DOKTRIN KRISTUS (3) - KESUCIAN KRISTUS DAN KETIDAK-BISA-BERDOSAAN KRISTUS
oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.
PELAJARAN III
Hal-hal yang menunjukkan kesucian hidup Kristus:
1) Ayat-ayat seperti:
2Korintus 5:21 - “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.”.
Ibrani 4:15 - “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.”.
Ibrani 7:26 - “Sebab Imam Besar yang demikianlah yang kita perlukan: yaitu yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa dan lebih tinggi dari pada tingkat-tingkat sorga,”.
1Petrus 2:22 - “Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulutNya.”.
1Petrus 3:18 - “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benaruntuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaanNya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh,”.
1Yohanes 3:5 - “Dan kamu tahu, bahwa Ia telah menyatakan diriNya, supaya Ia menghapus segala dosa, dan di dalam Dia tidak ada dosa.”.
2) Sebutan ‘Yang Kudus dari Allah’ dalam Luk 4:34 dan Yoh 6:69, sebutan ‘Yang Kudus dan Benar’ dalam Kis 3:14, sebutan ‘HambaMu yang Kudus’dalam Kis 4:27,30.
Lukas 4:34 - “‘Hai Engkau, Yesus orang Nazaret, apa urusanMu dengan kami? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah.’”.
Yohanes 6:69 - “dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.’”.
Kis 3:14 - “Tetapi kamu telah menolak Yang Kudus dan Benar, serta menghendaki seorang pembunuh sebagai hadiahmu.”.
Kis 4:27,30 - “(27) Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, ... (30) Ulurkanlah tanganMu untuk menyembuhkan orang, dan adakanlah tanda-tanda dan mujizat-mujizat oleh nama Yesus, HambaMu yang kudus.’”.
3) Yoh 10:36 mengatakan bahwa Yesus dikuduskan oleh Bapa.
Yoh 10:36 - “masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutusNya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah?”.
4) Berbeda dengan semua orang lain yang mengaku dosa pada waktu dibaptis oleh Yohanes Pembaptis (Mat 3:6), Yesus tidak mengakui dosa pada saat dibaptis oleh Yohanes Pembaptis (Mat 3:13-17).
Mat 3:6,13-17 - “(6) Lalu sambil mengaku dosanya mereka dibaptis oleh Yohanes di sungai Yordan. ... (13) Maka datanglah Yesus dari Galilea ke Yordan kepada Yohanes untuk dibaptis olehnya. (14) Tetapi Yohanes mencegah Dia, katanya: ‘Akulah yang perlu dibaptis olehMu, dan Engkau yang datang kepadaku?’ (15) Lalu Yesus menjawab, kataNya kepadanya: ‘Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah.’ Dan Yohanespun menurutiNya. (16) Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atasNya, (17) lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: ‘Inilah AnakKu yang Kukasihi, kepadaNyalah Aku berkenan.’”.
Bahkan dalam sepanjang hidupNya kita tidak pernah melihat Yesus mengaku dosa atau memberi korban penghapus dosa.
Kalau dalam Matius 6:12 (Doa Bapa Kami) Ia mengatakan ‘dan ampunilah kami akan kesalahan kami’ jelas bahwa Ia bukannya mengakui dosa, tetapi Ia sedang mengajarkan doa Bapa Kami itu untuk murid-muridNya. Ini terlihat dari Matius 6:9 yang berbunyi ‘Karena itu berdoalah demikian’ yang jelas menunjukkan bahwa saat itu Ia sedang mengajarkan doa itu kepada murid-muridNya.
5) Bahwa Yesus itu suci / benar, diakui oleh:
a) Allah Bapa (Mat 3:17).
Matius 3:17 - “lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: ‘Inilah AnakKu yang Kukasihi, kepadaNyalah Aku berkenan.’”.
Bahwa Allah Bapa berkenan kepada Yesus, jelas menunjukkan kesucian Yesus.
b) Yesus sendiri (Yohanes 8:29,46).
Yoh 8:29,46 - “(29) Dan Ia, yang telah mengutus Aku, Iamenyertai Aku. Ia tidak membiarkan Aku sendiri, sebab Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepadaNya.’ ... (46) Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Apabila Aku mengatakan kebenaran, mengapakah kamu tidak percaya kepadaKu?”.
c) Pontius Pilatus (Lukas 23:4,14-15,22 Yohanes 18:38b Yohanes 19:4).
Luk 23:4,14-15,22 - “(4) Kata Pilatus kepada imam-imam kepala dan seluruh orang banyak itu: ‘Aku tidak mendapati kesalahan apapun pada orang ini.’ ... (14) dan berkata kepada mereka: ‘Kamu telah membawa orang ini kepadaku sebagai seorang yang menyesatkan rakyat. Kamu lihat sendiri bahwa aku telah memeriksaNya, dan dari kesalahan-kesalahan yang kamu tuduhkan kepadaNya tidak ada yang kudapati padaNya. (15) Dan Herodes juga tidak, sebab ia mengirimkan Dia kembali kepada kami. Sesungguhnya tidak ada suatu apapun yang dilakukanNya yang setimpal dengan hukuman mati. ... (22) Kata Pilatus untuk ketiga kalinya kepada mereka: ‘Kejahatan apa yang sebenarnya telah dilakukan orang ini? Tidak ada suatu kesalahanpun yang kudapati padaNya, yang setimpal dengan hukuman mati. Jadi aku akan menghajar Dia, lalu melepaskanNya.’”.
Yoh 18:38b - “Sesudah mengatakan demikian, keluarlah Pilatus lagi mendapatkan orang-orang Yahudi dan berkata kepada mereka: ‘Aku tidak mendapati kesalahan apapun padaNya.”.
Yoh 19:4 - “Pilatuskeluar lagi dan berkata kepada mereka: ‘Lihatlah, aku membawa Dia ke luar kepada kamu, supaya kamu tahu, bahwa aku tidak mendapati kesalahan apapun padaNya.’”.
d) Istri Pontius Pilatus (Mat 27:19).
Mat 27:19 - “Ketika Pilatus sedang duduk di kursi pengadilan, isterinya mengirim pesan kepadanya: ‘Jangan engkau mencampuri perkara orang benar itu, sebab karena Dia aku sangat menderita dalam mimpi tadi malam.’”.
e) Herodes (Luk 23:15).
Luk 23:15 - “Dan Herodes juga tidak, sebab ia mengirimkan Dia kembali kepada kami. Sesungguhnya tidak ada suatu apapun yang dilakukanNya yang setimpal dengan hukuman mati.”.
f) Yudas Iskariot (Mat 27:4).
Mat 27:4 - “dan berkata: ‘Aku telah berdosa karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah.’ Tetapi jawab mereka: ‘Apa urusan kami dengan itu? Itu urusanmu sendiri!’”.
g) Kepala Pasukan Romawi yang menyalibkan Yesus (Luk 23:47).
Luk 23:47 - “Ketika kepala pasukan melihat apa yang terjadi, ia memuliakan Allah, katanya: ‘Sungguh, orang ini adalah orang benar!’”.
6) Ia berhasil menggagalkan 3 x pencobaan setan (Mat 4:1-11 Luk 4:1-13).
Perlu juga dijelaskan bahwa sekalipun dalam Ibr 4:15 dikatakan bahwa ‘sama dengan kita, Ia telah dicobai’, tetapi itu hanya berhubungan dengan pencobaan dari luar. Kesucian Kristus menyebabkan Ia tidak mungkin mengalami pencobaan dari dalam seperti yang sering dialami manusia yang lain (seperti berpikir untuk berzinah, dsb), karena dalam hal ini pencobaan itu sendiri sudah merupakan dosa.
Bdk. Maz 66:18 - “Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar.”.
Karena itu Yesus sendiri bisa berkata bahwa ‘penguasa dunia ini’(yaitu setan), tidak berkuasa sedikitpun atas diriNya (Yoh 14:30).
Yoh 14:30 - “Tidak banyak lagi Aku berkata-kata dengan kamu, sebab penguasa dunia ini datang dan ia tidak berkuasa sedikitpun atas diriKu.”.
7) Lembu / domba / kambing untuk korban penebus dosa, dan domba Paskah, yang merupakan TYPE / gambaran dari Kristus (bdk. Yoh 1:29 1Kor 5:7) selalu digambarkan sebagai tidak bercela / tidak bercacat (Im 4:3b,23b,28b,32b Kel 12:5). Bdk. 1Pet 1:18-19.
Im 4:3,23,28,32 - “(3) maka jikalau yang berbuat dosa itu imam yang diurapi, sehingga bangsanya turut bersalah, haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN karena dosa yang telah diperbuatnya itu, seekor lembu jantan muda yang tidak bercelasebagai korban penghapus dosa. ... (23) maka jikalau dosa yang telah diperbuatnya itu diberitahukan kepadanya, haruslah ia membawa sebagai persembahannya seekor kambing jantan yang tidak bercela. ... (28) maka jikalau dosa yang telah diperbuatnya itu diberitahukan kepadanya, haruslah ia membawa sebagai persembahannya karena dosa yang telah diperbuatnya itu seekor kambing betina yang tidak bercela. ... (32) Jika ia membawa seekor domba sebagai persembahannya menjadi korban penghapus dosa, haruslah ia membawa seekor betina yang tidak bercela.”.
Kel 12:5 - “Anak dombamu itu harus jantan, tidak bercela, berumur setahun; kamu boleh ambil domba atau kambing.”.
Yoh 1:29 - “Pada keesokan harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan ia berkata: ‘Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia.”.
1Kor 5:7 - “Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang tidak beragi. Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus.”.
1Pet 1:18-19 - “(18) Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, (19) melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.”.
8) Penderitaan dan kematian Yesus bisa menggantikan kita untuk menerima hukuman Allah.
Kalau Yesus tidak suci, maka pada saat Ia mati di kayu salib Ia mati untuk dosaNya sendiri, sehingga Ia tidak mungkin bisa menggantikan kita untuk memikul hukuman dosa kita. Bahwa Ia bisa menjadi pengganti, menunjukkan bahwa Ia suci.
Dengan demikian terlihat bahwa kesucian Kristus merupakan hal yang sangat vital dalam kekristenan, karena tanpa hal itu, seluruh penebusan hancur.
II) Serangan terhadap kesucian Kristus.
