KASIH KARUNIA YANG PASTI
Pdt. Samuel T. Gunawan,M.Th.
KASIH KARUNIA YANG PASTI. “Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita - oleh kasih karunia kamu diselamatkan -“ (Efesus 2:4-5).
PENDAHULUAN:
Himne klasik karya John Newton “Sungguh Besar AnugerahNya (Amazing Grace)” merupakan salah satu lagu yang digemari di dunia. Namun, anugerah itu lebih menakjubkan daripada yang kita ketahui. Kata “kasih karunia” (sinonim dengan kata “anugerah”) pada dasarnya memiliki makna yang sama dalam bahasa Ibrani dan Yunani.
Kata Ibrani “חן - khen” yang diterjemahkan dengan “kasih karunia” dipakai dalam pengertian perbuatan seorang atasan yang menunjukkan kepada bawahannya kasih karunia, padahal sebenarnya bawahan itu tidak layak menerimanya. Kasih karunia adalah pemberian Allah kepada manusia padahal manusia tidak pantas untuk menerimanya.
Donald Gutrie menjelaskan istilah anugerah sebagai “kemurahan Allah yang tidak pantas diterima oleh orang yang layak dihukum.
” Henry C. Thiessen menyatakan bahwa “Kasih karunia Allah merupakan kebaikan Allah yang ditujukan kepada orang-orang yang sebenarnya tidak layak menerima kebaikan itu”. Kata ini misalnya digunakan dalam Kejadian 6:8, “Tetapi Nuh mendapat kasih karunia (khen) di mata TUHAN”. Keluaran 33:17, “Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Juga hal yang telah kaukatakan ini akan Kulakukan, karena engkau telah mendapat kasih karunia di hadapanKu dan Aku mengenal engkau” (Bandingkan juga (Keluaran 33:12,13,16,19).
Kata Yunani “χαρις - kharis” adalah kata benda yang biasa dipakai untuk menerjemahkan kata Ibrani “khen”. Kata “kharis” yang secara umum berarti “kasih karunia, anugerah, atau kemurahan hati”.
Menurut Kevin J. Conner, definisi kasih karunia muncul dari kebiasaan Yunani, yaitu ketika orang-orang Yunani ingin memberikan hadiah dari kemurahan hati yang murni, tanpa berpikir akan imbalan, maka kata yang mereka gunakan untuk pemberian itu adalah “kharis” atau “kasih karunia”.
Secara khusus dalam Perjanjian Baru, kata kasih karunia atau anugerah ini dihubungkan dengan keselamatan dari Allah bagi manusia di dalam Kristus, yaitu kemurahan Allah yang diberikan kepada orang berdosa yang tidak layak menerimanya. