Cara Mengetahui Bahwa Anda Orang Kristen Tulen
Jonathan Edwards.
Cara Mengetahui Bahwa Anda Orang Kristen Tulen. Apakah Anda milik Allah? Dari mana Anda tahu hal ini dengan pasti? Mari kita lihat apa yang menjadi pegangan orang-orang pada umumnya yang membuktikan bahwa diri mereka adalah milik Allah dan diterima oleh Allah.
Sebagian menganggap diri adalah milik Allah karena mereka tidak seperti orang-orang jahat – mereka tidak membunuh, tidak mencuri, pergi ke gereja pada hari minggu – intinya adalah mereka baik-baik saja di hadapan Allah.
Sebagian lagi menganggap bukti penerimaan Allah atas diri mereka adalah karena keluarga mereka sudah menjadi Kristen dari generasi ke generasi; mereka sudah diterima sebagai anggota gereja mainstream (bukan gereja sesat loh) selama bertahun-tahun; mereka sudah menjadi majelis gereja; mereka mengetahui doktrin-doktrin Kristen dan bukan orang Kristen biasa yang hanya seminggu sekali ke gereja.
Tentu saja Rasul Yakobus setuju bahwa semua itu baik, termasuk pengetahuan akan doktrin Kristen itu baik, bahkan bukan hanya baik tetapi merupakan suatu keharusan bagi orang Kristen untuk mengetahui apa yang diimaninya. Karena tidak ada seorang pun yang dapat menjadi pengikut Kristus tanpa percaya kepada Allah yang benar – Allah menurut Alkitab – seperti yang tertulis di Ibrani 11:6, “... barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang-orang yang bersungguh mencari Dia.”
Rasul Yakobus mempunyai posisi yang jelas bahwa percaya akan keberadaan Allah yang sejati itu baik, tetapi baginya itu bukan bukti seorang diselamatkan. Maksudnya, jika Anda mengatakan bahwa Anda adalah seorang Kristen dan percaya kepada Allah yang Esa, ini bukan bukti bahwa Anda diselamatkan. Mengapa demikian?
Rasul Yakobus mengatakan bahwa setan-setan percaya kepada Allah namun tetap akan dihukum di neraka. Setan percaya akan hal itu – hal yang sama yang Anda pikir merupakan bukti Anda diterima Allah – Anda bisa yakin akan hal itu! Lebih lagi, setan-setan bukan saja percaya kepada Allah, mereka juga percaya bahwa Allah adalah Allah yang kudus, Allah yang benar, Allah yang membenci dosa, Allah yang akan melaksanakan penghakiman, dan Allah yang akan menjalankan penghakiman tersebut atas diri mereka.
Karena pengetahuan inilah, maka mereka gemetar. Sudah jelas mereka mengenal Allah bahkan jauh lebih solid daripada pengetahuan manusia. Jadi, apakah pengetahuan pengenalan akan Allah menjamin kita masuk sorga? Sama sekali tidak! Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa setan tidak mempunyai pengharapan akan keselamatan. Kepercayaan mereka akan Allah tidak dapat melepaskan mereka dari hukuman kekal di neraka. Dengan demikian kita memahami bahwa bagi setan, percaya kepada Allah bukan merupakan bukti anugerah keselamatan Allah. Hal ini juga berlaku bagi manusia.
Kita akan semakin mengerti jika memikirkan dengan lebih tajam lagi tentang siapakah setan itu. Setan itu tidak kudus, dan apapun yang ia alami bukanlah pengalaman yang kudus. Iblis itu benar-benar jahat: “Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta” (Yohanes 8:44), “Barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya.
Untuk inilah Anak Allah menyatakan diri-Nya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu” (1Yohanes 3:8), “karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.” (Efesus. 6:12) Dengan demikian setan disebut sebagai roh jahat, roh yang tidak kudus, kekuatan kegelapan, dan sebagainya,
Sudah jelas bagi kita sekarang, bahwa apapun yang berada di dalam pikiran setan – entah itu pengetahuan atau kepercayaan kepada Allah – tidak mungkin kudus atau menjadi kekudusan sejati. Setan mengetahui banyak hal tentang Allah dan agama, tetapi apa yang mereka ketahui tidak mungkin menjadi pengetahuan yang kudus. Mereka bukan hanya mempunyai pengetahuan, tetapi juga mempunyai emosi yang kuat terhadap Allah, sedemikian kuatnya sampai-sampai mereka “gemetar”.
