AJARAN TENTANG KETIDAKBERDOSAAN KRISTUS

Pdt.Samuel Teresia Gunawan, M.Th.
AJARAN TENTANG KETIDAKBERDOSAAN KRISTUS
Pertanyaannnya: Benarkan Yesus dapat berdosa ? Jawabannya dengan tegas “Tidak!”. Pandangan yang mengatakan bahwa Kristus dapat berdosa disebut peccability (latin, potuit non peccare, “dapat tidak berdosa”). 

Sedangkan pandangan yang mengatakan Kristus tidak dapat berdosa disebut impeccability (latin, non potuit peccare, “tidak dapat berdosa”). Diantara orang Injili, isu utamanya adalah “apakah Kristus dapat atau tidak dapat berdosa?”. Semua orang Injil menentang pernyataan bahwa Kristus berdosa. Karena itu yang jadi perdebatan adalah “apakah Kristus dapat atau tidak dapat berdosa?”. 

Pada umumnya Calvinis (tidak semua) percaya bahwa Kristus tidak dapat berdosa, sedangkan Arminian pada umumnya percaya bahwa Kristus dapat berdosa tetapi Ia tidak berdosa. Mereka yang berpegang pada pecabilitas Kristus didasarkan pada ayat Ibrani 4:15, dengan argumen bahwa apabila pencobaan itu adalah yang sebenarnya maka Kristus harus bisa berdosa, kalau tidak maka pencobaan itu bukan merupakan pencobaan yang sebenarnya. (Paul Enn, The Moody Handbook of Theology Jilid 1, halaman 266).

Perjanjian Baru menggambarkan Kristus sepenuhnya manusia yang tidak berdosa atau seorang perfeksionis yang sejati. Selama kira-kira 2000 tahun gereja mempercayai ketidakberdosaanNya. Ketidakberdosaan Kristus bukan hanya sekedar sebagai suatu teladan bagi kita, tetapi merupakan suatu hal penting yang mendasar dan keharusan bagi keselamatan kita. 

Sebab jika Kristus dapat berdosa maka bukan saja Ia tidak dapat menjamin keselamatan orang lain, tetapi Ia sendiri juga membutuhkan seorang juruselamat. Dosa seluruh dunia yang ditanggung oleh Kristus dalam kematianNya di kayu salib menuntut suatu korban yang sempurna. Pengorbanan itu harus dilakukan oleh seseorang yang tidak berdosa. Alkitab menyatakan, walaupun Kristus dapat dicobai, namun Ia tidak dapat berbuat dosa sebab Ia tidak memiliki tabiat dosa (Ibrani 4:15). 

Sifat kemanusiaan Kristus memang dapat dicobai, tetapi sifat keilahian Kristus tidak dapat dicobai, karena Alkitab mengatakan Allah tidak dapat dicobai (Yakobus 1:13). Pencobaan-pencobaan yang datang kepada Yesus menunjukkan bahwa Ia benar-benar memiliki sifat manusia (Matius 4:1-11). 

Tetapi meskipun sifat kemanusiaanNya dapat dicobai, namun Kristus tidak dapat jatuh ke dalam dosa. Mengapa? Karena selain Ia tidak memiliki benih (potensi) dosa di dalam diriNya, sifat kemanusiaanNya telah menyatu dengan sifat keilahianNya, dan dengan demikian kekudusanNya tersebut tidak dapat dipengaruhi atau dirusak oleh dosa dan faktor-faktor duniawi lainNya. (Welly Pandensolang, Kristologi Kristen. halaman 201-202).

Menurut Charles C. Ryrie, “ketidakberdosaan Tuhan kita berarti bahwa Ia tidak pernah melakukan apapun yang tidak menyenangkan Allah atau melanggar hukum Taurat yang harus ditaati semasa hidupNya di bumi atau gagal menampakkan kemuliaan Allah dalam hidupNya (Yohanes 8:29)”. (Teologi Dasar. Jilid 1, halaman 357). 

