PENYALAH-GUNAAN MINYAK URAPAN

Pdt.Budi Asali, M.Div.
PENYALAH-GUNAAN MINYAK URAPAN. Intro: ‘perkenalan’ saya dengan GBI Tiberias dan Yesaya Pariadji.
PENYALAH-GUNAAN MINYAK URAPAN
otomotif, gadget
Salah satu kesalahan dalam ajaran maupun praktek dari Yesaya Pariadji adalah berkenaan dengan minyak urapan.

1) Ia menggunakan minyak urapan untuk melakukan kesembuhan.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Jadi kalau orang ingin dibebaskan dari bisu, alergi, karena alergi juga tidak bisa disembuhkan oleh manusia maka diolesi dengan minyak urapan setiap hari” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 13.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Theresia, ia menderita alergi terhadap gigitan nyamuk. Hal ini sangat mengganggunya karena bekas-bekas gigitan itu menimbulkan luka dan meninggalkan bekas pada kulitnya yang sulit hilang. Dengan kuasa Yesus melalui Minyak Urapan yang selalu dioleskannya, ia sembuh dan tidak alergi lagi terhadap nyamuk” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 21.

2) Ia juga mengatakan bahwa penggunaan minyak urapan itu bisa menyebabkan seseorang menjadi ‘sakti’.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “ada beberapa orang bersaksi anaknya ditabrak mobil truk tidak mati, ada yang diseret mobil tidak mati karena telah diurapi dengan minyak urapan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 15.

3) Ia juga menggabungkan minyak urapan dan Perjamuan Kudus untuk memberikan kesembuhan.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Bapak Yohanes dan Ibu Yuli bersaksi bahwa pada bulan April 2000 ibu tersebut menderita penyakit kista sewaktu hamil 5 bulan. Dokter mengatakan bahwa ibu ini harus membuang janin yang dikandungnya. Ibu Yuli percaya bahwa Yesus bisa menyembuhkannya dan ia pergi ke Tiberias. Masih di bulan April 2000 ibu ini didoakan oleh Pdt. Drs. Y. Pariadji dan beliau bernubuat bahwa ibu Yuli pasti sembuh dan anaknya akan lahir dengan selamat. Kemudian Bapak Pariadji memberikan Perjamuan Kudus dan Minyak Urapan. Pada bulan Desember 2000 di Dome of Tiberias ibu ini bersaksi bahwa ia sembuh dan dikaruniai seorang putra yang diberi nama Daniel yang sekarang berumur 4 bulan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 20.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Bapak Titus Sugandi yang tidak dapat berjalan mengikuti acara Natal GBI Tiberias di Hotel Grand Aquila Bandung pada tanggal 14 Desember 2000. Dengan mengikuti satu kali Perjamuan Kudus dan diolesi Minyak Urapan pada kakinya bapak tersebut dapat berjalan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 20.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Bapak Jimmy yang tidak dapat melihat mengikuti acara Natal GBI Tiberias di Hotel Grand Aquila Bandung pada tanggal 14 Desember 2000. Dengan mengikuti satu kali Perjamuan Kudus dan diolesi Minyak Urapan pada matanya yang tidak dapat melihat (buta) bapak tersebut langsung dapat melihat” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 20.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Lisa, menderita tumor di bagian lehernya sewaktu ia masih berumur 16 hari. Karena iman dari ibunya yang begitu kuat dimana ibu ini mengikuti Perjamuan Kudus dan Minyak Urapan beberapa kali di GBI Tiberias maka sekarang pada usianya yang ke 6 bulan Lisa sembuh dari penyakitnya” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 21.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Carend Roan Delano (19 th), bersaksi di GBI Tiberias Jakarta Theater bahwa ia menderita Hepatitis C selama beberapa tahun. Dengan mengikuti Perjamuan Kudus dan Minyak Urapan serta didoakan langsung oleh Pdt. Drs. Y. Pariadji, ia sembuh total. Carend mengecek langsung ke dokter dan dinyatakan sembuh” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 21.

4) Dasar yang ia pakai untuk menggunakan minyak urapan.

a) Dari kitab Talmut Yahudi.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Saya banyak membaca buku tentang orang Yahudi seperti kitab Talmut. Disitu banyak kisah-kisah tak ditulis dalam Alkitab yang di dalamnya ditulis pengalaman Yesaya waktu diangkat ke sorga. Saya percaya bahwa Yesaya waktu diangkat ke Sorga pasti mempunyai banyak pengalaman karena waktu saya dulu diangkat ke Sorga, saya juga mempunyai banyak pengalaman. Saya dikhotbahi oleh Tuhan Yesus, saya diajari Perjamuan Kudus, saya diajari cara membaptis yang benar dan banyak lagi hal yang diajarkan Tuhan Yesus kepada saya. Maka diwaktu saya membaca kitab Talmut, Yesaya itu menulis lebih dari 90 pasal. Misalnya, di waktu Yesaya ketemu Henokh di Sorga kemudian bagaimana Henokh bercerita pada Yesaya bahwa dia waktu masuk pintu Sorga maka Allah yang Mahakuasa memanggil Michael kataNya: ‘Michael, Michael, urapi hambaKu Henokh baru boleh dia menghadap kepadaKu’. Jadi urapi dengan apa? Dengan minyak urapan. Jadi orang-orang Yahudi pada waktu itu percaya pada minyak urapan. ... Jadi bila dulu Henokh diurapi maka saya percaya kalau minyak urapan itu penuh kuasa. ... Maka saya mengutip dari kitab bangsa Yahudi yaitu Henokh diurapi Tuhan dengan minyak urapan itu baru dia bisa menghadap ke tahta Allah” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 14.

Tanggapan saya:

1. Kitab Talmut Yahudi tidak kita akui sebagai Kitab Suci / Firman Allah. Karena itu jelas tidak boleh dipakai sebagai dasar ajaran.

2. Perhatikan kutipan di atas. Henokh masuk surga bukan karena penebusan / darah Kristus, tetapi karena minyak urapan! Ini jelas sesat!

3. Dalam penceritaan dari kitab Talmut dalam kutipan di atas, Henokh bukan disembuhkan dengan minyak urapan, tetapi masuk surga / menghadap takhta Allah karena minyak urapan. Lalu mengapa Pdt. Yesaya Pariadji membelokkannya dan menerapkannya pada kesembuhan?

b) Dari Kitab Suci.

1. Wahyu 3:18.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Di dalam Alkitab yaitu dalam Wahyu 3:18 yang berkata: ‘Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari pada-Ku emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat’. Kata-kata ini diberikan kepada orang-orang yang diprogramkan masuk keruang Maha Suci. Dan ternyata Gereja yang membawa orang ke ruang Maha Suci diberikan ciri yaitu ada kuasa minyak urapan, ada kuasa baptisan dan perjamuan kudus” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 14.

Tanggapan saya:

a. Ini penafsiran yang tolol! Karena dalam Wahyu 3:18 itu, baik ‘emas’, ‘pakaian putih’ maupun ‘minyak’ jelas bukan sesuatu yang bersifat hurufiah / jasmani! Pada waktu seseorang datang kepada Kristus, ia pasti menerima hal-hal itu, sehingga ia menjadi kaya (secara rohani), tidak telanjang (secara rohani), dan bisa melihat (secara rohani). Kalau minyak pelumas mata itu mau dihurufiahkan / diartikan secara jasmani, dan diartikan sebagai minyak urapan, maka emas dan pakaian putih juga harus dihurufiahkan!

b. Yang dibicarakan dalam Wahyu 3:18 adalah ‘minyak pelumas mata’, mengapa tahu-tahu berubah menjadi ‘minyak urapan’? Kalau mau tetap memaksakan untuk menggunakan Wah 3:18 ini, seharusnya Pdt. Yesaya Pariadji bukannya menggunakan ‘minyak urapan’, tetapi menggunakan obat tetes mata ‘Rohto’ / ‘Braito’.

c. Wahyu 3:18 hanya berbicara soal ‘minyak pelumas mata’, lalu dari mana tahu-tahu Pdt. Yesaya Pariadji berbicara soal ‘baptisan dan perjamuan kudus’ (lihat bagian akhir dari kutipan di atas)?

