EKSPOSISI YAKOBUS 1:2-8

Pdt.Budi Asali, M.Div.
EKSPOSISI YAKOBUS 1:2-8. Yakobus 1:2-8 - “(Yakobus 1:2) Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, (3) sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. (4) Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun. (5) Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, - yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit - , maka hal itu akan diberikan kepadanya. (6) Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. (7) Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan. (Yakobus 1:8) Sebab orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam hidupnya”.
EKSPOSISI YAKOBUS 1:2-8
education, otomotif
I) Pencobaan.

1) Kata ‘pencobaan’ dalam Kitab Suci mempunyai bermacam-macam arti:

a) Sesuatu yang dimaksudkan untuk menjatuhkan kita; ini datang dari setan. Misalnya:

1. Pencobaan di padang gurun terhadap diri Yesus (Matius 4:1-11).

2. Pencobaan dalam Yakobus 1:13.

b) Sesuatu yang dimaksudkan untuk menyucikan, mengangkat, dan menguatkan kita; ini datang dari Tuhan, dan biasanya / seharusnya disebut ‘ujian’.

c) Gabungan a) dan b).

Misalnya: dalam kasus Ayub. Setan, dengan ijin Tuhan, menyerang Ayub dengan menggunakan bermacam-macam hal dan bertujuan untuk menjatuhkan Ayub ke dalam dosa. Tetapi pada saat yang sama, Tuhan menggunakan semua itu untuk menguat­kan Ayub.

Dalam Yakobus 1:2 ini, pencobaan yang dimaksud adalah pencobaan dalam arti yang ke 2 (point b di atas).

Ini terlihat dari Yakobus 1: 2-4: “(2) Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, (3) sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. (4) Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun”.

Pencobaan / ujian ini datang dalam bentuk kesukaran-kesukaran / penderitaan-penderitaan.

2) Orang Kristen pasti mengalami / menghadapi kesukaran.

Yakobus 1: 2-3: “(2) Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, (3) sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan.”.

Pertama perhatikan kata-kata ‘saudara-saudaraku’, dan kedua perhatikan kata ‘imanmu’. Keduanya menunjukkan bahwa mereka adalah orang kristen yang sejati!

The Biblical Illustrator (New Testament): “It is your faith which is tried. It is supposed that you have that faith. You are not the people of God, you are not truly brethren unless you are believers. It is this faith of yours which is peculiarly obnoxious to Satan ... It is by our faith that we are saved, justified, and brought near to God, and therefore it is no marvel that it is attacked” (= Adalah imanmu yang dicobai. Dianggap bahwa kamu mempunyai iman itu. Kamu bukan umat Allah, kamu bukan sungguh-sungguh saudara kecuali kamu adalah orang-orang percaya. Adalah imanmu ini yang secara khusus menjengkelkan / menjijikkan bagi Iblis ... Adalah oleh imanmu maka kamu diselamatkan, dibenarkan, dan dibawa dekat kepada Allah, dan karena itu tidaklah mengherankan bahwa itu diserang).

Saat ini ada banyak orang yang beranggapan bahwa kalau kita menjadi orang Kristen yang sungguh-sungguh, maka Tuhan akan menolong / memberkati kita dalam segala hal, baik dalam kesehatan, keuangan, pekerjaan, study dsb, sehingga jalan kita menjadi mulus dan enak!

Ajaran seperti itu jelas bertentangan dengan Kitab Suci, yaitu Matius 7:13-14 di mana jalan orang yang mengikut Kristus tidak digambarkan dengan jalan yang lebar, tetapi justru dengan jalan yang sempit, yang jelas menggam­barkan jalan yang penuh dengan kesukaran!

Matius 7:13-14 - “(13) Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; (14) karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.’”.

Juga bandingkan dengan surat Yakobus yang sedang kita pela­jari ini! Dalam Yakobus 1:1 kita sudah mempelajari bahwa Yakobus menuliskan surat ini untuk orang Yahudi Kristen yang tersebar di luar Palestina. Mereka terpencar dan mereka dibenci baik oleh orang Yahudi yang non Kristen, maupun oleh orang / pemerintahan Romawi! Jelas sekali mereka menghadapi kesukaran / penderitaan!

The Bible Exposition Commentary: New Testament: “We cannot always expect everything to go our way. Some trials come simply because we are human - sickness, accidents, disappointments, even seeming tragedies. Other trials come because we are Christians. Peter emphasizes this in his first letter: ‘Beloved, think it not strange concerning the fiery trial which is to try you, as though some strange thing happened unto you’ (1 Peter 4:12). Satan fights us, the world opposes us, and this makes for a life of battle” [= Kita tidak dapat selalu mengharapkan segala sesuatu berjalan sesuai keinginan kita. Beberapa pencobaan datang sekedar karena kita adalah manusia - penyakit, kecelakaan, kekecewaan, bahkan apa yang terlihat sebagai tragedi. Pencobaan-pencobaan yang lain datang karena kita adalah orang-orang Kristen. Petrus menekankan hal ini dalam suratnya yang pertama: ‘Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu’ (1Pet 4:12). Iblis memerangi kita, dunia menentang kita, dan ini membuat hidup kita suatu pertempuran].

Bandingkan juga dengan ayat-ayat ini:

· Kisah Para Rasul 14:22 - “Di tempat itu mereka menguatkan hati murid-murid itu dan menasihati mereka supaya mereka bertekun di dalam iman, dan mengatakan, bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara”.

· Filipi 1:29 - “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia”.

Ada seseorang yang mengatakan: “Allah mempunyai satu Anak yang tidak pernah berbuat dosa (yaitu Yesus), tetapi Ia tidak pernah mempunyai anak yang tidak menderita”.

Penerapan: Kalau dalam hidup saudara relatif tidak ada kesukaran, maka mungkin sekali saudara bukan anak Allah. Atau, mungkin saudara adalah anak Allah yang hidup berkompromi dengan dunia! Sebaliknya, kalau hidup saudara penuh dengan kesukaran dan penderitaan, jangan terlalu cepat mengira bahwa ada dosa dalam hidup saudara. Memang bisa saja karena adanya dosa dalam hidup kita, kita lalu dihajar oleh Tuhan dengan bermacam-macam kesukaran. Tetapi tidak harus demikian. Tuhan bisa memberi kesukaran / penderitaan, bukan karena kita berdosa, tetapi karena Ia mau menguji kita.

3) Macam pencobaan / kesukaran yang dihadapi orang Kristen.

Yakobus 1: 2 mengatakan ‘berbagai-bagai pencobaan’.

Jadi, pencobaan / kesukaran itu bisa banyak sekali dan datang dalam bermacam-macam bentuk seperti problem ekonomi, pekerjaan, kesehatan, keluarga, study, perjodohan, pergaulan, pelayanan dsb.

Problem itu bisa merupakan problem yang terduga, maupun yang tidak terduga. Problem yang tidak terduga ini secara implicit ditunjukkan oleh kata ‘jatuh’ dalam ay 2.

II) Fungsi pencobaan / kesukaran bagi orang Kristen.

1) Untuk menghasilkan ketekunan.

Yakobus 1: 3: “sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan”.

a) Apakah yang dimaksud dengan ‘ketekunan’ di sini?

KJV: ‘patience’ (= kesabaran).

NIV: ‘perseverance’ (= ketekunan).

NASB: ‘endurance’ (= ketahanan / kesabaran).

Dalam bahasa Yunani digunakan kata HUPOMONE yang berarti ‘kemampuan bertahan dalam kesukaran, bukan dengan sikap sekedar bertahan (diam / pasif), tetapi dengan sikap sedemikian rupa sehingga mampu untuk menjadikan situasi / hal yang tidak menyenangkan itu menjadi sesuatu yang memuliakan Tuhan’.

Kalau saudara mengalami penderitaan / kesukaran, ada bebera­pa macam sikap yang bisa saudara ambil:

1. Saudara bisa menjadi marah, jengkel, bersungut-sungut, lari ke dalam dosa, mundur dari Tuhan, atau bahkan murtad. Ini jelas bukan ‘ketekunan’.

2. Saudara bertahan, tetapi bertahan secara pasif / diam (tidak marah, tidak bersungut-sungut dsb). Ini memang masih lebih baik dari sikap pertama di atas, tetapi ini masih belum termasuk ‘ketekunan’ seperti yang dimaksudkan dalam ay 2.

