Ia harus dihukum mati. Kalau Anak Allah itu bukan Allah, atau lebih rendah dari Allah, apa sebabnya pengakuan Yesus itu dituduh sebagai penghujatan? Dan lagi-lagi, tidak ada bantahan / pengkoreksian dari Yesus terhadap tuduhan tersebut.

2) Ada banyak ayat Kitab Suci yang secara explicit mengatakan bahwa Yesus adalah Allah.

a) Mazmur 45:7-8 - “(7) Takhtamu kepunyaan (ya) Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaanmu adalah tongkat kebenaran. (8) Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu Allah, Allahmu, telah mengurapi engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutumu.”.

Alkitab Indonesia salah terjemahan; entah dari mana muncul kata ‘kepunyaan’ itu.

KJV: ‘Thy throne, O God’ [= TakhtaMu, ya Allah].

Juga ayat ini dikutip dalam Ibr 1:8-9.

Ibrani 1:8-9 - “(8) Tetapi tentang (kepada) Anak Ia berkata: ‘TakhtaMu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaanMu adalah tongkat kebenaran. (9) Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu Allah, AllahMu telah mengurapi Engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutuMu.’”.

KJV: ‘But unto the Son he saith,’ [= Tetapi kepada Anak Ia berkata,].

Catatan: anehnya di sini Alkitab Indonesiabisa menterjemahkan dengan benar ‘TakhtaMu, ya Allah’.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa kata ‘Allah’ yang ditujukan kepada Yesus di sini menggunakan kata Yunani HO THEOS!

b) Yesaya 9:5 - “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.”.

Saksi-Saksi Yehuwa / Para Unitarian menganggap bahwa istilah ‘Allah yang perkasa’ ini bukan Allah, atau lebih rendah dari Allah, karena untuk Allah digunakan istilah ‘Allah yang maha kuasa’ (EL SHADDAY), misalnya dalam Kejadian 17:1.

Tetapi istilah ‘Allah yang perkasa’ ini muncul lagi dalam Yesaya 10:21.

Yesaya 10:20-21 - “(20) Tetapi pada waktu itu sisa orang Israel dan orang yang terluput di antara kaum keturunan Yakub, tidak akan bersandar lagi kepada yang mengalahkannya, tetapi akan bersandar kepada TUHAN, Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tetap setia. (21) Suatu sisa akan kembali, sisa Yakub akan bertobat di hadapan Allah yang perkasa.”.

Catatan: kata-kata ‘Allah yang perkasa’ baik dalam Yesaya 9:5 maupun dalam Yesaya 10:21, dalam bahasa Ibraninya adalah kata-kata yang persis sama, yaitu EL GIBOR.

Di sini istilah ini diterapkan kepada Yahweh / Allah Israel (ay 20)!

Jadi, hanya ada 2 pilihan:

1. Istilah ‘Allah yang perkasa’ itu ‘bukan Allah’, dan dengan demikian maka baik Yesus maupun Yahweh keduanya bukan Allah!

2. Istilah ‘Allah yang perkasa’ itu adalah Allah, dan dengan demikian baik Yesus maupun Yahweh adalah Allah!

c) Yohanes 1:1 - “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.”.

Bdk. Yohanes 1:14 - “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaanNya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.”.

Kata ‘Firman’ (bahasa Yunani: LOGOS) di sini jelas menunjuk kepada Yesus. Ini terlihat dari Yoh 1:14a yang mengatakan bahwa ‘Firman itu telah menjadi manusia’ dan dari Yoh 1:14b yang menyebutNya sebagai ‘Anak Tunggal Bapa’.

Dan Yohanes 1:1 ini secara explicit mengatakan bahwa Firman / Yesus itu adalah Allah.

Kata ‘Allah’ yang ditujukan kepada Firman / Yesus di sini menggunkan kata Yunani THEOS.

d) Yohanes 1:18 - “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakanNya.”.

Perhatikan istilah ‘Anak Tunggal Allah’yang saya garis bawahi itu.

NWT: ‘the only begotten god’ [= satu-satunya allah yang diperanakkan].

TDB: “satu-satunya allah yang diperanakkan”.

Catatan: NWT (New World Translation) dan TDB (Terjemahan Dunia Baru) adalah Kitab Suci Saksi Yehuwa.

NASB: ‘the only begotten God’ [= satu-satunya Allah yang diperanakkan].

Dalam istilah / bagian ini terdapat textual problem [= problem text, dimana ada perbedaan antara manuscript yang satu dengan manuscript yang lain]. Ada 4 golongan manuscript:

1. ‘the only begotten’ [= satu-satunya yang diperanakkan].

2. ‘the only begotten Son’ [= satu-satunya Anak yang diperanakkan].

3. ‘the only begotten Son of God’ [= satu-satunya Anak Allah yang diperanakkan].

4. ‘(the) only begotten God’ [= satu-satunya Allah yang diperanakkan].

Catatan: untuk yang ke 4 ini ada yang mengatakan bahwa ada definite article / kata sandang tertentu (‘the only begotten God’), tetapi kebanyakan mengatakan bahwa di sini tidak digunakan definite article/ kata sandang tertentu (‘only begotten God’).

Kebanyakan penafsir menganggap bahwa manuscript yang keempatlah yang benar, dengan alasan:

1. Ini didukung oleh manuscript yang paling kuno.

Makin kuno suatu manuscript, makin dekat manuscript itu dengan autograph / naskah aslinya, sehingga makin dipercaya. Makin baru suatu manuscript, makin jauh manuscript itu dari naskah aslinya sehingga makin tidak dipercaya.

Catatan: autograph adalah naskah asli, yang ditulis langsung oleh para penulis Kitab Suci, dan hanya ini saja yang dianggap sebagai infallible dan inerrant (sama sekali tidak ada salahnya). Tetapi autograph ini sudah tidak ada lagi / musnah. Yang ada hanyalah salinan-salinan atau manuscript-manuscript, yang sudah mengandung kesalahan.

2. Ini merupakan ‘bacaan yang lebih sukar’(‘more difficult reading’).

Memang kalau ada perbedaan manuscript, biasanya bacaan yang lebih sukar / ‘lebih tidak masuk akal’ yang diterima, berdasarkan suatu anggapan bahwa penyalin manuscript itu lebih mungkin untuk mengubah dari ‘yang tidak masuk akal’ menjadi ‘yang masuk akal’, dari pada mengubah dari ‘yang masuk akal’ menjadi ‘yang tidak masuk akal’. Dengan kata lain, penyalin manuscript itu mungkin sekali mempermudah bacaan, tetapi tidak mungkin mempersukar bacaan.

Dalam peristiwa ini, kalau yang benar adalah yang no 1, maka tidak mungkin ada penyalin yang mengubahnya menjadi no 2 atau no 3, dan lebih-lebih tidak mungkin ada penyalin yang mengubah menjadi yang no 4, yang ‘begitu tidak masuk akal’.

Demikian juga kalau yang benar adalah no 2 atau no 3.

Sebaliknya, kalau no 4 yang benar, mungkin sekali penyalin menganggap bacaan itu tidak masuk akal, dan ia menganggapnya sebagai pasti salah, sehingga ia mengubahnya menjadi no 1 atau no 2 atau no 3.

Pada waktu Yesus disebut dengan istilah ‘only begotten God’[= satu-satunya Allah yang diperanakkan], maka:

a. Secara implicitini menunjukkan bahwa ada semacam kejamakan dalam diri Allah (karena ada Allah yang diperanakkan, dan ada yang tidak)sehingga juga bisa digunakan sebagai dasar dari Allah Tritunggal.

b. Ini menunjukkan bahwa Yesus betul-betul diperanakkan oleh Bapa. Karena itu ayat ini juga menjadi dasar dari doktrin ‘the eternal generation of the Son’, yang mengajarkan bahwa Anak diperanakkan secara kekal oleh Bapa.

c. Ini menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah. Bapa dan Roh Kudus adalah Allah, tetapi Mereka tidak pernah diperanakkan; Yesus adalah Allah, dan Ia diperanakkan. Jadi, Ia adalah satu-satunya Allah yang diperanakkan.

e) Yohanes 20:28 - “Tomas menjawab Dia: ‘Ya Tuhanku dan Allahku!’”.

Saksi-Saksi Yehuwa mengatakan bahwa Tomas mengatakan demikian hanya sebagai seruan keheranan / karena kaget. Tetapi ini sama sekali tidak mungkin, karena:

1. Tomas mengucapkan kata-kata itu kepada Yesus.

NASB (Literal / hurufiah): “Thomas answered and said to Him, ‘My Lord and my God!’” [= Tomas menjawab dan berkata kepadaNya: ‘Tuhanku dan Allahku!’].

Perhatikan bahwa dalam terjemahan NASB, yang memang menterjemahkan secara hurufiah ini, dikatakan bahwa ‘Tomas menjawab dan berkata kepadaNya’. Kalau seseorang mengucapkan kata-kata seperti ‘Ya Allah’, karena kaget, ia sebetulnya tidak menujukan kata-kata itu kepada siapapun. Jadi, ini bukan sekedar ucapan orang, yang karena kaget, lalu berkata: ‘Tuhanku dan Allahku’. Tidak, ia betul-betul mengucapkan kalimat itu kepada Yesus. Jelas bahwa Tomas mengakui Yesus sebagai Tuhan dan sebagai Allah.

2. A. H. Strong mengatakan bahwa kebiasaan menyebut nama Allah pada saat kaget seperti itu tidak ada dalam kalangan Yahudi, karena adanya larangan untuk menggunakan nama Allah dengan sembarangan / sia-sia (‘Systematic Theology’, hal 306).

Satu hal lain yang perlu diperhatikan berkenaan dengan ayat ini adalah bahwa Yesus bukan saja tidak menegur / memarahi / menyalahkan Tomas atas kata-katanya itu, tetapi Yesus bahkan lalu mengucapkan kata-kata dalam Yohanes 20:29 - “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.”.

Ini jelas menunjukkan bahwa Yesus menerima, dan membenarkan, penyebutan ‘Tuhan’ dan ‘Allah’ oleh Tomas terhadap diriNya itu.

Dan lagi-lagi kata ‘Allah’ yang ditujukan oleh Tomas kepada Yesus itu dalam bahasa Yunaninya adalah HO THEOS!

kristologi (3)

f) Kisah Para Rasul 20:28 - “Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperolehNya dengan darah (Anak)Nyasendiri.”.

Ayat ini salah terjemahan karena kata ‘Anak’(yang saya coret dan saya letakkan dalam tanda kurung), sebetulnya tidak ada.

KJV: ‘Take heed therefore unto yourselves, and to all the flock, over the which the Holy Ghost hath made you overseers, to feed the church of God, which he hath purchased with his own blood’ [= Karena itu perhatikanlah dirimu sendiri, dan seluruh kawanan, di atas mana Roh Kudus telah menjadikan kamu penilik, untuk memberi makan gereja Allah, yang telah dibeliNya dengan darahNya sendiri].

Catatan: NIV dan NASB menterjemahkan seperti KJV. RSV = Kitab Suci Indonesia, tetapi pada catatan kakinya memberikan terjemahan seperti KJV/NIV/NASB.

Dengan demikian kata ‘Nya’jelas menunjuk kepada kata ‘Allah’(yang saya garis bawahi), dan sekaligus kata itu pasti menunjuk kepada Yesus (karena ada kata ‘darah’).

Karena itu jelas bahwa ayat ini menyatakan Yesus sebagai Allah.

Catatan: kata ‘Allah’ dalam Kisah Para Rasul 20:28 ini dalam bahasa Yunaninya adalah TOU THEOU. Bagian ini secara khusus saya persembahkan kepada Erastus Sabdono!

g) Roma 9:5 - “Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur, yang menurunkan Mesiasdalam keadaanNya sebagai manusia, yang ada di atas segala sesuatu. Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya. Amin!”.

Catatan: kata ‘Allah’ dalam Ro 9:5 ini dalam bahasa Yunaninya adalah THEOS. Bagian ini secara khusus saya persembahkan kepada Erastus Sabdono!

h) Titus 2:13 - “dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus,”.

Bagian terakhir dari ayat ini (yang saya garis bawahi) memungkinkan 2 cara pembacaan:

1. (Allah yang Mahabesar) dan (Juruselamat kita Yesus Kristus).

Kalau dipilih pembacaan yang ini, maka ayat ini membicarakan 2 pribadi, yang pertama adalah ‘Allah yang Mahabesar’, dan yang kedua adalah ‘Juruselamat kita Yesus Kristus’. Dengan demikian ayat ini tidak menunjukkan Yesus sebagai Allah.

2. (Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita), Yesus Kristus.

Kalau dipilih pembacaan yang ini, maka ayat ini hanya membicarakan satu pribadi, yaitu ‘Yesus Kristus’, yang digambarkan sebagai ‘Allah yang Mahabesar’ maupun sebagai ‘Juruselamat kita’.

NIV memilih pilihan kedua dan menterjemahkannya sebagai berikut: ‘while we wait for the blessed hope - the glorious appearing of our great God and Savior, Jesus Christ’ [= sementara kita menantikan pengharapan yang mulia - penampilan yang mulia dari Allah kita yang besar dan Juruselamat kita, Yesus Kristus].

Saya sendiri sepenuhnya setuju dengan terjemahan NIV yang memilih pembacaan kedua, karena:

Alasan pertama: Kata ‘appearing’[= penampilan / pemunculan], yang dalam Kitab Suci Indonesia diterjemahkan ‘penyataan’, diterjemahkan dari kata bahasa Yunani EPIPHANEIA, yang selalu menunjuk pada kedatangan Yesus (bdk. 2Tesalonika 2:8 1Timotius 6:14 2Timotius 1:10 2Timotius 4:1,8), dan tidak pernahmenunjuk kepada Bapa.