2. Hak 9:8-9 - “(8) Sekali peristiwa pohon-pohon pergi mengurapi yang akan menjadi raja atas mereka. Kata mereka kepada pohon zaitun: Jadilah raja atas kami! (9) Tetapi jawab pohon zaitun itu kepada mereka: Masakan aku meninggalkan minyakku yang dipakai untuk menghormati Allah dan manusia, dan pergi melayang di atas pohon-pohon?” (Catatan: bahwa Yesaya Pariadji menggunakan ayat ini sebagai dasar, saya dapatkan dari kaset).

Tanggapan saya:

a. Bacalah seluruh kontext, yaitu dari ay 1 sampai sekitar ay 16. Kalau kita membaca seluruh kontextnya, kita bisa melihat bahwa Hak 9:8-9 itu hanya sebagian dari suatu cerita. Bagaimana ayat itu bisa dipakai sebagai dasar penggunaan minyak urapan sebagai cara untuk menyembuhkan? Itu merupakan penggunaan ayat yang out of context!

b. Ayat ini sama sekali tidak mengatakan bahwa minyak zaitun ini digunakan untuk menyembuhkan manusia. Kalau kata ‘menghormati’ itu diartikan ‘menyembuhkan’, itu berarti minyak zaitun itu bisa menyembuhkan Allah dan manusia.

c. Dalam penafsiran, kita tidak boleh menabrakkan satu ayat dengan ayat lainnya. Jadi bagaimanapun kita mau menafsirkan Hak 9:8-9 itu, kita tidak boleh menabrak Keluaran 30:22-33, yang saya berikan di bawah ini.

5) Ajaran Kitab Suci yang benar tentang minyak urapan.

Keluaran 30:22-33 - “(22) Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: (23) ‘Ambillah rempah-rempah pilihan, mur tetesan lima ratus syikal, dan kayu manis yang harum setengah dari itu, yakni dua ratus lima puluh syikal, dan tebu yang baik dua ratus lima puluh syikal, (24) dan kayu teja lima ratus syikal, ditimbang menurut syikal kudus, dan minyak zaitun satu hin. (25) Haruslah kaubuat semuanya itu menjadi minyak urapan yang kudus, suatu campuran rempah-rempah yang dicampur dengan cermat seperti buatan seorang tukang campur rempah-rempah; itulah yang harus menjadi minyak urapan yang kudus. (26) Haruslah engkau mengurapi dengan itu Kemah Pertemuan dan tabut hukum, (27) meja dengan segala perkakasnya, kandil dengan perkakasnya, dan mezbah pembakaran ukupan; (28) mezbah korban bakaran dengan segala perkakasnya, bejana pembasuhan dengan alasnya. (29) Haruslah kaukuduskan semuanya, sehingga menjadi maha kudus; setiap orang yang kena kepadanya akan menjadi kudus. (30) Engkau harus juga mengurapi dan menguduskan Harun dan anak-anaknya supaya mereka memegang jabatan imam bagiKu. (31) Dan kepada orang Israel haruslah kaukatakan demikian: Inilah yang harus menjadi minyak urapan yang kudus bagiKu di antara kamu turun-temurun. (32) Kepada badan orang biasa janganlah minyak itu dicurahkan, dan janganlah kaubuat minyak yang semacam itu dengan memakai campuran itu juga: itulah minyak yang kudus, dan haruslah itu kudus bagimu. (33) Orang yang mencampur rempah-rempah menjadi minyak yang semacam itu atau yang membubuhnya pada badan orang awam, haruslah dilenyapkan dari antara bangsanya.’”.

Catatan: kata ‘nya’ dalam ay 29 (yang saya cetak dengan huruf besar) seharusnya adalah ‘them’ = (mereka). Jadi ini bukan menunjuk pada minyak urapan tersebut, tetapi pada Kemah Suci dan perkakas-perkakasnya, yang telah dikuduskan oleh minyak urapan itu.

Jadi, dalam Keluaran 30:22-33 ini dikatakan bahwa membuat minyak urapan tidak boleh sembarangan. Campurannya ditentukan oleh Tuhan (ay 23-25), dan hanya boleh diberikan pada Kemah Suci, tabut, perkakas Kemah Suci (ay 26-28), dan kepada Harun dan anak-anaknya (ay 30), dan tujuannya adalah untuk menguduskan, bukan untuk menyembuhkan. Pelanggaran terhadap hal ini diancam dengan hukuman mati (ay 33).