3. Saudara tetap bersuka cita, memuji / bersyukur kepada Tuhan dan tetap hidup bagi kemuliaan Tuhan.

Contoh:

a. Nabi Habakuk.

Habakuk 3:17-18 - “(17) Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, (8) namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku”.

b. Rasul-rasul (Petrus dan Yohanes).

Kisah Para Rasul 5:40-41 - “(40) Mereka memanggil rasul-rasul itu, lalu menyesah mereka dan melarang mereka mengajar dalam nama Yesus. Sesudah itu mereka dilepaskan. (41) Rasul-rasul itu meninggalkan sidang Mahkamah Agama dengan gembira, karena mereka telah dianggap layak menderita penghinaan oleh karena Nama Yesus”.

c. Paulus dan Silas, yang baru saja dicambuki, dan sedang dipasung dalam penjara.

Kisah Para Rasul 16:25 - “Tetapi kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka”.

d. Dalam kehidupan sehari-hari.

The Biblical Illustrator (New Testament): “The way most persons accept misfortune is the greatest misfortune of all; while nothing is a misfortune if patience be allowed to have its perfect work. In the top room of one of the houses of a miserable court, which I know well, there lives an old woman crippled and deformed in every joint by chronic rheumatism. Listen! She speaks of her gratitude. For what? Because with the assistance of a knitting-needle and her thumb, the only joint that will move, she can turn over the leaves of her Bible” (= Cara dari kebanyakan orang menerima kemalangan adalah kemalangan terbesar dari semua kemalangan; sedangkan tidak ada yang merupakan kemalangan jika kesabaran diijinkan untuk mendapatkan pekerjaannya yang sempurna. Di sebuah ruangan paling atas dari salah satu rumah dari suatu jalanan pendek yang menyedihkan, yang saya kenal dengan baik, di sana tinggal seorang perempuan tua yang pincang / lumpuh dan cacat di setiap persendian oleh reumatik yang khronis. Dengar! Ia berbicara tentang rasa terima kasihnya. Untuk apa? Karena dengan bantuan dari jarum untuk merajut dan ibu jarinya, satu-satunya persendian yang bisa bergerak, ia bisa membalik halaman-halaman dari Alkitabnya).

Yang mana yang menjadi sikap saudara pada waktu saudara mengalami penderitaan / kesukaran? Kalau selama ini saudara lebih sering bersikap salah, maukah saudara, dengan pertolongan Tuhan, berusaha untuk memperbaikinya?

b) Ketekunan seperti ini adalah sesuatu yang penting sekali, karena:

1. Ketekunan ini memungkinkan kita untuk bertahan sampai akhir di dalam kita mengikut Yesus. Tanpa ketekunan seperti ini, kita bisa menjadi seperti orang yang termasuk golongan tanah berbatu, yang bertahan hanya sebentar saja lalu murtad (Matius 13:5-6,20-21).

2. Ketekunan seperti ini bisa mempengaruhi dunia.

Kalau kita hanya bisa bertahan secara pasif dalam meng­hadapi kesukaran, itu tidak mengherankan orang. Tetapi kalau kita bisa tetap bersukacita, bersyukur dan memuji Tuhan, bahkan bisa tetap bersemangat melayani Tuhan di tengah-tengah kesukaran dan segala macam penderitaan, maka kita bisa membuat orang dunia menjadi heran sehing­ga mereka ingin mempelajari rahasia sukacita tersebut, bahkan mau mengikut Kristus.

c) Ketekunan seperti ini tidak mungkin bisa didapatkan kalau kita tidak mengalami kesukaran (bdk. Yakobus 1: 3: “ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan”.).


Illustrasi: Seorang pendeta muda meminta seorang pendeta tua untuk mendoakannya supaya ia mempunyai ketekunan. Mereka lalu berdoa bersama-sama, dan pendeta tua itu memimpin dalam doa. Ternyata pendeta tua itu sama sekali tidak menying­gung tentang ‘ketekunan’ dalam doanya. Sebaliknya ia berdoa supaya Tuhan memberikan segala macam kesukaran dan penderitaan kepada pendeta muda itu. Ini membuat pendeta muda itu menjadi marah dan menegur pendeta tua itu. Tetapi pendeta tua itu lalu berkata: ‘satu-satunya jalan untuk mendapatkan ketekunan adalah dengan melalui penderitaan / kesukaran!’