2Tes 2:8 - “pada waktu itulah si pendurhaka baru akan menyatakan dirinya, tetapi Tuhan Yesus akan membunuhnya dengan nafas mulutNya dan akan memusnahkannya, kalau Ia datang kembali.”.

RSV: ‘by his appearing and his coming.’ [= oleh pemunculanNya dan kedatanganNya].

NASB: ‘by the appearance of His coming;’ [= oleh pemunculan dari kedatanganNya].

Kata ‘appearing’ / ‘appearance’ ini diterjemahkan dari kata Yunani EPIPHANEIA.

1Tim 6:14 - “Turutilah perintah ini, dengan tidak bercacat dan tidak bercela, hingga pada saat Tuhan kita Yesus Kristus menyatakan diriNya,”.

KJV: ‘until the appearing of our Lord Jesus Christ:’ [= sampai pemunculan dari Tuhan kita Yesus Kristus].

Kata ‘appearing’ ini diterjemahkan dari kata Yunani EPIPHANEIA.

2Timotius 1:10 - “dan yang sekarang dinyatakan oleh kedatangan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang oleh Injil telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa.”.

KJV: ‘by the appearing of our Saviour Jesus Christ,’ [= oleh pemunculan dari Juruselamat kita Yesus Kristus].

Kata ‘appearing’ ini diterjemahkan dari kata Yunani EPIPHANEIA.

2Tim 4:1 - “Di hadapan Allah dan Kristus Yesus yang akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati, aku berpesan dengan sungguh-sungguh kepadamu demi penyataanNyadan demi KerajaanNya:”.

KJV: ‘at his appearing’ [= pada pemunculanNya].

RSV: ‘by his appearing’ [= oleh pemunculanNya].

Kata ‘appearing’ ini diterjemahkan dari kata Yunani EPIPHANEIA.

2Tim 4:8 - “Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hariNya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatanganNya.”.

KJV: ‘his appearing’ [= pemunculanNya].

Kata ‘appearing’ ini diterjemahkan dari kata Yunani EPIPHANEIA.

Alasan kedua: Pembacaan kedua ini sesuai dengan hukum bahasa Yunani yang diberikan oleh Dana & Mantey, dan juga ahli-ahli bahasa Yunani yang lain.

Dana & Mantey mengatakan bahwa bila kata Yunani KAI [= dan] menghubungkan 2 kata benda dengan case / kasus yang sama, dan jika ada kata sandang yang mendahului kata benda yang pertama, dan kata sandang itu tidak diulangi sebelum kata benda yang kedua, maka kata benda yang terakhir selalu berhubungan dengan pribadi yang dinyatakan oleh kata benda yang pertama. Dengan kata lain, kata benda yang kedua merupakan pengambaran lebih jauh tentang pribadi itu(‘A Manual Grammar of the Greek New Testament’, hal 147).

Jadi, rumus ini berlaku kalau 3 syarat ini dipenuhi:

a. Ada 2 kata benda dengan case / kasus yang sama.

b. Kedua kata benda itu dihubungkan dengan kata penghubung KAI [= dan].

c. Kata benda pertama mempunyai kata sandang tertentu, sedangkan kata benda kedua tidak.

Catatan: ‘case’ / ‘kasus’ merupakan suatu istilah dalam gramatika bahasa Yunani.

Gresham Machen: “The noun in Greek has gender, number, and case. ... There are five cases; nominative, genitive, dative, accusative, and vocative. ... The subject of a sentence is put in the nominative case. ... The object of a transitive verb is placed in the accusative case. ... The genitive case expresses possession. ... The dative case is the case of the indirect object. ... The vocative case is the case of direct address.” [= Kata benda dalam bahasa Yunani mempunyai jenis kelamin (laki-laki, perempuan dan netral), bilangan / jumlah (tunggal dan jamak), dan case / kasus. ... Ada lima cases / kasus; nominatif, genitif, datif, akusatif, dan vokatif. ... Subyek dari suatu kalimat diletakkan dalam kasus nominatif. ... Obyek dari suatu kata kerja transitif ditempatkan dalam kasus akusatif. ... Kasus genitif menyatakan kepemilikan. ... Kasus datif adalah kasus dari obyek tidak langsung. ... Kasus vokatif adalah kasus dari sapaan langsung.] - ‘New Testament Greek For Beginners’, hal 23,24,25.

Titus 2:13 - “Allah yang Mahabesar (k.b.1) dan (kata penghubung KAI) Juruselamat (k.b. 2) kita Yesus Kristus (pribadi yang digambarkan)”.

Di sini ada dua kata benda dengan case yang sama (Genitive Case), yaitu ‘Allah yang Mahabesar’ dan ‘Juruselamat’. Kedua kata benda itu dihubungkan oleh kata penghubung KAI [= dan]. Kata benda yang pertama (k. b. 1), yaitu ‘Allah yang Mahabesar’ mempunyai definite article / kata sandang (TOUMEGALOU THEOU / the great God), tetapi kata benda yang kedua (k. b. 2), yaitu ‘Juruselamat’ tidak mempunyainya (SOTEROS). Kata benda pertama, yaitu ‘Allah yang Mahabesar’ merupakan penggambaran dari kata ‘Yesus Kristus’. Maka kata benda kedua, yaitu ‘Juruselamat’ merupakan penggambaran lanjutan terhadap pribadi yang sama, yaitu ‘Yesus Kristus’.

Jadi, Tit 2:13 ini menggambarkan Yesus Kristus dengan istilah ‘Allah yang Mahabesar’ maupun ‘Juruselamat’.

Catatan: kata ‘Allah’ dalam Tit 2:13 ini dalam bahasa Yunaninya adalah TOU THEOU. Bagian ini secara khusus saya persembahkan kepada Erastus Sabdono!

i) Ibr 1:8 - “Tetapi tentang (kepada) Anak Ia berkata: ‘TakhtaMu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaanMu adalah tongkat kebenaran.”.

Kata-kata ‘tentang Anak’ seharusnya diterjemahkan ‘kepada Anak’.

KJV: ‘But untothe Son he saith’ [= Tetapi kepada Anak Iaberkata].

RSV/NIV/NASB menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia.

Calvin (hal 44) menterjemahkan seperti KJV dan demikian juga dengan John Owen (‘Hebrews: The Epistle of Warning’, hal 10).

Dan Bible Works 8 menunjukkan bahwa kedua terjemahan, seperti LAI/RSV/NIV/NASB, maupun seperti KJV/NKJV, memungkinkan.

Saya lebih setuju dengan terjemahan dari KJV karena kalau dilihat kata-katanya selanjutnya maka memang ayat ini menunjukkan bahwa Bapa berbicara kepada Anak, bukan tentang Anak.

Jadi, ayat ini menunjukkan bahwa Allah berbicara kepada Anak / Yesus, dan menyebutNya sebagai ‘Allah’!

Catatan: kata ‘Allah’ dalam Ibrani 1:8 ini dalam bahasa Yunaninya adalah HO THEOS. Bagian ini secara khusus saya persembahkan kepada Erastus Sabdono!

j) 2Petrus 1:1 - “Dari Simon Petrus, hamba dan rasul Yesus Kristus, kepada mereka yang bersama-sama dengan kami memperoleh iman oleh karena keadilan Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus.”.

Sama seperti Titus 2:13, bagian yang saya garis-bawahi dari ayat ini memungkinkan untuk dibaca dengan 2 macam pembacaan:

1. “oleh karena keadilan (Allah) dan (Juruselamat kita Yesus Kristus).”.

Kalau dibaca seperti ini maka ada 2 Pribadi, yaitu ‘Allah’ dan ‘Juruselamat kita Yesus Kristus’. Maka ayat ini tidak menunjukkan bahwa Yesus Kristus adalah Allah!

2. “oleh karena keadilan (Allah dan Juruselamat kita), Yesus Kristus.”.

Kalau dibaca seperti ini, maka hanya ada satu Pribadi (Yesus Kristus), yang disebut baik sebagai ‘Allah’ maupun ‘Juruselamat kita’. Maka ayat ini menunjukkan Yesus Kristus adalah Allah.

Untuk bisa mengetahui mana pembacaan yang benar, kita lagi-lagi membutuhkan hukum bahasa Yunani yang telah kita bahas pada pembahasan Tit 2:13 di depan.

2Pet 1:1b - “Allah (k.b. 1) dan (kata penghubung KAI) Juruselamat (k. b. 2) kita, Yesus Kristus (pribadi yang digambarkan)”.

Di sini ada dua kata benda dengan case yang sama (Genitive Case), yaitu ‘Allah’ dan ‘Juruselamat’. Kedua kata benda itu dihubungkan oleh kata penghubung KAI [= dan]. Kata benda yang pertama (k.b.1), yaitu ‘Allah’ mempunyai kata sandang (TOU THEOU / the God), tetapi kata benda yang kedua (k.b.2), yaitu ‘Juruselamat’, tidak mempunyainya (SOTEROS). Kata benda pertama, yaitu ‘Allah’ merupakan penggambaran dari kata ‘Yesus Kristus’. Maka kata benda kedua, yaitu ‘Juruselamat’ merupakan penggambaran lanjutan tentang pribadi yang sama, yaitu ‘Yesus Kristus’.

Jadi, 2Pet 1:1b ini menggambarkan Yesus Kristus dengan istilah ‘Allah’ maupun ‘Juruselamat’.

2Pet 1:1 (NASB): “... by the righteousness of our God and Savior, Jesus Christ” [= oleh kebenaran Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus].

Jadi di sini Yesus disebut dengan istilah ‘Allah dan Juruselamat kita’.

Catatan: kata ‘Allah’ dalam 2Pet 1:1 ini dalam bahasa Yunaninya adalah TOU THEOU. Bagian ini secara khusus saya persembahkan kepada Erastus Sabdono!

k) 1Yoh 5:20 - “Akan tetapi kita tahu, bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan pengertian kepada kita, supaya kita mengenal Yang Benar; dan kita ada di dalam Yang Benar, di dalam AnakNya Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal.”.

Calvin mengatakan bahwa para pengikut Arianisme berusaha untuk menerapkan kalimat terakhir itu kepada Bapa. Tetapi ada 3 alasan yang tidak memungkinkan hal itu:

1. Calvin dan A. H. Strong mengatakan bahwa sebutan ‘Allah yang benar’, dalam kalimat yang terakhir itu, tidak mungkin menunjuk kepada Bapa, karena sebelumnya Bapa sudah 2 x disebut dengan istilah ‘Yang benar’. Masakan sekarang disebut lagi dengan istilah ‘Allah yang benar’?

2. Kalimat terakhir itu diawali dengan kata-kata ‘Dia adalah’. Terjemahan ini agak kurang tepat, karena kata-kata Yunani yang digunakan adalah HOUTOS ESTIN, yang artinya adalah ‘This is’[= Ini adalah]. Kata-kata ini jelas menunjuk kepada ‘orang terakhir’ dari kalimat sebelumnya, yaitu ‘Yesus Kristus’.

3. Adanya sebutan ‘hidup yang kekal’pada akhir dari kalimat terakhir itu. Dalam tulisan-tulisannya, Yohanes memang sangat sering menghubungkan hidup yang kekal dengan Yesus (bdk. Yohanes 3:15,16,36 4:14 6:27,40,47,54,68 10:28 1Yohanes 5:11-13).

Jadi, ayat ini secara jelas menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah.

Catatan: kata ‘Allah’ di sini dalam bahasa Yunaninya lagi-lagi adalah HO THEOS. Bagian ini secara khusus saya persembahkan kepada Erastus Sabdono!

l) Wahyu 1:7-8 - “(7) Lihatlah, Iadatang dengan awan-awan dan setiap mata akan melihat Dia, juga mereka yang telah menikam Dia. Dan semua bangsa di bumi akan meratapi Dia. Ya, amin. (8) ‘Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa.’”.

Bahkan dari kalangan penafsir-penafsir Kristen, banyak yang mengatakan bahwa yang berbicara dalam Wahyu 1:8 adalah Bapa. Tetapi ay 7 membicarakan tentang Kristus, dan demikian juga ay 9-20 (Yohanes mendapat penglihatan tentang Yesus). Jadi, saya setuju dengan William Hendriksen yang mengatakan bahwa yang berbicara dalam ay 8nya juga pasti adalah Kristus.

William Hendriksen: “That this glorious title refers to Christ should not be open to doubt. Both the immediately preceding and the immediately succeeding context have reference to Christ (see verses 7,13).” [= Bahwa gelar yang mulia ini menunjuk kepada Kristus tidak boleh diragukan. Baik kontext yang persis mendahuluinya maupun kontext yang persis sesudahnya mempunyai hubungan dengan Kristus (lihat ayat-ayat 7,13).] - ‘More Than Conquerors’, hal 54.

Kalau memang Kristus yang berbicara dalam ay 8 itu, maka di sini Ia disebut dengan istilah ‘Tuhan Allah’.

Catatan: kata ‘Allah’ dalam 1Yoh 5:20 ini dalam bahasa Yunaninya adalah HO THEOS. Bagian ini secara khusus saya persembahkan kepada Erastus Sabdono!

II) YESUS KRISTUS ADALAH SUNGGUH-SUNGGUH MANUSIA.

1) Bukti bahwa Yesus adalah manusia:

a) Ia disebut ‘orang’ / ‘seorang manusia’ (Yohanes 8:40 Kis 2:22 Ro 5:15 1Korintus 15:21).

b) Ia menyebut diriNya sendiri ‘Anak Manusia’ (Matius 24:44).