Tetapi kabarnya Pdt. Yesaya Pariadji menggunakan minyak zaitun sebagai minyak urapan, dan ia memberikannya kepada sembarang orang yang sakit. Dan ia mengclaim bahwa hal ini diperintahkan oleh Tuhan.

Pdt. Drs. Yesaya Pariadji: “Jadi mengapa saya sering membagikan minyak urapan karena demikianlah perintah Tuhan” - ‘Majalah Tiberias’, Edisi V / 2001, hal 13.

Bagaimana mungkin Tuhan mengajar dia sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Tuhan sendiri dalam Kitab Suci?

Satu hal yang saya dengar melalui kaset, adalah bahwa ada orang yang meminum minyak urapan tersebut, dan kelihatannya hal itu dibenarkan oleh Yesaya Pariadji. Ini lagi-lagi merupakan suatu kegilaan!

Hal lain yang perlu ditekankan adalah: karena dalam jaman Perjanjian Baru sudah tidak ada Kemah Suci atau Bait Allah, dan imam-imamnya, maka jelas bahwa penggunaan minyak urapan dalam Perjanjian Baru juga sudah tidak ada lagi!

6) Dalam Kitab Suci, pengurapan dengan minyak urapan tak menjamin orang yang diurapi akan jadi baik, hebat dan sebagainya.

a) Allah memerintahkan kepada Musa untuk mengurapi Harun dan anak-anak Harun dengan minyak urapan.

Keluaran 29:7,21 - “(7) Sesudah itu kauambillah minyak urapan dan kautuang ke atas kepalanya, dan kauurapilah dia. ... (21) Haruslah kauambil sedikit dari darah yang ada di atas mezbah dan dari minyak urapan itu dan kaupercikkanlah kepada Harun dan kepada pakaiannya, dan juga kepada anak-anaknya dan pada pakaian anak-anaknya; maka ia akan kudus, ia dan pakaiannya, dan juga anak-anaknya dan pakaian anak-anaknya”.

b) Pelaksanaan pengurapan Harun dan anak-anaknya dengan minyak urapan oleh Musa, sesuai dengan perintah Tuhan.

Imamat 8:10-13 - “(10) Musa mengambil minyak urapan, lalu diurapinyalah Kemah Suci serta segala yang ada di dalamnya dan dikuduskannya semuanya itu. (11) Dipercikkannyalah sedikit dari minyak itu ke mezbah tujuh kali dan diurapinya mezbah itu serta segala perkakasnya, dan juga bejana pembasuhan serta alasnya untuk menguduskannya. (12) Kemudian dituangkannya sedikit dari minyak urapan itu ke atas kepala Harun dan diurapinyalah dia untuk menguduskannya. (13) Musa menyuruh anak-anak Harun mendekat, lalu dikenakannyalah kemeja kepada mereka, diikatkannya ikat pinggang dan dililitkannya destar, seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa. ... (30) Dan lagi Musa mengambil sedikit dari minyak urapan dan dari darah yang di atas mezbah itu, lalu dipercikkannya kepada Harun, ke pakaiannya, dan juga kepada anak-anaknya dan ke pakaian anak-anaknya. Dengan demikian ditahbiskannyalah Harun, pakaiannya, dan juga anak-anaknya dan pakaian anak-anaknya”.

c) Tetapi sekarang kita akan melihat apa yang dilakukan oleh Nadab dan Abihu, anak-anak Harun, yang telah diurapi dengan minyak urapan itu.

Imamat 10:1-2 - “(1) Kemudian anak-anak Harun, Nadab dan Abihu, masing-masing mengambil perbaraannya, membubuh api ke dalamnya serta menaruh ukupan di atas api itu. Dengan demikian mereka mempersembahkan ke hadapan TUHAN api yang asing yang tidak diperintahkanNya kepada mereka. (2) Maka keluarlah api dari hadapan TUHAN, lalu menghanguskan keduanya, sehingga mati di hadapan TUHAN”. Bdk. Bilangan 3:2-4 Bil 26:60-61.