Penerapan: Karena itu, janganlah marah / memberontak kepada Tuhan, kalau Ia menempatkan saudara dalam berbagai macam kesukaran / penderitaan. Ia sedang membentuk saudara supaya menjadi orang yang tekun!

2) Untuk menyucikan orang Kristen (Yakobus 1: 4).

Yakobus 1: 4: “Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun”.

Ay 4 menunjukkan tujuan pemberian kesukaran itu, yaitu ‘supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan sesuatu apa pun’.

Jangan menafsirkan kata-kata ‘tak kekurangan sesuatu apa pun’ ini secara jasmani, sehingga lalu menuju pada Theologia Kemakmuran. Kata-kata ini harus diartikan secara rohani, karena kata-kata ‘sempurna dan utuh’ juga bersifat rohani! Sama seperti emas harus dibakar supaya menjadi murni, dan pohon anggur harus dibersihkan / dipangkasi supaya lebih banyak berbuah (bdk. Yoh 15:2b), maka orang Kristen harus mengalami kesukaran supaya hidupnya bisa disucikan.

Yohanes 15:2 - “Setiap ranting padaKu yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkanNya, supaya ia lebih banyak berbuah”.

Karena ada bermacam-macam dosa yang harus dibersihkan dari diri kita, seperti perzinahan, sombong, kemalasan, iri hati, pelit, pemarah, cinta uang dsb, maka Tuhan juga menggunakan ‘berbagai-bagai pencobaan’ (ay 2) untuk membersihkan dosa yang bermacam-macam itu.

The Biblical Illustrator (New Testament): “From that ‘divers,’ God hath several ways wherewith to exercise His people. Crosses seldom come single. When God beginneth once to try He useth divers ways of trial; and, indeed, there is great reason. Divers diseases must have divers remedies. Pride, envy, covetousness, worldliness, wantonness, ambition, are not all cured by the same physic. And learn, too, from hence, that God hath several methods of trial - confiscation, banishment, poverty, infamy, reproach; some trials search us more than others” (= Dari ‘bermacam-macam’ itu, Allah mempunyai beberapa jalan dengan mana Ia melatih umatNya. Salib-salib jarang datang sendirian. Pada waktu Allah sekali mulai mencobai / menguji Ia menggunakan bermacam-macam cara pencobaan / pengujian; dan memang ada alasan yang besar. Penyakit yang bermacam-macam harus mendapat bermacam-macam obat. Kesombongan, iri hati, ketamakan, keduniawian, ketidak-bermoralan / ketidak-disiplinan, ambisi, tidak semuanya disembuhkan dengan pengobatan yang sama. Maka pelajarilah juga dari sini, bahwa Allah mempunyai beberapa metode pencobaan / pengujian - penyitaan, pembuangan, kemiskinan, kekejian / reputasi yang buruk, celaan; beberapa ujian menguji / mencobai kita lebih dari yang lain).

Karena itu, kalau saudara berdoa supaya hidup saudara disu­cikan, jangan heran kalau sebagai jawaban doa saudara, Allah memberikan banyak kesukaran kepada saudara! Saudara tidak mungkin bisa disucikan tanpa hal-hal itu!

III) Cara menghadapi pencobaan / kesukaran.

1) Menganggap ‘sebagai suatu kebahagiaan’ (Yakobus 1: 2).

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘joy’ (= sukacita).

Bible Knowledge Commentary: “‎Most people count it all joy when they escape trials. James said to count it all joy in the midst of trials” (= Kebanyakan orang menganggapnya sebagai sukacita pada waktu mereka lolos dari pencobaan. Yakobus mengatakan untuk menganggapnya sebagai sukacita di tengah-tengah pencobaan).

a) Ini tidak berarti bahwa kita secara sengaja harus mencari kesukaran.