Tetapi ketakutan ini bukan emosi yang kudus karena tidak berhubungan dengan pekerjaan Roh Kudus. Jika hal itu berlaku kepada setan, maka berlaku juga dalam hal emosi manusia kepada Allah.
Perhatikanlah kenyataan ini: bahwa seberapa pun murninya, seberapa pun tulennya dan dashyatnya pemikiran akan pengetahuan Allah dan emosi ketakutan kepada Allah, itu tidak berarti apa-apa. Setan sebagai makhluk roh mempunyai pengetahuan akan Allah yang tidak mungkin bisa diketahui oleh manusia di dunia. Pengetahuan mereka tentang keberadaan Allah jauh lebih nyata daripada pengetahuan manusia mana pun di dunia ini. Mereka memiliki kemurnian pengetahuan ini karena sejak semula mereka sudah berperang dengan kekuatan kebaikan.
Suatu ketika sebelum Tuhan Yesus mengusir setan, mereka berteriak kepada-Nya, “... Apa urusan-Mu dengan kami, hai Anak Allah? Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?” (Matius 8:29)
Mari kita pikirkan sekarang, apa yang lebih besar dari pengetahuan setan akan Allah dan emosi mereka terhadap-Nya? Apa yang lebih dashyat dari pengalaman mereka? Namun demikian, seberapa pun dashyatnya pengetahuan dan emosi mereka, mereka tetap tidak kudus. Allah yang kudus, yang menjadi objek kudus dari pemikiran setan tidak membuat pengetahuan dan emosi mereka menjadi kudus. Matius 8:29 menunjukkan bahwa setan mengenal Tuhan Yesus melebihi siapapun.
Mereka mengetahui bahwa Tuhan Yesus akan menghakimi mereka suatu hari kelak karena Dia adalah Allah yang kudus. Tetapi sekali lagi, pengetahuan dan emosi setan yang tulen terhadap hal-hal rohani yang kudus, sama sekali bukan bukti anugerah keselamatan Allah bagi setan. Mereka sudah menunggu hukuman kekal di neraka kelak. Jika manusia tidak melebihi apa yang dimiliki setan, maka bagaimana mungkin manusia tidak mengalami hal yang sama dengan setan? Jika demikian halnya, dapatkah kita katakan bahwa pengetahuan dan emosi kita kepada Allah adalah bukti kita diselamatkan? Tidak ada.
Dari pembahasan di edisi yang lalu dapat diambil kesimpulan: pertama, tanda kepastian akan keselamatan tidak bergantung pada seberapa banyak seseorang mengetahui tentang Allah dan Alkitab. Iblis sebagai penghulu malaikat mengetahui sangat banyak tentang Allah, bahkan dapat dikatakan tidak ada yang dapat menandinginya. Di dalam Alkitab, dia dikatakan sebagai bintang terang, bintang pagi, api yang menyala, sosok kesempurnaan dalam kekuatan dan kebijaksanaan (Yesaya 14:12; Yehezkiel 28:12-19).
Bahkan setelah kejatuhan pun, Iblis tidak kehilangan kemampuannya. Kehancuran rohani dialaminya saat dia berdosa, tetapi kemampuan alaminya tidaklah hancur. Dia masih tetap pintar, memiliki pengetahuan, bahkan di dalam Alkitab dikatakan sebagai yang “lebih cerdik” dari semua makhluk lainnya (Kejadian. 3:1; 2Korintus. 11:3; Kis. 13:10). Dengan kepintaran yang masih ada padanya, dia menggoda dan mencobai manusia sebagai pengasahan dan pengaplikasian pengetahuannya. Hal ini merupakan fakta bahwa Iblis mempunyai pengetahuan yang aktual dan benar.