Sama seperti ‘Anak Allah’ adalah ‘Allah’, maka ‘Anak Manusia’ adalah ‘manusia’!

Ini bisa kita gunakan dalam berargumentasi melawan Saksi Yehuwa / Unitarian dengan cara sebagai berikut: kalau kamu mengatakan bahwa ‘Anak Allah’ bukan Allah, maka bagaimana dengan ‘Anak Manusia’? Bukan manusia?

c) Kitab Suci mengatakan bahwa Ia telah menjadi manusia / daging (Yoh 1:14 1Tim 3:16 Ibr 2:14 1Yoh 4:2).

Yohanes 1:14 - “Firman itu telah menjadi manusia [KJV: ‘flesh’ {= daging}], dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaanNya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.”.

1Tim 3:16 - “Dan sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: ‘Dia, yang telah menyatakan diriNya dalam rupa manusia [KJV: ‘flesh’ {= daging}], dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan diriNya kepada malaikat-malaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam kemuliaan.’”.

Ibr 2:14 - “Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematianNya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut;”.

1Yoh 4:2 - “Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia [KJV: ‘flesh’ {= daging}], berasal dari Allah,”.

Dalam Yoh 1:14 1Tim 3:16 dan 1Yoh 4:2 sebetulnya terjemahan hurufiahnya bukanlah ‘manusia’ tetapi ‘daging’. Ini merupakan suatu synecdoche [= gaya bahasa dimana yang sebagian mewakili seluruhnya], yang bukan hanya menunjuk pada daging / tubuh manusia, tetapi pada seluruh manusia. Dengan demikian ayat-ayat tersebut tidak boleh diartikan bahwa Kristus hanya mempunyai tubuh manusia tetapi tidak mempunyai jiwa / roh manusia.

d) Kitab Suci menggambarkan Kristus sebagai seseorang yang:

1. Mempunyai tubuh (darah, daging, dan tulang) dan jiwa / roh.

a. Bahwa Kristus betul-betul mempunyai tubuh (darah, daging, tulang) ditunjukkan oleh ayat-ayat seperti Mat 26:26,28 Luk 24:39 Ibr 2:14.

Mat 26:26,28 - “(26) Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-muridNya dan berkata: ‘Ambillah, makanlah, inilah tubuhKu.’ ... (28) Sebab inilah darahKu, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.”.

Lukas 24:39 - “Lihatlah tanganKu dan kakiKu: Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu (seharusnya ‘roh’) tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada padaKu.’”.

Ibrani 2:14 - “Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematianNya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut;”.

b. Bahwa Kristus mempunyai jiwa / roh ditunjukkan oleh:

(1)Ayat-ayat seperti:

(a)Matius 26:38 - “lalu kataNya kepada mereka: ‘HatiKu sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku.’”.

Dalam Mat 26:38 ini kata ‘hati’ seharusnya adalah ‘jiwa’ (bahasa Yunani: PSUKHE).

(b)Matius 27:50 - “Yesus berseru pula dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawaNya.”.

Lukas 23:46 - “Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: ‘Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu.’ Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawaNya.”.

Dalam Mat 27:50 dan Luk 23:46, kata ‘nyawa’ seharusnya adalah ‘roh’ (bahasa Yunani: PNEUMA).

(c)Yohanes 11:33 - “Ketika Yesus melihat Maria menangis dan juga orang-orang Yahudi yang datang bersama-sama dia, maka masygullah hatiNya. Ia sangat terharu dan berkata:”.

Dalam Yoh 11:33 kata ‘hati’ seharusnya adalah ‘roh’ (bahasa Yunani: PNEUMA).

(d)Yoh 12:27 - “Sekarang jiwaKu terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini.”.

Dalam Yohanes 12:27 Kitab Suci Indonesiamemberikan terjemahan yang benar, yaitu ‘jiwaKu’.

(e)Yohanes 13:21 - “Setelah Yesus berkata demikian Ia sangat terharu, lalu bersaksi: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku.’”.

Dalam Yoh 13:21 terjemahan hurufiah dari kata-kata yang saya garis-bawahi adalah: ‘was troubled in spirit’ [= terganggu / susah dalam roh].

(f)1Yoh 3:16 - “Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawaNya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita.”.

Dalam 1Yoh 3:16 kata ‘nyawa’ seharusnya adalah ‘jiwa’.

(2)Adanya pikiran, perasaan dan kehendak manusia.

(a)Pikiran manusia.

Matius 24:36 - “Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri.’”.

Lukas 2:40,52 - “(40) Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada padaNya. ... (52) Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmatNya dan besarNya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.”.

(b)Perasaan manusia.

Matius 8:10 - “Setelah Yesus mendengar hal itu, heranlah Ia dan berkata kepada mereka yang mengikutiNya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorangpun di antara orang Israel.”. Bdk. Luk 7:9.

Matius 9:36 - “Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala.”.

Mat 26:37,38 - “(37) Dan Ia membawa Petrus dan kedua anak Zebedeus sertaNya. Maka mulailah Ia merasa sedih dan gentar, (38) lalu kataNya kepada mereka: ‘HatiKu sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku.’”.

Mark 3:5 - “Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekelilingNya kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu: ‘Ulurkanlah tanganmu!’ Dan ia mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu.”.

Mark 6:6 - “Ia merasa heran atas ketidakpercayaan mereka. Lalu Yesus berjalan keliling dari desa ke desa sambil mengajar.”.

Yoh 11:33,35 - “(33) Ketika Yesus melihat Maria menangis dan juga orang-orang Yahudi yang datang bersama-sama dia, maka masygullah hatiNya. Ia sangat terharu dan berkata: ... (35) Maka menangislah Yesus.”.

Yoh 12:27 - “Sekarang jiwaKu terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini.”.

(c)Kehendak manusia (Mat 26:39).

Mat 26:39 - “Maka Iamaju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kataNya: ‘Ya BapaKu, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari padaKu, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.’”.

Adanya pikiran, perasaan dan kehendak manusia dalam diri Yesus ini jelas menunjukkan adanya jiwa / roh manusia.

Karena sebelum inkarnasi Allah Anak sudah adalah Roh, maka dengan adanya tambahan roh manusia Yesus ini, jelas kita harus mempercayai bahwa Yesus Kristus, setelah inkarnasi dan seterusnya, mempunyai 2 roh, Ilahi dan manusia!

2. Mengalami pertumbuhan / perkembangan.

Luk 2:40,52 - “(40) Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada padaNya. ... (52) Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmatNya dan besarNya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.”.

3. Mengalami segala sesuatu yang dialami oleh manusia-manusia yang lain (kecuali dalam hal melakukan dosa), seperti: lahir (Lukas 2:7), lapar (Matius 4:2), haus (Yohanes 4:7 Yoh 19:28), letih (Yoh 4:6), tidur (Mat 8:24), penderitaan (Ibrani 2:10,18 Ibrani 5:8), dan mati (Yohanes 19:30).

e) Ayat-ayat seperti Ro 8:3 Fil 2:7-8 Ibr 2:14-17 jelas menunjukkan bahwa Yesus sungguh-sungguh adalah manusia.

Roma 8:3 - “Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus AnakNya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging,”.

Fil 2:7-8 - “(7) melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. (8) Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.”.

Ibr 2:14-17 - “(14) Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematianNya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; (15) dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut. (16) Sebab sesungguhnya, bukan malaikat-malaikat yang Ia kasihani, tetapi keturunan Abraham yang Ia kasihani. (17) Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudaraNya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa.”.

Jadi, saya memberikan 5 point yang menunjukkan Yesus adalah manusia. Tetapi camkan ini: 5 point ini merupakan bukti bahwa Yesus adalah manusia, tetapi bukan merupakan bukti bahwa Dia hanyalah semata-mata manusia, dan bukannya Allah. Karena sebelum membuktikan kemanusiaan Yesus, saya telah lebih dulu membuktikan keilahian Yesus!

Jadi, sebelum inkarnasi, Yesus hanyalah Allah saja (100 % Allah, 0 % manusia); tetapi setelah inkarnasi dan seterusnya, Yesus adalah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia (100 % Allah dan 100 % manusia) dalam satu Pribadi!

kristologi (4)

2) Keberatan terhadap kemanusiaan Yesus dan jawabannya:

a) Adaorang yang mengatakan bahwa kalau Yesus adalah manusia yang suci, maka sebetulnya Ia bukan manusia, karena semua manusia berdosa.

Untuk menjawab keberatan ini perlu diketahui bahwa dosa tidak termasuk dalam hakekat manusia. Sebelum jatuh ke dalam dosa, Adam dan Hawa sudah adalah manusia! Jadi jelaslah bahwa tidak harus berdosa baru bisa disebut sebagai ‘manusia’!

b) Adajuga yang mengatakan bahwa Yesus bukanlah manusia yang sama seperti kita karena dalam pembuahannya tidak digunakan air mani laki-laki.

Untuk menjawab serangan ini, kita bisa menunjuk pada Adam dan Hawa, yang dalam pembentukannya juga tidak menggunakan air mani laki-laki. Bahkan boleh dikatakan bahwa dalam pembentukan mereka tidak ada pembuahan apapun. Tetapi mereka tetap adalah manusia sungguh-sungguh, sama seperti kita.

Seseorang pernah berkata bahwa Allah bisa dan pernah mencipta manusia dengan 4 cara:

1. Tanpa menggunakan laki-laki ataupun perempuan, yaitu pada waktu Ia menciptakan Adam.

2. Tanpa menggunakan perempuan tetapi dengan menggunakan laki-laki, yaitu pada waktu Ia menciptakan Hawa.

3. Tanpa menggunakan laki-laki tetapi dengan menggunakan perempuan, yaitu pada waktu Ia menciptakan manusia Yesus.

4. Dengan menggunakan laki-laki dan perempuan, yaitu pada waktu Ia menciptakan semua manusia lain selain Adam, Hawa, dan manusia Yesus.

Jadi kesimpulannya, bahwa manusia Yesus diciptakan oleh Allah hanya dengan menggunakan seorang perempuan, tidak menyebabkan Ia bukanlah manusia yang sejati.

3) Hal yang harus diwaspadai.

Sesuatu yang penting sekali untuk diwaspadai / diperhatikan adalah: Ada banyak ayat yang menunjukkan keilahian Kristus, dan ada banyak ayat yang menunjukkan kemanusiaan Kristus. Kita tidak boleh menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan keilahian Kristus untuk membuktikan bahwa Ia bukanlah manusia, dan kita juga tidak boleh menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan kema­nusiaan Kristus untuk membuktikan bahwa Ia bukanlah Allah!

Para Saksi Yehuwa / orang Islam sering melakukan kesalahan ini dimana mereka menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan kemanusiaan Kristus untuk membuktikan bahwa Kris­tus bukanlah Allah.

Misalnya:

a) Mat 24:36 yang menunjukkan pikiran manusia yang terbatas dalam diri Yesus, dipakai sebagai bukti bahwa Yesus bukanlah Allah.

Mat 24:36 - “Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri.’”.

b) Yoh 14:28 yang jelas juga menekankan Yesus sebagai manusia (pikiran manusialah yang saat itu timbul) dipakai untuk membuktikan bahwa Yesus bukanlah Allah, atau bahwa Yesus lebih rendah dari pada Allah.

Yoh 14:28 - “Kamu telah mendengar, bahwa Aku telah berkata kepadamu: Aku pergi, tetapi Aku datang kembali kepadamu. Sekiranya kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada BapaKu, sebab Bapa lebih besar dari pada Aku.”.

c) Ibrani 5:8 yang mengatakan bahwa Yesus ‘telah belajar menjadi taat dari apa yang telah dideritaNya’, yang jelas juga menunjukkan Yesus sebagai manusia, dipakai untuk menunjukkan bahwa Yesus bukanlah Allah, karena Allah tak perlu belajar.

Ibr 5:8 - “Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah dideritaNya,”.

d) Matius 4:1-11 yang menunjukkan bahwa Yesus dicobai, dipakai sebagai dasar untuk mengatakan bahwa Yesus bukanlah Allah, karena Allah tidak bisa dicobai (bdk. Yakobus 1:13).

e) Ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Yesus berdoa, juga mereka pakai untuk membuktikan bahwa Ia bukanlah Allah, karena Allah tidak perlu berdoa.

Illustrasi:

Saya adalah seorang pendeta, tetapi pada saat yang sama saya juga adalah seorang olahragawan. Kadang-kadang saya memakai toga dan memimpin Perjamuan Kudus, sehingga saya terlihat sebagai pendeta. Tetapi kadang-kadang saya memakai celana pendek, kaos, dan sepatu olah raga, sehingga saya terlihat sebagai olahragawan. Tidak ada orang, kecuali orang gila, yang pada waktu melihat saya memakai toga, menganggap itu sebagai bukti bahwa saya bukan olahragawan, dan sebaliknya, pada waktu melihat saya memakai pakaian olah raga, menganggap itu sebagai bukti bahwa saya bukan pendeta!

Analoginya, karena Yesus adalah Allah dan manusia, maka kita tidak boleh menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan keilahian Yesus untuk membuktikan bahwa Ia bukan manusia, atau menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan kemanusiaan Yesus untuk membuktikan bahwa Ia bukan Allah!

Herschel H. Hobbs: “It is just as great a heresy to deny His humanity as to deny His deity.” [= Menyangkal kemanusiaanNya adalah sama sesatnya dengan menyangkal keAllahanNya.] - ‘The Epistles of John’, hal 21.