Kata-kata ‘jatuh ke dalam pencobaan’ dalam Yakobus 1: 2 secara implicit menunjukkan bahwa kita tidak mencari pencobaan itu dengan sengaja. Kita bukan hanya tidak boleh mencari kesukaran / penderitaan tanpa ada perlunya, tetapi kita bahkan harus berusaha untuk menjauhi / menghindari kesukaran / penderitaan, dan bahkan meniadakan / membuangnya, asal itu bisa dilakukan tanpa dosa.

The Biblical Illustrator (New Testament): “Patience doth not oblige us to continue under afflictions when we may lawfully and warrantably release ourselves from them. It doth not require us to solicit troubles. ... If God bring sore, and perhaps mortal, diseases upon thee, it is not patience, but presumption, to refuse the means which are proper for thy recovery, under pretence that thou art willing to bear whatsoever it pleaseth God to lay upon thee” (= Kesabaran tidak mewajibkan kita untuk terus ada di bawah penderitaan pada waktu kita bisa secara sah dan bisa dibenarkan membebaskan diri kita dari penderitaan itu. Itu tidak mengharuskan kita untuk mencari / memohon kesukaran. ... Jika Allah membawa penyakit-penyakit yang berat dan bahkan mematikan kepadamu, bukanlah kesabaran, tetapi kelancangan / kesombongan, untuk menolak cara-cara yang benar / tepat untuk pemulihanmu, di bawah kepura-puraan bahwa engkau mau memikul apapun yang Allah berkenan berikan kepadamu).

Catatan: Bagian yang saya beri garis bawah ganda kelihatannya tidak membenarkan doa pendeta tua di atas yang memohonkan segala macam kesukaran untuk pendeta muda yang sedang ia doakan, supaya ia bisa mempunyai ketekunan!

Karena itu, kata-kata dalam doa Bapa Kami yang berbunyi: ‘janganlah membawa kami ke dalam pencobaan’ (Matius 6:13a) tidak ber­tentangan dengan ay 2 ini. Apalagi, kata ‘pencobaan’ dalam Mat 6:13a itu jelas menunjukkan pencobaan yang datang dari setan (pencobaan dalam arti pertama, bukan dalam arti kedua seperti dalam ay 2 ini).

b) Ini juga tidak berarti bahwa kita harus bersukacita karena kesukaran itu sendiri, dan juga tidak berarti bahwa kita harus menganggap kesukaran itu sendiri sebagai suatu berkat!

Jaman sekarang banyak orang extrim yang bersyukur dan memuji Tuhan karena mereka mendapat kanker, atau karena ada keluarga mereka yang mati dsb. Ini adalah sikap yang salah! Bukan kesukaran / pencobaan itu sendiri yang harus kita anggap sebagai suatu kebahagiaan / berkat, tetapi hal-hal baik yang akan dihasilkan oleh pencobaan / kesukaran itu, seperti ketekunan dan kesucian, dsb.

Bandingkan dengan kata-kata rasul Paulus dalam 2Kor 12:9b-10 yang berbunyi: “(9b) Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. (10) Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat”.

Ini jelas menunjukkan bahwa Paulus bukan menyenangi pen­deritaan itu sendiri, tetapi hasil / akibat dari penderi­taan itu.

Tetapi awas, bandingkan dengan tafsiran di bawah ini.

The Biblical Illustrator (New Testament): “‎This is perfectly consistent with the form of expression (‎o^tan peripe/shte‎) which might even be translated to mean ‘when’ or ‘after,’ ‘ye have fallen into divers trials.’ This precise determination of the time at which the joy is to be exercised, as not the time of actual endurance, much less that of previous expectation, but rather that of subsequent reflection - I mean subsequent, if not to the whole trial, yet at least to its inception - this may throw some light on two points. The first is the paradoxical aspect of the exhortation to rejoice in that which necessarily involves pain and suffering. The paradox, to say the least, may seem less startling if we understand the text as calling upon men to rejoice, not that they are suffering, or while they suffer, although even this does not transcend the limits of experience, as we know from the triumphant joy of martyrs at the stake, and of many a lowlier believer on his death-bed, but that they have suffered, that it has pleased God, without their own concurrence, to afford them the occasion of attesting their fidelity, and submission to His will” (= ).