R.C. Sproul menjelaskan ketidakberdosaan Kristus dilihat dari aspek negatif dan positif. Ia mengatakan sebagai berikut, “Ketidakberdosaan Kristus mencakup aspek positif dan negatif. Secara negatif, Kristus secara total bebas dari suatu pelanggaran. Dia tidak melanggar satu pun dari hukum Allah yang kudus. Dia secara ketat menaati semua perintah Allah yang kudus. 

Selain menaati semua hukum Allah, Kristus juga menaati hukum orang Yahudi, yaitu disunat, dibaptis, dan juga melakukan pengorbanan binatang. Secara positif, Kristus sangat senang menaati semua hukum Allah; Dia bertekad untuk melakukan kehendak BapaNya. Dia pernah berkata bahwa cintaNya kepada rumah BapaNya telah menghanguskan Dia (Yohanes 2:17) dan makananNya adalah melakukan kehendak BapaNya (Yohanes 4:34)”. (Dasar-Dasar Iman Kristen, halaman 115). 

Rick Cornish juga mengatakan demikian, “KetidakberdosaanNya dapat dipandang dari dua sisi. Secara negatif, Ia tidak melanggar hukum Allah. Dan secara positif, Ia selalu menaati Bapa, memenuhi tuntutan hukum dari berbagai sisi. KetidakberdosaanNya, ketaatan hidupNya membuatNya layak menjadi korban penebusan”. (Lima Menit Teologi, halaman 53-54).

Saya hendak menegaskan bahwa kemanusiaan Kristus tidak dapat berdosa dan tidak memiliki potensi untuk berdosa. Mengapa? Karena secara logis natur kemanusiaan Kristus tidak bisa dipisahkan dari natur keilahianNya. 

Hal yang harus dipahami adalah bahwa meskipun Yesus memiliki dua natur, Ia tetap satu Pribadi, dengan demikian kemanusiaanNya tidak dapat dipisahkan dari keilahianNya. Apabila kedua natur itu terpisah, barulah dapat dikatakan bahwa Ia dapat berpotensi untuk berdosa dalam kemanusiaanNya, tetapi karena natur manusia dan ilahiNya tidak dapat terpisahkan dari PribadiNya dan karena natur ilahi tidak dapat berdosa, maka harus disimpulkan bahwa Kristus tidak memiliki potensi dosa dan karena itu aktusnya, Ia tidak dapat berbuat dosa. 

A. H. Strong meringkas keputusan konsili Chalcedon sebagai berikut, “Ajaran ortodoks (diproklamasikan di Chalcedon, tahun 451) menganggap bahwa dalam satu Pribadi Yesus Kristus ada dua natur, natur manusia dan natur Ilahi, masing-masing dengan kelengkapan dan keutuhanNya, dan bahwa dua natur ini menyatu secara organik dan tidak terpisah, tetapi sedemikian rupa sehingga tidak ada natur ketiga terbentuk olehnya. Singkatnya, menggunakan diktum kuno, ajaran ortodoks melarang kita untuk membagi Pribadi itu ataupun membaurkan natur-natur tersebut”. (Charles. F. Beker, A Dispensasional Theology, halaman 392).

Dalam kaitan ini telah diajukan satu pertanyaan penting: “Bila Kristus itu lahir dari seorang perawan, apakah Ia juga mewarisi sifat yang berdosa dari ibu-Nya?” Alkitab menyatakan, walaupun Kristus dapat dicobai, namun Ia tidak dapat berbuat dosa sebab Ia tidak memiliki tabiat dosa (Ibrani 4:15). Sifat kemanusiaan Kristus memang dapat dicobai, tetapi sifat keilahian Kristus tidak dapat dicobai, karena Alkitab mengatakan Allah tidak dapat dicobai (Yakobus 1:13). 