III) PENTINGNYA KEILAHIAN KRISTUS.

1) Supaya Ia bisa taat sempurna kepada BapaNya.

Ini penting karena kalau Ia jatuh ke dalam dosa 1 x saja, maka Ia tidak mungkin menebus dosa kita.

2) Supaya pengorbanan / kematianNya mempunyai nilai penebusan yang tak terbatas.

Logikanya, kalau Ia hanya seorang manusia biasa, maka paling-paling kematianNya hanya bisa menebus seorang manu­sia. Bahkan sebetulnya tidak ada manusia bisa menebus manusia yang lain. Hal ini dinyatakan dalam Maz 49:8-9.

Mazmur 49:8-9 - “(8) Tidak seorangpun dapat membebaskan dirinya, atau memberikan tebusan kepada Allah ganti nyawanya, (9) karena terlalu mahal harga pembebasan nyawanya, dan tidak memadai untuk selama-lamanya -”.

Kitab Suci bahasa Indonesiamaupun RSV salah terjemahan. Bandingkan dengan terjemahan NIV.

Ps 49:6-7 (NIV): “No man can redeem the life of another, or give to God a ransom for him; the ransom for a life is costly, no payment is ever enough” [= Tidak seorang manusia­pun bisa menebus nyawa orang lain, atau memberikan kepada Allah tebusan untuk dia; tebusan untuk suatu nyawa sangat mahal, tidak ada pembayaran yang bisa mencukupi].

Terjemahan KJV/NASB yang menggunakan kata ‘brother’ [= saudara] sebetulnya adalah yang paling hurufiah.

KJV: ‘None of them can by any means redeem his brother, nor give to God a ransom for him:’ [= Tak ada dari mereka bisa dengan cara apapun menebus saudaranya, atau memberi kepada Allah suatu tebusan baginya:].

NASB: ‘No man can by any means redeem his brotherOr give to God a ransom for him -’ [= Tak seorangpun bisa dengan cara apapun menebus saudaranya Atau memberi kepada Allah suatu tebusan baginya -].

Baik KJV/NIV/NASB jelas memaksudkan orang lain, bukan dirinya sendiri. Jadi manusia tidak bisa menebus orang lain. Tetapi Kristus berbeda karena:

a) Sebagai manusia, Ia suci / tidak berdosa (Ibrani 4:15 2Korintus 5:21).

b) Ia adalah Allah dan manusia.

Charles Hodge: “This perfection of the satisfaction of Christ, … is not due to his having suffered either in kind or in degree what the sinner would have been required to endure; but principally to the infinite dignity of his person. He was not a mere man, but God and man in one person.” [= Kesempurnaan dari pemuasan / pelunasan Kristus ini, … bukanlah karena Ia telah menderita apa yang seharusnya ditanggung orang berdosa, baik dalam jenisnya atau dalam tingkatannya; tetapi terutama karena martabat yang tak terbatas dari pribadiNya. Ia bukan semata-mata seorang manusia, tetapi Allah dan manusia dalam satu pribadi.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 483.

3) Supaya pada waktu Allah menimpakan hukuman umat manusia kepada Yesus, Ia tidak bertindak tidak adil.

Kalau Yesus hanya seorang manusia biasa saja, dan Allah menimpakan hukuman umat manusia kepada Yesus, maka Allah jelas telah bertindak tidak adil, karena Ia menghukum seseorang karena dosa orang lain. Tetapi karena Yesus adalah Allah sendiri, maka Allah tetap adil, karena pada waktu Ia menimpakan hukuman umat manusia kepada Yesus, pada hakekatnya Ia menimpakan hukuman itu kepada diriNya sendiri.

IV) Pentingnya kemanusiaan Yesus.

1) Yang berbuat dosa adalah manusia, dan karena itu hukumannya harus ditanggung oleh seorang manusia. Karena itulah Kristus harus menjadi seorang manusia yang sama dengan kita.

Ibrani 2:14-17 - “(14) Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan merekadan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematianNya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; (15) dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut. (16) Sebab sesungguhnya, bukan malaikat-malaikat yang Ia kasihani, tetapi keturunan Abraham yang Ia kasihani. (17) Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudaraNya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa.”.

Calvin (tentang Ibr 2:14): “the Son of God to put on our flesh, even that he might partake of the same nature with us, and that by undergoing death he might redeem us from it.”[= Anak Allah mengenakan daging kita, supaya Ia bisa mengambil bagian dari hakekat yang sama dengan kita, dan supaya dengan mengalami kematian Ia bisa menebus kita darinya.].

Roma 8:3 - “Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus AnakNya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging,”.

Calvin (tentang Ro 8:3): “he says, that he came in the likeness of the flesh of sin; for though the flesh of Christ was polluted by no stains, yet it seemed apparently to be sinful, inasmuch as it sustained the punishment due to our sins, and doubtless death exercised all its power over it as though it was subject to itself. ... Christ underwent our infirmities, that he might be more inclined to sympathy, and in this respect also there appeared some resemblance of a sinful nature.”[= ia berkata, bahwa Ia datang dalam keserupaan dari daging dari dosa; karena sekalipun daging Kristus tidak dikotori oleh noda / kotoran, tetapi itu kelihatannya berdosa, karena daging itu menahan / menderita hukuman karena dosa-dosa kita, dan tak diragukan kematian melaksanakan semua kuasanya atasnya seakan-akan daging itu tunduk kepada dirinya sendiri. ... Kristus mengalami kelemahan-kelemahan kita, sehingga Ia bisa lebih condong pada simpati, dan dalam hal ini juga disana kelihatan suatu kemiripan dengan suatu hakekat yang berdosa.].

William Hendriksen (tentang Ro 8:3): “In his incarnation the divine Son assumed the human nature, ... But he took on that human nature not as it came originally from the hand of the Creator (‘and behold it was very good,’ Gen. 1:31), but weakened by sin, though remaining itself without any sin.”[= Dalam inkarnasiNya Anak yang ilahi mengambil hakekat manusia, ... Tetapi Ia mengambil hakekat manusia bukan sebagaimana itu datang seperti asalnya dari tangan sang Pencipta (‘dan lihatlah itu adalah sangat baik’, Kej 1:31), tetapi dilemahkan oleh dosa, sekalipun dalam dirinya tetap tanpa dosa apapun.].

Gregory Nazianzus: “For that which is not taken up is not healed.” [= Karena apa yang tidak diambil, tidak disembuhkan.].

Cyril of Alexandria: “That which is not assumed is not saved.” [= Apa yang tidak diambil, tidak diselamatkan.].

Catatan: jangan berkata bahwa kata-kata kedua orang di atas ini tidak mempunyai dasar Alkitab, karena Ibr 2:14-17 yang sudah saya berikan di atas jelas merupakan dasar Alkitabnya.

Tetapi Kristus haruslah menjadi seorang manusia yang suci, karena kalau Ia sendiri berdosa, Ia tidak bisa menebus dosa kita.

Ibr 7:26-27 - “(26) Sebab Imam Besar yang demikianlah yang kita perlukan: yaitu yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa dan lebih tinggi dari pada tingkat-tingkat sorga, (27) yang tidak seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari harus mempersembahkan korban untuk dosanya sendiri dan sesudah itu barulah untuk dosa umatnya, sebab hal itu telah dilakukanNya satu kali untuk selama-lamanya, ketika Ia mempersembahkan diriNya sendiri sebagai korban.”.

2) Supaya bisa menjadi pengantara antara Allah dan manusia.

1Timotius 2:5 - “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus,”.

3) Supaya Ia bisa merasakan pencobaan dan penderitaan yang dialami oleh manusia. Dengan demikian Ia bisa bersimpati terhadap manusia yang menderita dan dicobai dan bisa menolong mereka.

Ibr 2:17-18 - “(17) Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudaraNya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa. (18) Sebab oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai.”.

Ibr 4:15 - “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.”.

William G. T. Shedd: “Previous to the assumption of a human nature, the Logos could not experience a human feeling because he had no human heart, but after the assumption he could; previous to the incarnation, he could not have a finite perception because he had no finite intellect, but after this event he could; ... The unincarnate Logos could think and feel only like God; he had only one form of consciousness. The incarnate Logos can think and feel either like God, or like man; he has two modes or forms of consciousness.” [= Sebelum mengambil hakekat manusia, Logos tidak bisa mengalami pera­saan manusia karena Ia tidak mempunyai hati manusia, tetapi setelah mengambil hakekat manusia Ia bisa; sebelum inkarna­si, Ia tidak bisa mempunyai pengertian yang terbatas karena Ia tidak mempunyai pikiran yang terbatas, tetapi setelah peristiwa itu Ia bisa; ... Logos yang tidak / belum berinkarnasi bisa berpikir dan merasa hanya sebagai Allah; Ia hanya mempunyai satu bentuk kesadaran. Logos yang berinkarnasi bisa berpikir dan merasa, atau seperti Allah, atau seperti manusia; Ia mempunyai dua bentuk kesadaran.] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 267.

Matthew Poole (tentang Ibr 2:18): “He had the mercies of God before, and as if that were not enough, the tempted nature of man, to soften his heart to pity his brethren in their suffering and tempta­tions.” [= Sebelumnya Ia sudah mempunyai belas kasihan Allah, dan seakan-akan itu belum cukup, sekarang Ia mempunyai hakekat manusia yang telah dicobai, untuk melunakkan / melembutkan hatiNya supaya Ia mengasihani saudara-saudaraNya dalam penderitaan dan pencobaan mereka.].

4) Supaya Ia bisa menjadi teladan bagi manusia.

Matius 11:29 - “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah padaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.”.

Yohanes 13:14-15 - “(14) Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu; (15) sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.”.

Fil 2:5-8 - “(5) Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, (6) yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, (7) melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. (8) Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.”.

Ibrani 12:2-4 - “(2) Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah. (3) Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diriNya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa. (4) Dalam pergumulan kamu melawan dosa kamu belum sampai mencucurkan darah.”.

1Petrus 2:21 - “Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejakNya.”.

Kalau Ia tetap sebagai Allah, maka bagaimanapun sucinya Ia hidup, Ia tidak bisa menjadi teladan bagi manusia, karena manusia tidak bisa melihat Dia. Tetapi dengan Ia sudah menjadi manusia, maka manusia bisa melihat kehidupanNya yang suci dan meneladaniNya.

kristologi (5)

V) Kristus: 1 person / pribadi dengan 2 natures / hake­kat.

A) Istilah ‘Person’ dan ‘Nature’.

1) Mengapa digunakan istilah-istilah seperti ‘person’ [= priba­di] dan ‘nature’ [= hakekat], padahal istilah-istilah terse­but tidak ada dalam Kitab Suci?

Calvin (pada waktu ia berbicara tentang Allah Tritunggal dalam Yohanes 1:1-2) menjawab pertanyaan tersebut sebagai berikut:

“And yet the ancient writers of the Church were excusable, when, finding that they could not in any other way maintain sound and pure doctrine in opposition to the perplexed and ambiguous phraseology of the heretics, they were compelled to invent some words, which after all had no other meaning than what is taught in the Scriptures. They said that there are three Hypostases, or Subsistences, or Persons, in the one and simple essence of God.” [= Dan / tetapi penulis-penulis kuno dari gereja bisa dibenarkan, karena pada waktu mereka melihat bahwa tidak ada jalan lain untuk mempertahankan doktrin yang sehat dan murni untuk menentang penyusunan kata yang membingungkan dan berarti dua dari orang-orang sesat, maka mereka terpaksa menciptakan beberapa kata-kata, yang sebetulnya tidak mempunyai arti lain dari pada apa yang diajarkan dalam Kitab Suci. Mereka berkata bahwa ada tiga pribadi dalam hakekat Allah yang satu dan sederhana.].

Herman Bavinck mengatakan sebagai berikut: 

“It is of course self-evident that this confession of Nicea and Chalcedon may not lay claim to infallibility. The terms of which the church and its theology make use, such as person, nature, unity of substance, and the like, are not found in Scripture, but are the product of reflection which Christianity gradually had to devote to this mystery of salvation. The church was compelled to do this reflecting by the heresies which loomed up on all sides, both within the church and outside of it. All those expressions and statements which are employed in the confession of the church and in the language of theology are not designed to explain the mystery which in this matter confronts it, but rather to maintain it pure and unviolated over against those who would weaken or deny it.” [= Jelaslah bahwa pengakuan iman Nicea dan Chalcedon tidak bisa dianggap infalli­ble / tak bisa salah. Istilah-istilah yang digunakan oleh gereja dan theologinya, seperti pribadi, hakekat, kesatuan hakekat / zat, dan sebagainya, tidak ditemukan dalam Kitab Suci, tetapi merupakan hasil pemikiran yang secara bertahap / perlahan-lahan harus diberikan oleh kekristenan kepada misteri tentang keselamatan ini. Gereja dipaksa untuk melakukan pemikiran ini oleh bidat-bidat yang muncul dan mengancam dari semua sisi, baik di dalam maupun di luar gereja. Semua istilah dan pernyataan yang digunakan dalam pengakuan iman gereja dan dalam bahasa theologia, tidak dimaksudkan untuk menjelaskan misteri yang dihadapi, tetapi untuk menjaganya supaya tetap murni dan tak terganggu dari mereka yang ingin melemahkan atau menyangkalnya.] - ‘Our Reasonable Faith’, hal 321-322. 