Jadi, Nadab dan Abihu, yang adalah anak-anak Harun, telah diurapi dengan minyak urapan, dan menjadi imam-imam, tetapi mereka menjadi orang brengsek, yang lalu dihukum mati oleh Tuhan! 

Memang jelas bahwa bukan karena mereka diurapi dengan minyak urapan itu mereka lalu menjadi brengsek dan lalu dihukum mati oleh Tuhan! Tetapi jelas juga bahwa pengurapan dengan minyak urapan pada diri mereka tak menjamin sedikitpun bahwa mereka akan menjadi hebat, baik secara jasmani maupun rohani. Ini terbukti dari kebrengsekan yang mereka lakukan, setelah mereka diurapi dengan minyak urapan, sehingga mereka akhirnya dihukum mati oleh Tuhan. Mereka jadi juara? Ya, juara di neraka!

Pertanyaan saya: kalau anak-anak Harun yang telah diurapi dengan minyak urapan itu bisa menjadi brengsek, bagaimana mungkin Yesaya Pariadji menjamin / menjanjikan bahwa orang-orang / anak-anak yang ia urapi dengan minyak urapan akan jadi hebat, juara, kepala bukan ekor, dsb?

7) Pengolesan minyak untuk orang sakit dalam Yakobus 5:14.

Yakobus 5:14-15 - “(14) Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan. (15) Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni”.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘anointing him with oil’ (= mengurapinya dengan minyak).

Ayat ini mengatakan bahwa jemaat yang sakit harus memanggil penatua. Perlu diketahui bahwa yang dimaksud sakit di sini, bukanlah seadanya penyakit yang remeh-remeh, tetapi penyakit yang cukup berat.

Bahwa yang dimaksud dengan sakit di sini adalah penyakit yang cukup berat, terlihat dari:

a) Orang sakit itu disuruh ‘memanggil’ penatua, bukan ‘datang kepada’ penatua (Yak 5:14). Kalau orang itu sakit yang ringan-ringan, pasti orang itu yang disuruh datang ke penatua.

b) Kata-kata ‘mendoakan dia’ (Yakobus 5:14), diterjemahkan oleh KJV/RSV/NIV/NASB sebagai ‘pray over him’ (= berdoa di atas­nya), bukan ‘pray for him’ (= berdoa untuk dia).

Dari istilah ini, kelihatannya orang sakit itu berbaring dan penatua berdiri / duduk didekatnya sehingga posisi penatua itu lebih tinggi dari posisi si sakit. Ini lagi-lagi menun­jukkan bahwa si sakit itu penyakitnya cukup berat sehingga harus berbaring.

c) Kata-kata ‘Tuhan akan membangunkan dia’ (Yakobus 5:15), menunjukkan bahwa tadinya sakitnya cukup berat, sehingga ia harus berbaring.

d) Kata ‘sakit’ dalam Yakobus 5:14, dalam bahasa Yunaninya adalah ASTHENEI, dan kata itu juga digunakan dalam Yohanes 5:5 untuk menggambarkan orang yang lumpuh selama 38 tahun.

Kalau untuk seadanya penyakit yang remeh-remeh, seperti pilek, sakit perut, pusing dsb, jemaat memanggil penatua, maka itu akan betul-betul ‘membunuh’ penatua! Jemaat harus belajar untuk tidak merepotkan penatua / pendeta secara tidak perlu. Dengan demikian mereka bisa melakukan tugas yang memang perlu!

Selanjutnya perlu diperhatikan bahwa ia bukannya disuruh memanggil orang yang mempunyai karunia kesembuhan, atau pergi ke kebaktian kesembuhan, dsb, tetapi disuruh memanggil penatua. Bandingkan perintah ini dengan kecenderungan jaman ini dimana orang sakit selalu mencari orang yang mempunyai karunia kesembuhan, atau mencari kebaktian kesembuhan.

Setelah penatua datang, apa yang harus dilakukan oleh pena­tua?

