BERDANDAN DALAM PERSPEKTIF IMAN KRISTEN

Pdt.Samuel T. Gunawan.,M.Th. 
BERDANDAN DALAM PERSPEKTIF IMAN KRISTEN
BERDANDAN DALAM PERSPEKTIF IMAN KRISTEN. “Demikian juga hendaknya perempuan. Hendaklah ia berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana, rambutnya jangan berkepang-kepang, jangan memakai emas atau mutiara ataupun pakaian yang mahal-mahal, tetapi hendaklah ia berdandan dengan perbuatan baik, seperti yang layak bagi perempuan yang beribadah” (1 Timotius 2:9-10).

“Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah. Sebab demikianlah caranya perempuan-perempuan kudus dahulu berdandan, yaitu perempuan-perempuan yang menaruh pengharapannya kepada Allah; mereka tunduk kepada suaminya” (1 Petrus 3:3-5)

PENDAHULUAN

Kelihatannya ada dua bagian dalam Alkitab yang seringkali disalah-mengerti sehingga dijadikan sebagai dasar larangan bagi orang Kristen, khususnya larangan bagi wanita untuk berdandan dan menggunakan perhiasan, yaitu surat 2 Timotius 2:9-10 dan 1 Petrus 3:3-5. Menggunakan kedua bagian Alkitab tersebut dan menafsirkannya sebagai larangan bagi wanita Kristen untuk berdandan tentu saja merupakan hal yang tidak tepat! 

Mengapa? Karena dalam kedua bagian ayat tersebut, baik rasul Paulus maupun rasul Petrus tidak melarang wanita berdandan atau menggunaan perhiasan, melainkan melarang penggunaan pakaian atau perhiasan yang berlebihan (mencolok) untuk mempercantik diri dengan tujuan daya tarik lahiriah dan mengabaikan pertumbuhan batiniah. Karena kedua bagian Alkitab ini oleh beberapa orang telah ditafsirkan secara salah maka perlu bagi kita untuk meneliti lebih lanjut ayat-ayat tersebut dan menyajikannya secara ringkas.

INTERPRETASI TEOLOGIS 1 TIMOTIUS 2:9-10 

Rasul Paulus mengawali nasihatnya dalam 1 Timotius 2:9-10 dengan menggunakan kata Yunani “Hosautos” yang diterjemahkan dengan “demikian juga”. Kata “hosautos” menunukkan bahwa sama seperti untuk laki-laki kesucian hidup kristiani itu penting, demikian juga hal itu berlaku untuk perempuan. 

Namun, kata “hosautos” tersebut nampaknya tidak hanya menujuk pada sebuah cara dan sikap yang seharusnya bagi kaum wanita, tetapi lebih jauh lagi, yaitu menurut Paulus bahwa kedudukan perempuan dan laki-laki adalah sederajat. Hanya cara mengekpresikannya yang berbeda, yakni laki-laki melalui aktivitas dan wanita melalui penampilannya. Di sini rasul Paulus tidak melarang wanita Kristen berdandan. Ia bahkan secara eksplisit memerintahkan wanita Kristen untuk “berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana”. 

Kata “sopan” berasal dari kata Yunani “aidos” yang berarti merasa malu jika memperlihatkan bagian tubuh tertentu. Kata ini meliputi penolakan untuk berdandan dengan cara sedemikian rupa sehingga menarik perhatian kepada tubuh dan melewati batas-batas berdandan yang sepatutnya. Namun kita tahu, bahwa kesopanan yang berhubungan dengan cara berpakaian mempunyai definisi berbeda-beda dalam setiap kebudayaan. 

Dalam beberapa kebudayaan, bagian sekitar pusar wanita dianggap pantas untuk diperlihatkan, sementara dalam kebudayaan-kebudayaan lainnya, hal itu dapat dianggap sebagai kecerobohan yang mengundang kaum pria untuk berpikiran dan bertindak negatif. Dalam beberapa kebudayaan, wanita memakai celana panjang dianggap pantas, sementara dalam kebudayaan-kebudayaan lainnya, celana panjang dianggap sebagai pakaian yang hanya boleh dikenakan oleh kaum pria. 

Dalam beberapa kebudayaan, wanita yang memakai cat kuku dianggap indah, sementara di dalam kebuadayaan-kebudayan lainnya, cat kuku dianggap tidak baik. Karena itu, dalam berdandan kita dianjurkan untuk benar-benar memperhatikan apa yang dapat diterima dalam norma-norma budaya kita, dan mengupayakan dengan sunguh-sungguh untuk berdandan dengan nilai kesopanan Kristiani.

Sedangkan kata Yunani “sophrosyne” yang diterjemahkan dengan kata “sederhana”, menggambarkan penahanan diri yang seimbang dan bijaksana. Kesederhanan merupakan perilaku, cara atau sikap yang sangat umum pada masa itu. Karena itu, nasihat ini ditujukan Paulus supaya jangan memakai perhiasan emas dan pakaian yang mahal, kemungkinan ini ditujukan kepada wanita-wanita kaya yang menggunakan berbagai perhiasan dan mengenakan pakaian yang mahal-mahal, kemudian berusaha terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat, dan pemakaian perhiasan itu hanya untuk kesombongan diri. 

Dalam hal ini, tidak berarti wanita dilarang mutlak menggunakan busana yang indah, perhiasan-perhiasan yang mahal, tetapi yang terpenting adalah keindahan batin atau “berdandan dengan perbuatan baik, seperti layaknya perempuan yang beribadah”. 

INTERPRETASI TEOLOGIS 1 PETRUS 3:3-5

Sedangkan rasul Petrus dalam 1 Petrus 3:3-5 mengawali nasihatnya dengan menggunakan kata “perhiasanmu”. Kata “perhiasan” merupakan terjemahan dari kata Yunani “kosmos” yang dalam bahasa Inggris menjadi kata “cosmos (alam semesta yang teratur” dan “cosmetic (perhiasan)”. Disini Petrus mengingatkan para istri Kristen supaya mereka jangan mengutamakan perhiasan lahiriah, tetapi perhiasan batiniah. 

Pada zaman itu, wanita-wanita Romawi terpikat oleh model-model mutakhir serta saling bersaing dalam berpakaian dan model rambut. Tidak aneh bagi wanita untuk mengikuti model rambut yang berlebihan, dihiasi dengan sirkam-sirkam emas dan perak bahkan dengan batu permata. Mereka memakai pakaian yang mewah dan mahal yang dilakukan dengan tujuan bersaing dan unjuk diri. Karena itulah, pada saat itu seorang istri Kristen yang bersuamikan seorang yang yang belum percaya mungkin mengira bahwa ia harus meniru cara hidup duniawi jika ia ingin memenangkan suaminya. Tetapi justru, pemikiran ini tidak benar. 

Menurut Petrus, kecantikan sejati itu nyata dan bersifat batiniah, bukan sekedar semaraknya penampilan lahiriah. Pakaian dan perhiasan yang gemerlap itu hanyalah sesuatu yang dapat digunakan dan dilepaskan oleh seseorang, berbeda dengan kecantikan yang sejati yang selalu melekat dalam diri seseorang. Kecantikan lahiriah cepat atau lambat akan menjadi usang dan layu seiring bertambahnya usia, tetapi kecantikan batiah terus menerus diperbaharui menjadi semakin indah (bandingkan 2 Korintus 4:16). 

Selanjutnya, rasul Petrus tidak melarang orang Kristen memakai batu permata lebih dari pada pakaian. Kata memakai dalam ayat 3 berarti “mengenakan” dan menunjuk kepada suatu pameran batu permata yang menyolok. Disini bukan pemakaian batu permata atau perhiasan yang dilarang, melainkan pemakaian perhiasan yang mencolok atau berlebih-lebihan. 

Karena itu dalam hal ini, sebagai orang Kristen kita tidak boleh saling menghakimi dan tidak boleh memaksa orang lain untuk menolak berdandan dalam tingkat yang wajar diperbolehkan dalam Alkitab. Wanita Kristen dimungkinkan untuk berdandan dan memakai perhiasan sehingga kelihatan lebih cantik, namun ia tetap bertumbuh secara batiniah serta memuliakan Allah. 

Jadi seorang wanita Kristen yang memelihara kecantikan batiniah tidak perlu bergantung pada polesan luar yang bersifat sementara, karena Allah mementingkan nilai bukan harga. Tentu saja hal ini tidak berarti bahwa seorang istri harus mengabaikan dirinya dan tidak berusaha berdandan dengan mengikuti kemajuan zaman. 

Tetapi yang dimaksud disini ialah, bahwa ia tidak mengutamakan “trand” atau model terkini hanya untuk menyesuaikan diri dengan orang banyak. Suami manapun juga yang normal akan bangga mempunyai seorang istri yang cantik dan menarik, tetapi kecantikan dan daya tarik itu haruslah datang dari dalam hati, bukan sekedar polesan luar dari make up dan cream kecantikan. Kita yang percaya kepada Kristus memang bukan berasal dari dunia ini, tetapi jangan juga kita berpikir dan berpenampilan seolah-olah kita berasal dari dunia atau planet lain.

DANDANAN BATINIAH LEBIH DARI YANG LAHIRIAH

Sebagai tambahan, menurut ilmu pengetahuan alam, yang kita kenal sebagai hukum Termodinamika II, bahwa segala sesuatu yang ada di dunia bersifat merosot atau berkurang. Contoh, batu baterai tanpa digunakan pun tenaga yang tersimpan di dalamnya akan semakin merosot. Gedung yang megah bila tidak dirawat akan menjadi lapuk dengan sendirinya. Taman bunga yang indah tanpa dirawat akan rusak dan dipenuhi semak belukar. Demikian juga dengan hidup jasmaniah manusia akan merosot, sebagaimana yang Paulus katakan dalam 2 Korintus 4:16. 

Berdasarkan, hukum Termodinamika II, bahwa setiap orang seiring bertambahnya usia akan mengalami kemerosotan biologis (jasmniah). Sebagian orang berusaha menyangkali penuaan ini dan berusaha mempertahankan kemudaannya yang perlahan-lahan mulai hilang. Kosmetik dan krim kecantikan walau pun penting dan bermanfaat, tidak mampu menyembunyikan keriput dan noda ketuaan. Ini merupakan salah satu fakta terpenting tentang kehidupan, “siapapun tidak mampu menaham proses penuaan!” 

Ciri-ciri penuaan adalah kemerosotan. Berdasarkan gerontologi atau ilmu tentang lanjut usia, ada tiga bentuk kemorosotan yang akan dialami manusia. Secara kronologis, menjadi tua berarti merosotnya usia hidup. Seiring bertambahnya usia, berarti semakin berkurang kesempatan hidup, dengan kata lain, semakin dekat dengan kematian jasmaniah. Secara biologis, menjadi tua berarti merosotnya kondisi fisik dan keadaan kesehatan. 

Saat kita makin tua kemampuan reflek akan berkurang; lensa mata menjadi kurang elastis, penglihatan kurang tajam dan tidak dapat melihat jauh (istilah medis “presbiopa”); dan pada berbagai tingkat daya pendengaran mulai berkurang (istilah medis “presbikusis”). Secara psikologis, menjadi tua berarti merosotnya kemampuan berpikir dan mengingat (istilah medis “dimensia”)

Bagi orang Kristen, hidup itu bukan hanya “kronos” atau saat hidup di dunia ini, tetapi juga “aiĆ“nios” atau masa di keabadian; Hidup bukan sekedar bios tetapi juga zoe. Kata Yunani untuk “hidup” adalah “bios” dan “zoe”. 