Bavinck melanjutkan lagi: 

“There have been many, and there still are many, who look down upon the doctrine of the two natures from a lofty vantage point, and try to supplant it by other words and phrases. What differences does it really make, they begin by saying, whether we agree with this doctrine or not? What matters is that we ourselves possess the person of Christ, He who stands high and exalted above this awkward confes­sion. But before long these same persons begin introducing words and terms themselves in order to describe the person of Christ whom they accept. ... And then history has taught that the terms of the attackers of the Doctrine of the Two Natures are far poorer in worth and force, and that they often, indeed, involve doing injustice to the incarnation as Scripture explains it to us.” [= Pernah ada banyak orang, dan sampai sekarang masih ada banyak orang, yang dari tempat yang tinggi dan menguntungkan, meremehkan / meman­dang rendah doktrin tentang 2 hakekat ini, dan mencoba untuk menggantinya dengan kata-kata dan ungkapan-ungkapan yang lain. Mereka memulainya dengan berkata: apa bedanya apakah kami menyetujui doktrin ini atau tidak? Yang penting adalah bahwa kami memiliki pribadi Kristus, yang berdiri jauh di atas pengakuan yang aneh ini. Tetapi sebentar lagi, orang-orang ini sendiri mulai memperkenalkan kata-kata dan istilah-istilah untuk menggambarkan pribadi Kristus yang mereka terima. ... Dan sejarah telah mengajar bahwa isti­lah-istilah dari para penyerang doktrin tentang 2 hakekat ini, jauh lebih jelek dalam nilainya dan kekuatannya, dan bahwa mereka bahkan sering terlibat dalam perlakuan yang tidak benar terhadap inkarnasi seperti yang dijelaskan oleh Kitab Suci kepada kita.] - ‘Our Reasonable Faith’, hal 322.

Apa yang dikatakan oleh Bavinck ini terbukti dalam buku sesat dari Pdt. Yohanes Bambang, yang berjudul ‘Tuhan, Ajarlah Aku’. 

Dalam hal 131, ia berkata sebagai berikut: “Jadi karena hakikat Alkitab berfungsi sebagai pewar­taan iman maka dalam kesaksiannya tidak pernah berspekulasi juga mengenai masalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Tertullianus. Alkitab tidak pernah membuat hipotesa tentang Allah Bapa, Allah Anak dan Roh Kudus dengan kategori-kategori ‘UNA SUBSTANTIA, TRES PERSONAE’ (satu zat yang memiliki tiga pribadi). Cara berpikir Tertullianus adalah cara berpikir yang filsafati ketim­bang cara berpikir teologis-alkitabiah. Bila demikian, identitas Roh Kudus bukan dalam pengertian ZAT ILAHI yang memiliki kepri­badian sendiri. Alkitab tidak pernah mengenal atau mempergunakan istilah dan pengertian ZAT ILAHI”. 

Jadi terlihat bahwa ia menolak ajaran Tertullian ini dengan alasan bahwa istilah ‘zat ilahi’ itu tidak ada dalam Kitab Suci. Tetapi anehnya dalam bagian lain dari bukunya ia berkata: 

a) “Secara matematis memang berjum­lah tiga. Tetapi dari penghayatan iman dan materi Allah: keti­gaNya adalah YANG TUNGGAL” (hal 109). 

b) “Jadi Allah dan Yesus adalah satu, tapi bukan satu dalam arti matematis, juga bukan dalam arti satu zat. Allah dan Yesus adalah satu dalam ciri hakiki ilahi dan karya (pekerjaan)Nya” (hal 110). 

c) “... sehingga dalam diri Yesus Kristus nampak seluruh ciri hakiki Allah sendiri” (hal 135).

Perhatikan bahwa sekarang ia menggunakan istilah-istilah ‘materi Allah’, ‘ciri hakiki ilahi’, dan ‘ciri hakiki Allah’. Bukankah istilah-istilah itu juga tidak ada dalam Kitab Suci? Jadi terlihat kebenaran kata-kata Bavinck di atas. Orang ini baru saja mencela penggunaan istilah ‘zat ilahi’, tetapi lalu menciptakan istilahnya sendiri, yang juga tidak ada dalam Kitab Suci, dan jelas lebih jelek nilainya dari istilah ‘zat ilahi’ yang ia cela. 

2) Arti dari person dan nature.

Pada waktu LOGOS / Anak Allah berinkarnasi, Ia tidak mengambil pribadi manusia, tetapi hakekat manusia (yang lalu mendapatkan kepribadiannya dari LOGOS).

Kalau demikian, bisakah kita berkata bahwa Yesus tidak mengambil seluruh manusia, karena yang Ia ambil adalah manusia tanpa kepribadian? Kalau memang LOGOS tidak mengam­bil seluruh manusia, bukankah itu berarti bahwa Ia tidak menebus seluruh manusia? Kalau Ia tidak mengambil kepribadian manusia, bukankah itu berarti bahwa kepribadian kita tidak ditebus?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kita perlu mengerti tentang arti / definisi dari istilah ‘person / pribadi’ dan ‘nature / hekekat’.

a) Human nature adalah substance / essence [= hakekat] dari manusia. Tidak ada perbedaan antara human nature yang satu dengan human nature yang lain. Semua manusia mempunyai human nature yang sama. 

b) Human nature sudah merupakan seluruh manusia, tidak ada sedikitpun yang kurang.

c) Human person [= pribadi manusia] adalah human nature yang sudah dipribadikan. Karena itu, human person yang satu berbeda dengan human person yang lain. 

Beberapa kutipan kata-kata William G. T. Shedd:

1. “Personality is not an integral and essential part of a nature, but is, as it were, the terminus to which it tends” [= Kepribadian bukanlah merupakan bagian yang perlu untuk melengkapi dan bukan bagian yang pokok / hakiki dari suatu hakekat, tetapi merupakan terminal / tujuan yang dituju oleh hakekat itu] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 287.

2. “When we speak of a human nature, a real substance having physical, rational, moral and spiritual properties is meant. This human nature is capable of becoming a human person but as yet is not one. It requires to be personalized, in order to be a self-conscious individual man. A human person is a fractional part of a specific human nature or substance which has been separated from the common mass, and formed into a distinct and separate individual, by the process of generation. Prior to this separation and formation, this fractional portion of the common human nature has all the qualities of the common mass of which it is a part, but it is not yet individual­ized. It is potentially, not actually personal. It has all the properties that subsequently appear in the par­ticular individual formed of it,” [= Pada waktu kita berbicara tentang suatu hakekat manusia, maka yang dimaksud adalah suatu zat yang nyata yang memiliki sifat-sifat fisik, ratio, moral dan rohani. Hakekat manusia ini bisa (mempunyai kemampuan) menjadi pribadi manusia tetapi belum / bukan merupakan pribadi manusia. Hakekat manusia itu perlu dipribadikan supaya menjadi seorang manusia tersendiri yang sadar. Seorang pribadi manusia adalah sebagian kecil dari hakekat atau zat manusia tertentu yang telah dipisahkan dari seluruh massa, dan dibentuk menjadi pribadi tersendiri yang berbeda dan terpisah, oleh proses kelahiran. Sebelum pemisahan dan pembentukan ini, bagian kecil dari seluruh hakekat manusia itu, mempunyai semua sifat-sifat dari seluruh massa dari mana ia merupakan bagian, tetapi ia belum dipribadikan. Ia berpotensi untuk menjadi pribadi, tetapi ia tidak / belum sungguh-sungguh merupakan pribadi. Ia mempunyai semua sifat-sifat yang sesudah itu muncul dalam pribadi terten­tu yang dibentuk darinya,] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 289-290.

3. “A lump of clay has all the properties of matter that belong to the vessel of honor and dishonor. But it has not as yet the individual form of the vessel. An act of the potter must intervene, whereby a piece of clay is separated from the lump and moulded into a particular vase having its own peculiar shape and figure. In like manner, human nature as an entire whole existing in Adam possessed all the elementary properties that are requi­site to personality, though it was not yet personalized.” [= Segumpal tanah liat mempunyai semua sifat-sifat dari bahan / zat yang dimiliki oleh bejana yang terhormat dan tak terhormat. Tetapi gumpalan tanah liat itu belum mempunyai bentuk dari bejana itu. Suatu tindakan dari penjunan harus ikut campur, dengan mana segumpal tanah liat itu dipisahkan dari seluruh gumpalan dan dibentuk menjadi suatu jambangan tertentu yang mempunyai bentuknya yang khas. Demikian juga, hakekat manusia sebagai suatu keseluruhan yang ada di dalam Adam mempunyai semua sifat-sifat dasar yang diperlukan untuk kepribadian, sekalipun hakekat manusia itu belum dipribadikan.] - ‘Shedd’s Dogmat­ic Theology’, vol II, hal 290-291. 

4. “The difference, then, between nature and person is virtually that between substance and form.” [= Jadi, perbedaan sebenarnya antara hakekat dan pribadi adalah perbedaan antara zat dan bentuk.] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 291. 

5. “Still another point of difference between a ‘nature’ and a ‘person’ is the fact that a nature can not be distin­guished from another nature, but a person can be from another person.” [= Perbedaan lain lagi antara ‘hakekat’ dan ‘pribadi’ adalah fakta bahwa suatu hakekat tidak bisa dibedakan dari hakekat yang lain, sedangkan suatu pribadi bisa dibedakan dari pribadi yang lain.] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 294. 

Catatan: ini hanya ilustrasi untuk menjelaskan. Perlu dicamkan, bahwa dalam realitanya hakekat manusia yang belum dibentuk itu TIDAK PERNAH ADA sendirian / terpisah dari hakekat / pribadi ilahi!

Kesimpulan dari semua ini: 

Karena person / pribadi adalah nature / hakekat yang sudah dibentuk / dipribadikan, maka sebetulnya person / pribadi tidak memiliki kelebihan zat dibandingkan dengan nature / hakekat. Ingat bahwa ‘pembentukan’ bukanlah penam­bahan zat! 

Sama seperti segumpal tanah liat, yang sudah dibentuk menjadi jambangan / gelas, tidak mempunyai kelebihan zat dibanding­kan dengan saat gumpalan tanah liat itu belum dibentuk, demikian juga person / pribadi tidak mempunyai kelebihan zat dibandingkan dengan nature / hakekat. 

Perbedaan antara nature dan person, tidak terletak pada perbedaan zat / hakekat, tetapi pada pembentukan (nature / hakekat - belum dibentuk; person / pribadi - sudah dibentuk).

Dengan demikian, pada waktu Yesus mengambil human nature / hakekat manusia, Ia sebetulnya sudah mengambil seluruh manusia, tanpa ada yang kurang sedikitpun.

B) Hypostatical / personal Union [= persatuan pribadi]. 

1) Yesus Kristus adalah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia. Tetapi Ia hanya merupakan 1 pribadi. 

Dasar dari pandangan ini: dalam Kitab Suci sering ditunjukkan akan adanya lebih dari 1 pribadi dalam diri Allah. Misalnya:

a) Penggunaan kata ganti orang bentuk jamak. 

Kejadian 1:26 - “Berfirmanlah Allah: ‘Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.’”.

b) Pembicaraan antara satu pribadi dengan pribadi yang lain. 

Mazmur 2:7 - “Aku mau menceritakan tentang ketetapan TUHAN; Ia berkata kepadaku: ‘AnakKu engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini.”. 

c) Adanya saling kasih-mengasihi antara pribadi-pribadi itu. 

Matius 3:17 - “lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: ‘Inilah AnakKu yang Kukasihi, kepadaNyalah Aku berkenan.’”.

d) Pribadi yang satu mengutus pribadi yang lain. 

Bapa mengutus Anak, dan Bapa dan Anak mengutus Roh Kudus. 

Yoh 17:3 - “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.”. 

Yoh 14:26 - “tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam namaKu, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.”. 

Yoh 15:26 - “Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku.”. 

Tetapi hal-hal tersebut tidak pernah terjadi pada waktu Kitab Suci menggambarkan Yesus Kristus. Jadi jelaslah bahwa berbeda dengan Allah Tritunggal yang memiliki lebih dari 1 pribadi (dalam hal ini 3 pribadi), Yesus Kristus hanya memiliki 1 pribadi saja!

2) Sebelum inkarnasi, Yesus adalah Allah Anak yang jelas merupakan ‘seseorang’ yang berpribadi. 

Jadi pada saat itu Ia adalah 1 pribadi dengan 1 hakekat, yaitu hakekat ilahi. 

Pada saat Ia berinkarnasi, Ia tidak mengambil ‘pribadi manusia’ karena ini akan menimbulkan adanya 2 pribadi seperti yang diajarkan oleh Nestorianisme. 

Yang diambil olehNya adalah hakekat manusia. 

Hakekat manusia dan hakekat ilahi bersatu dalam pribadi Anak Allah sehingga setelah inkarnasi, Yesus adalah 1 pribadi dengan 2 hakekat (ilahi dan manusia).

Ada yang beranggapan bahwa yang diambil oleh Logos bukanlah ‘hakekat manusia’ tetapi ‘pribadi manu­sia’, karena yang diambil itu terdiri dari tubuh dan jiwa / roh, yang mencakup pikiran, perasaan, dan kehendak, dan ketiga hal ini merupakan ciri-ciri dari seorang pribadi. 

Tetapi ini tidak benar, karena sekalipun Logos itu mengambil tubuh manusia dan jiwa / roh manusia, yang mempunyai pikiran, perasaan dan kehendak, tetapi semua itu belum dipribadikan, sehingga sifatnya belum / tidak specific [= tertentu]. 

Jadi, pikirannya belum tertentu (pandai atau bodoh / berapa tinggi IQnya), perasaannya belum tertentu (halus atau kasar), kehendaknya belum tertentu (keras atau tidak). Bahkan tubuhnyapun belum tertentu (tinggi atau pendek, berkulit putih atau kuning atau hitam, bermata biru atau coklat, berambut pirang atau hitam, dsb). 