1) Ayat-ayat yang menunjukkan Yesus marah seperti:
Markus 3:5 - “Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekelilingNya kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu: ‘Ulurkanlah tanganmu!’ Dan ia mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu.”.
Yohanes 2:14,15 - “(14) Dalam Bait Suci didapatiNya pedagang-pedagang lembu, kambing domba dan merpati, dan penukar-penukar uang duduk di situ. (15) Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkanNya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkanNya.”.
Matius 21:12-13 - “(12) Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mengusir semua orang yang berjual beli di halaman Bait Allah. Ia membalikkan meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati (13) dan berkata kepada mereka: ‘Adatertulis: RumahKu akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun.’”.
Penjelasan:
a) Marah tidak harus dianggap sebagai dosa, dan hal ini terlihat dari Efesus 4:26 dan Mazmur 4:5.
Ef 4:26 - “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu”.
Maz 4:5 - “Biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa; berkata-katalah dalam hatimu di tempat tidurmu, tetapi tetaplah diam. Sela”.
b) Kemarahan terhadap dosa justru harus ada dalam diri orang yang dikuasai Roh Kudus (Kel 32:19 1Sam 11:6).
Kel 32:19 - “Dan ketika ia dekat ke perkemahan itu dan melihat anak lembu dan melihat orang menari-nari, maka bangkitlah amarah Musa; dilemparkannyalah kedua loh itu dari tangannya dan dipecahkannya pada kaki gunung itu.”.
Bdk. Bil 12:3 yang menyatakan bahwa Musa itu ‘seorang sangat lembut hatinya’.
1Sam 11:6 - “Ketika Saul mendengar kabar itu, maka berkuasalah Roh Allah atas dia, dan menyala-nyalalah amarahnya dengan sangat.”.
Dalam Wah 2:2 ketidak-sabaran terhadap orang-orang yang jahat, justru merupakan sesuatu yang dipuji dari gereja / jemaat Efesus.
Wahyu 2:2 - “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta.”.
Sebaliknya, dalam 2Kor 11:4 kesabaran orang Korintus terhadap nabi-nabi palsu, justru dikecam oleh Paulus.
2Korintus 11:4 - “Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima.”.
Demikian juga dalam Wah 2:20, jemaat Tiatira yang membiarkan nabi palsu, juga dikecam.
Wahyu 2:20 - “Tetapi Aku mencela engkau, karena engkau membiarkan wanita Izebel, yang menyebut dirinya nabiah, mengajar dan menyesatkan hamba-hambaKu supaya berbuat zinah dan makan persembahan-persembahan berhala.”.
c) Kemarahan Yesus adalah kemarahan yang suci, yang ditujukan kepada dosa, sehingga jelas bukan merupakan dosa.
Penerapan: orang Kristen harus berani marah pada saat yang tepat, misalnya pada waktu melihat ada ajaran sesat dari nabi palsu, atau ada korupsi dalam gereja, atau ada suatu penindasan / ketidak-adilan, dsb.
Bdk. 1Kor 13:4-6 - “(4) Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. (5) Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. (6) Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.”.
2) Tuduhan bahwa Yesus melanggar peraturan Sabat.
Matius 12:9-14 - “(9) Setelah pergi dari sana, Yesus masuk ke rumah ibadat mereka. (10) Di situ ada seorang yang mati sebelah tangannya. Mereka bertanya kepadaNya: ‘Bolehkah menyembuhkan orang pada hari Sabat?’ Maksud mereka ialah supaya dapat mempersalahkan Dia. (11) Tetapi Yesus berkata kepada mereka: ‘Jika seorang dari antara kamu mempunyai seekor domba dan domba itu terjatuh ke dalam lobang pada hari Sabat, tidakkah ia akan menangkapnya dan mengeluarkannya? (12) Bukankah manusia jauh lebih berharga dari pada domba? Karena itu boleh berbuat baik pada hari Sabat.’ (13) Lalu kata Yesus kepada orang itu: ‘Ulurkanlah tanganmu!’ Dan ia mengulurkannya, maka pulihlah tangannya itu, dan menjadi sehat seperti tangannya yang lain. (14) Lalu keluarlah orang-orang Farisi itu dan bersekongkol untuk membunuh Dia.”.
Lukas 14:1-6 - “(1) Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin dari orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama. (2) Tiba-tiba datanglah seorang yang sakit busung air berdiri di hadapanNya. (3) Lalu Yesus berkata kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu, kataNya: ‘Diperbolehkankah menyembuhkan orang pada hari Sabat atau tidak?’(4) Mereka itu diam semuanya. Lalu Ia memegang tangan orang sakit itu dan menyembuhkannya dan menyuruhnya pergi. (5) Kemudian Ia berkata kepada mereka: ‘Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur, meskipun pada hari Sabat?’ (6) Mereka tidak sanggup membantahNya.”.
Yohanes 5:8-18 - “(8) Kata Yesus kepadanya: ‘Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah.’ (9) Dan pada saat itu juga sembuhlah orang itu lalu ia mengangkat tilamnya dan berjalan. Tetapi hari itu hari Sabat. (10) Karena itu orang-orang Yahudi berkata kepada orang yang baru sembuh itu: ‘Hari ini hari Sabat dan tidak boleh engkau memikul tilammu.’ (11) Akan tetapi ia menjawab mereka: ‘Orang yang telah menyembuhkan aku, dia yang mengatakan kepadaku: Angkatlah tilammu dan berjalanlah.’ (12) Mereka bertanya kepadanya: ‘Siapakah orang itu yang berkata kepadamu: Angkatlah tilammu dan berjalanlah?’ (13) Tetapi orang yang baru sembuh itu tidak tahu siapa orang itu, sebab Yesus telah menghilang ke tengah-tengah orang banyak di tempat itu. (14) Kemudian Yesus bertemu dengan dia dalam Bait Allah lalu berkata kepadanya: ‘Engkau telah sembuh; jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk.’ (15) Orang itu keluar, lalu menceriterakan kepada orang-orang Yahudi, bahwa Yesuslah yang telah menyembuhkan dia. (16) Dan karena itu orang-orang Yahudi berusaha menganiaya Yesus, karena Ia melakukan hal-hal itu pada hari Sabat. (17) Tetapi Ia berkata kepada mereka: ‘BapaKu bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga.’ (18) Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuhNya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah BapaNya sendiri dan dengan demikian menyamakan diriNya dengan Allah.”.
Yoh 9:14-16 - “(14) Adapun hari waktu Yesus mengaduk tanah dan memelekkan mata orang itu, adalah hari Sabat. (15) Karena itu orang-orang Farisipun bertanya kepadanya, bagaimana matanya menjadi melek. Jawabnya: ‘Ia mengoleskan adukan tanah pada mataku, lalu aku membasuh diriku, dan sekarang aku dapat melihat.’ (16) Maka kata sebagian orang-orang Farisi itu: ‘Orang ini tidak datang dari Allah, sebab Ia tidak memelihara hari Sabat.’Sebagian pula berkata: ‘Bagaimanakah seorang berdosa dapat membuat mujizat yang demikian?’ Maka timbullah pertentangan di antara mereka.”.
Untuk ini perlu diketahui bahwa:
a) Yesus adalah Tuhan atas hari Sabat (Matius 12:8).
Mat 12:8 - “Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.’”.
b) Yesus berkata bahwa hari Sabat diciptakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat (Mark 2:27).
Mark 2:27 - “Lalu kata Yesus kepada mereka: ‘Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat,”.
c) Yesus berkata bahwa kita boleh berbuat baik pada hari Sabat (Mat 12:11-12 bdk. Yoh 7:22-23).
Mat 12:11-12 - “(11) Tetapi Yesus berkata kepada mereka: ‘Jika seorang dari antara kamu mempunyai seekor domba dan domba itu terjatuh ke dalam lobang pada hari Sabat, tidakkah ia akan menangkapnya dan mengeluarkannya? (12) Bukankah manusia jauh lebih berharga dari pada domba? Karena itu boleh berbuat baik pada hari Sabat.’”.
Yoh 7:22-23 - “(22) Jadi: Musa menetapkan supaya kamu bersunat - sebenarnya sunat itu tidak berasal dari Musa, tetapi dari nenek moyang kita - dan kamu menyunat orang pada hari Sabat! (23) Jikalau seorang menerima sunat pada hari Sabat, supaya jangan melanggar hukum Musa, mengapa kamu marah kepadaKu, karena Aku menyembuhkan seluruh tubuh seorang manusia pada hari Sabat.”.
Catatan: penyunatan HARUS dilakukan pada hari ke 8 (Im 12:3), sehingga tidak bisa tidak, pasti ada penyunatan yang jatuh pada hari Sabat.
Yesus bukan bekerja pada hari Sabat, tetapi menyembuhkan / menolong orang / berbuat baik pada orang lain pada hari Sabat. Ini jelas bukan dosa.
d) Yang dilanggar oleh Yesus bukanlah peraturan / hukum Tuhan tentang hari Sabat, tetapi penafsiran yang salah dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi tentang peraturan Sabat.