Pengetahuan Iblis terbentang dari pengetahuan tentang Allah, dunia yang kelihatan dan tidak kelihatan, mencakup dari sejak penciptaan (Ayb. 38:4-7). Iblis tahu bagaimana Allah menciptakan dunia ini dengan segala keteraturannya. Iblis bahkan juga tahu bagaimana Allah menggenapkan rencana keselamatan-Nya kepada dunia. Iblis pasti sangat memperhatikan dan mempelajari seluruh kehidupan Kristus, Sang Firman yang berinkarnasi, secara mendetail.
Dengan demikian, Iblis mengetahui banyak sekali tentang Allah, pekerjaan Allah, dan dunia ciptaan Allah. Dia juga mempunyai pengetahuan yang sangat hebat tentang Alkitab. Hal ini terlihat dari bagaimana dia dengan beraninya mencobai Sang Firman dengan firman. Iblis juga mengetahui dengan jelas isi hati manusia yang merupakan medan peperangan antara dirinya dengan Sang Pencipta.
Iblis juga mempunyai pengalaman beribu-ribu tahun dalam menggoda dan menipu manusia. Dengan dua pengetahuannya – pengetahuan akan Allah yang begitu dalam dan akan isi hati manusia melalui pengalaman beribu-ribu tahun – Iblis mampu menghasilkan agama palsu yang mirip sekali dengan agama sejati dan menjadikan dirinya sebagai malaikat terang (2Korintus. 11:14).
Dari pembahasan ini kita melihat bahwa pengetahuan akan Allah dan agama tidak membuktikan bahwa seseorang diselamatkan. Seseorang mungkin saja fasih dalam membicarakan tentang Alkitab, Allah Tritunggal, Dwinatur Kristus, bahkan mempunyai kemampuan berkhotbah yang baik, menjadi majelis gereja, memberitakan jalan keselamatan, dan mengajarkan bagaimana seharusnya seorang Kristen hidup, tetapi semua yang membangun gereja dan memberikan pencerahan kepada dunia ini tetap bukanlah bukti dari kasih karunia keselamatan dari Allah di dalam hati orang tersebut.
Dengan kata lain, persetujuan akan Alkitab bukanlah tanda jelas dari keselamatan. Yakobus 2:19 menyatakan bahwa Iblis percaya kepada kebenaran. Iblis bukanlah seorang bidat dalam konteks ini. Tetapi yang dikatakan di dalam Alkitab tentang percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah sebagai bukti dari kasih karunia Allah terhadap keselamatan bukanlah semata-mata persetujuan dengan kebenaran. Titus 1:1 menjelaskannya sebagai “… iman orang-orang pilihan Allah dan pengetahuan akan kebenaran seperti yang nampak dalam ibadah kita.”
Berikutnya, ada sebagian orang yang mempunyai pengalaman-pengalaman rohani yang sangat kuat dan berpikir bahwa itulah bukti dari pekerjaan Tuhan (pemilihan Tuhan atas dirinya). Iblis mempunyai pengalaman rohani yang lebih dahsyat. Iblis hidup di dunia rohani dan melihat langsung semua yang terjadi di dalam dunia rohani. Apakah Iblis diselamatkan melaluinya? Tentu saja tidak! Demikian juga manusia di neraka kelak pun akan mengalami pengalaman rohani yang dahsyat yaitu ratapan dan kertak gigi (Matius. 13:42) yang justru adalah bukti bahwa mereka tidak diselamatkan dan bukan diselamatkan. Jadi, seberapa dahsyat pun pengalaman rohani bukanlah tanda jelas bahwa kita diselamatkan.
blis paling jelas dalam hal pengalaman yang dahsyat ini. Dia mempunyai kesadaran akan kemuliaan dan kuasa Allah yang melampaui siapapun. Tetapi kesadaran ini (pengalaman rohani ini) tidak menjadikan mereka diselamatkan melainkan membuat mereka gemetar. Roma 9:22 mengatakan, “Jadi, kalau untuk menunjukkan murka-Nya dan menyatakan kuasa-Nya, Allah menaruh kesabaran yang besar terhadap benda-benda kemurkaan-Nya, yang telah disiapkan untuk kebinasaan – ” Jelas, tidak semua yang mengalami kemuliaan dan kuasa Allah akan diselamatkan. Artinya, pengalaman rohani bukanlah tanda kepastian keselamatan dari Tuhan ada pada kita.