1. Mendoakan di sakit (Yakobus 5:14).

Si sakit memang bisa saja berdoa sendiri, tetapi Tuhan lebih mau mendengarkan doa orang yang benar / saleh. Ini terlihat dari Yak 5:16b - “Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya”.

Catatan: kata-kata ‘bila dengan yakin didoakan’ sebetulnya salah terjemahan. Bandingkan dengan terjemahan NIV di bawah ini.

NIV: ‘The prayer of a righteous man is powerful and effective’ (= Doa orang yang benar, berkuasa dan efektif).

Bandingkan ini dengan Yohanes 9:31 - “Kita tahu, bahwa Allah tidak mendengarkan orang-orang berdosa, melainkan orang-orang yang saleh dan yang melakukan kehendakNya”.

Penatua seharusnya adalah orang yang benar / saleh (bdk. 1Timotius 3:1-dst Tit 1:5-dst), maka penatua ditugaskan untuk mendoakan si sakit.

2. Mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan (Yak 5:14).

Ini adalah kebiasaan Yahudi pada saat itu dan dilakukan oleh murid Yesus pada saat itu dalam Mark 6:13.

Ada beberapa pandangan tentang arti dari ‘pengolesan minyak’ di sini:

a. Roma Katolik:

Ini dijadikan dasar dari sakramen perminyakan, yang diberikan oleh pastor kepada orang yang mau mati dan tujuannya adalah untuk mempersiapkan orang menghadapi kematian.

Pandangan ini jelas tidak cocok dengan text ini karena Yakobus memerintahkan hal itu dengan tujuan supaya orang itu sembuh, bukan untuk mempersiapkan orang itu mengha­dapi kematian.

b. Calvin.

Ini adalah sakramen sementara. Minyak menunjuk pada karunia kesembuhan dan karena karunia kesembuhan diang­gap sudah lenyap, maka Calvin berpendapat bahwa sakramen sementara itu juga harus dibuang.

Kelemahan pandangan ini:

· Tidak ada dasar untuk menganggap ini sebagai sakramen, karena tidak diperintahkan langsung oleh Kristus.

· Kata bahasa Yunani yang digunakan adalah ALEIPHO, yang berarti ‘mengoles dengan minyak / meminyaki’. A. T. Robertson (hal 65) mengatakan bahwa kata ini diguna­kan kalau hal pemberian minyak itu dilakukan bukan dalam upacara agama. Kalau dalam upacara agama, diguna­kan kata Yunani CHRIO (= to anoint / mengurapi). Jadi, pemberian minyak ini tidak mungkin dianggap sebagai sakramen. Hal yang sama terjadi dalam Markus 6:13 - “dan mereka mengusir banyak setan, dan mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka”.

A. T. Robertson: “The use of olive oil was one of the best remedial agencies known to the ancients. They used it internally and externally. Some physicians prescribe it today. It is clear both in Mark 6:13 and here that medicinal value is attached to the use of the oil and emphasis is placed on the worth of prayer. There is nothing here of the pagan magic or of the later practice of ‘extreme unction’ (after the eighth century). It is by no means certain that aleifoo here and in Mark 6:13 means ‘anoint’ in a ceremonial fashion rather than ‘rub’ as it commonly does in medical treatises. Trench (New Testament Synonyms) says: ‘Aleifein is the mundane and profane, chriein the sacred and religious, word.’ At bottom in James we have God and medicine, God and the doctor, and that is precisely where we are today. The best physicians believe in God and want the help of prayer” [= Penggunaan minyak zaitun adalah salah satu cara / alat pengobatan terbaik yang dikenal bagi orang-orang kuno. Mereka menggunakannya baik dari dalam / diminum maupun dari luar / digosokkan. Sebagian dokter menuliskan resep untuk itu pada jaman sekarang. Adalah jelas dari baik dalam Mark 6:13 dan di sini (Yak 5:14) bahwa nilai pengobatan dilekatkan pada penggunaan minyak dan penekanan diletakkan pada nilai dari doa. Tidak ada apapun di sini tentang magic dari orang kafir atau tentang praktek belakangan dari sakramen perminyakan (setelah abad 8). Adalah sama sekali tidak pasti bahwa ALEIFOO di sini dan dalam Mark 6:13 berarti ‘mengurapi’ dalam suatu cara / mode yang bersifat upacara dan bukannya ‘menggosok’ seperti yang biasanya dilakukan dalam penanganan medis. Trench (Sinonim Perjanjian Baru) mengatakan ‘ALEIFEN adalah kata yang bersifat biasa dan duniawi, CHRIEIN adalah kata yang bersifat kudus dan agamawi’. Pada hakekatnya dalam Yakobus kita mendapati Allah dan obat, Allah dan dokter, dan itu adalah persis dimana kita ada pada jaman ini. Dokter yang terbaik percaya kepada Allah dan membutuhkan pertolongan dari doa].