Kalau saudara ingin tahu bagaimana ahli-ahli Taurat pada jaman itu ‘menafsirkan’ hukum hari Sabat, maka bacalah komentar-komentar William Barclay tentang Mat 5:17-20 di bawah ini:
Barclay: “The Law lays it down that the Sabbath Day is to be kept holy, and that on it no work is to be done. That is a great principle. But the Jewish legalists had a passion for definition. So they asked: What is work? All kinds of things were classified as work. For instance, to carry a burden on the Sabbath Day is to work. But next a burden has to be defined. So the Scribal Law lays it down that a burden is ‘food equal in weight to a dried fig, enough wine for making a goblet, milk enough for one swallow, honey enough to put upon a wound, oil enough to anoint a small member, water enough to moisten an eye-salve, paper enough to write a customs house notice upon, ink enough to write two letters of the alphabet, reed enough to make a pen’ - and so on endlessly. So they spent endless hours arguing whether a man could or could not lift a lamp from one place to another on the Sabbath, whether a tailor committed a sin if he went out with a needle in his robe, whether a woman might wear a brooch or false hair, even if a man might go out on the Sabbath with artificial teeth or an artificial limb, if a man might lift his child on the Sabbath Day. These things to them were the essence of religion. Their religion was a legalism of petty rules and regulations.” [= Hukum Taurat menetapkan bahwa hari Sabat harus dikuduskan, dan bahwa pada hari itu tidak ada pekerjaan yang boleh dilakukan. Itu merupakan prinsip yang besar. Tetapi para legalist Yahudi senang mendefinisikan. Karena itu mereka bertanya: Apakah pekerjaan itu? Semua jenis hal-hal digolongkan sebagai pekerjaan. Misalnya, membawa beban pada hari Sabat adalah bekerja. Tetapi selanjutnya ‘beban’ itu harus didefinisikan. Maka hukum dari ahli-ahli Taurat menetapkan bahwa ‘beban’ adalah ‘makanan yang sama beratnya dengan sebuah buah ara kering, anggur yang cukup untuk membuat satu gelas minuman, susu yang cukup untuk satu teguk, madu cukup untuk diberikan pada suatu luka, minyak cukup untuk mengurapi anggota yang kecil, air cukup untuk membasahkan salep mata, kertas cukup untuk menuliskan pemberitahuan suatu rumah cukai, tinta cukup untuk menuliskan 2 huruf dari alfabet, bambu cukup untuk membuat sebuah pena’, dst tanpa ada akhirnya. Demikianlah mereka menghabiskan banyak waktu untuk berdebat apakah seseorang boleh atau tidak boleh mengangkat sebuah lampu dari satu tempat ke tempat lain pada hari Sabat, apakah seorang penjahit melakukan dosa jika ia pergi keluar dengan sebuah jarum dalam jubahnya, apakah seorang perempuan boleh memakai bros atau rambut palsu, bahkan apakah seseorang boleh pergi keluar pada hari Sabat dengan gigi palsu atau kaki palsu, apakah seseorang boleh mengangkat anaknya pada hari Sabat. Hal-hal ini bagi mereka merupakan inti dari agama. Agama mereka adalah suatu legalisme yang terdiri dari peraturan-peraturan yang picik / remeh.] - hal 128.
Barclay: “To write was to work on the Sabbath. But writing has to be defined. So the definition runs: ‘He who writes two letters of the alphabet with his right or with his left hand, whether of one kind or of two kinds, if they are written with different inks or in different languages, is guilty. Even if he should write two letters from forgetfulness, he is guilty, whether he has written them with ink or with paint, red chalk, vitriol, or anything which makes a permanent mark. Also he that writes on two walls that from an angle, or on two tablets of his account book so that they can be read together is guilty ... But, if anyone writes with dark fluid, with fruit juice, or in the dust of the road, or in sand, or in anything which does not make a permanent mark, he is not guilty. ... If he writes one letter on the ground, and one on the wall of the house, or on two pages of a book, so that they cannot be read together, he is not guilty.’ That is a typical passage from the Scribal Law; and that is what the orthodox Jew regarded as true religion and the true service of God.”[= Menulis pada hari Sabat berarti bekerja. Tetapi ‘menulis’ perlu didefinisikan. Dan demikianlah bunyi definisinya: ‘Ia yang menulis 2 huruf dari alfabet dengan tangan kanan atau tangan kirinya, apakah dari satu jenis atau 2 jenis, jika huruf-huruf itu ditulis dengan tinta yang berbeda atau dalam bahasa yang berbeda, bersalah. Bahkan jika ia menulis 2 huruf karena lupa, ia bersalah, apakah ia telah menulis huruf-huruf itu dengan tinta atau dengan cat, kapur merah, benda tajam, atau apapun yang membuat tanda permanen. Juga ia yang menulis pada 2 dinding yang membentuk suatu sudut, atau pada 2 lembaran dari buku catatan / rekeningnya sehingga huruf-huruf itu bisa dibaca bersama-sama, ia bersalah ... Tetapi jika seseorang menulis dengan cairan gelap, dengan air buah, atau di tanah di jalanan, atau pada pasir, atau pada apapun yang tidak membuat tanda permanen, ia tidak bersalah. ... Jika ia menulis satu huruf di tanah, dan satu di dinding rumah, atau pada 2 halaman dari suatu buku, sehingga huruf-huruf itu tidak bisa dibaca bersama-sama, ia tidak bersalah’. Itulah text yang khas dari hukum dari ahli-ahli Taurat; dan itulah yang dianggap oleh seorang Yahudi orthodox sebagai agama dan sebagai pelayanan yang benar kepada Allah.] - hal 129.
Barclay: “To heal was to work on the Sabbath. Obviously this has to be defined. Healing was allowed when there was danger to life, and especially in troubles of the ear, nose and throat; but even then, steps could be taken only to keep the patient from becoming worse; no steps might be taken to make him get any better. So a plain bandage might be put on a wound, but no ointment; plain wadding might be put into a sore ear, but not medicated wadding.”[= Menyembuhkan pada hari Sabat berarti bekerja. Jelas bahwa hal ini harus didefinisikan. Penyembuhan diijinkan pada saat ada bahaya terhadap kehidupan, dan khususnya pada waktu ada gangguan telinga, hidung dan tenggorokan / kerongkongan; tetapi bahkan dalam keadaan itu, hanya boleh dilakukan langkah-langkah untuk menjaga supaya pasien itu tidak menjadi lebih parah; tidak boleh dilakukan langkah-langkah yang membuatnya lebih baik. Jadi, suatu perban biasa boleh diberikan pada suatu luka, tetapi tidak boleh diberi obat / salep; kapas biasa boleh diberikan pada telinga yang sakit, tetapi kapas dengan obat tidak boleh.] - hal 129.
Barclay: “The Scribes were the men who worked out these rules and regulations. The Pharisees, whose names means The Separated Ones, were the men who had separated themselves from all the ordinary activities of life to keep all these rules and regulations. We can see the length to which this went from the following facts. For many generations this Scribal Law was never written down; it was the oral law, and it was handed down in the memory of generations Scribes. In the middle of the third century A. D. a summary of it was made and codified. That summary is known as the Mishnah; it contains sixty-three tractates on various subjects of the Law, and in English makes a book of almost eight hundred pages. Later Jewish scholarship busied itself with making commentaries to explain the Mishnah. These commentaries are known as the Talmuds. Of the Jerusalem Talmud there are twelve printed volumes; and of the Babylonian Talmud there are sixty printed volumes. To the strict orthodox Jew, in the time of Jesus, religion, serving God, was a matter of keeping thousands of legalistic rules and regulations; they regarded these petty rules and regulations as literally matters of life and death and eternal destiny. Clearly Jesus did not mean that not one of these rules and regulations was to pass away; repeatedly he broke them himself; and repeatedly he condemned them; that is certainly not what Jesus meant by the Law, for that is the kind of law that both Jesus and Paul condemned.”[= Ahli-ahli Taurat adalah orang-orang yang menyusun peraturan-peraturan ini. Orang-orang Farisi, yang namanya berarti ‘orang-orang yang terpisah’, adalah orang-orang yang memisahkan diri mereka sendiri dari semua aktivitas kehidupan biasa untuk mentaati semua peraturan-peraturan itu. Kita bisa melihat panjangnya peraturan-peraturan itu dari fakta-fakta yang berikut ini. Selama beberapa generasi, hukum dari ahli-ahli Taurat ini tidak pernah dituliskan; itu merupakan hukum lisan, dan diturunkan dalam ingatan dari generasi-generasi ahli-ahli Taurat. Pada pertengahan abad ketiga Masehi suatu ringkasan darinya dibuat dan disusun. Ringkasan itu dikenal sebagai Mishnah; itu terdiri dari 63 traktat tentang bermacam-macam pokok hukum Taurat, dan dalam bahasa Inggris menjadi sebuah buku yang terdiri dari hampir 800 halaman. Ahli-ahli theologia Yahudi selanjutnya menyibukkan dirinya sendiri dengan membuat tafsiran-tafsiran untuk menjelaskan Mishnah. Tafsiran-tafsiran ini dikenal sebagai Talmud. Talmud Yerusalem terdiri dari 12 volume; dan Talmud Babilonia terdiri dari 60 volume. Bagi seorang Yahudi orthodox, pada jaman Yesus, agama dan pelayanan kepada Allah merupakan persoalan ketaatan terhadap ribuan peraturan-peraturan legalistik; mereka menganggap peraturan-peraturan remeh / picik ini secara hurufiah sebagai persoalan hidup atau mati dan tujuan kekal. Jelas bahwa Yesus tidak memaksudkan bahwa tidak satupun dari peraturan-peraturan ini yang boleh ditiadakan; berulangkali Ia sendiri melanggar mereka; dan berulangkali Ia mengecam mereka; jelas bukan itu yang Yesus maksudkan dengan hukum Taurat, karena itu adalah jenis hukum Taurat yang dikecam oleh Yesus dan Paulus.] - hal 129-130.
3) Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis, padahal baptisan Yohanes adalah baptisan untuk pengampunan dosa (Mark 1:4).
Mark 1:4 - “demikianlah Yohanes Pembaptis tampil di padang gurun dan menyerukan: ‘Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu.’”.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persoalan ini:
a) Berbeda dengan semua orang lain, yang mengaku dosa pada saat dibaptis oleh Yohanes Pembaptis, Yesus tidak mengaku dosa (Mat 3:6,13-17).
Mat 3:6,13-17 - “(6) Lalu sambil mengaku dosanya mereka dibaptis oleh Yohanes di sungai Yordan. ... (13) Maka datanglah Yesus dari Galilea ke Yordan kepada Yohanes untuk dibaptis olehnya. (14) Tetapi Yohanes mencegah Dia, katanya: ‘Akulah yang perlu dibaptis olehMu, dan Engkau yang datang kepadaku?’ (15) Lalu Yesus menjawab, kataNya kepadanya: ‘Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah.’ Dan Yohanespun menurutiNya. (16) Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atasNya, (17) lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: ‘Inilah AnakKu yang Kukasihi, kepadaNyalah Aku berkenan.’”.
b) Yohanes Pembaptis sendiri, yang mengenali Yesus sebagai Anak Allah / Mesias, mula-mula menolak untuk membaptis Yesus, dan bahkan beranggapan bahwa ialah yang seharusnya dibaptis oleh Yesus (Mat 3:14).
Matius 3:14 - “Tetapi Yohanes mencegah Dia, katanya: ‘Akulah yang perlu dibaptis olehMu, dan Engkau yang datang kepadaku?’”.
c) Yesus menjawab keberatan Yohanes Pembaptis itu dengan berkata bahwa Ia harus dibaptis oleh Yohanes, ‘untuk menggenapkan seluruh kehendak Allah’(Mat 3:15).