Kata Yunani “bios” digunakan untuk menunjukkan bentuk kehidupan yang dimiliki setiap orang, yaitu kehidupan biologi yang dipertahankan dengan makanan, udara, dan air, tetapi pada akhirnya berakhir dengan kematian. Sedangkan kata zoe digunakan untuk menunjukkan kehidupan rohani, yaitu jenis kehidupan yang diberikan Allah dan bersifat kekal ketika seseorang lahir baru atau regenerasi (2 Korintus 5:17). 

Karena itu, rasul Paulus dalam 2 Korintus 4:16 ini, membedakan antara manusia lahiriah (exo anthropos) dan manusia batiniah (eso anthropos). Istilah manusia batiniah dalam pandangan Paulus menunjuk kepada karakter manusia yang bersifat spiritual-rohaniah, yang dibedakan dari aspek jasmaniah, yaitu manusia dalam aspek ragawinya. Meski manusia lahiriah terus berada dalam godaan, ancaman dan kemerosotan, manusia batiniah, terus menerus diperbaharui dari hari ke hari. 

Semakin lama seseorang menjadi orang Kristen, kehidupan rohaninya pun harus bertambah kuat. Setiap hari manusia batiniah harus diperbaharui antara lain melalui persekutuan yang berkelanjutan dengan Kristus dan firman Tuhan (Yohanes 15:1-8); melalui doa dan perenungan firman (Yohanes 17:17); oleh iman dikuatkan oleh kuasa Roh Kudus (Efesus 3:16). Hanya dengan cara demikian kehidupan batiniah akan bertumbuh; walau manusia jasmaniah terus-menerus merosot. 

TUJUAN BERDANDAN 

Ada berbagai alasan orang berdandan. Pada umumnya tujuan orang berdandan adalah: 

(1) Agar terlihat tetap awet muda; 

(2) Meningkatkan percaya diri; 

(3) Mengembangkan eksepresi (estetika) diri; 

(4) Agar penampilan lebih menarik; 

(5) Karena menghargai hidup sebagai anugerah dari Tuhan. 

(6) Mencari sensasi; 

(7) Agar dipuji (ingin mendapatkan sanjungan). 

Dalam hal ini, saya bisa setuju pada tujuan umum berdandan untuk point (1) s.d. (5) di atas, tetapi menolak tujuan (6) dan (7) di atas karena dapat berakibat merusak, bahkan menghancurkan. Lalu, apakah sebenarnya tujuan orang Kristen berdandan menurut perspektif Alkitab? Saya mencatat paling sedikit ada tiga, yaitu: (1) Menutupi ketelanjangan (aurat); (2) Merawat tubuh; (3) Memuliakan Allah.

1. Menutupi aurat (ketelanjangan). Tindakan belas kasih Allah pertama kepada manusia setelah kejatuhan adalah dengan menyediakan pakaian untuk menutup ketelanjangan mereka dan agar mereka tidak terlalu rentan terhadap cuaca dan keganasan alam akibat kutuk kejatuhan (Bandingkan Kejadian 3:7; 2:21-25). Sampai hari ini, pakaian adalah suatu berkat untuk menjaga tubuh dan privasi yang dimiliki. 

2. Merawat tubuh. Tubuh adalah ciptaan Allah yang segambar denganNya. Manusia disebut gambar Allah (Kejadian 1:26-27; 2:7; Roma 8.28). Karena tubuh manusia adalah gambar Allah yang diciptakanNya maka tubuh itu perlu dirawat dan didandani dengan baik. Setelah ditebus, tubuh tubuh orang percaya adalah tempat kediaman Roh Kudus (1 Korintus 3:16; 6:19).

3. Memuliakan Tuhan. Kita harus memahami bahwa tujuan hidup kita adalah untuk kemuliaan Tuhan (Roma 11:33-36). Arah tujuan kita di dunia ini adalah Tuhan, Sang Pencipta. Apapun yang kita lakukan haruslah untuk memuliakan Tuhan. Rasul Paulus mengatakan, “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah” (1 Korintus 10:31). Ini berarti memuliakan Tuhan termasuk dengan cara berdandan dan merawat tubuh (Bandingkan 1 Korintus 6:20; Bandingkan Roma 13:14).