W. E. Vine: “ANOINT, ANOINTING. A. Verbs. 1. aleipho is a general term used for ‘an anointing’ of any kind, whether of physical refreshment after washing, e. g., in the Sept. of Ruth 3:3; 2Sam. 12:20; Dan. 10:3; Micah 6:15; in the NT, Matt. 6:17; Luke 7:38, 46; John 11:2; 12:3; or of the sick, Mark 6:13; Jas. 5:14; or a dead body, Mark 16:1. The material used was either oil, or ointment, as in Luke 7:38,46. In the Sept. it is also used of ‘anointing’ a pillar, Gen. 31:13, or captives, 2Chr. 28:15, or of daubing a wall with mortar, Ezek. 13:10-12,14-15; and, in the sacred sense, of ‘anointing’ priests, in Exod. 40:15 (twice), and Num. 3:3. 2. chrio is more limited in its use than No. 1; it is confined to ‘sacred and symbolical anointings’; of Christ as the ‘Anointed’ of God, Luke 4:18; Acts 4:27; 10:38, and Heb. 1:9, where it is used metaphorically in connection with ‘the oil of gladness.’ The title Christ signifies ‘The Anointed One,’ The word (Christos) is rendered ‘(His) Anointed’ in Acts 4:26, RV. Once it is said of believers, 2Cor. 1:21. Chrio is very frequent in the Sept., and is used of kings, 1Sam. 10:1, and priests, Ex. 28:41, and prophets, 1 Kings 19:16. Among the Greeks it was used in other senses than the ceremonial, but in the Scriptures it is not found in connection with secular matters” (= ) - ‘An Expository Dictionary of New Testament Words’.

Catatan: baik untuk Yak 5:14 maupun Mark 6:13 boleh dikatakan semua Kitab Suci bahasa Inggris menterjemahkan ‘anoint’. Sekalipun kata ini biasanya diterjemahkan ‘mengurapi’ (secara agamawi), tetapi tidak harus demikian. Webster’s New World Dictionary memberikan arti lain yaitu ‘to pour or rub oil’ (= mencurahkan atau menggosokkan minyak). Bagaimanapun, baik dalam Yak 5:14 maupun dalam Mark 6:13, saya lebih memilih terjemahan Kitab Suci Indonesia (‘mengoles’) dari pada Kitab Suci bahasa Inggris!

c. Minyak berfungsi sebagai obat.

Adam Clarke: “Oil was and is frequently used in the east as a means of cure in very dangerous diseases; and in Egypt it is often used in the cure of the plague. Even in Europe it has been tried with great success in the cure of dropsy. And pure olive oil is excellent for recent wounds and bruises; and I have seen it tried in this way with the best effects. ... it was the custom of the Jews to apply it as a means of healing, and that St. James refers to this custom, is not only evident from the case of the wounded man ministered to by the good Samaritan, Luke 10:34, but from the practice of the Jewish rabbins. ... here I am satisfied that it has no other meaning than as natural means of restoring health; and that St. James desires them to use natural means while looking to God for an especial blessing” (= Baik dulu maupun sekarang minyak sering digunakan di Timur sebagai cara penyembuhan dalam penyakit-penyakit yang sangat berbahaya; dan di Mesir minyak sering digunakan dalam penyembuhan dari wabah / penyakit pes. Bahkan di Eropah minyak telah dicoba dengan sukses yang besar dalam penyembuhan dari penyakit dropsy. Dan minyak zaitun murni sangat bagus untuk luka dan memar yang baru terjadi; dan saya telah melihat bahwa minyak dicoba dengan cara ini dengan hasil yang terbaik. ... merupakan kebiasaan dari orang-orang Yahudi untuk menggunakan minyak sebagai cara penyembuhan, dan bahwa Santo Yakobus menunjuk pada kebiasaan ini, bukan hanya jelas dari kasus dari orang terluka yang dilayani oleh orang Samaria yang baik, Lukas 10:34, tetapi juga dari praktek dari rabi-rabi Yahudi. ... di sini saya tidak ragu-ragu bahwa minyak tidak mempunyai arti lain dari pada sebagai cara alamiah untuk memulihkan kesehatan; dan bahwa Santo Yakobus ingin supaya mereka menggunakan cara-cara alamiah sementara memandang kepada Allah untuk suatu berkat yang khusus) - hal 827.