Matius 3:15 - “Lalu Yesus menjawab, kataNya kepadanya: ‘Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah.’ Dan Yohanespun menurutiNya.”.
NIV: ‘to fulfil all righteousness’ [= untuk menggenapkan seluruh kebenaran].
Kata-kata ini ditafsirkan secara bermacam-macam. Saya tidak merasa perlu memberikannya di sini, karena bukan tujuan saya memberikan exposisi dari text ini pada saat ini. Tetapi tafsiran yang manapun yang kita terima, tidak ada yang menunjukkan bahwa Yesus dibaptis untuk pengampunan dosa, dan ini pasti benar, karena tidak ada pengakuan dosa dari Yesus pada saat Ia dibaptis.
Karena Yesus tidak dibaptis untuk mendapatkan pengampunan dosa, maka jelas bahwa baptisanNya tidak menunjukkan bahwa Ia berdosa!
4) Yesus dianggap bersikap tidak hormat kepada Maria / ibuNya, misalnya:
a) Kitab Suci tidak pernah menyebutkan bahwa Yesus memanggil / menyebut Maria dengan sebutan ‘ibu / mama’.
Dalam Alkitab LAI ada banyak ayat yang menyebut Maria sebagai ibu / mama dari Yesus, menggunakan kata Yunani METER [= ibu / mama].
Contoh:
Yohanes 2:3 - “Ketika mereka kekurangan anggur, ibu (Yunani: METER) Yesus berkata kepadaNya: ‘Mereka kehabisan anggur.’”.
Tetapi kalau Yesus sendiri menyebut Maria, Ia tidak pernah menggunakan kata itu, tetapi selalu menggunakan kata Yunani GUNAI [= perempuan].
Kalau dalam Kitab Suci Indonesiaada ayat-ayat dimana Yesus menyebut / memanggil Maria dengan sebutan ‘ibu’ (seperti dalam Yoh 2:4 dan Yoh 19:26), maka perlu diketahui bahwa itu diterjemahkan bukan dari kata Yunani METER, yang berarti ‘ibu / mama’, tetapi dari kata Yunani GUNAI yang sebetulnya berarti ‘perempuan’.
Yohanes 2:4 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Mau apakah engkau dari padaKu, ibu (Yunani: GUNAI)? SaatKu belum tiba.’”.
KJV/RSV/NIV/NASB/ASV/NKJV/ESV/YLT: ‘woman’ [= perempuan].
Yoh 19:26 - “Ketika Yesus melihat ibuNya dan murid yang dikasihiNya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibuNya: ‘Ibu, inilah, anakmu!’”.
Catatan: ada 3 x kata ‘ibu’ dalam ayat di atas. dan hanya yang pertama dan kedua berasal dari kata Yunani METER [= ibu / mama], tetapi ini merupakan penceritaan yang dilakukan oleh rasul Yohanes. Hanya kata ‘ibu’ yang ketiga yang berasal dari kata Yunani GUNAI [= perempuan], dan ini kata yang diucapkan oleh Yesus sendiri.
Catatan: penggunaan kata GUNAI [= perempuan] sebetulnya bukan merupakan sesuatu yang tidak hormat, dalam tradisi mereka pada jaman itu. Kata ini juga Yesus gunakan terhadap Maria Magdalena dalam Yoh 20:13,15.
Yoh 20:13,15 - “(13) Kata malaikat-malaikat itu kepadanya: ‘Ibu (Yunani: GUNAI), mengapa engkau menangis?’ Jawab Maria kepada mereka: ‘Tuhanku telah diambil orang dan aku tidak tahu di mana Ia diletakkan.’ ... (15) Kata Yesus kepadanya: ‘Ibu (Yunani: GUNAI), mengapa engkau menangis? Siapakah yang engkau cari?’ Maria menyangka orang itu adalah penunggu taman, lalu berkata kepadaNya: ‘Tuan, jikalau tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku, di mana tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambilNya.’”.
KJV/RSV/NIV/NASB/ASV/NKJV/ESV/YLT: ‘woman’ [= perempuan].
Orang yang menganggap penggunaan kata ini merupakan suatu sikap yang tidak hormat, menafsirkan menurut tradisi mereka sendiri pada jaman ini, bukan menurut tradisi orang-orang Yahudi pada jaman itu di sana. Dan ini jelas merupakan cara menafsir yang salah dan bodoh!
b) Sikap / kata-kata Yesus terhadap / tentang Maria dalam:
Mat 12:46-50 - “(46) Ketika Yesus masih berbicara dengan orang banyak itu, ibuNya dan saudara-saudaraNya berdiri di luar dan berusaha menemui Dia. (47) Maka seorang berkata kepadaNya: ‘Lihatlah, ibuMu dan saudara-saudaraMu ada di luar dan berusaha menemui Engkau.’ (48) Tetapi jawab Yesus kepada orang yang menyampaikan berita itu kepadaNya: ‘Siapa ibuKu? Dan siapa saudara-saudaraKu?’ (49) Lalu kataNya, sambil menunjuk ke arah murid-muridNya: ‘Ini ibuKu dan saudara-saudaraKu! (50) Sebab siapapun yang melakukan kehendak BapaKu di sorga, dialah saudaraKu laki-laki, dialah saudaraKu perempuan, dialah ibuKu.’”.
Catatan: semua kata ‘ibu’ dalam text di atas ini berasal dari kata Yunani METER [= ibu / mama], tetapi perhatikan bahwa pada waktu Yesus menggunakan kata METER ini di sini, Ia tidak memaksudkan Maria!
Lukas 2:48-49 - “(48) Dan ketika orang tuaNya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibuNya kepadaNya: ‘Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? BapaMu dan aku dengan cemas mencari Engkau.’ (49) JawabNya kepada mereka: ‘Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah BapaKu?’”.
Yoh 2:4 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Mau apakah engkau dari padaKu, ibu? SaatKu belum tiba.’”.
KJV: ‘what have I to do with thee?’ [= apa urusanKu denganmu?].
Catatan: ungkapan ini, pada waktu muncul dalam Alkitab, biasanya menyatakan ketidak-senangan.
Contoh: Hakim 11:12 2Sam 16:10 1Raja 17:18 Mat 8:29.
Untuk ini perlu diperhatikan bahwa sejak inkarnasi dan seterusnya, Yesus adalah Allah dan manusia dalam satu pribadi. Sebagai manusia, Ia harus hormat dan tunduk kepada orangtuaNya, tetapi sebagai Allah, Ia justru berkuasa atas orang tuaNya, dan bahkan seharusnya orang tuaNyalah yang mentaati Dia, menghormati Dia, dan menyembah Dia!
Illustrasi:
Kalau ada seorang majikan dan pegawainya yang sama-sama menjadi majelis dari suatu gereja, maka:
1. Dalam pekerjaan, pegawai itu harus tunduk pada majikannya.
2. Dalam urusan gereja, pegawai itu tidak harus tunduk kepada majikannya itu, karena ia mempunyai pangkat / jabatan yang sama dengan majikannya. Dan kalau hal ini terjadi, kita pasti tidak akan mengatakan bahwa pegawai itu kurang ajar kepada majikannya!
Hal yang sama terjadi kalau ada seorang pendeta yang mempunyai orang tua atau mertua sebagai jemaatnya.
5) Yesus takut dan gentar (Matius 26:37-38 Mark 14:33 Lukas 22:44).
Mat 26:37: ‘sedih dan gentar’. Ini salah terjemahan!
NIV: ‘to be sorrowful and troubled’ [= sedih dan susah / terganggu].
NASB: ‘to be grieved and distressed’ [= sedih dan susah].
Jadi, dari ayat ini hanya terlihat bahwa Yesus sedih, tetapi tidak terlihat bahwa Ia takut.
Sekarang mari kita perhatikan ayat-ayat paralel dari Matius 26:37 itu:
a) Lukas 22:44: ‘Ia sangat ketakutan’. Ini juga salah terjemahan!
NIV: ‘being in anguish’ [= ada dalam kesedihan].
NASB: ‘being in agony’ [= ada dalam penderitaan].
Jadi dari ayat inipun tak terlihat bahwa Yesus takut.
b) Mark 14:33: ‘sangat takut dan gentar’.
NIV/NASB: ‘deeply / very distressed and troubled’ [= sangat sedih dan susah / terganggu].
Tetapi di sini terjemahan NIV/NASB juga salah, karena kata yang diterjemahkan ‘distressed’ [= sedih] itu di dalam bahasa Yunaninya adalah EKTHAMBEISTHAI yang berasal dari kata EKTHAMBEOMAI, yang sebetulnya berarti ‘be greatly alarmed’ [= sangat takut].
Jadi, dari ayat ini kita bisa melihat bahwa Yesus bukan hanya sedih tetapi juga takut.
Hal-hal lain yang menunjukkan bahwa pada saat itu Yesus memang takut:
1. Doa Yesus dalam Matius 26:39 secara implicit menunjukkan bahwa Ia takut terhadap ‘cawan’ (simbol dari murka / hukuman Allah) itu.
2. Luk 22:44b mengatakan bahwa Ia mencucurkan peluh seperti darah. Adayang menganggap bahwa ini betul-betul adalah darah, dan orang-orang ini mengatakan bahwa hal seperti ini memang bisa terjadi (dan pernah terjadi) pada orang yang mengalami ketakutan yang luar biasa.
3. Ibrani 5:7 (KJV): ‘... he had offered up prayers and supplications with strong crying and tears unto him that was able to save him from death, and was heard in that he feared’ [= Ia menaikkan doa dan permohonan dengan tangisan keras dan air mata kepada Dia yang bisa melepaskanNya dari maut, dan didengarkan dalam hal yang Ia takuti].
Catatan:
Kata-kata yang oleh KJV diterjemahkan ‘in that He feared’ [= dalam hal yang Ia takuti], diterjemahkan secara berbeda oleh Kitab Suci bahasa Inggris yang lain.
NIV: ‘because of His reverent submission’ [= karena ketundukanNya yang penuh hormat / takut].
NASB: ‘because of His piety’ [= karena kesalehanNya].
NKJV: ‘because of His godly fear’ [= karena rasa takutNya yang saleh].
RSV: ‘for his godly fear’ [= karena rasa takutNya yang saleh].
Sekalipun demikian ada banyak penafsir tetap mempertahankan arti yang diberikan oleh KJV.