Saya tidak menterjemahkan komentar ini, tetapi hanya memberikan intinya saja. Penafsir ini menganggap bahwa kata-kata ‘apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan’ bisa diterjemahkan ‘setelah kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan’. Jadi, kita bersukacita bukan pada saat sedang mengalami pencobaan, tetapi setelah mengalaminya.

Tafsiran ini salah dan tak masuk akal. Kalau sesudahnya, maka semua orang Kristen bisa bersukacita! Dan kalau kita bandingkan dengan kata-kata Paulus di atas (dalam 2Kor 12), jelas bahwa is sedang mengalami pencobaan / penderitaan tersebut.

c) Selanjutnya, di sini dikatakan bahwa kita harus mengang­gapnya sebagai kebahagiaan / sukacita.

Ini menunjukkan beberapa hal:

1. Kita tidak boleh hidup menuruti perasaan kita.

Dalam mengalami penderitaan / kesukaran, kita cenderung untuk sedih, putus asa, kecewa, bahkan marah (kepada sesama manusia maupun kepada Allah). Tetapi kita tidak boleh hidup menuruti perasaan-perasaan seperti ini!

2. ‘Menganggap’ berarti menilai.

The Bible Exposition Commentary: New Testament: “The key word is ‘count.’ It is a financial term, and it means ‘to evaluate.’” (= Kata kunci adalah ‘menganggap’. Itu adalah suatu istilah keuangan, dan itu berarti ‘menilai’).

‘Menganggap’ berarti menilai berdasarkan Firman Tuhan, bukan berdasarkan perasaan / penglihatan kita! Dan Firman Tuhan dalam Roma 8:28 mengatakan bahwa “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi orang-orang yang mengasihi Dia”.

The Biblical Illustrator (New Testament): “as we know, both from Scripture and experience, that no ‘chastening for the present seemeth to be joyous, but grievous, and that afterward (HUSTERON) it yieldeth the peaceable fruit of righteousness to them which are exercised thereby’ (Heb 12:11)” [= seperti kita ketahui, baik dari Kitab Suci dan pengalaman, bahwa tidak ada ‘hajaran pada saat ini kelihatan sebagai sukacita, tetapi menyedihkan, dan bahwa belakangan (HUSTERON) itu menghasilkan buah kebenaran yang suka damai bagi mereka yang telah dilatih olehnya’ (Ibr 12:11)].

Ibrani 12:11 - “Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya”.

KJV: ‘the peaceable fruit of righteousness’ (= buah kebenaran yang suka damai).

Pencobaan dalam Yakobus 1:2-4 memang bukan hajaran. Tetapi kalau kita memang adalah orang Kristen yang sejati, apakah itu penderitaan, pencobaan, atau hajaran, atau apapun yang tidak menyenangkan itu, tetap dilakukan oleh Allah untuk kebaikan kita.

The Biblical Illustrator (New Testament): “Trials of any kind, such as earthly losses, bodily afflictions, domestic sorrows, spiritual assaults, are painful in their nature. ... But when we are providentially brought into such circumstances, then we should feel not only calmly submissive, but even gratefully glad. We are in a Father’s hand, His purposes are all wise and gracious, and, in the very midst of our heaviness, we should greatly rejoice” (= Pencobaan-pencobaan dari jenis apapun, seperti kehilangan hal-hal duniawi, penderitaan fisik, kesedihan / penderitaan rumah tangga, serangan-serangan rohani, adalah menyakitkan dalam sifat dasar mereka. ... Tetapi pada waktu kita secara providensia dibawa ke dalam keadaan-keadaan seperti itu, maka kita harus merasa bukan hanya tunduk dengan tenang, tetapi bahkan senang dengan penuh syukur. Kita ada di tangan seorang Bapa, semua rencana / tujuanNya adalah bijaksana dan bersifat kasih karunia / murah hati, dan di tengah-tengah beratnya beban kita, kita harus sangat bersukacita).