Dari pembahasan di edisi-edisi sebelumnya, kita dapat melihat bahwa tidak ada manusia yang mempunyai apa yang dipunyai oleh Iblis: tidak ada yang pernah gemetar karena ketakutan seperti yang dialami Iblis, tidak ada yang mempunyai pengetahuan sama seperti Iblis, tidak ada yang mengerti keluasan kekekalan seperti Iblis sehingga merindukan keselamatan melebihi apapun di dalam hidupnya.
Maka, Rasul Yakobus mengatakan bahwa jika ada orang yang berpikir kepercayaan kepada Allah yang Esa adalah bukti dari anugerah Allah, setan pun percaya akan hal itu dan kepercayaan ini bukanlah bukti dari keselamatan. Bukan hanya aksi percaya yang dimaksudkan oleh Rasul Yakobus, tetapi juga kepada emosi hati dan perbuatan yang menyertai kepercayaan mereka, seperti gemetar.
Alkitab juga tidak menyatakan seberapa banyak manusia tidak bisa melihat kemuliaan Allah dan seberapa banyak tidak mendapatkan anugerah Allah di dalam hati mereka. Allah tidak menyatakan kepada berapa banyak orang Allah menyatakan diri-Nya dan seberapa banyak orang meresponi Allah dan anugerah-Nya dalam hati mereka.
Mungkin kita ingin sekali mendapatkan suatu rumusan untuk mengukur dan memastikan seseorang diselamatkan, baik rumusan untuk mengukur jumlah pengalaman rohani atau pengetahuan tentang kebenaran. Ironisnya, mungkin sekali justru orang-orang yang tidak diselamatkanlah yang mempunyai pengalaman rohani jauh lebih dahsyat daripada mereka yang diselamatkan. Jadi, jumlah pengalaman rohani ataupun pengetahuan tidaklah dapat dijadikan takaran untuk memastikan keselamatan karena bahkan di dalam mereka yang diselamatkan, Roh Kudus memberikan pengalaman rohani dan pengetahuan dalam takaran yang berbeda-beda.
Sampai di sini, kita sangat mungkin menyetujui seluruh pembahasan di atas. Kita setuju bahwa percaya kepada Allah, melihat kemuliaan dan kekudusan Allah, dan mengetahui bahwa kematian Kristus adalah bagi orang berdosa, bukanlah merupakan bukti sama sekali bahwa seseorang diselamatkan karena setan pun mengetahuinya. Tetapi kita akan melanjutkan pemikiran kita dengan mengatakan bahwa kita mempunyai sesuatu yang setan tidak punya.
Kita mempunyai sukacita, damai, dan kasih yang tidak dipunyai oleh setan. Yes! Benar sekali! Tentu saja kita mempunyai sesuatu yang tidak dipunyai oleh setan, tetapi apakah semuanya itu benar-benar tidak dipunyai setan? Belum tentu. Setan boleh saja tidak mempunyai sukacita, damai, dan kasih, tetapi pengalaman kita itu mempunyai penyebab yang sama dengan pengalaman setan sehingga pengalaman-pengalaman ini tidaklah lebih baik dari kepunyaan setan.
Setan mempunyai dua penyebab utama dalam segala yang dialaminya, yaitu pengetahuan alamiah dan kasih kepada diri. Pengetahuan alamiah membuat mereka melihat Allah yang kudus di dalam keberdosaan mereka, Allah yang tidak terbatas di dalam keterbatasan mereka, dan Allah yang Mahakuasa di dalam kelemahan mereka. Kasih kepada diri membawa mereka kepada kerinduan akan kekekalan.