Bahwa Yesus sedih, itu bukan sesuatu yang aneh, karena saat itu Ia sedang dikhianati oleh Yudas, akan ditinggal oleh murid-muridNya, akan disangkal oleh Petrus, akan ditolak oleh orang-orang Yahudi, dan akan terpisah dari Allah. Dan kesedihan itu juga bukan dosa karena ayat seperti Fil 4:4 memang tidak boleh dimutlakkan (bdk. Mat 5:4 Luk 6:21b)!
Filipi 4:4 - “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!”.
Matius 5:4 - “Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.”.
Luk 6:21b - “Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa.”.
Tetapi bagaimana dengan rasa takut yang dialami oleh Yesus? Apakah ini bukan dosa?
a) Pertama-tama perlu diketahui bahwa Ia bukan takut pada kematian atau penderitaan, tetapi takut pada murka Allah (Catatan: takut pada murka Allah jelas bukan merupakan sesuatu yang salah!) yang akan menimpaNya pada saat Ia menanggung hukuman umat manusia.
William Hendriksen (tentang Markus 14:33): “Did he, perhaps, here in Gethsemanesee this tidal wave of God’s wrath because of our sin coming?” [= Mungkinkah Ia, di sini di Getsemani, melihat datangnya gelombang pasang / tsunami murka Allah karena dosa kita?] - ‘The Gospel of Mark’, hal 586.
Renungkan: bahwa Yesus, yang biasanya tidak pernah takut itu, bisa takut melihat murka Allah itu, menunjukkan secara jelas betapa hebatnya dan mengerikannya murka Allah atas dosa-dosa kita itu!
Bandingkan dengan:
1. Hosea 10:7-8 - “(7) Samaria akan dihancurkan; rajanya seperti sepotong ranting yang terapung di air. (8) Bukit-bukit pengorbanan Awen, yakni dosa Israel, akan dimusnahkan. Semak duri dan rumput duri akan tumbuh di atas mezbah-mezbahnya. Dan mereka akan berkata kepada gunung-gunung: ‘Timbunilah kami!’ dan kepada bukit-bukit: ‘Runtuhlah menimpa kami!’”.
2. Lukas 23:30 - “Maka orang akan mulai berkata kepada gunung-gunung: Runtuhlah menimpa kami! dan kepada bukit-bukit: Timbunilah kami!”.
3. Wahyu 6:15-17 - “(15) Dan raja-raja di bumi dan pembesar-pembesar serta perwira-perwira, dan orang-orang kaya serta orang-orang berkuasa, dan semua budak serta orang merdeka bersembunyi ke dalam gua-gua dan celah-celah batu karang di gunung. (16) Dan mereka berkata kepada gunung-gunung dan kepada batu-batu karang itu: ‘Runtuhlah menimpa kami dan sembunyikanlah kami terhadap Dia, yang duduk di atas takhta dan terhadap murka Anak Domba itu.’ (17) Sebab sudah tiba hari besar murka mereka dan siapakah yang dapat bertahan?”.
William Hendriksen, dalam komentarnya tentang Lukas 23:30, mengatakan bahwa Hosea 10:8 berkenaan dengan kejatuhan Samaria, Luk 23:30 lebih hebat dan berkenaan dengan kehancuran Yerusalem, tetapi Wah 6:15-17 adalah yang terhebat dari semua, dan ini berkenaan dengan kedatangan Yesus yang kedua-kalinya pada akhir jaman.
Karena itu, kalau saudara belum betul-betul percaya kepada Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan, cepatlah percaya, sebelum saudara harus menghadapi / mengalami murka Allah yang menakutkan itu!
b) Apakah rasa takut Yesus di sini adalah dosa?
1. Kitab Suci jelas menunjukkan bahwa Yesus tidak pernah berbuat dosa dalam bentuk apapun (Ibr 4:15 2Korintus 5:21).
Ibrani 4:15 - “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.”.
2Korintus 5:21 - “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.”.
Karena itu jelas bahwa rasa takut di sini tidak bisa disebut sebagai dosa. Kita tidak boleh menafsirkan ayat Kitab Suci yang satu sehingga bertentangan dengan ayat yang lain.
2. 1Yohanes 4:18 kelihatannya menunjukkan bahwa rasa takut adalah dosa, tetapi kalau kita membaca mulai 1Yoh 4:17 maka akan terlihat bahwa rasa takut yang dimaksudkan di sini adalah rasa takut terhadap hukuman Allah pada akhir jaman.
1Yohanes 4:17-18 - “(17) Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini. (18) Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih.”.
Ayat ini hanya menunjukkan bahwa orang kristen sejati, yang cinta kepada Allah, pasti tidak akan mempunyai rasa takut terhadap hukuman Allah pada akhir jaman / hari penghakiman. Mengapa? Karena ia percaya bahwa semua hukumannya sudah ditanggung oleh Kristus sehingga ia tidak mungkin dihukum.
Roma 8:1 - “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus.”.
Jadi jelas bahwa 1Yohanes 4:18 ini tidak bisa diterapkan terhadap rasa takut Kristus pada saat ini.
3. Dalam tafsirannya tentang Matius 26:37 dan Matius 26:39, Calvin mengatakan:
Calvin: “the weakness which Christ took upon himself must be distinguished from ours, for there is a great difference. In us there is no affection unaccompanied by sin, because they all exceed due bonds and proper restraint; but when Christ was distressed by grief and fear, he did not rise against God, but continued to be regulated by the true rule of moderation. We need not wonder that, since he was innocent, and pure from every stain, the affections which flowed from him were pure and stainless; but that nothing proceeds from the corrupt nature of men which is not impure and filthy. Let us, therefore, attend to this distinction, that Christ, amidst fear and sadness, was weak without any taint of sin; but that all our affections are sinful, because they rise to an extravagant height.” [= kelemahan yang Yesus ambil kepada diriNya sendiri harus dibedakan dari kelemahan kita, karena disana ada suatu perbedaan yang besar. Dalam diri kita disana tidak ada perasaan yang tidak disertai dengan / oleh dosa, karena semua perasaan itu melampaui ikatan yang seharusnya dan kekangan yang benar; tetapi pada waktu Kristus menderita oleh kesedihan dan rasa takut, Ia tidak memberontak terhadap Allah, tetapi terus diatur oleh peraturan yang benar dari ketenangan. Kita tidak perlu heran bahwa, karena Ia tidak berdosa, dan murni dari setiap noda, perasaan-perasaan yang mengalir dari Dia adalah murni dan tak bernoda; tetapi bahwa tak ada apapun yang keluar dari hakekat yang berdosa dari manusia yang tidak najis dan kotor. Karena itu, hendaklah kita memperhatikan perbedaan ini, bahwa Kristus, di tengah-tengah rasa takut dan kesedihan, adalah lemah tanpa noda dosa apapun; tetapi bahwa semua perasaan-perasaan kita adalah berdosa, karena perasaan-perasaan itu naik ke suatu ketinggian yang melebihi batas.].
“In the present corruption of our nature it is impossible to find ardour of affections accompanied by moderation, such as existed in Christ; but we ought to give such honour to the Son of God, as not to judge him by what we find in ourselves.”[= Dalam keadaan kita yang berdosa sekarang ini, tidak mungkin untuk mendapatkan perasaan yang tidak berlebihan, seperti yang ada dalam Kristus; tetapi kita harus menghormati Anak Allah dengan tidak menghakimiNya dengan apa yang kita dapatkan dalam diri kita sendiri.].
“If it be objected, that the fear which I am describing arises from unbelief, the answer is easy. When Christwas struck with horror at the divine curse, the feeling of the flesh affected him in such a manner, that faith still remained firm and unshaken. For such was the purity of his nature, that he felt, without being wounded by them, those temptations which pierce us with their stings.” [= Jika ada keberatan, bahwa rasa takut yang sedang saya gambarkan muncul dari ketidak-percayaan, jawabannya mudah. Ketika Kristus takut pada kutuk ilahi, perasaan dari daging mempengaruhiNya dengan cara sedemikian rupa, sehingga iman tetap teguh dan tak tergoyahkan. Karena begitu murninya hakekatNya, sehingga Ia merasa tanpa terluka oleh pencobaan-pencobaan yang akan menusuk kita dengan sengatnya.].
Jadi dengan kata-kata ini Calvin memaksudkan bahwa:
a. Kita sebagai manusia yang berdosa, sangat berbeda dengan Kristus yang suci murni itu.
b. Karena itu kita tidak boleh menghakimi Kristus dengan apa yang ada dalam diri kita, karena Ia memang berbeda dengan kita.
c. Pada saat Kristus takut, Ia bisa tetap beriman (kita tidak bisa seperti ini), dan karena itu Ia tetap tidak berdosa.
6) Kegelisahan Yesus.
Dalam Yoh 14:1 Yesus melarang murid-muridNya untuk gelisah.
Yohanes 14:1 - “‘Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepadaKu.”.
KJV: ‘Let not your heart be troubled’.
Tetapi Yesus sendiri pernah gelisah, bahkan beberapa kali.
Yohanes 11:33 - “Ketika Yesus melihat Maria menangis dan juga orang-orang Yahudi yang datang bersama-sama dia, maka masygullah hatiNya. Ia sangat terharu dan berkata:”.
KJV: ‘and was troubled’.
Yohanes 12:27 - “Sekarang jiwaKu terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini.”.
KJV: ‘Now is my soul troubled’.
Yohanes 13:21 - “Setelah Yesus berkata demikian Ia sangat terharu, lalu bersaksi: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku.’”.
KJV: ‘he was troubled in spirit’.
Dalam ketiga ayat ini, kata Yunani yang digunakan adalah TARASSO, sama dengan kata Yunani yang digunakan dalam Yohanes 14:1.
Berbeda dengan Alkitab bahasa Indonesia yang menterjemahkan Yoh 14:1 dengan kata ‘gelisah’ tetapi ketiga ayat yang lain dengan kata ‘terharu’, KJV secara konsisten menterjemahkan semuanya dengan kata ‘troubled’, yang memang bisa berarti ‘gelisah’.
Jadi, kalau Yesus melarang para murid untuk gelisah, sedangkan Ia sendiri gelisah, apakah Ia berdosa pada saat itu? Perhatikan penjelasan yang menarik dari Matthew Poole di bawah ini.