3. Kita harus hidup berdasarkan anggapan tadi, misalnya dengan menyanyi memuji Tuhan, bersyukur dsb.

d) ‘Menganggap sebagai suatu kebahagiaan’ juga berarti bahwa kita harus menghadapi pencobaan / kesukaran dengan hati yang gembira. Ini justru menyebabkan kita bisa menghadapi kesukaran tersebut! (bdk. Amsal 17:22 18:14).

Amsal 17:22 - “Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang”.

Amsal 18:14 - “Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?”.

Apakah ini berarti bahwa Kristus mengha­dapi pencobaan dengan cara yang salah pada saat Ia berada di Getsemani? Bukankah Ia sedih dan bukannya gembira? Tidak, karena Ia sedih bukan karena pencobaan, tetapi karena Ia tahu bahwa sebentar lagi Ia akan mengalami keterpisahan dengan BapaNya.

2) Meminta hikmat dari Tuhan.

Yakobus 1: 5-7: “(5) Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, - yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit -, maka hal itu akan diberikan kepadanya. (6) Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. (7) Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan”.

a) Hikmat apa yang dimaksudkan di sini?

Albert Barnes mengatakan ada dua kemungkinan tentang maksud dari ‘hikmat’ di sini. Dalam arti umum, atau dalam arti khusus, sesuai dengan kontextnya. Ia sendiri lebih condong pada hikmat dalam arti umum. Tetapi saya lebih condong pada pandangan Calvin di bawah.

Calvin: “For wisdom here, I confine to the subject of the passage” (= Untuk hikmat di sini, saya membatasi pada pokok dari text).

Jadi, yang dimaksud dengan hikmat di sini adalah hikmat pada waktu menghadapi pencobaan / kesukaran. Dalam mengalami / menghadapi kesukaran, kita seringkali menjadi bingung karena kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan. Pada saat seperti itu, kita harus meminta hikmat dari Tuhan supaya kita bisa menghadapi kesukaran itu dengan cara yang benar.

Renungkan: pernahkah saudara berdoa meminta hikmat pada waktu saudara tidak tahu harus berbuat apa karena banyaknya dan hebatnya penderitaan / kesukaran saudara?

b) Allah adalah sumber hikmat, dan Ia berjanji akan memberi­kan hikmat asalkan kita mau memintanya kepadaNya (Yakobus 1: 5b).

Jangan menerapkan ayat ini secara salah, seperti yang dilakukan oleh banyak orang kristen. Ayat / janji ini tidak berlaku untuk seadanya doa / permintaan kita, tetapi hanya pada saat kita meminta hikmat untuk bisa menghadapi penderitaan / kesukaran dengan cara yang benar!

Tidak dalam segala hal Allah berjanji untuk memberikan apa yang kita minta. Dalam hal dimana Ia tidak berjanji untuk memberikan, kita tetap boleh meminta, tetapi tentu saja kita belum tentu menerima apa yang kita minta. Contoh: doa untuk kesembuhan dari penyakit, untuk pacar, mobil dsb.

Tetapi dalam persoalan hikmat untuk menghadapi kesukaran, Ia memberikan janji bahwa Ia akan mengabulkan permintaan kita! Dan karena itu kita harus memintanya dengan beriman pada janjiNya, tidak dengan bimbang (Yakobus 1: 6-7)!

Bandingkan pendapat Matthew Henry:

Doa adalah kewajiban yang juga dianjurkan kepada orang-orang Kristen yang menderita. Di sini Rasul Yakobus menunjukkan,

(1) Apa yang terutama harus kita doakan, yaitu hikmat: Apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah. Janganlah kita berdoa untuk menghilangkan penderitaan, melainkan untuk memperoleh hikmat supaya memanfaatkan penderitaan itu dengan benar. Siapakah yang tidak menginginkan hikmat di dalam ujian atau cobaan besar apa saja untuk membimbingnya dalam menilai segala perkara, mengatur jiwa dan perilakunya sendiri, dan menangani urusan-urusannya? Berhikmat pada masa-masa pencobaan adalah karunia istimewa dari Allah, dan dari Dialah kita harus mencarinya.