Pencobaan-pencobaan yang datang kepada Yesus menunjukkan bahwa Ia benar-benar memiliki sifat manusia (Matius 4:1-11). Tetapi meskipun sifat kemanusiaanNya dapat dicobai, namun Kristus tidak dapat jatuh ke dalam dosa. Mengapa? Karena selain Ia tidak memiliki benih (potensi) dosa di dalam diriNya, sifat kemanusiaanNya telah menyatu dengan sifat keilahianNya, dan dengan demikian kekudusanNya tersebut tidak dapat dipengaruhi atau dirusak oleh dosa dan faktor-faktor duniawi lainNya. Perlu ditegaskan bahwa Kristus sebagai Allah telah ada sebelum Ia dilahirkan dari seorang perawan Maria. 

Kristus ada sebelum penciptaan dan sebelum adanya waktu. Ia Allah yang kekal, dan ada selalu ada selama-lamanya. KelahiranNya dari seorang perempuan menunjukkan bahwa Ia adalah benar-benar manusia dan menjadi sama dengan kita (Roma 8:3; Galatia 4:4; Filipi 2:4-6). Walau demikian, kemanusiaanNya tidaklah sama dengan kita, sebab kita lahir dengan natur dosa (dosa asal) yang diwariskan dan dipertalikan, tetapi Kristus tidak demikian, kemanusiaanNya benar-benar sempurna. Karena itu, kesempurnaan kemanusiaan Kristus tidak boleh dinilai berdasarkan kemanusiaan kita. 

Millard J. Erickson menjelaskan, “Pertanyaan yang seharusnya ditanyakan ialah, ‘apakah kita ini sudah menjadi manusia yang utuh seperti Yesus?’ dan bukan mengajukan pertanyaan, ‘apakah Yesus itu manusia utuh seperti kita?’ Pertanyaan ini adalah pertanyaan yang paling benar karena hakikat kemanusiaan kita telah tercemar. Di dalam sejarah hanya terdapat tiga manusia sejati: Adam dan Hawa (sebelum jatuh ke dalam dosa) dan Yesus Kristus. Semua yang lain hanyalah model manusia yang sudah rusak dan cacat. 

Jadi, jangan kita menilai Dia berdasarkan kemanusiaan kita. Kemanusiaan Yesus yang sejati dan murni, adalah tolok ukur yang tepat untuk menilai diri kita”. (Millard J. Erickson, Teologi Kristen Jilid 2, halaman 369).

AJARAN TENTANG KETIDAKBERDOSAAN KRISTUS
Alkitab dengan jelas menunjukkan bahwa Yesus tidak berhubungan dengan dosa. Alkitab menandaskan bahwa Yesus “tidak mengenal dosa” (2 Korintus 5:21); dan bahwa Ia adalah “yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa” (Ibrani 7:26); dan bahwa “di dalam “Dia tidak ada dosa” (1 Yohanes 3:5). 

Pada saat memberitahukan bahwa Maria akan melahirkan Anak Allah, Gabriel menyebutkan Yesus sebagai "kudus" (Lukas 1:35). Iblis tidak berkuasa apa-apa atas diri Yesus (Yohanes 14:30); ia tak ada hak apa pun atas Anak Allah yang tidak berdosa itu. Dosalah yang membuat Iblis berkuasa atas manusia, tetapi di dalam Yesus tidak ada dosa. Melalui naungan ajaib Roh Kudus, Yesus lahir sebagai manusia yang tidak berdosa. (Thiessen, Henry C, Teologi Sistematika, halaman 333). 

Namun karena Yesus memiliki kemanusiaan yang tidak berdosa timbul pertanyaan, “apakah orang yang tidak berdosa dapat dikatakan benar-benar manusia?”. Bila pertanyaan ini di jawab dengan “tidak”, maka kita beranggapan bahwa dosa merupakan bagian dari hakikat manusia. Pandangan seperti itu harus dinilai sesat, karena Allah yang menciptakan manusia menjadi penyebab pencipta suatu sifat yang pada dasarnya jahat (Millard J. Erickson, Teologi Kristen Jilid 2, halaman 368). Dan orang Kristen seharusnya menolak pandangan tersebut di atas.