Kedua hal ini mengakibatkan setan sadar akan penghakiman Allah. Allah dengan kemuliaan-Nya yang dahsyat akan menghakimi mereka dengan sempurna selama-lamanya. Hal inilah yang menggelisahkan mereka – hari penghakiman – ketika mereka melihat kemuliaan Kristus dan orang-orang kudus-Nya.
Tetapi bagaimanakah dengan sukacita, damai, dan kasih yang tidak dialami setan? Hal itu mungkin lebih kepada situasi yang dialami di dalam pengasihanan Allah yang memberikan anugerah kepada manusia, seperti hujan (Matius. 5:45) daripada suatu perbedaan di dalam hati. Dalam situasi atau kondisi ini, manusia di dalam pengertian pengetahuan alamiahnya dapat merasakan apa yang setan tidak rasakan.
Sedangkan dalam hal kasih kepada diri, manusia menjadi mampu untuk seolah-olah independen dari Allah dan juga sesamanya. Kasih kepada diri cukup kuat untuk membuat seseorang seolah-olah mampu berdiri sendiri di luar kasih karunia, bahkan berdiri di hadapan Allah. Mereka tahu kalau dirinya tidak terlalu jelek sehingga mereka yakin bahwa Allah mengasihi mereka bahkan ketika pemberitaan Kristus yang mati bagi mereka diberitakan. Itulah kasih yang mirip setan yang juga ada di dalam hati setan.
Nah, kalau kita melihat setan-setan yang tahu bahwa dirinya adalah musuh Allah selama-lamanya dan tidak berpengharapan namun tetap sangat aktif dan berjuang habis-habisan, alangkah indahnya kalau mereka dapat berharap seperti manusia berharap? Bagaimana jika seorang setan tiba-tiba membayangkan Allah yang mungkin bisa menjadi temannya, mengampuninya, dan membawanya masuk ke surga? Bukankah itu luar biasa dan dia akan sangat bersyukur? Bukankah setan ini dapat sangat amat mengasihi Allah yang mirip dengan setiap orang juga mengasihi yang menolong dirinya? Hal apalagi yang dapat mendorong perasaan sampai memuncak, mendalam, dan penuh ketulusan? Sebegitu luar biasanya sehingga banyak orang yang telah tertipu oleh delusi yang ditanam setan sejak berabad-abad lalu sampai sekarang.
Kalau begitu, apa yang menjadi tanda pasti dari anugerah Allah melalui Roh Kudus di hati kita? Di mana letak perbedaannya dengan yang dari setan? Jawabannya terletak pada sumber dan hasil atau buah-nya. Sumber-nya adalah perasaan ketakjuban akan keindahan kekudusan dan cinta kasih dari segala sesuatu yang berasal dari Allah. Hatinya akan tertawan dan tertarik kepada Sang Ilahi.
Hal tersebutlah yang tidak mungkin dan pasti tidak akan mungkin dialami oleh setan dan manusia yang terkutuk di neraka. Sebelum setan-setan jatuh, mereka memang mempunyai hal tersebut tetapi mereka telah kehilangan secara total keindahan itu sesudah kejatuhan mereka. Itu adalah satu-satunya hal yang hilang dari pengetahuan mereka akan Allah namun itulah kefatalan mutlaknya. Setan tetap mengetahui kuasa, keadilan, dan kekudusan Allah, banyak sekali fakta tentang Allah, tetapi pada saat yang bersamaan mereka tetap buta.
Mereka mengetahui keagungan Allah tetapi tidak bisa melihat Allah yang penuh cinta kasih. Mereka mengetahui banyak detail pekerjaan Allah di dunia dalam sejarah tetapi tidak bisa melihat keindahan-Nya. Justru semakin mengenal Allah, mereka semakin membenci Allah karena memang letak kebenciannya adalah pada kekudusan dan kesempurnaan moral-Nya. Karena itu, setan-setan pasti membenci mereka yang telah dikuduskan oleh darah Sang Kudus.
Terlebih lagi kebencian setan memuncak dan mencapai kemutlakan terhadap Sang Kudus kekal itu sendiri yang bijaksananya tak terselami dan kuasanya tak terbatas!