BACA JUGA: CARA MENDAPATKAN HIKMAT ALLAH

(2) Dengan cara apa hikmat ini harus diperoleh, yaitu dengan memohonkan atau memintakannya. Biarlah orang bodoh menjadi pengemis di hadapan takhta anugerah, maka ia sedang berjalan mulus menjadi bijak. Tidak dikatakan, “Hendaklah orang yang ingin mendapat hikmat memintanya kepada manusia.” Tidak, bukan manusia mana pun, melainkan, “Hendaklah ia memintanya kepada Allah,” yang menjadikan dia, dan memberinya pengertian dan kekuatan akal budi pada mulanya. Hendaklah ia memintanya kepada Allah, yang di dalam Dia terdapat segala harta hikmat dan pengetahuan. Marilah kita mengakui kebutuhan kita akan hikmat kepada Allah dan setiap hari memintanya kepada Dia.

(3) Pada kita ada dorongan terbesar untuk memintanya: Ia memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit. Ya, dengan jelas dijanjikan bahwa hal itu akan diberikan (Yakobus 1:. 5). Di sini ada jawaban setiap kali kita mempunyai pikiran yang mengecilkan hati, merasa lemah dan bodoh, ketika sedang menghadap Allah untuk meminta hikmat. Allah yang kepada-Nya kita disuruh datang, kita yakini, memiliki hikmat sehingga Ia dapat memberikannya. Dan Ia suka memberi, mau memberikan hikmat ini kepada siapa saja yang memintanya. Juga tidak perlu takut bahwa perkenanan-Nya hanya terbatas untuk sebagian orang saja dalam hal ini, sehingga yang lain, atau jiwa-jiwa mana saja yang memohon dengan rendah hati, dikucilkan. Sebab Ia memberikan kepada semua orang. Jika engkau berkata bahwa engkau menginginkan banyak hikmat, dan sedikit hikmat saja tidaklah cukup, maka Rasul Yakobus menegaskan, Ia memberi dengan murah hati. Dan kalau-kalau engkau takut datang menghadap Dia pada waktu yang tidak tepat, atau dipermalukan karena kebodohanmu, di sini ditambahkan, Ia tidak membangkit-bangkit (atau marah). Mintalah kapan saja engkau mau, dan sesering yang engkau mau, dan engkau tidak akan dimarahi karena itu. Dan, jika ada orang yang berkata, “Mungkin ini berlaku untuk sebagian orang saja, dan aku takut aku tidak akan berhasil dalam usahaku untuk mencari hikmat seperti orang lain,” maka hendaklah orang yang berpikiran demikian mempertimbangkan betapa jelas dan tegasnya janji itu: Hal itu akan diberikan kepadanya. Maka sudah sewajarnya orang-orang bodoh binasa dalam kebodohan mereka, jika hikmat dapat diperoleh dengan meminta, namun mereka tidak mau berdoa kepada Allah untuk mendapatkannya. Akan tetapi,

(4) Ada satu hal yang perlu diperhatikan ketika kita meminta, yaitu bahwa kita melakukannya dengan hati yang percaya dan tidak goyah: Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang (Yakobus 1:. 6). Janji di atas sangat pasti, asalkan dengan syarat tersebut. Hikmat akan diberikan kepada orang-orang yang memintanya dari Allah, asalkan mereka percaya bahwa Allah mampu membuat orang sederhana menjadi bijak, dan bahwa Ia setia menepati janji-Nya kepada orang-orang yang datang kepada-Nya. Ini adalah syarat yang senantiasa dituntut oleh Kristus, dalam memperlakukan orang-orang yang datang kepada-Nya untuk disembuhkan: “Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?” Jangan ada kebimbangan, jangan meragukan janji Allah dengan ketidakpercayaan, atau perasaan bahwa kita tidak akan berhasil karena kekurangan dan kelemahan kita. Oleh karena itu, di sini kita melihat,

Penerapan: Pernahkah saudara berdoa meminta hikmat untuk menghadapi kesukaran? Jangan terus berdoa dan hanya berdoa supaya dibebas­kan dari kesukaran, tetapi sementara Allah belum membebaskan saudara dari penderitaan / kesukaran, mintalah hikmat untuk bisa menghadapi kesukaran dengan cara yang sesuai dengan kehendak Tuhan!

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
https://teologiareformed.blogspot.com/
-AMIN-

Next Post Previous Post