Allah Penopang
“Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku... Berharaplah kepada Allah!” Mazmur 43:5.
Daud sedang dilanda pencobaan dan permasalahan berat, sebab Allah mengizinkan anak-anak-Nya masuk ke dalam penderitaan dan kesulitan yang besar dan lama, sebelum Allah datang melepaskan mereka. Ayat di atas menyiratkan bahwa Daud sedang menegur jiwanya yang tertekan. Daud menyadari ketiadaan alasan yang kuat mengapa ia harus merasa tertekan, tetapi ia memang sedang tertekan. Merupakan satu dosa bagi seorang anak Allah untuk merasa sangat berkecil hati/putus asa dan tertekan pada masa kesesakan/kemalangan.
Jiwa kita akan sangat tertekan tatkala kesesakan tidak membawa kita mendekat kepada Allah, malah sebaliknya menjauh dari Allah. Sesungguhnya tidak ada apa yang disebut sebagai kecil hati/putus asa pada saat terjadi kesulitan atau masalah apapun, penyebabnya hanyalah karena kita kurang mempercayai/mengandalkan Allah. Kita mungkin memang tidak tahu alasan Allah mengizinkan hal ini terjadi, dan ini membutuhkan kepercayaan /keyakinan kita.
Apabila kita tidak mempercayai Allah, berarti kita sedang mempercayai diri sendiri, dan kita tidak mampu mengalami kemenangan di dalam kekuatan kita sendiri. Kita perlu mempercayai Allah untuk memperoleh ketersediaan kekuatan yang stabil/tetap. Alasan mengapa anak-anak Allah demikian gagal di masa kesesakan ialah karena mereka tidak mempercayai/mengandalkan Allah untuk memperoleh persediaan anugerah yang baru.
Kita tidak mampu melaksanakan tugas kewajiban baru, dan tidak dapat mengatasi kemalangan baru dengan anugerah lama. Jiwa kita di dalam dirinya adalah lemah. Jiwa kita membutuhkan sesuatu untuk tempat bersandar bagaikan tanaman lemah yang membutuhkan tiang penunjang.
Daud sedang mengalami pencobaan, penderitaan dan keputusasaan. Setan sedang mencobai, dan perusakannya bergolak. (Daud merasa) Allah telah menahan kasih-Nya, untuk sementara Daud ditinggalkan untuk berjuang sendirian. Pada akhirnya, demikianlah ia tumbang kewalahan melalui semua itu dan menyelesaikan masalahnya semata dengan 'kekuatan' dirinya sendiri.
Adapun anakanak Allah, tatkala mereka di dalam kesukaran, sesungguhnya mereka dapat dipulihkan dan memperoleh ketentraman jika mereka mempercayai dan mengandalkan Allah pada masa-masa kesukaran mereka. Anak Allah yang sejati, di saat kesulitan terbesarnya, memiliki Roh Kudus yang memberi kekuatan kepadanya. Ia dapat beristirahat (merasa lega) di dalam Allahnya. Pada saat kesulitan yang paling berat, Roh Kudus menolong menguatkan kita di dalam kelemahan kita. Roh Kudus memampukan kita memanjatkan doa permohonan yang kuat (tekun) dan tangisan yang keras bunyinya di telinga Allah.
Diterjemahkan dari buku “Voices From The Past” dengan cuplikan karya Richard Sibbes (1577-1635), “Works”, VII:51-55 . https://teologiareformed.blogspot.com/
Daud sedang dilanda pencobaan dan permasalahan berat, sebab Allah mengizinkan anak-anak-Nya masuk ke dalam penderitaan dan kesulitan yang besar dan lama, sebelum Allah datang melepaskan mereka. Ayat di atas menyiratkan bahwa Daud sedang menegur jiwanya yang tertekan. Daud menyadari ketiadaan alasan yang kuat mengapa ia harus merasa tertekan, tetapi ia memang sedang tertekan. Merupakan satu dosa bagi seorang anak Allah untuk merasa sangat berkecil hati/putus asa dan tertekan pada masa kesesakan/kemalangan.
Jiwa kita akan sangat tertekan tatkala kesesakan tidak membawa kita mendekat kepada Allah, malah sebaliknya menjauh dari Allah. Sesungguhnya tidak ada apa yang disebut sebagai kecil hati/putus asa pada saat terjadi kesulitan atau masalah apapun, penyebabnya hanyalah karena kita kurang mempercayai/mengandalkan Allah. Kita mungkin memang tidak tahu alasan Allah mengizinkan hal ini terjadi, dan ini membutuhkan kepercayaan /keyakinan kita.
Apabila kita tidak mempercayai Allah, berarti kita sedang mempercayai diri sendiri, dan kita tidak mampu mengalami kemenangan di dalam kekuatan kita sendiri. Kita perlu mempercayai Allah untuk memperoleh ketersediaan kekuatan yang stabil/tetap. Alasan mengapa anak-anak Allah demikian gagal di masa kesesakan ialah karena mereka tidak mempercayai/mengandalkan Allah untuk memperoleh persediaan anugerah yang baru.
Kita tidak mampu melaksanakan tugas kewajiban baru, dan tidak dapat mengatasi kemalangan baru dengan anugerah lama. Jiwa kita di dalam dirinya adalah lemah. Jiwa kita membutuhkan sesuatu untuk tempat bersandar bagaikan tanaman lemah yang membutuhkan tiang penunjang.
Daud sedang mengalami pencobaan, penderitaan dan keputusasaan. Setan sedang mencobai, dan perusakannya bergolak. (Daud merasa) Allah telah menahan kasih-Nya, untuk sementara Daud ditinggalkan untuk berjuang sendirian. Pada akhirnya, demikianlah ia tumbang kewalahan melalui semua itu dan menyelesaikan masalahnya semata dengan 'kekuatan' dirinya sendiri.
Adapun anakanak Allah, tatkala mereka di dalam kesukaran, sesungguhnya mereka dapat dipulihkan dan memperoleh ketentraman jika mereka mempercayai dan mengandalkan Allah pada masa-masa kesukaran mereka. Anak Allah yang sejati, di saat kesulitan terbesarnya, memiliki Roh Kudus yang memberi kekuatan kepadanya. Ia dapat beristirahat (merasa lega) di dalam Allahnya. Pada saat kesulitan yang paling berat, Roh Kudus menolong menguatkan kita di dalam kelemahan kita. Roh Kudus memampukan kita memanjatkan doa permohonan yang kuat (tekun) dan tangisan yang keras bunyinya di telinga Allah.
Diterjemahkan dari buku “Voices From The Past” dengan cuplikan karya Richard Sibbes (1577-1635), “Works”, VII:51-55 . https://teologiareformed.blogspot.com/