Matthew Poole: “Our Saviour himself was troubled, but not sinfully; his trouble neither arose from unbelief, nor yet was in undue measure; it was (as one well expresseth it) like the mere agitation of clear water, where was no mud at the bottom: but our trouble is like the stirring of water that hath a great deal of mud at the bottom, which upon the rolling, riseth up, and maketh the whole body of the water in the vessel impure, roiled and muddy.” [= Juruselamat kita sendiri gelisah, tetapi tidak dengan cara yang berdosa; kegelisahanNya tidak muncul dari ketidak-percayaan, dan juga tidak dilakukan dalam takaran yang tidak semestinya; itu adalah (seperti seseorang menyatakannya dengan benar / baik) seperti pengadukan terhadap air bersih, dimana tidak ada lumpur di dasarnya: tetapi kegelisahan kita adalah seperti pengadukan terhadap air yang mempunyai banyak lumpur di dasarnya, yang karena pengadukan itu naik ke atas dan membuat seluruh air dalam tempat itu kotor, keruh dan berlumpur.] - hal 353.
7) Ibr 5:8 mengatakan bahwa Yesus ‘belajar menjadi taat dari apa yang telah dideritaNya’.
Ibrani 5:8 - “Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah dideritaNya,”.
Ini dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa ada saat dimana Yesus tidak taat.
Penjelasan:
a) Calvin mengatakan bahwa ayat ini jelas tidak berarti bahwa dulunya Yesus tidak taat, dan lalu Ia mengalami penderitaan yang membuat Dia taat, seakan-akan Yesus adalah kuda / bagal yang baru mau menurut setelah dikendalikan dengan kekang, pecut dan sebagainya.
Bdk. Mazmur 32:9 - “Janganlah seperti kuda atau bagal yang tidak berakal, yang kegarangannya harus dikendalikan dengan tali les dan kekang, kalau tidak, ia tidak akan mendekati engkau.”.
Setiap orang kristen akan mengalami ketaatan seperti ini, tetapi Yesus tidak!
b) John Owen mengatakan bahwa ‘belajar ketaatan’ bisa diartikan 3 macam:
1. Dari tidak tahu lalu menjadi tahu tentang apa yang harus ditaati. Tentu bukan ini yang dimaksud di sini.
2. Belajar untuk melakukan ketaatan.
Kita semua perlu belajar ketaatan dalam arti ini, dimana kita jatuh bangun berkali-kali, sampai akhirnya kita bisa mengatasi dosa tertentu. Tentu bukan ini yang dimaksud di sini.
3. Mendapat pengalaman ketaatan.
Inilah arti yang dimaksudkan di sini.
John Owen juga mengatakan bahwa ketaatan yang dimaksud di sini adalah ketaatan dalam mengalami penderitaan, bahkan kematian untuk menebus dosa manusia.
Bandingkan dengan:
Yesaya 50:5-6 - “(5) Tuhan ALLAH telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang. (6) Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi.”.
Yesaya 53:7 - “Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya.”.
Yohanes 10:17-18 - “(17) Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawaKu untuk menerimanya kembali. (18) Tidak seorangpun mengambilnya dari padaKu, melainkan Aku memberikannya menurut kehendakKu sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari BapaKu.’”.
Filipi 2:8 - “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.”.
Dengan mengalami semua itu Ia mengalami dalam diriNya sendiri betapa sukarnya ketaatan dalam penderitaan itu, dan betapa besar kasih karunia yang dibutuhkan untuk taat. Dengan demikian Ia bisa mempunyai belas kasihan dan simpati terhadap kita yang menderita.
Kalau yang dimaksud dengan ‘belajar ketaatan’ itu adalah ‘mengalami ketaatan dalam penderitaan’, maka jelaslah itu tidak menunjukkan bahwa tadinya Kristus tidak taat!
c) Thomas Hewitt (Tyndale Commentary) mengutip Griffith Thomas yang berkata:
“This is the difference between innocency and virtue. Innocency is life untested, while virtue is innocency tested and triumphant.” [= Inilah perbedaan antara ketidak-bersalahan dan kebaikan / kebajikan. Ketidak-bersalahan adalah hidup yang tidak / belum diuji, sedangkan kebaikan / kebajikan adalah ketidak-bersalahan yang telah diuji dan menang.] - hal 98.
Lalu Thomas Hewitt sendiri melanjutkan:
“The Son had always possessed the disposition of obedience, but for Him to possess the virtue of obedience, testing was necessary.” [= Anak selalu mempunyai kecondongan pada ketaatan, tetapi supaya Ia mempunyai kebaikan / kebajikan dalam ketaatan, ujian adalah perlu.] - hal 98.
Kalau kita melihat kata-kata ini, maka terlihat bahwa ia beranggapan bahwa sebelum Yesus ‘belajar ketaatan’ Ia mempunyai innocency [= ketidak-bersalahan], tetapi setelah Yesus ‘belajar ketaatan’, Ia mempunyai virtue [= kebaikan / kebajikan]. Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa sebelum Yesus ‘belajar ketaatan’, Ia bukannya tidak taat.
8) Ibrani 5:9 mengatakan “sesudah Ia mencapai kesempurnaanNya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi ...”.
Ibrani 5:9 - “dan sesudah Ia mencapai kesempurnaanNya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepadaNya,”.
NASB: “And having been made perfect, He became ...” [= Dan setelah disempurnakan, Ia menjadi ...].
Ayat ini dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa ada satu saat dimana Yesus itu tidak / belum sempurna.
Penjelasan:
Kontext (Ibr 4:14-5:10) berbicara tentang Yesus sebagai Imam Besar, dan karena itu istilah ‘sempurna’ di sini harus dihubungkan dengan hal itu. Jadi artinya adalah: Ia jadi cocok sempurna untuk menjadi Imam Besar. Jadi, ini tak ada urusannya dengan berdosa atau tidak.
9) Mark 10:17-18 menceritakan dialog antara Yesus dengan pemuda kaya, dimana ketika pemuda kaya menyebut Yesus dengan istilah / sebutan ‘Guru yang baik’, Yesus menjawab dengan berkata: ‘Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorangpun yang baik selain dari pada Allah saja.’.
Markus 10:17-18 - “(17) Pada waktu Yesus berangkat untuk meneruskan perjalananNya, datanglah seorang berlari-lari mendapatkan Dia dan sambil bertelut di hadapanNya ia bertanya: ‘Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?’ (18) Jawab Yesus: ‘Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorangpun yang baik selain dari pada Allah saja.”.
Ini sering dianggap sebagai pengakuan Yesus sendiri yang menyatakan bahwa Ia bukan Allah, dan Ia tidak baik.
Penjelasan:
a) Kita tidak boleh menafsirkan satu ayat sehingga bertentangan dengan ayat yang lain. Penafsiran bahwa Mark 10:17-18 berarti bahwa Yesus bukan Allah dan Yesus tidak baik, bertentangan dengan banyak ayat Kitab Suci yang menunjukkan keilahian dan kesucian Yesus.
b) Pemuda kaya itu menyebut Yesus dengan istilah ‘guru yang baik’. Dari istilah ‘guru’ jelaslah bahwa ia menganggap Yesus hanyalah manusia biasa. Dengan menambahkan istilah ‘baik’, sebetulnya ia menggunakan sebutan yang kontradiksi, karena tidak ada manusia biasa yang baik (Mazmur 14:1-3 Mazmur 53:2-4 Roma 3:10-12).
Kata-kata Yesus dalam Markus 10:18 itu dimaksudkan untuk membetulkan ketidak-benaran / kontradiksi dalam sebutan pemuda kaya itu. Yesus mau bahwa pemuda itu tidak hanya mengakui Dia sebagai baik, tetapi juga sebagai Allah.
III) Ketidak-bisa-berdosaan Kristus.
Semua orang yang Injili dan Alkitabiah setuju bahwa bahwa dalam faktanya Kristus tidak pernah berbuat dosa.
Tetapi yang dibicarakan sekarang, adalah: secara teoritis, adakah kemung-kinan bagi Yesus untuk jatuh ke dalam dosa pada waktu Ia hidup sebagai manusia dalam dunia ini?
Dalam hal ini tidak ada kesatuan pendapat, bahkan dalam kalangan Reformedpun tidak ada keseragaman pendapat.
Sekarang mari kita menyoroti macam-macam pandangan yang ada:
A) Kristus tidak bisa berbuat dosa (non posse peccare).
Ini merupakan pandangan Calvin dan orang-orang Reformed pada umumnya (Catatan: sepanjang yang saya tahu, dari para ahli theologia Reformed, hanya Charles Hodge yang tidak setuju dengan pandangan ini).
Hal-hal yang dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa Kristus tidak bisa berbuat dosa:
1) Ibrani 13:8 berkata bahwa Kristus tidak berubah. Kalau Ia bisa berdosa, maka itu berarti Ia bisa berubah (dari suci menjadi berdosa).
2) Ibr 10:7,9 mengatakan bahwa Kristus datang ke dunia untuk melaku-kan kehendak Allah. Tujuan ini tidak mungkin tidak tercapai!
3) Kata-kata Kristus dalam Yohanes 14:30 dimana Ia berkata bahwa Pengua-sa dunia ini (yaitu setan) tidak berkuasa sedikitpun atas diriNya, menunjukkan ketidak-mungkinanNya untuk berbuat dosa.
4) Penebusan oleh Kristus sudah ada sejak semula dalam Rencana Allah dan Rencana Allah tidak mungkin berubah atau gagal.
a) Bahwa Rencana Allah sudah ada sejak semula terlihat dari ayat-ayat seperti 2Raja-raja 19:25 Mazmur 139:16 Yesaya 37:26 Yesaya 46:10.
Kalau manusia membuat rencana, maka manusia membuatnya secara bertahap. Misalnya pada waktu kita ada di SMP kita merencanakan untuk masuk SMA tertentu, dan pada waktu di SMA baru kita merencanakan untuk masuk perguruan tinggi tertentu. Setelah lulus dari perguruan tinggi, baru kita merencanakan untuk bekerja di tempat tertentu, dsb. Tidak ada manusia yang dari lahir lalu bisa merencanakan segala sesuatu dalam seluruh hidupnya! Mengapa? Karena manusia tidak maha tahu sehingga ia tidak mampu melakukan hal itu. Manusia membutuhkan penambahan pengetahuan untuk bisa membuat rencana lanjutan.