Alkitab meneguhkan fakta tentang ketidakberdosaan Kristus. Orang-orang Kristen ortodoks semuanya sepakat bahwa Kristus tidak berdosa. Ada banyak kesempatan bagi siapa saja pada zamanNya untuk menemukan dosaNya, namun tidak seorang pun mampu melakukannya. 

Kevin J. Conner (dalam The Fondation of Christian Doctrine, halaman 424-427) memberikan dasar-dasar Alkitab sebagai bukti-bukti yang memberikan kesaksian atas kebenaran ketidakberdosaan Kristus sebagai berikut: 

(1) Kesaksian dari Gabriel. Gabriel berbicara tentang Yesus sebagai “kudus” (Lukas 1:35). Perkataan ini hanya khusus dipakai kepada Yesus dan tidak pernah dikatakan untuk anak manapun yang dilahirkan dari keturunan Adam. 

(2) Pengakuan setan-setan / roh-roh jahat. Mereka mengakui Yesus sebagai “Yang Kudus” (Markus 1:24; Lukas 4:34; Matius 8:28-29). Mereka tidak pernah mengakui ini tentang orang lain, bahkan tidak pernah pada orang-orang kudus yang paling saleh sekalipun. 

(3) Pengakuan dari Allah Bapa. Bapa juga memberi kesaksian dari surga bahwa Kristus adalah anakNya yang dikasih dan berkenan kepadaNya. Tidak ada manusia lainnya yang memiliki dukungan ilahi dan surgawi seperti halnya Kristus (Matius 3:15-17; 17:1-5). 

(4) Pengakuan Kristus sendiri. Yesus sendiri menantang semua orang untuk menemukan dosaNya (Yohanes 8:46). Yesus juga mengatakan bahwa penguasa dunia ini sedang datang dan bahwa penguasa duani tersebut tidak memiliki kuasa atasNya. Tidak ada satu pun yang sama denganNya dan tidak ada papaun di dalam diriNya yang dapat dituntut oleh Iblis (Yohanes 8:29; 14:30; 15:10; 17:4). Tidak ada manusia yang mampu membuat pernyataan seperti itu. 

(5) Pengakuan dari Para Rasul Kristus. (a) Paulus mengatakan bahwa Kristus tidak mengenal dosa (2 Korintus 5:21); (b) Petrus mengatakan bahwa Kristus tidak berbuat dosa (1 Petrus 2:21-22) dan ia tidak bercacat cela (1 Petrus 1:19-20); (c) Yohanes mengatakan bahwa di dalam Kristus tidak ada dosa (1 Yohanes 3:5), bahwa Ia adalah suci (1 Yohanes 3:3); (d) Penulis Kitab Ibrani mengatakan bahwa Kristus tidak berbuat dosa (Ibrani 4:15); Ia saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang berdosa (Ibrani 7:26-27). Ia adalah persembahan yang tanpa cacat (Ibrani 9:14).

Lebih lanjut, (6) Pengakuan orang banyak. Ada banyak pengakuan orang terhadap ketidakbersalahan Kristus yang menunjukkan bahwa Ia tidak berdosa, antara lain: (a) Dia disebut Anak yang Kudus (Kisah Para Rasul 4:27, 30); (b) Pilatus tidak menemukan kesalahan di dalamNya (Yohanes 18:38; 19:4); (c) Istri Pilatus menyebut Kristus sebagai orang benar (Matius 27:19); (d) Pencuri yang sedang sekarat mengakui bahwa Yesus tidak layak untuk mati layaknya seorang penjahat (Lukas 23:41); (e) Kepala pasukan mengakui Yesus sebagai Anak Allah (Lukas 23:47); (f) Herodes mengakui bahwa Yesus tidak layak untuk dihukum mati (Lukas 23:15); (g) Yudas Iskariot menyadari bahwa ia telah mengkhianati gurunya yang tidak bersalah (Matius 27:4). 