Selain tiga tujuan tersebut di atas, untuk mereka yang sudah menikah, tujuan berdandan perlu ditambahkan, yaitu: (4) untuk membahagiakan pasangan mereka dan memelihara keharmonisan rumah tangga. Telah terjadi kesalahan dari banyak pasangan suami istri tentang tujuan berdandan. Banyak dari mereka berdandan bukan untuk pasangan mereka tetapi justru agar mendapat perhatian dan dipuji oleh orang lain, seperti atasan, rekan kerja, atau tetangga. 

Sebenarnya, merupakan suatu anugerah bagi suami dan istri apabila mereka bisa memandang pasangan mereka sebagai sosok yang menyenangkan dan mendatangkan kebahagiaan. Salah satu cara yang dapat dilakukan pasangan suami istri adalah dengan cara berdandan yang terbaik bagi pasangan mereka, dan bukannya bagi orang lain (Bandingkan Wahyu 21:2). 

BERDANDAN DAN GODAAN

Ada dua sikap ekstrem yang sama kelirunya perlu dihindari dalam hal berdandan, yaitu: (1) Pertapa yang menolak kesempatan yang diberikan oleh Allah untuk berdandan dan merawat tubuh; dan (2) Bersolek dengan penampilan vulgar, dan menyalahgunakan kesempatan yang diberikan Allah dengan berdandan untuk tujuan menarik perhatian dan membangkitkan hawa nafsu orang lain. 

Karena itu, secara khusus bagi wanita, agar membiasakan diri memakai pakaian yang sopan. Jangan memakai pakaian KTP (ketat, tipis, pendek), atau pakaian T3 (transparan, terbelah, dan terbuka) walaupun dengan alasan sedang mode (modis). Karena secara sadar atau tidak dapat menggoda kaum pria untuk berdosa melalui penglihatan dan pikiran yang berorientasi seksual atau perzinahan. 

Alkitab menasihatkan “Demikian juga hendaknya perempuan. Hendaklah ia berdandan dengan pantas, dengan sopan dan sederhana, rambutnya jangan berkepang-kepang, jangan memakai emas atau mutiara ataupun pakaian yang mahal-mahal” (1 Timotius 2:9). Tentu saja, respon yang positif terhadap semua persoalan di atas ialah selalu mengenakan pakaian yang cocok dalam segala situasi. Tetapi berilah perhatian khusus terhadap tinggi rendahnya bagian leher dari pakaian dan bagian bawah dari rok atau kemeja yang digunakan, terutama bila aktivitas menuntut banyak gerakan tubuh di depan publik.

Ingatlah, segala pemberian Allah yang baik kepada manusia dapat dirusak oleh kesia-siaan kita. Pameran betis, model rambut, atau eksploitasi pria dan wanita dengan busana minim (bikini) akan menjadi suatu kejahatan jika semuanya itu menggantikan pengharapan kita pada kemurahan hati Allah atau mengalihkan kita dari kasih yang tulus kepada sesama. Dandanan semacam itu berbau busuk di hadapan Allah (Yesaya 3:16-26; 1 Petrus 3:1-12). 

Jika seseorang karena mengikuti mode berkeinginan bisa memajang dirinya sebagai konsumen yang menarik perhatian dengan berpakaian vulgar dan sensual, maka pakaian itu telah menyingkapkan isi hatinya yang kurang mensyukuri anugerah dan kemurahan Tuhan.