Tetapi Allah yang maha tahu dan maha bijaksana, merencanakan seluruh RencanaNya sejak semula!
b) Penebusan dosa umat manusia oleh Kristus sudah termasuk dalam Rencana Allah (Kis 2:23 Kis 4:27-28 1Petrus 1:20).
c) Rencana Allah tidak mungkin berubah atau gagal (Ayub 42:2 Mazmur 33:10-11 Yes 14:24,26,27 Yes 46:10-11).
Orang Arminian / non Reformed percaya bahwa Allah bisa meng-ubah RencanaNya, dan percaya bahwa Rencana Allah bisa gagal. Sebetulnya ini suatu penghinaan bagi Allah karena ini menyama-kan Allah dengan manusia, yang sering harus mengubah rencana-nya dan gagal dalam mencapai rencananya!
Ada banyak hal yang tidak memungkinkan Allah mengubah rencanaNya / gagal dalam mencapai rencanaNya:
o Ayat-ayat dalam point c di atas secara jelas menunjukkan bahwa Rencana Allah tak mungkin berubah atau gagal!
o kemahatahuan Allah.
Pada waktu Allah merencanakan, bukankah Ia sudah tahu apakah rencanaNya akan berhasil atau gagal? Kalau Ia sudah tahu bahwa RencanaNya akan gagal, lalu mengapa Ia tetap merencanakannya?
o kemahabijaksanaan Allah.
Kebijaksanaan Allah menyebabkan Ia pasti membuat rencana yang terbaik. Kalau rencana ini diubah, maka akan menjadi bukan yang terbaik. Ini tidak mungkin!
o kemahakuasaan Allah.
Manusia sering gagal mencapai rencananya atau terpaksa mengubah rencananya karena ia tidak maha kuasa. Tetapi Allah yang maha kuasa tidak mungkin gagal mencapai renca-naNya atau terpaksa harus mengubah rencanaNya!
o kedaulatan Allah tidak memungkinkan Ia untuk mengubah rencanaNya, karena perubahan rencana berarti Ia menjadi tergantung pada situasi dan kondisi (tidak lagi berdaulat).
Kalau Kristus berdosa, maka Ia harus mati untuk dosaNya sendiri, sehingga Ia tidak bisa menebus dosa umat manusia. Jadi kalau ada kemungkinan bagi Kristus untuk berdosa, maka itu berarti ada kemungkinan bagi Rencana Allah (tentang Penebusan) untuk gagal.
5) Dilihat dari hakekat-hakekat yang ada dalam diri Kristus:
hakekat manusia mempunyai sifat ‘bisa berdosa’ (posse peccare).
hakekat ilahi mempunyai sifat ‘tidak bisa berdosa’ (non posse peccare).
Berdasarkan Communicatio Idiomatum, maka semua sifat dari hakekat manusia maupun hakekat ilahi diberikan kepada pribadi Kristus. Jadi seharusnya pribadi Kristus mempunyai sifat ‘bisa berdosa’ dan ‘tidak bisa berdosa’. Tetapi kesimpulan ini ditolak oleh orang-orang Reformed pada umumnya.
a) Pandangan Louis Berkhof.
Adanya Communicatio Charismatum dimana hakekat manusia dari Kristus ditinggikan melebihi makhluk-makhluk ciptaan yang lain mela-lui pemberian karunia-karunia Roh dalam hal intelek, kehendak dan kuasa, terutama dalam hal ketidak-mungkinannya untuk berbuat dosa.
Jadi, Louis Berkhof beranggapan bahwa hakekat manusia Kristus itu sendiri sudah tidak bisa berbuat dosa. Dan ini menyebabkan pribadi Kristus tidak bisa berdosa.
b) Pandangan W.G.T. Shedd
Shedd beranggapan bahwa hakekat manusia dari Kristus bisa berdosa (posse peccare), tetapi dalam persatuan antara hakekat manusia dan hakekat ilahi dalam satu pribadi, hakekat ilahilah yang menguasai dan mengontrol hakekat manusia, dan bukan sebaliknya. Jadi kekuatan pribadi Kristus untuk melawan godaan / serangan setan setara dengan kekuatan dari hakekat ilahi untuk melawan godaan / serangan setan. Dengan demikian, apa yang bisa dilakukan oleh hakekat manusia Kristus kalau hakekat manusia itu terpisah dari hakekat ilahi (yaitu bisa berbuat dosa), tidak bisa dilakukan oleh persatuan dari hakekat manusia dan hakekat ilahi dalam pribadi Kristus.
Jadi doktrin Shedd tentang Communicatio Idiomatumadalah bahwa semua sifat dari hakekat ilahi diberikan kepada pribadi Kristus, tetapi untuk hakekat manusia, ada 1 sifat yang tidak bisa diberikan kepada pribadi Kristus, yaitu sifat ‘bisa berdosa’.
Alasan Shedd adalah: dalam persoalan dosa, hakekat ilahi tidak bisa membiarkan hakekat manusia pada keterbatasannya. Kalau hakekat ilahi melakukan hal itu, hakekat ilahi sendiri sudah berdosa.
"In this latter instance, the divine nature cannot innocently and righteously leave the human nature to its own finiteness without any support from the divine, as it can in other instances" (= dalam hal yang terakhir ini, hakekat ilahi tidak bisa secara tak berdosa dan secara benar, meninggalkan hakekat manusia pada keterbatasannya tanpa pertolongan dari hakekat ilahi, seperti yang bisa dilakukan oleh hakekat ilahi dalam hal-hal lain) -‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 333-334.
c) Pandangan R.L. Dabney.
Persatuan 2 hakekat itu adalah suatu perisai bagi hakekat manusia terhadap kesalahan.
"It is impossible that the person constituted in union with the eternal and immutable Word, can sin; for this union is an absolute shield to the lower nature, against error" (= adalah tidak mungkin bahwa pribadi yang terbentuk / terdapat dalam persatuan dengan Firman yang kekal dan yang tak berubah, bisa berdosa; karena persatuan ini adalah suatu perisai yang mutlak bagi hakekat yang lebih rendah, terhadap kesalahan) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 471.
Dalam persatuan hakekat manusia dengan LOGOS, hakekat ma-nusia itu dikuasai sepenuhnya oleh Roh Kudus.
"This lower nature, upon its union with the Word, was imbued with the full influence of the Holy Ghost" (= hakekat yang lebih rendah ini, dalam persatuannya dengan Firman, dikaruniai dengan pengaruh pe-nuh dari Roh Kudus) -‘Lectures in Systematic Theology’, hal 471.
Dabney juga memberikan dasar-dasar Kitab Suci yang menunjuk-kan peranan Roh Kudus dalam diri Kristus, yaitu: Mazmur 45:8 Yesaya 11:2,3 Yesaya 61:1 (bdk. Lukas 4:21) Lukas 4:1 Yohanes 1:32 Yohanes 3:34.
Ini kelihatannya sesuai dengan pandangan Calvin, karena dalam komentarnya tentang Matius 4:1 (dimana Kristus dipenuhi oleh Roh Kudus sebelum Ia dicobai oleh setan) ia berkata sebagai berikut:
"Christ was fortified by the Spirit with such power that the darts of Satan could not pierce him" (= Kristus dibentengi oleh Roh dengan kuasa sedemikian rupa sehingga panah-panah Setan tidak bisa menu-sukNya).
d) G.C. Berkouwer mengutip seseorang yang berkata:
"The inner incapacity for sin results from the fact that the ‘I’ of the human nature is the Logos" (= ketidak-mampuan untuk berbuat dosa merupa-kan akibat dari fakta bahwa ‘Aku’ dari hakekat manusia itu adalah Logos) - ‘Studies in Dogmatics: The Person of Christ’, hal 258.
Perlu ditambahkan kata-kata Herman Hoeksema sebagai berikut:
"My person is that which I know to be the subject of all my actions, ... It is not my nature, my body or my soul, my brain, my eye, my ear, my mouth, my feet, that acts, thinks, sees, hears, speaks, runs; but it is my person. I act, I think, I see, and I hear and speak and run, in and through my nature. ... Now in Christ this person is the Son of God, the Second Person of the Holy Trinity" (= pribadiku adalah apa yang aku ketahui merupakan subyek dari semua tindakanku, ... Bukanlah hakekatku, tubuhku atau jiwaku, otakku, mataku, telingaku, mulutku, kakiku, yang bertindak, berpikir, melihat, mendengar, berbicara, lari; tetapi pribadikulah yang melaku-kannya. Aku bertindak, aku berpikir, aku melihat, dan aku mendengar dan berbicara dan berlari, di dalam dan melalui hakekatku. ... Dalam hal Kristus, pribadiNya adalah Anak Allah, pribadi yang kedua dari Tritunggal yang Kudus) - ‘Reformed Dogmatics’, hal 359-360.
Karena pribadi merupakan subyek dari semua tindakan, maka jelaslah bahwa Kristus tidak bisa berbuat dosa, karena pribadiNya adalah Allah Anak / LOGOS sendiri!
e) G. C. Berkouwer juga memberikan pandangan Abraham Kuyper (yang kelihatannya merupakan gabungan dari pandangan c) dan d). Berkouwer berkata sebagai berikut:
"Kuyper says that owing to the human nature of Christ there was in him the possibility of sin (as it existed in Adam before the Fall). But since Jesus did not assume a human person, a ‘homo’, but human nature, and since there was in him no human ego (to realize this possibilitas) but, on the contrary, the human nature remained eternally united to the second person of the Trinity, therefore the control of this divine person makes it absolutely impossible for the possibilitas to become reality" [= Kuyper mengatakan bahwa hakekat manusia Kristus menyebabkan dalam Dia ada kemung-kinan untuk berbuat dosa (seperti yang ada dalam Adam sebelum Kejatuhan dalam dosa). Tetapi karena Yesus tidak mengambil seorang pribadi manusia, seorang ‘manusia’, tetapi hakekat manusia, dan karena dalam Dia tidak ada ego manusia (untuk mewujudkan kemungkinan ini) tetapi, sebaliknya, hakekat manusia itu tetap bersatu secara kekal dengan pribadi kedua dari Trinitas, karena itu kontrol dari pribadi ilahi ini menyebabkan ketidakmungkinan mutlak untuk terwujudnya kemung-kinan tersebut] - ‘Studies in Dogmatics: the Person of Christ’, hal 259.
Sekalipun pandangan-pandangan tersebut di atas (a - e) berbeda satu sama lain, tetapi kesimpulannya adalah sama, yaitu: pribadi Kristus tidak bisa berdosa.