Dan (7) Kesaksian Perjanjian Lama tentang ketidakberdosaan Kristus. Para nabi menubuatkan kedatangan Penebus dan menyebutNya sebagai “Tunas yang benar”, “tanpa dosa sebagai kurban penghapus dosa”, “Tuhan kebenaran kami” (Yeremia 23:5-6; Yesaya 53:10; Zakharia 3:8-9; 6:12-13). Mazmur Mesianik berbicara tentang Kristus sebagai Yang Benar dan Kudus , Juruselamat tanpa dosa bagi bangsa Israel dan dunia, serta sebagai korban bagi keselamatan (Mazmur 40:6-10; 16:8-11; 22:1-31). 

Kurban-kurban bagi dosa di Perjanjian Lama melambangkan kurban Kristus bagi dosa dan bahwa Kristus sebagai kurban penghapus dosa tidak memiliki dosa. Ketidakberdosaan Kristus secara empatik dijelaskan dalam lambang-lambang tersebut,. Semua kurban haruslah sempurna, yang artinya tidak bercela, tanpa cacat, dan utuh (Imamat 22:21; Lihat Keluaran 12:5; 29:1; Imamat 4:3,23,32,38; Bilangan 19:2; 28:3,9,11 Bandingkan Ibrani 9:14; 1 Petrus 1:19-20).

Ringkasnya, tujuan utama inkarnasi Kristus dengan mengambil rupa manusia bagi diriNya sendiri adalah untuk mengorbankan diriNya melalui kematianNya di kayu salib yang menghapus dosa (Ibrani 9:26; Markus 10:45). Alkitab dengan jelas mengaskan bahwa Yesus Kristus harus menjadi manusia agar Ia dapat mati karena dosa umat manusia (Ibrani 2:9; Yohanes 1:29; 1 Yohanes 3:5). Ketika Ia mengalami kematian bagi semua orang (Ibrani 2:9), maka dengan demikian kematianNya merupakan kematian yang menggantikan (2 Korintus 5:21). 

Selain itu, sebagai manusia, Kristus telah mengalami pengalaman-pengalaman dan pencobaan-pencobaan manusia, tetapi Ia tidak berbuat dosa (Ibrani 4:15). Karena itu Ia dapat menolong mereka yang dicobai karena Ia adalah Imam Besar yang penuh simpati (Ibrani 2:17-18; 4:14-15). Berdasarkan alasan inilah maka, “...marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya” (Ibrani 4:16). 

Karena itu, berkaitan dengan ketidakberdosaan Kristus, kita menolak pendapat dan pandangan yang sesat, yang salah dan tidak Alkitabiah seperti berikut ini : (1) bahwa sebagai manusia Yesus memiliki sifat dosa, namun Ia tidak berbuat dosa karena Ia adalah Allah; (2) bahwa sebagai manusia Yesus memiliki sifat dosa, karena itu merupakan hal yang wajar bahwa Ia pernah berbuat dosa; (3) bahwa sebagai manusia Yesus memiliki sifat dosa sebelum kematianNya, karena Ia lahir dari Maria yang berdosa. Namun sebagai manusia yang kudus Ia berhasil mengatasi semua godaan dunia sehingga Ia tidak jatuh ke dalam dosa, dan pada akhirnya sifat dosa tersebut hilang dariNya setelah Ia bangkit dari kematian; (4) bahwa sebagai manusia Yesus Kristus pada awalnya tidak memiliki sifat dosa, namun Ia pernah berbuat dosa, tetapi dosa tersebut telah Ia tanggalkan di atas kayu salib melalui kematianNya; (5) bahwa sebagai manusia Yesus tidak memiliki sifat dosa, namun Ia dapat berbuat dosa jika Ia menghendakinya. Namun Yesus tidak mempunyai kemauan dan keinginan itu, sehingga Ia tidak pernah berbuat dosa. (Welly Pandensolang, halaman 201-202)

Next Post Previous Post