Dengan demikian ini bukan pribadi manusia, tetapi hakekat manusia. 

Tetapi pada saat pertama Logos mengambil hakekat manusia itu, maka hakekat manusia itu mendapat kepribadiannya dari Logos, sehingga menjadi manusia tertentu.

3) Hakekat manusia itu tidak pernah ada terpisah dari pribadi Allah Anak. 

Hakekat manusia itu mendapat kepribadiannya dari pribadi Allah Anak dan selalu ada di dalam pribadi Allah Anak itu. 

Bahkan antara kematian dan kebangkitan Yesuspun, hakekat manusia itu tak terpisah dengan LOGOS / Allah Anak, karena sekalipun hakekat manusia itu terpecah (roh terpisah dari tubuh), tetapi LOGOS / Allah Anak yang maha ada itu tetap bersatu baik dengan tubuh (yang ada di kuburan) maupun dengan roh (yang ada di surga). 

4) Dalam Personal Union [= persatuan pribadi] ini terjadi suatu persatuan, bukan suatu percampuran (mixture / confu­sion), antara hakekat manusia dan hakekat ilahi. 

Hakekat manusia dan hakekat ilahi tidak bercampur dan lalu membentuk satu hakekat yang baru.

Juga hakekat manusia tidak berubah menjadi hakekat ilahi, dan hakekat ilahi tidak berubah menjadi hakekat manusia.

Jadi, baik hakekat manusia maupun hakekat ilahi tetap mempunyai / mempertahankan sifat-sifatnya sendiri-sendiri. 

Mereka berbeda, tetapi bersatu dalam diri Yesus Kristus.

kristologi (6) 

5) Akibat adanya 2 hakekat dalam pribadi Yesus Kristus ini maka: 

a) Kristus mempunyai 2 macam kesadaran, yaitu ilahi dan manusia. 

Kadang-kadang Ia berpikir dan merasa sebagai Allah, dan kadang-kadang sebagai manusia. 

Saya mengutip ulang kata-kata William G. T. Shedd yang sudah saya kutip di atas.

William G. T. Shedd: “Previous to the assumption of a human nature, the Logos could not experience a human feeling because he had no human heart, but after the assumption he could; previous to the incarnation, he could not have a finite perception because he had no finite intellect, but after this event he could; ... The unincarnate Logos could think and feel only like God; he had only one form of consciousness. The incarnate Logos can think and feel either like God, or like man; he has two modes or forms of consciousness.” [= Sebelum mengambil hakekat manusia, Logos tidak bisa mengalami pera­saan manusia karena Ia tidak mempunyai hati manusia, tetapi setelah mengambil hakekat manusia Ia bisa; sebelum inkarna­si, Ia tidak bisa mempunyai pengertian yang terbatas karena Ia tidak mempunyai pikiran yang terbatas, tetapi setelah peristiwa itu Ia bisa; ... Logos yang tidak / belum berinkarnasi bisa berpikir dan merasa hanya sebagai Allah; Ia hanya mempunyai satu bentuk kesadaran. Logos yang berinkar­nasi bisa berpikir dan merasa, atau seperti Allah, atau seperti manusia; Ia mempunyai dua bentuk kesadaran.] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 267.

Contoh:

1. Kesadaran ilahi: Matius 8:26 Yohanes 8:58 Yohanes 11:43. 

Mat 8:26 - “Ia berkata kepada mereka: ‘Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?’ Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali.”.

Yoh 8:58 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku (telah) ada.’”.

Kata ‘telah’ yang saya coret dan letakkan dalam tanda kurung itu sebetulnya tidak ada, karena dalam Yunani digunakan present tense!

KJV: ‘Before Abraham was, I am.’.

Yoh 11:43 - “Dan sesudah berkata demikian, berserulah Ia dengan suara keras: ‘Lazarus, marilah ke luar!’”.

2. Kesadaran manusia: Matius 24:36 Matius 26:37-38 Yohanes 11:35 Yohanes 19:28.

Mat 24:36 - “Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri.’”. 

Mat 26:37-38 - “(37) Dan Ia membawa Petrus dan kedua anak Zebedeus sertaNya. Maka mulailah Ia merasa sedih dan gentar, (38) lalu kataNya kepada mereka: ‘HatiKu sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku.’”.

Yoh 11:35 - “Maka menangislah Yesus.”. 

Yoh 19:28 - “Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia - supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci -: ‘Aku haus!’”.

Tetapi harus diingat bahwa dalam setiap contoh-contoh itu, adalah Pribadi yang sama yang berpikir / mempunyai kesadaran.

b) Kristus mempunyai 2 kehendak, ilahi dan manusia. 

Tetapi karena kehendak manusia yang ada dalam diri Yesus adalah suci, maka tidak ada pertentangan / konfrontasi antara kehendak ilahi dan kehendak manusia dalam diri Yesus. Karena itu, sekalipun ada 2 kehendak, selalu hanya meng­hasilkan satu tindakan (bdk. Mat 26:39,42,44).

Mat 26:39,42,44 - “(39) Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kataNya: ‘Ya BapaKu, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari padaKu, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.’ ... (42) Lalu Ia pergi untuk kedua kalinya dan berdoa, kataNya: ‘Ya BapaKu jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendakMu!’ ... (44) Ia membiarkan mereka di situ lalu pergi dan berdoa untuk ketiga kalinya dan mengucapkan doa yang itu juga.”.

Illustrasi / analogi: 

Illustrasi / analogi yang paling cocok untuk menjelaskan Personal Union ini adalah persatuan antara tubuh dan jiwa pada manusia (Catatan: ini hanya berlaku untuk orang yang percaya pada Dichotomy, bukan pada Trichotomy!).

1. Pada manusia, tubuh dan jiwa membentuk 1 pribadi. 

Pada Yesus Kristus, hakekat manusia dan Allah Anak membentuk 1 pribadi. 

2. Pada manusia, kepribadian terletak pada jiwa, bukan pada tubuh. 

Pada Yesus Kristus, kepribadian terletak pada Allah Anak, bukan pada hakekat manusia. 

3. Pada manusia, tubuh berbeda dengan jiwa; mereka tidak bercampur, dan masing-masing mempertahankan sifat-sifatnya sendiri-sendiri. 

Pada Yesus Kristus, hakekat manusia berbeda dengan hakekat ilahi; mereka tidak bercampur dan masing-masing mempertahankan sifat-sifatNya sendiri-sendiri.

C) Akibat dari Personal Union.

1) Communicatio Idiomatum [communication of properties {= pemberian sifat-sifat / sama-sama memiliki sifat-sifat}].

Catatan: 

Istilah ‘Communicatio Idiomatum’ ini adalah istilah bahasa Latin, yang begitu populer dalam Kristologi, sehing­ga dalam buku-buku Theologia sering digunakan begitu saja tanpa diberikan terjemahannya (misalnya dalam komentar Calvin tentang Kis 20:28 bagian akhir).

a) Arti istilah ini:

1. Kata Idiomatum / properties berarti ‘sifat-sifat dasar’. 

Dalam diri manusia, sifat-sifat seperti pemarah, som­bong, pelit, tidak termasuk sifat dasar, karena tidak semua orang mempunyai sifat seperti itu. 

Contoh sifat dasar dalam diri manusia adalah: terbatas, dicipta / tidak ada dengan sendirinya, tidak maha tahu, bisa berdosa, bisa sakit, bisa menderita, bisa mati, dsb. Sifat-sifat ini dimiliki oleh semua manusia.

Catatan: Perhatikan bahwa dalam sepanjang pembahasan tentang Communicatio Idiomatum ini, yang dimaksud dengan ‘sifat’ adalah ‘sifat dasar’.

2. Dalam bahasa Yunani istilah bahasa Latin Communicatio diterjemahkan dengan istilah KOINONIA.

Kata Yunani KOINONIA bisa berarti: 

1. fellowship [= persekutuan]. 

2. a close mutual relationship [= hubungan timbal balik yang dekat]. 

3. participation [= partisipasi]. 

4. sharing in [= sama-sama menikmati / memiliki]. 

5. partnership [= persekutuan]. 

6. contribution [= sumbangan]. 

7. gift [= pemberian].

Jadi, kalau dikatakan bahwa terjadi Communicatio Idiomatum dari A kepada B, maka itu berarti bahwa sifat-sifat A diberikan kepada B, atau bahwa B sama-sama memiliki sifat-sifat yang dimiliki oleh A (dari ke 7 arti di atas, mungkin yang paling ditekankan adalah arti ke 4 dan ke 7). 

Dalam Collins Latin Dictionary, kata ‘COMMUNICATIO’ ini diterjemahkan ‘imparting’ [= memberikan].

Tetapi jangan diartikan seperti ini: saya punya kue, lalu saya berikan kepada si A sehingga sekarang hanya si A yang punya kue, dan saya tidak punya kue lagi.

Dalam Merriam Webster’s Dictionary (arti dari kata ‘communicate’), dicontohkan ‘memberikan pengetahuan’. 

Tadinya saya punya pengetahuan, setelah saya berikan pengetahuan itu kepada si A, maka baik saya maupun si A sama-sama mempunyai pengetahuan itu. 

Catatan: dalam pelajaran selanjutnya, kalau kita membicarakan ‘pemberian sifat-sifat’, maka itu bisa diartikan ‘sama-sama memiliki sifat-sifat’. 

b) Dalam hal Communicatio Idiomatum ini, ajaran Reformed bertentangan dengan Lutheran.

1. Ajaran Reformed. 

Sifat-sifat dari hakekat manusia tidak diberikan kepada hakekat ilahi / tidak menjadi sifat-sifat dari hakekat ilahi, dan sebaliknya, sifat-sifat dari hakekat ilahi tidak diberikan kepada hakekat manusia / tidak menjadi sifat-sifat dari hakekat manusia. Tetapi, baik sifat-sifat dari hakekat manusia maupun sifat-sifat dari hakekat ilahi diberikan kepada pribadi Kristus / menja­di sifat-sifat dari pribadi Kristus. 

Charles Hodge: “Hence, inconsistent, or apparently contradictory affirmations may be made of the same person.” [= Karena itu, ketidak-konsistenan, atau pernyataan-pernyataan yang kelihatannya kontradiksi / bertentangan bisa dibuat tentang pribadi yang sama.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 379.

Penjelasan:

Hakekat manusia mempunyai sifat terbatas, sedangkan hakekat ilahi mempunyai sifat tidak terbatas. Sifat terbatas dari hakekat manusia tidak diberikan kepada hakekat ilahi / tidak menjadi sifat dari hakekat ilahi, dan sifat tidak terbatas dari hakekat ilahi tidak diberikan kepada hakekat manusia / tidak menjadi sifat dari hakekat manusia. 

Tetapi baik sifat terbatas dari hakekat manusia, maupun sifat tidak terbatas dari hakekat ilahi, sama-sama diberikan kepada pribadi Kristus / menjadi sifat dari pribadi Kristus. Jadi, pribadi Kristus mempunyai sifat terbatas dan tidak terbatas sekaligus.

Dengan cara yang sama bisa kita dapatkan bahwa pribadi Yesus bisa dikatakan terbatas pengetahuanNya maupun maha-tahu, lemah / terbatas kekuatanNya maupun mahakua­sa.

Karena itu jangan heran kalau melihat bahwa Kitab Suci kadang-kadang menggambarkan Yesus itu terbatas pengeta­huanNya (Mat 24:36), tetapi juga sering menggambarkan Yesus itu mahatahu (Mat 9:4 Mat 12:25 Yoh 2:24-25 Yoh 6:64). 

Juga jangan heran kalau Kitab Suci kadang-kadang menggambarkan Yesus lemah / terbatas kekuatanNya, sehingga bisa lelah, membutuhkan istirahat / tidur (Yoh 4:6 Mat 8:24), tetapi juga sering menggambarkan Yesus itu mahakuasa, dimana Ia bisa membangkitkan orang mati, menghentikan badai, memberi makan 5000 orang dengan menggunakan 5 roti dan 2 ikan, mengusir setan, dsb.

Jadi ingat, bahwa Alkitab sendiri memang memberikan gambaran-gambaran yang kelihatannya bertentangan tentang diri Yesus. 

Dalam bahasa saya sendiri, saya katakan bahwa dalam diri / Pribadi Kristus ada semacam dualisme. 

2. Ajaran Lutheran.

Mereka mengatakan: 

a. Ada pemberian sifat-sifat dari kedua hakekat kepada pribadi. Dengan kata lain, pribadi memiliki sifat-sifat dari kedua hakekat. Ini sesuai dengan ajaran Reformed.

b. Juga ada pemberian sifat-sifat antar kedua hakekat tersebut. 

Dengan kata lain, hakekat yang satu juga memiliki sifat-sifat dari hakekat yang lain. Ini tidak sesuai dengan ajaran Reformed.

Perkembangan ajaran tentang Communicatio Idiomatum dalam kalangan Lutheran: 

(1)Luther dan orang-orang Lutheran yang mula-mula mengajarkan adanya pemberian sifat-sifat, baik dari hake­kat manusia kepada hakekat ilahi, maupun dari hakekat ilahi kepada hakekat manusia.

(2)Orang-orang Lutheran selanjutnya hanyalah menekankan pemberian sifat-sifat dari hakekat ilahi kepada hakekat manusia. 

Ini mereka lakukan untuk menghindar­kan hakekat ilahi menjadi terbatas karena pemberian sifat dari hakekat manusia.