B) Kristus bisa berdosa (posse peccare).
1) Charles Hodge berkata:
"The sinlessness of our Lord, however, does not amount to absolute im-peccability. ... If He was a true man He must have been capable of sinning. ... Temptation implies the possibility of sin. If from the constitution of his person it was impossible for Christ to sin, then his temptation was unreal and without effect, and He cannot sympathize with his people" (= Tetapi, ketidak-berdosaan Tuhan kita, tidak berarti ketidak-bisa-berdosaan yang mutlak. ... Jika Ia adalah seorang manusia yang sungguh-sungguh Ia pasti bisa berdosa. ... Pencobaan secara tak langsung menunjukkan kemungkinan untuk berbuat dosa. Jika pembentukan pribadiNya menye-babkan Kristus tidak mungkin berbuat dosa, maka pencobaanNya tidak nyata dan tidak berguna, dan Ia tidak bisa bersimpati dengan umatNya) -‘Systematic Theology’, vol II, hal 457.
Jadi, alasan yang diberikan oleh Charles Hodge untuk mendukung pandangan ini adalah:
Kalau Kristus menjadi manusia yang sama seperti kita (Ibrani 2:14-17), maka Ia juga harus bisa berbuat dosa, sama seperti kita.
Jawab:
Ini bisa dijawab dengan point A no 5 di atas.
Kalau Kristus tidak bisa berbuat dosa, Ia tidak bisa dicobai. De-ngan kata lain, fakta bahwa Kristus dicobai, menunjukkan bahwa Ia bisa berbuat dosa.
Jawab:
Pandangan ini tidak benar, karena bahwa suatu pasukan tidak bisa dikalahkan, tidak berarti bahwa pasukan itu tidak bisa diserang. Jadi analoginya adalah: bahwa Kristus tidak bisa berdosa, tidak berarti Ia tidak bisa dicobai.
Kalau Kristus tidak bisa berbuat dosa, maka pencobaan yang Ia alami tidak nyata dan tidak berguna, dan Ia tidak bisa bersimpati dengan umatNya.
Jawab:
§ Sekalipun Kristus tidak bisa berbuat dosa, ini tidak berarti bahwa pencobaan yang dialami oleh Kristus adalah sepele / ringan (bdk. Matius 26:36-46 Ibrani 2:18 Ibrani 4:15 Ibrani 5:7-8).
Tentang hal ini Berkouwer berkata:
"Christ’s sinlessness does not nullify the temptation but rather demonstrates its superiority in the teeth of temptation" (= ketidak-berdosaan Kristus tidak meniadakan pencobaan tetapi sebaliknya menunjukkan kesuperiorannya dalam gigitan pencobaan) -‘Studies in Dogmatics: the Person of Christ’, hal 263.
o Pada waktu membahas tentang pencobaan di padang gurun dalam Injil Lukas, NICNT (New International Commentary on the New Testament) mengutip Wescott yang mengomentari Ibr 2:18 yang berbunyi sebagai berikut:
"Sympathy with the sinner in his trial does not depend on the experience of sin, but on the experience of the strength of the temptation to sin, which only the sinless can know in its full intensity. He who falls yields before the last strain" (= Simpati dengan orang berdosa dalam pencobaanNya tidak tergantung pada pengalaman tentang dosa, tetapi pada pengalaman tentang kekuatan pencobaan pada dosa, yang hanya orang yang tak berdosa bisa mengetahuinya dalam intensitasnya sepenuhnya. Ia yang jatuh menyerah sebelum tekanan terakhir).
NICNT juga mengutip Plummer yang berkata:
"... a rigtheous man, whose will never falters for a moment, may feel the attractiveness of the advantage more keenly than the weak man who succumbs; for the latter probably gave way before he recognised the whole of the atractiveness" (= ... orang yang benar, yang tidak pernah goyah sesaatpun, bisa merasakan daya tarik dari keun-tungan dengan lebih hebat / keras dari pada orang lemah yang menyerah / mengalah; karena yang terakhir ini mungkin me-nyerah sebelum ia mengenal seluruh daya tarik itu).
Dari 2 kutipan di atas ini NICNT menyimpulkan:
"If we bear these considerations in mind we shall realise that the Saviour experienced the violence of the attacks of temptation as no other human being ever did, because all others are sinful and therefore not able to remain standing until the temptations have exhausted all their terrible violence in assailing them" (= Jika kita mengingat pertimbangan-pertimbangan ini, kita akan menyadari bahwa sang Juruselamat mengalami hebatnya serangan penco-baan yang tidak pernah dialami oleh orang lain, karena semua yang lain adalah orang berdosa dan karena itu tidak bisa tetap berdiri sampai pencobaan-pencobaan itu menghabiskan seluruh kekuatannya dalam menyerang mereka).
Illustrasi dan contoh:
§ Kalau seorang petinju yang tidak terlalu tahan pukul meng-hadapi Mike Tyson, maka mungkin sekali bahwa baru satu kali terkena pukulan Mike Tyson ia sudah KO, sehingga ia tidak merasakan seluruh kekuatan Mike Tyson. Tetapi pe-tinju lain yang betul-betul tahan pukulan tidak jatuh sekali-pun terkena banyak pukulan Tyson, sehingga ia betul-betul merasakan seluruh kekuatan Tyson.
§ Orang yang mengalami godaan sex. Kalau begitu ada godaan ia langsung menyerah, maka jelas bahwa ia tidak merasakan seluruh kekuatan godaan itu. Tetapi kalau ia bertahan, maka orang yang menggodanya itu akan meng-gunakan bermacam-macam cara dan taktik untuk menjatuh-kannya, sehingga ia akan merasakan seluruh kekuatan godaan itu.
2) Ada juga yang membuktikan bahwa Kristus bisa berbuat dosa dengan menggunakan Mat 26:53 dimana Yesus berkata: "Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada BapaKu, supaya Ia segera me-ngirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku?".
Ayat ini dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa saat itu Yesus ada di persimpangan jalan. Ia bisa memilih untuk tunduk pada kehendak Allah, dengan membiarkan diriNya ditangkap dan dibunuh. Tetapi Ia bisa juga memilih untuk tidak tunduk pada kehendak Allah, dengan berdoa kepada BapaNya supaya BapaNya mengirim lebih dari 12 pasukan malaikat membantu Dia. Sekalipun akhirnya / dalam faktanya Ia memilih untuk taat pada kehendak Allah, tetapi ayat ini dianggap sebagai dasar untuk menunjukkan bahwa sebetulnya Ia bisa saja tidak tunduk pada kehendak Allah.
Jawab:
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Yesus mengucapkan Matius 26:53 ini hanya untuk meluruskan pemi-kiran / tindakan dari Petrus yang berusaha ‘menolong Yesus’ dengan membacok telinga hamba Imam Besar.
Calvin beranggapan bahwa dalam Mat 26:53 ini Yesus hanya mengandaikan.
Jadi maksudnya adalah sebagai berikut: Andaikata saja hal itu ti-dak bertentangan dengan kehendak Allah, maka dari pada dibantu oleh Petrus menggunakan pedangnya, Yesus mempunyai cara yang lebih baik, yaitu berdoa kepada Bapa untuk mengirim lebih dari 12 pasukan malaikat.
Mat 26:53 tidak boleh dipisahkan dari Matius 26:54 yang berbunyi: "Jika begitu, bagaimanakah mungkin akan digenapi yang tertulis da-lam Kitab Suci, yang mengatakan bahwa harus terjadi demikian?".
Kata ‘harus’ menunjukkan bahwa penangkapan terhadap Kristus dan kematianNya, tidak bisa tidak terjadi!
kita juga harus mengingat doa Yesus dalam taman Getsemani dimana Ia berdoa: "Ya BapaKu, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan itu lalu dari padaKu" (Mat 26:39a). Tetapi karena kesucian-Nya, yang tidak memungkinkan Dia untuk menentang kehendak Allah, Ia lalu menambahkan: "Tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki" (Mat 26:39b).
Karena itu, andaikatapun Yesus di sini berdoa meminta Bapa mengirim pasukan malaikat, tidakkah Ia juga akan menambahkan kata-kata dalam Matius 26:39 itu?
C) Kristus bisa tidak berdosa (posse non peccare).
Pandangan ini berkata bahwa Kristus bukannya ‘tidak bisa berdosa’ (non posse peccare), juga bukannya ‘bisa berdosa’ (posse peccare), tetapi ‘bisa tidak berdosa’ (posse non peccare).
Jawab:
Pandangan ini juga tidak logis, karena memiliki sifat ‘bisa tidak berdosa’ tanpa memiliki sifat ‘bisa berdosa’ adalah sama dengan memiliki sifat ‘tidak bisa berdosa’.
Keterangan gambar:
PP = posse peccare = possible to sin = bisa berdosa.
PNP = posse non peccare = possible not to sin = bisa tidak berdosa.
NPNP = non posse non peccare = not possible not to sin = tidak bisa tidak berdosa.
NPP = non posse peccare = not possible to sin = tidak bisa berdosa.
A = Adam dan Hawa sebelum jatuh ke dalam dosa. Mereka ‘bisa berdosa’ dan ‘bisa tidak berdosa’.
B = orang dalam dosa yang masih di luar Kristus. Mereka ‘tidak bisa tidak berdosa’.
C = orang yang ada dalam Kristus. Mereka dikembalikan kepada kondisi Adam dan Hawa sebelum jatuh ke dalam dosa, yaitu ‘bisa berdosa’ dan ‘bisa tidak berdosa’.
D = orang kristen di surga. Mereka ‘tidak bisa berdosa’.
Sekarang perhatikan hanya bagian C dan D saja. Pada waktu ada di C, manusia ‘bisa berdosa’ dan ‘bisa tidak berdosa’. Pada waktu masuk ke D, ‘bisa berdosa’ hilang, tetapi yang tertinggal bukanlah ‘bisa tidak berdosa’, melainkan berubah menjadi ‘tidak bisa berdosa’.
Dari sini jelas bahwa ‘bisa tidak berdosa’ tanpa disertai ‘bisa berdosa’, menjadi ‘tidak bisa berdosa’.
DOKTRIN KRISTUS (3) - KESUCIAN KRISTUS DAN KETIDAK-BISA-BERDOSAAN KRISTUS
-AMIN-.