Catatan:

· ‘Dropsy’ adalah suatu penyakit yang menimbulkan pengumpulan cairan serum yang abnormal dalam rongga-rongga atau jaringan tubuh - Webster’s New World Dictionary.

· sekalipun dikatakan bahwa minyak berfungsi sebagai obat, tetapi jelas bukan dalam arti seperti minyak urapan yang digunakan oleh Yesaya Pariaji!

· sekalipun kata-kata dalam ay 14 berbunyi ‘mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan’, itu tidak berarti bahwa ini merupakan upacara agamawi.

Barnes’ Notes: “‘In the name of the Lord.’ By the authority or direction of the Lord; or as an act in accordance with his will, and that will meet with his approbation. When we do anything that tends to promote virtue, to alleviate misery, to instruct ignorance, to save life, or to prepare others for heaven, it is right to feel that we are doing it in the name of the Lord. Compare, for such uses of the phrase ‘in the name of the Lord,’ and ‘in my name,’ Matt 10:22; 18:5,20; 19:29; 24:9; Mark 9:41; 13:13; Luke 21:12,17; Rev 2:3; Col 3:17. There is no reason to think that the phrase is used here to denote any peculiar religious rite or ‘sacrament.’ It was to be done in the name of the Lord, as any other good deed is” (= ‘Dalam nama Tuhan’. Oleh otoritas atau pengarahan dari Tuhan; atau sebagai suatu tindakan sesuai dengan kehendakNya, dan itu akan mendapatkan penerimaanNya. Pada waktu kita melakukan apapun yang cenderung untuk memajukan kebaikan, mengurangi kesengsaraan, mengajar ketidak-tahuan / kebodohan, menyelamatkan kehidupan / nyawa, atau mempersiapkan orang-orang lain untuk surga, adalah benar untuk merasa bahwa kita sedang melakukannya dalam nama Tuhan. Bandingkan, untuk penggunaan-penggunaan seperti itu dari ungkapan-ungkapan ‘dalam nama Tuhan’, dan ‘dalam namaKu’, Matius 10:22; 18:5,20; 19:29; 24:9; Markus 9:41; 13:13; Luk 21:12,17; Wahyu 2:3; Kolose 3:17. Tidak ada alasan untuk menganggap bahwa ungkapan yang digunakan di sini menunjukkan upacara agamawi khusus apapun, atau ‘sakramen’. Itu harus dilakukan dalam nama Tuhan, seperti perbuatan-perbuatan baik lainnya juga demikian).

Kalau minyak memang berfungsi sebagai obat, lalu untuk apa orang yang sakit disuruh memanggil penatua? Pertama, mereka disuruh memanggil penatua, bukan tabib, mungkin karena pada umumnya orang Kristen abad-abad awal sangat miskin. Jadi, obatnya adalah bantuan dari penatua / gereja. Kedua, selain memberi obat untuk si sakit, penatua juga berdoa untuknya (ay 14).

Kalau pandangan bahwa minyak adalah obat ini yang diambil, maka jelas bahwa praktek pengolesan dengan minyak sudah tidak perlu lagi dilakukan pada jaman ini. Penatua bisa memberi obat yang lain. Dan tentu saja kalau orangnya tidak miskin, tidak perlu penatua yang memberi obat. Jadi, dalam menafsirkan bagian ini, kontextualisasi sangat dibutuhkan!

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-o0o-
Next Post Previous Post