(3)Dalam perkembangan selanjutnya, orang-orang Lutheran membedakan antara operative attributes / sifat-sifat operative (seperti maha kuasa, maha ada, maha tahu) dengan quiescent attributes / sifat-sifat diam (seperti tak terbatas, kekal) dari Allah, dan mereka mengatakan bahwa hanya operative atrributes sajalah yang diberikan dari hakekat ilahi kepada hakekat manusia. Ini mereka lakukan untuk menghindarkan hakekat manusia menjadi tak terbatas dan kekal karena pemberian sifat dari hakekat ilahi.

Catatan: 

Doktrin Lutheran yang salah tentang diri Kristus ini, dimana mereka menganggap bahwa hakekat manusia Yesus itu maha ada, menyebabkan mereka bisa percaya bahwa dalam Perjamuan Kudus, Yesus hadir secara jasmani. Reformed mempercayai bahwa dalam Perjamuan Kudus Kristus tidak hadir secara jasmani, tetapi secara rohani. 

Keberatan / sanggahan terhadap ajaran Lutheran ini: 

(a)Ajaran ini menunjukkan adanya pembauran / percampuran antara hakekat ilahi dan hakekat manusia dalam diri Kristus. 

Hakekat manusia yang mempunyai sifat-sifat ilahi seperti maha ada, maha tahu dsb, tidak lagi bisa disebut sebagai hakekat manusia (perhatikan kutipan dari Charles Hodge di bawah).

Jadi jelas bahwa ajaran ini berbau ajaran Eutychianism dan jelas bahwa ajaran ini bertentangan dengan Chalcedonian Creed yang mengatakan ‘without confusion, without change’ [= ‘tanpa percampuran, tanpa perubahan’]. 

Charles Hodge: “... the properties or attributes of a substance constitute its essence, so that if they be removed or if others of a different nature be added to them, the substance itself is changed. ... If divine attributes be conferred on man, he ceases to be man; and if human attributes be transferred to God, he ceases to be God.” [= ... sifat-sifat dari suatu zat / bahan mem­bentuk hakekatnya, sehingga kalau mereka disingkirkan atau kalau sifat-sifat yang lain ditambahkan kepada mereka, maka zat / bahan itu sendiri berubah. ... Kalau sifat-sifat ilahi diberikan kepada manusia, ia berhenti menjadi manusia; dan kalau sifat-sifat manusia diberikan kepada Allah, ia berhenti menjadi Allah.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 390.

(b)Ajaran ini tidak konsekwen, karena kalau sifat-sifat ilahi diberikan kepada hakekat manusia, maka sifat-sifat manusia juga harus diberikan kepada hakekat ilahi.

Yoh 3:13 - “Tidak ada seorangpun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia.”.

Yohanes 3:13 menggunakan sebutan / gelar manusia (‘Anak Manusia’), tetapi memberikan predikat ilahi (‘turun dari sorga’). Ayat ini dipakai sebagai dasar (secara salah) oleh orang Lutheran untuk mengatakan bahwa sifat-sifat dari hakekat ilahi diberikan kepada hakekat manusia.

Tetapi anehnya, kalau mereka melihat ayat seperti 1Kor 2:8, yang menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Tuhan yang mulia / The Lord of glory’ ), tetapi memberikan predikat manusia (‘menyalibkan’), mereka tidak mau memakainya sebagai dasar untuk mengatakan bahwa sifat-sifat dari hakekat manusia diberikan kepada hakekat ilahi. 

1Korintus 2:8 - “Tidak ada dari penguasa dunia ini yang mengenalnya, sebab kalau sekiranya mereka mengenalnya, mereka tidak menyalibkan Tuhan yang mulia.”. 

Ketidak-konsekwenan yang lain ialah bahwa mereka hanya memberikan sebagian sifat-sifat ilahi kepada hakekat manusia. Kalau beberapa sifat hakekat ilahi diberikan kepada hakekat manusia, maka konsekwensinya adalah bahwa semua sifat-sifat ilahi harus diberikan kepada hakekat manusia.

(c)Ajaran ini tidak sesuai dengan gambaran tentang diri Kristus dalam Kitab Suci, karena dalam Kitab Suci Kristus tidak pernah digambarkan sebagai manusia yang maha tahu / maha ada / maha kuasa. 

Sebaliknya, Kitab Suci menggambarkan Yesus sebagai manusia yang terba­tas pengetahuanNya (Mat 24:36), terbatas keberadaan­Nya (tidak bisa ada di lebih dari satu tempat pada saat yang sama), dan lemah (bisa lelah, butuh istira­hat, tidur, dsb. bdk. Yoh 4:6 Mat 8:24). 

(d)Ajaran ini tidak bisa menjelaskan Luk 2:40,52 yang mengatakan bahwa Kristus bertumbuh dalam hikmat dan kekuatan. 

Luk 2:40,52 - “(40) Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada padaNya. ... (52) Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmatNya dan besarNya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.”.

Ingat bahwa orang Lutheran beranggapan bahwa Communi­catio Idiomatum ini terjadi pada saat yang sama dengan inkarnasi. Dengan demikian, seharusnya manusia Yesus itu sudah maha tahu dan maha kuasa sejak lahir, dan kalau demikian, Ia tidak mungkin bertumbuh dalam hikmat maupun kekuatan.

kristologi (7)

2) Communicatio Operationum / Apotelesmatum [communication of acts {= pemberian tindakan-tindakan}].

Semua tindakan / perbuatan Kristus, baik yang bersifat:

a) Ilahi, seperti penciptaan, pemeliharaan.

b) Manusia, seperti makan, minum.

c) Gabungan ilahi dan manusia, seperti penebusan.

adalah tindakan / perbuatan dari pribadi Kristus.

Jadi, pada waktu melihat Kristus makan, kita tidak perlu berkata ‘hakekat manusiaNya makan’, tetapi kita bisa berka­ta ‘Kristus makan’. Pada waktu kita mau mengatakan bahwa Kristus mencipta dan mengatur alam semesta, kita tidak perlu berkata ‘hakekat ilahiNya mencipta dan mengatur alam semesta’, tetapi kita bisa berkata ‘Kristus mencipta dan mengatur alam semesta’.

Catatan: sebutan ‘Yesus’ atau ‘Kristus’ atau penggunaan kata ganti orang (seperti ‘Aku’) untuk Yesus, biasanya menunjuk kepada pribadi.

Contoh:

Mat 27:26 - “Lalu ia membebaskan Barabas bagi mereka, tetapi Yesus disesahnya lalu diserahkannya untuk disalibkan.”.

Kata ‘disesah’ cocoknya untuk hakekat manusia Kristus, tetapi ditujukan kepada pribadiNya (‘Yesus’).

Mat 28:19-20 - “(19) Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, (20) dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.’”.

Kata-kata ‘menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman’ cocoknya untuk hakekat ilahi Kristus, tetapi ditujukan kepada pribadiNya (‘Aku’).

Illustrasi:

Manusia terdiri dari tubuh + jiwa.

Ada tindakan hanya dari jiwa, seperti berpikir, marah, benci.

Ada tindakan hanya dari tubuh, seperti mencerna makanan, berdenyutnya jantung.

Ada tindakan dari gabungan tubuh dan jiwa, seperti membaca, menulis, berbicara dsb.

Tetapi adalah seluruh pribadi manusia yang marah, mencerna makanan, membaca dsb.

Karena itu kalau kita melihat seseorang (si A) sedang makan / berpikir, kita tidak mengatakan ‘tubuhnya makan’ tetapi ‘Dia / si A makan’. Kita tidak mengatakan ‘jiwanya berpi­kir’, tetapi ‘Dia / si A berpikir’.

Catatan: lagi-lagi ilustrasi ini hanya cocok untuk orang yang mempercayai Dichotomy, bukan Trichotomy.

3) Communicatio Charismatum / Gratiarum [communication of gifts {= pemberian karunia-karunia}].

Hakekat manusia dari Kristus, sejak saat pertama keberadaanNya, telah diberi bermacam-macam karunia yang mulia.

Misalnya:

a) Dipersatukannya hakekat manusia itu dengan LOGOS, dengan mana hakekat manusia itu ditinggikan melebihi semua ciptaan.

G. C. Berkouwer menggunakan Yoh 3:34 sebagai salah satu dasar: “Sebab siapa yang diutus Allah, Dialah yang menyampaikan firman Allah, karena Allah mengaruniakan RohNya dengan tidak terbatas.”. - ‘Studies in Dogmatics: The Person of Christ’, hal 295.

Louis Berkhof berjalan lebih jauh dengan mengatakan bahwa ini menyebabkan hakekat manusia Yesus itu ‘menjadi object pemujaan (adoration)’ - ‘Systematic Theology’, hal 324.

Tetapi G. C. Berkouwer menentang pandangan ini dengan mengatakan: “Reformed theology resisted every form of the deification of the human nature of Christ.”[= Theologia Reformed menentang setiap bentuk pendewaan terhadap hakekat manusia Kristus.] - ‘Studies in Dogmatics: The Person of Christ’, hal 295.

Memang pada waktu seseorang bertemu dengan Kristus pada waktu Ia hidup dalam dunia ini, tentu saja orang itu boleh menyembahNya. Tetapi yang disembah sebetulnya adalah pribadi Kristus, atau hakekat ilahiNya, bukan hakekat manusiaNya.

Hal-hal ini memang tidak bisa dipisahkantetapi bisa dibedakan.

Ini pandangan yang agak berbeda lagi.

John Owen: “Hence the human nature of Christ, in his divine person and together with it, is the object of all divine adoration and worship, Rev. 5:13.” [= Jadi, hakekat manusia dari Kristus, dalam Pribadi Ilahinya dan bersama-sama denganNya, adalah obyek dari semua pemujaan dan penyembahan ilahi, Wah 5:13.] - ‘The Works of John Owen’, vol I, hal 241.

Wah 5:13 - “Dan aku mendengar semua makhluk yang di sorga dan yang di bumi dan yang di bawah bumi dan yang di laut dan semua yang ada di dalamnya, berkata: ‘Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!’”.

Catatan: menurut saya ayat ini tidak menunjukkan kebenaran dari apa yang Owen katakan di atas ini.

Jadi dalam hal ini, pandangan dari orang-orang Reformed tidak seragam!

Saya pribadi, condong pada pandangan G. C. Berkouwer.

Ini dasar saya:

Mat 4:10 - “Maka berkatalah Yesus kepadanya: ‘Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!’”.

‘Manusia Yesus’ bukan Allah, dan karena itu, berdasarkan ayat ini, tidak boleh disembah.

Mari kita melihat pandangan Calvin berkenaan dengan hal itu, dalam komentarnya tentang Fil 2:10. Tetapi sebelumnya kita melihat Fil 2:10 itu sendiri.

Fil 2:9-11 - “(9) Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepadaNya nama di atas segala nama, (10) supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, (11) dan segala lidah mengaku: ‘Yesus Kristus adalah Tuhan,’ bagi kemuliaan Allah, Bapa!”.

Calvin (tentang Fil 2:10): “‘Every knee might bow.’ Though respect is shewn to men also be means of this rite, there can nevertheless be no doubt that what is here meant is that adoration which belongs exclusively to God, of which the bending of the knee is a token. ... But here a question arises - whether this relates to the divinity of Christ or to his humanity, for either of the two is not without some inconsistency, inasmuch as nothing new could be given to his divinity; and his humanity in itself, viewed separately, has by no means such exaltation belonging to it that it should be adored as God? I answer, that this, like many things else, is affirmed in reference to Christ’s entire person, viewed as ‘God manifested in the flesh.’ (1 Timothy 3:16.)”[= ‘Setiap lutut bisa bertelut’. Sekalipun hormat yang ditunjukkan kepada manusia juga merupakan cara dari upacara ini, tetapi di sana tidak bisa ada keraguan bahwa apa yang dimaksudkan di sini adalah pemujaan itu yang merupakan milik Allah secara exklusif, tentang mana penekukan lutut adalah sebuah tanda. ... Tetapi di sini suatu pertanyaan muncul - apakah ini berhubungan dengan keilahian Kristus atau dengan kemanusiaanNya, karena yang manapun dari keduanya bukanlah tanpa suatu ketidak-konsistenan, karena tidak ada apapun yang baru bisa diberikan kepada keilahianNya; dan kemanusiaanNya dalam diriNya sendiri, dilihat secara terpisah, pasti tidak mempunyai pemuliaan seperti itu sebagai milikNya sehingga itu harus dipuja sebagai Allah? Saya menjawab, bahwa ini, seperti banyak hal yang lain, ditegaskan / dinyatakan berkenaan dengan seluruh Pribadi Kristus, dipandang sebagai ‘Allah yang dinyatakan dalam daging’. (1Tim 3:16).].

Jadi, Calvin juga berpandangan bahwa secara strict kemanusiaan Yesus, dalam diriNya sendiri, tidak boleh disembah. Yang kita sembah adalah PribadiNya (Allah yang menjadi manusia / The God-Man).

b) Karunia-karunia Roh, khususnya dalam hal intelek, kehendak dan kuasa, dengan mana hakekat manusia itu ditinggi­kan melebihi makhluk-makhluk ciptaan yang lain. Menurut Louis Berkhof, termasuk di sini ketidak-mungkinannya untuk berbuat dosa (impeccability / non posse peccare). Tetapi untuk yang terakhir ini ada pro kontra lagi, dan saya tidak setuju dengan Louis Berkhof.

Saya tidak melihat contoh-contoh yang diberikan oleh para ahli Theologia Reformed, sehingga ada hal-hal yang membingungkan saya.

Kalau dalam hal intelek, maka contohnya adalah kepandaian yang jelas menonjol sekali dalam diri manusia Yesus, sejak masa kecilNya.