Orang fasik, termasuk yang masih hidup sekarang ini, akan menghadapi hari penghakiman dan melihat Yesus Kristus. Tetapi mereka hanya akan melihat kemuliaan-Nya dari luar, yang sangat jauh dari apa yang bisa kita bayangkan. Mereka tidak akan mengenal betapa manis-Nya Dia dan tidak bisa melihat keindahan-Nya.
Orang-orang jahat itu tentu saja pada akhirnya akan takluk dan bertekuk lutut di hadapan Kristus yang Mahatahu pada hari penghakiman, tetapi pengetahuan akan Allahnya itu tidak bernilai apa-apa, tidak peduli seberapa murni dan dahsyatnya pengetahuan tersebut. Mengapa? Karena mereka tetap tidak mungkin dan tidak akan mungkin melihat keindahan Kristus. Itulah yang menjadi pembeda antara pengalaman setan-setan dengan mereka yang menerima anugerah keselamatan dari Roh Kudus sehingga mampu melihat keindahan Kristus.
Melihat keindahan Kristus adalah suatu hal yang membuat pengalaman orang Kristen sangat berbeda dari apapun juga. Iman orang-orang pilihan kepada Allah mengalami dan melihat kesempurnaan Injil, dia melihat keindahan dan juga kekudusan dari rencana Ilahi dalam keselamatan, pikirannya diyakinkan dan dengan sepenuh hatinya percaya bahwa hal ini datang dari Allah (lihat 2Korintus. 4:3-4). Bagi orang tidak percaya yang melihat Injil, mereka mengerti pengetahuan tentang Injil tetapi mereka tidak melihat terang Injil.
Terang Injil adalah kemuliaan Kristus, kekudusan-Nya, dan juga keindahan-Nya. Hanya terang Ilahi yang menerangi hati kitalah yang membuat kita mampu untuk melihat keindahan Injil dan memiliki keselamatan di dalam Kristus (2Korintus 4:6). Terang supernatural ini menunjukkan keindahan dan manisnya Yesus yang melampaui apapun, serta menyakinkan kita bahwa Dia sanggup menjadi Juruselamat kita. Terang supernatural ini yang menyakinkan kita bahwa tidak ada seorang pun kecuali Kristus yang sanggup menjadi Mediator kita.
Ketika seorang fasik yang berdosa bisa melihat keindahan Kristus yang Ilahi, dia tidak akan berspekulasi lagi mengapa Allah bisa tertarik dengan dirinya untuk menyelamatkan dia. Sekarang dia dapat melihat betapa berharganya Kristus dan darah-Nya, dia dapat menyadari bahwa dia diterima oleh Allah karena nilai yang ditaruh Allah di dalam darah, ketaatan, dan juga doa syafaat Kristus. Jiwa yang letih dan bersalah dapat melihat keindahan Kristus dan beristirahat, yang tidak bisa ditemukan di dalam khotbah atau buku apapun.
Hanya di dalam penglihatan keindahan Kristus-lah, kehendak dan hati manusia tertawan. Di hari penghakiman, secercah sinar dari moral dan keilahian kemuliaan Allah serta supremasi keindahan Kristus yang bersinar di dalam hati manusia akan meredakan segala permusuhan. Jiwa orang fasik tadi telah condong kepada kasih Allah dengan kekuatan yang sangat besar karena seluruh pribadi menerima dan juga memeluk Juruselamat yang mengasihinya, bukan mengerti secara kognitif saja.
Perasaan kekaguman akan keindahan Kristus adalah permulaan dari iman yang menyelamatkan dan juga hidup dari seorang petobat tulen. Ini bukanlah perasaan palsu bahwa Kristus begitu mengasihi dan rela mati untuknya, karena perasaan ini dapat menuju kepada sekadar rasa terima kasih karena sudah ditolong dari dalam dosa. Sangatlah mungkin bila perasaan ini hanyalah wujud dari kasih kepada diri sendiri dan sangat menyedihkan karena banyak orang dituntun mendengarkan Injil yang salah, iman yang salah.