PETUNJUK PRAKTIS BERDANDAN

Ada tiga keharusan dalam berdandan yaitu: (1) tubuh harus bersih dengan cara mandi mandi, gosok gigi dan mencuci rambut secara teratur; (2) Keharusan membiasakan berpakaian sesuai situasi dan kondisi (Berpakaian di rumah tentu berbeda dengan berpakaian di tempat kerja; Berpakaian ke tempat pesta berbeda dengan berpakaian di tempat perkabungan); (3) mengenakan perhiasan dengan cara yang tidak berlebihan atau mencolok. 

Tips perihal penampilan dalam berdandan: 

(1) Perlu memperhatikan model dan keserasian dengan bentuk tubuh: Ukuran pakaian disesuaikan (kurus, jangkung, gemuk, pendek); jenis bahan dan motif pakaian (sesuaikan dengan bentuk tubuh); Corak warna (sesuaikan dengan warna kulit); 

(2) Pemakaian alat-alat kecantikan atau kosmetik (Pewarna bibir, pipi, dan alis, serta bedak) perlu cermat dan diatur sesuai dengan bentuk wajah, bentuk bibir dan sebagainya, agar tidak berlebihan tetapi wajar dan terlihat alami; 

(3) Pemilihan dan pemakaian parfum juga perlu diperhatikan agar tidak terlalu berlebihan; 

(4) Boleh mengikuti trend atau mode asalkan tetap sopan dan sesuai dengan kemampuan keuangan. Pakaian dan alat kosmetik tidak harus mahal, tetapi aman bagi kesehatan, cocok dengan wajah, sesuai dengan betuk tubuh, serta yang terpenting sesuai kemampuan keuangan kita.

PENUTUP

Berdandan adalah aktivitas yang sangat manusiawi dan wajar, tetapi bersifat privasi (pribadi). Namun karena berdandan merupakan wilayah privatif bagi setiap orang, maka perlu memperhatikan dua hal berikut ini: 

(1) Kita harus menjalankan kehidupan secara bebas dan bertanggung jawab. Artinya tidak ada kebebasan yang sebebas-bebasnya tanpa bertanggung jawab. Demikian juga sebaliknya, tidak ada tanggung jawab tanpa kebebasan di dalamnya (Kejadian 2:16-17). Demikian juga dalam hal berdandan, kita memang bebas, tetapi bebas yang bertanggung jawab, baik kepada Tuhan maupun sesama; 

(2) Kita harus menjalankan kehidupan secara wajar. Artinya, kita perlu berpikir, berkata-kata, bekerja, belajar, dan bertingkah laku, yang hendaknya secara wajar. Demikian juga dengan berdandan, hendaklah dilakukan secara wajar. 

Akhirnya, orang Kristen perlu mengucap syukur kepada Allah karena diberi kesempatan untuk berdandan dengan menggunakan pakaian (katun, rami halus, atau lenan, wol, kulit, dan bulu binatang) untuk melindungi diri dan privasi dari segala yang jahat. Kita juga perlu mengucap syukur untuk kosmetik yang membantu untuk merawat dan memelihara tubuh dan penampilan kita. Melalui berdandan secara wajar dan bertanggung jawab kita dapat memperlihatkan kepada sesama bahwa secara jasmani kita adalah laki-laki dan perempuan yang saleh dan takut akan Tuhan, yang mewarisi kemuliaanNya.

KESAKSIAN: 

Berikut ini kesaksian yang bersifat devosional dari Anne Ortlund yang saya kutip dari bukunya yang berjudul “Disciplines of The Beautiful Woman”. Anne Ortlund adalah seorang istri pendeta dari gereja Congregational Like Avenue, Pasadena, ibu rumah tangga, pembicara konferensi, organis, penggubah lagu dan penulis. Mengenai berdandan ia menuliskan demikian:

“Saya pernah mempelajari Amsal 31:10-31, melukiskan puji-pujian untuk “istri yang cakap”, isinya memberikan gambaran baru bagi saya dan mengejutkan saya. Dua puluh dua ayat menjelaskan tentang kebaikan, kesalehan, kerja keras dan hubungan kasih wanita ini, baik dengan suami, anak-anaknya, sesamanya dan dengan Allah. Dari 22 ayat itu hanya 1 ayat yang melukiskan penampilannya. Penampilannya sungguh luar biasa! Di ayat 22 mengatakan, “Ia membuat bagi dirinya permadani, lenan halus dan kain ungu pakaiannya”. Kain ungu adalah kain mahal yang biasanya dikenakan oleh golongan kaya. Melihat proporsi seperti ini dalam Amsal 31:10-31, hanya 1 ayat saja dari 22 ayat itu yang melukiskan keindahan penampilannya, maka saya berdoa, “Ya Tuhan, saya akan memberikan 1/22 waktu saya untuk membuat diri saya tampak semenarik mungkin; dan saya hendak mempersembahkan seluruh hidup saya 21/22 waktu menjadi wanita bijaksana, baik hati, saleh, bekerja keras, dan seterusnya”. 

Maksud saya bukan berarti pola hidup seperti ini harus menjadi pola hidup wanita lain. Ini hanya perjanjian saya pribadi dengan Tuhan. Apa artinya memberikan waktu saya kurang lebih 1 jam, dari setiap 24 jam untuk mengurus penampilan saya. Sebagian besar dari waktu 1 jam itu saya lakukan di pagi hari. Saya melakukan senam, mandi, merias wajah, merapikan rambut, dan berpakaian. Dan nanti saya bisa memperbaiki rias wajah dan berpakaian rapi dengan cepat. Sebelum tidur saya melakukan senam sedikit, mandi dan melumas krim tubuh. (Sebelum ada Laney, pembantu saya, saya hanya menyediakan waktu 45 menit sehari dan tidak bersenam sebelum tidur malam; supaya saya ada waktu untuk mencuci pakaian, menyetrika, mencuci, dan lainnya). Tetapi ada hal lain dibalik semua ini. 

Saya telah berjanji kepada Tuhan akan memberikan 1/22 waktu untuk penampilan saya; jika saya hanya memberikan waktu kurang dari itu, penampilan saya cepat lusuh. Dihadapan Tuhan, para imam dalam Perjanjian Lama mempersembahkan korban setiap hari dan selalu menjaga nyala api di altar, saya persembahkan kepadanya “satu jam lebih” perawatan tubuh. Semua itu untukMu, Tuhan.”

REFERENSI

Budiman, R. 1991. Tafsiran Alkitab: Surat-surat Pastoral I, II Timotius dan Titus. Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta.

Douglas, J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 1 & 2. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta. 

Guthrie, Donald, dkk., 1982. Tafsiran Alkitab Masa Kini. Jilid 3. Terjemahan. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.

Guthrie, Donald., 2010. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 3, Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta.

Manohey, Ralph., 2009. Tongkat Gembala. Lembaga Pusat Hidup Baru: Jakarta.

Marxsen, Willi., 2012. Pengantar Perjanjian Baru: Pendekatan Kritis Terhadap Masalah-masalahnya. Terjemahan, Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta.

Pfeiffer F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 1962. The Wycliffe Bible Commentary. Volume 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang.

Ridderbos, Herman., 2004. Paul: An Outline of His Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta. 

Sandison, George & Staff., 2013. Bible Answers for 1000 Difficult Questions. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang. 

Scahnabal, Echhard J., 2010. Rasul Paulus Sang Misionaris: Perjalanan, Stategi dan Metode Misi Rasul Paulus. Terj, Penerbit ANDI: Yogyakarta.

Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang. 

Stassen, Glen & David Gushee., 2008. Etika Kerajaan: Mengikut Yesus dalam Konteks Masa Kini, Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta. 

Stott, John., 1996. Isu-Isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani. Terjemahan, Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.

Wiersbe, Warren W. 1999. Pengharapan Di Dalam Kristus: Tafsiran I Petrus. Terjemahan, Penerbit Kalam Hidup Bandung.

Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testamen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang. BERDANDAN DALAM PERSPEKTIF IMAN KRISTEN.
Next Post Previous Post