Luk 2:40,46-47,52 - “(40) Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada padaNya. ... (46) Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka. (47) Dan semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasanNya dan segala jawab yang diberikanNya. ... (52) Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmatNya dan besarNya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.”.

Tetapi G. C. Berkouwer (hal 295) dengan sangat hati-hati menambahkan bahwa ini berbeda dengan ajaran Lutheran yang mengatakan bahwa ada pemberian sifat-sifat dari hakekat ilahi kepada hakekat manusia Yesus. Ini dianggap salah, karena karunia-karunia adalah pemberian dari Roh Kudus kepada manusia Yesus untuk bisa melakukan pelayananNya.

Jadi ayat di atas hanya menunjukkan bahwa Roh Kudus memberikan Yesus kecerdasan yang luar biasa dalam pengertian Kitab Suci, tetapi sama sekali tidak berarti bahwa manusia Yesus menjadi maha tahu karena pemberian sifat itu dari hakekat ilahiNya. Kalau manusia Yesus itu maha tahu, kita tidak akan bisa menjelaskan Mat 24:36, yang menunjukkan bahwa manusia Yesus tidak mengetahui hari Tuhan.

Tetapi dalam hal kehendak, itu membingungkan saya. Apa contohnya? Apakah hanya sekedar bahwa kehendakNya suci?

Kalau dalam hal kuasa, jelas bukan berarti Yesus sebagai manusia itu sebagai superman yang mempunyai kekuatan jasmani yang luar biasa. Tetapi mungkin ‘kuasa’ yang dimaksudkan adalah dalam hal wibawa dan kuasa dalam pengajaran / tindakan.

Yoh 2:14-16 - “(14) Dalam Bait Suci didapatiNya pedagang-pedagang lembu, kambing domba dan merpati, dan penukar-penukar uang duduk di situ. (15) Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkanNya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkanNya. (16) Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: ‘Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah BapaKu menjadi tempat berjualan.’”.

Catatan: coba bayangkan kalau orang biasa melakukan hal ini apakah ia tidak dirajam? Jelas di sini terlihat wibawa Yesus yang luar biasa, sehingga sekalipun ada yang menentangNya tetapi tak ada yang melakukan perlawanan fisik.

Lukas 4:28-30 - “(28) Mendengar itu sangat marahlah semua orang yang di rumah ibadat itu. (29) Mereka bangun, lalu menghalau Yesus ke luar kotadan membawa Dia ke tebing gunung, tempat kotaitu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing itu. (30) Tetapi Ia berjalan lewat dari tengah-tengah mereka, lalu pergi.”.

Calvin menganggap ini terjadi karena Allah melakukan mujijat, tetapi William Hendriksen membuka peluang (sekalipun tidak memastikan) bahwa sikap Yesus yang tenang dan agung membuat mereka tidak bisa / berani berbuat apa-apa.

Yoh 7:44-46 - “(44) Beberapa orang di antara mereka mau menangkap Dia, tetapi tidak ada seorangpun yang berani menyentuhNya. (45) Maka penjaga-penjaga itu pergi kepada imam-imam kepala dan orang-orang Farisi, yang berkata kepada mereka: ‘Mengapa kamu tidak membawaNya?’ (46) Jawab penjaga-penjaga itu: ‘Belum pernah seorang manusia berkata seperti orang itu!’”.

William Hendriksen mengatakan bahwa penjaga-penjaga itu tidak berani menangkap Yesus karena sangat terkesan oleh kata-kata Yesus. Lenski mengatakan bahwa otoritas, keagungan dan kuasa Yesus membuat mereka tidak berani menangkapNya.

Yoh 18:3-6 - “(3) Maka datanglah Yudas juga ke situ dengan sepasukan prajurit dan penjaga-penjaga 

Bait Allah yang disuruh oleh imam-imam kepala dan orang-orang Farisi lengkap dengan lentera, suluh dan senjata. (4) Maka Yesus, yang tahu semua yang akan menimpa diriNya, maju ke depan dan berkata kepada mereka: ‘Siapakah yang kamu cari?’ (5) Jawab mereka: ‘Yesus dari Nazaret.’ KataNya kepada mereka: ‘Akulah Dia.’ Yudas yang mengkhianati Dia berdiri juga di situ bersama-sama mereka. (6) Ketika Ia berkata kepada mereka: ‘Akulah Dia,’ mundurlah mereka dan jatuh ke tanah.”.

Lenski menganggap bahwa seluruh pasukan rebah karena kata-kata Yesus ‘Akulah Dia’ dan ini pasti karena kuasa Ilahi. William Hendriksen berkata bahwa sikap, suara, pandangan mata, keagungan Yesus menyebabkan hal ini, tetapi ini juga merupakan suatu tanda dari Yesus bahwa Ia adalah Mesias / Kristus. Leon Morris mengatakan ini disebabkan keagungan Yesus.

Kuasa pengajaranNya terlihat dari ayat ini:

Mat 7:28-29 - “(28) Dan setelah Yesus mengakhiri perkataan ini, takjublah orang banyak itu mendengar pengajaranNya, (29) sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat mereka.”.

Catatan: Communicatio Charismatum / Gratiarum ini tidak mengubah hakekat manusia itu menjadi Allah!

D) Ayat-ayat Kitab Suci yang berhubungan dengan Personal Union.

Ada 4 golongan ayat-ayat Kitab Suci:

1) Ayat-ayat yang menggunakan sebutan bagi Kristus dengan sebutan yang berlaku untuk pribadi Kristus, tetapi tidak cocok / berlaku baik untuk hakekat manusia saja maupun untuk hakekat ilahi saja.

Contoh:

a) Yohanes 1:29 - Anak Domba Allah.

b) Yohanes 5:21-23 - Hakim.

c) Yohanes 9:5 - Terang dunia.

d) Yohanes 10:9,11 - Pintu, Gembala.

e) Yohanes 15:1 - Pokok anggur yang benar.

f) Roma 8:34 - Pembela.

g) Efesus 4:15 - Kepala Gereja.

Sebutan-sebutan ini tidak ditujukan kepada Kristus sebagai Allah Anak / LOGOS, juga tidak kepada Kristus sebagai manusia, tetapi kepada Pribadi Kristus (The God-man).

Calvin: “Let this, then, be our key to right understanding: those things which apply to the office of the Mediator are not spoken simply either of the divine nature or of the human.”[= Biarlah ini menjadi kunci bagi kita untuk mendapatkan pengertian yang benar: hal-hal yang berhubungan dengan jabatan dari Pengantara, tidak dikatakan hanyatentang hakekat ilahi atau manusia.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, chapter XIV, 3.

2) Ayat-ayat yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat ilahi / LOGOS, tetapi ditujukan kepada pribadi Kristus.

Contoh:

a) Yohanes 8:58 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku (telah) ada.’”.

Sebetulnya kata-kata ‘ada sebelum Abraham jadi’ hanya berlaku untuk hakekat ilahi, bukan untuk hakekat manusia. Tetapi sekalipun demikian, Yesus tidak berkata ‘sebelum Abraham jadi, hakekat ilahiKu ada’, tetapi Ia berkata ‘sebelum Abraham jadi, Aku (menunjuk pada pribadiNya) ada’.

b) Yohanes 17:5 - “Oleh sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku padaMu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadiratMu sebelum dunia ada.”.

Sebetulnya kata-kata ‘memiliki kemuliaan di hadirat Allah sebelum dunia dijadikan’ hanya berlaku untuk hakekat ilahi, bukan untuk hakekat manusia. Tetapi Yesus lagi-lagi menggunakan kata ‘Aku’, yang menunjukkan bahwa kata-kata itu Ia tujukan untuk pribadiNya.

3) Ayat-ayat yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusiaNya, tetapi ditujukan kepada pribadi Kristus.

Contoh:

a) Mat 26:37-38 - “(37) Dan Ia membawa Petrus dan kedua anak Zebedeus sertaNya. Maka mulailah Ia merasa sedih dan gentar, (38) lalu kataNya kepada mereka: ‘HatiKu sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku.’”.

Sebetulnya yang bisa merasa sedih dan gentar, seperti mau mati, dsb, hanyalah hakekat manusia, bukan hakekat ilahi. Tetapi ayat-ayat ini menujukannya untuk pribadi Yesus.

b) Hal yang sama bisa saudara jumpai dalam:

Luk 2:40,52 - “(40) Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada padaNya. ... (52) Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmatNya dan besarNya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.”.

Lukas 24:39-43 - “(39) Lihatlah tanganKu dan kakiKu: Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu (roh)tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada padaKu.’ (40) Sambil berkata demikian, Ia memperlihatkan tangan dan kakiNya kepada mereka. (41) Dan ketika mereka belum percaya karena girangnya dan masih heran, berkatalah Ia kepada mereka: ‘Adakah padamu makanan di sini?’ (42) Lalu mereka memberikan kepadaNya sepotong ikan goreng. (43) Ia mengambilnya dan memakannya di depan mata mereka.”.

Yohanes 11:35 - “Maka menangislah Yesus.”.

4) Ayat-ayat yang menggunakan sebutan / gelar yang hanya cocok untuk hakekat yang satu, tetapi menggunakan predikat yang hanya cocok untuk hakekat yang lain.

Ini terbagi dalam 2 golongan:

a) Ayat-ayat yang menyebut Kristus dengan sebutan / gelar ilahi, tetapi menggunakan predikat yang hanya cocok untuk hakekat manusia.

Contoh:

1. Kis 20:28 - “Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperolehNya dengan darah (Anak)Nya sendiri.”.

NIV: “... the church of God, which he bought with his own blood” [= ... jemaat / gereja Allah, yang Ia beli dengan darahNya sendiri].

Catatan: dalam ayat ini TB1 - LAI salah terjemahan karena menterjemahkan ‘darah AnakNya’. Ini dibetulkan dalam TB2 - LAI yang menterjemahkan ‘darahNya’ (menghapus kata ‘Anak’ yang memang sebetulnya tidak ada dalam bahasa aslinya).

Ayat ini menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Allah’), tetapi predikatnya berbicara tentang ‘darah’, yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia Yesus.

2. 1Korintus 2:8 - “Tidak ada dari penguasa dunia ini yang mengenalnya, sebab kalau sekiranya mereka mengenalnya, mereka tidak menyalibkan Tuhan yang mulia.”.

Ayat ini menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Tuhan yang mulia’ / ‘The Lord of glory’), tetapi menggunakan predi­kat ‘menyalibkan’ yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia Yesus.

3. 1Yohanes 1:1 - “Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup - itulah yang kami tuliskan kepada kamu.”.

Ayat ini menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Firman’ / LOGOS), tetapi menggunakan predikat ‘telah kami lihat dengan mata kami’ dan ‘telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami’, yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia Yesus.

4. Wahyu 11:8 - “Dan mayat mereka akan terletak di atas jalan raya kotabesar, yang secara rohani disebut Sodomdan Mesir, di mana juga Tuhan mereka disalibkan.”.

Ayat ini menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Tuhan’), tetapi menggunakan predikat ‘disalibkan’ yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia Yesus.

5. Ibrani 7:14 - “Sebab telah diketahui semua orang, bahwa Tuhan kita berasal dari suku Yehuda dan mengenai suku itu Musa tidak pernah mengatakan suatu apapun tentang imam-imam.”.

Ayat ini menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Tuhan’), tetapi menggunakan predikat ‘berasal dari suku Yehuda’, yang tentu saja hanya cocok untuk hakekat manusia Yesus.

b) Ayat-ayat yang menyebut Kristus dengan sebutan / gelar manusia, tetapi menggunakan predikat yang hanya cocok untuk hakekat ilahi.

Contoh:

1. Matius 9:6 - “Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa’ - lalu berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu -: ‘Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!’”.

Ayat ini menggunakan sebutan / gelar manusia (‘Anak Manusia’), tetapi menggunakan predikat ‘berkuasa mengam­puni dosa’ yang hanya cocok untuk hakekat ilahi.

2. Matius 12:8 - “Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.’”.

Ayat ini menggunakan sebutan / gelar manusia (‘Anak Manusia’), tetapi menggunakan predikat ‘Tuhan atas hari Sabat’ yang hanya cocok untuk hakekat ilahi.

3. Hal yang sama bisa saudara lihat dalam ayat-ayat seper­ti:

Matius 13:41 - “Anak Manusia akan menyuruh malaikat-malaikatNya dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan dan semua orang yang melakukan kejahatan dari dalam KerajaanNya.”.


Lukas 19:10 - “Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.’”.

Yohanes 3:13 - “Tidak ada seorangpun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia.”.

Yohanes 6:62 - “Dan bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusianaik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada?”.

1Kor 15:47b - “manusia kedua berasal dari sorga.”.

Calvin menjelaskan mengapa hal itu dilakukan dalam Kitab Suci dengan berkata sebagai berikut:

“And they (Scriptures) so earnestly express this union of the two natures that is in Christ as sometimes to inter­change them.” [= Dan mereka (Kitab-kitab Suci) begitu sungguh-sungguh mewujudkan kesatuan dari dua hakekat yang ada di dalam Kristus sehingga kadang-kadang menukar / membolak-balik mereka.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, book II, chapter XIV, 1.

“But because the selfsame one was both God and man, for the sake of the union of both natures he gave to the one what belonged to the other.” [= Tetapi karena ‘orang’ yang sama adalah Allah dan manusia, demi kesatuan dari kedua hakekat, ia memberikan kepada yang satu apa yang termasuk pada yang lain.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, book II, chapter XIV, 2.
-o0o-
Next Post Previous Post