Sesungguhnya, kemuliaan Allah di dalam wajah Yesus Kristus-lah yang memberikan terang Ilahi dan kasih yang sangat amat murni. Inilah kasih tulen dari seorang petobat tulen yang menjadi kualitas pembeda dari kasih yang dimiliki setan-setan atau manusia lain. Keindahan Kristus dan kasih tulen inilah yang membawa hasrat kita untuk merindukan Allah, hasrat alamiah seperti bayi menginginkan susu, yang sangat berbeda dengan tiruan setan yang sangat sadar bahwa kecelakaan besar sedang menunggu mereka. Kerinduan semacam inilah yang membantu membedakan antara pengalaman-pengalaman rohani yang asli dari yang palsu.
Pengalaman rohani yang salah cenderung membangun kesombongan yang adalah dosa spesialis Iblis (1Timotius. 3:6), bahkan sering kali diselubungi oleh kerendahan hati yang besar. Seorang pribadi bisa mempunyai kasih yang besar dan berbangga kepada Allah, dia bisa sangat rendah hati dan sombong akan kerendahan hatinya itu. Tetapi emosi dan pengalaman yang datang dari anugerah Allah justru sebaliknya. Kekaguman akan kedahsyatan, kekudusan, dan kemuliaan dari keindahan Kristus bisa membunuh kesombongan, serta terang indahnya Allah itu dapat menunjukkan kejelekan sebuah jiwa.
Ketika seseorang betul-betul menangkap hal ini, maka tidak terhindarkan lagi bahwa dia berada di dalam proses membuat Allah menjadi semakin besar dan semakin besar, sedangkan dirinya sendiri semakin kecil dan semakin kecil.
Selain itu, anugerah Allah di dalam hati seorang Kristen tulen membuatnya membenci segala kejahatan dan sebaliknya akan menguduskan hati serta hidupnya. Pengalaman yang salah bisa mengakibatkan seseorang bersemangat, tetapi semangat yang salah di dalam hal yang umumnya berkaitan dengan agama; bukan semangat melakukan pekerjaan-pekerjaan baik.
Agama mereka bukanlah untuk pelayanan kepada Allah, tetapi kepada pengalaman diri sendiri. “Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setan pun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar. Hai manusia yang bebal, maukah engkau mengakui sekarang, bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong?” (Yakobus. 2:19-20)
Jadi, buah atau perbuatan pekerjaan baik adalah bukti dari pengalaman sejati dari anugerah Allah. “Dan inilah tandanya, bahwa kita mengenal Allah, yaitu jikalau kita menuruti perintah-perintah-Nya. Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran.” (1Yohanes. 2:3-4)
PENUTUP:
Betapa sempurnanya kebaikan yang berada di dalam hati dan kemurnian agama yang keluar dari pandangan akan keindahan Kristus! Pengalaman paling luar biasa dari orang-orang kudus dan malaikat-malaikat di surga adalah pengalaman yang terbaik dari Yesus Kristus sendiri, kita berada di dalam Allah. “.... Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.” (1Yohanes 4:16)
Kita adalah makhluk yang paling berbahagia dan diberkati dari semuanya, Dia hanya memberikan kepada manusia-manusia kesayangan-Nya. Emas, perak, dan permata diberikan Allah kepada manusia yang Alkitab katakan sebagai anjing dan babi. Tetapi karunia terbesar untuk memandang keindahan Kristus adalah berkat khusus dari Allah kepada anak-anak-Nya yang Dia kasihi.
Ini adalah karunia hidup kekal, terbitnya terang, tanpa kebinasaan. Mereka mungkin saja terombang-ambing ketika menghadapi tantangan, tetapi percikan surgawi dalam dirinya akan semakin bertambah dan menjadi sempurna serta memberikan kepastian menuju ke surga. Jiwa semua orang kudus akan ditransformasi di surga dan mereka akan bersinar seperti matahari di dalam kerajaan Bapa mereka.
-AMIN-
* Judul aslinya “True Grace Distinguished from the Experience of Devils”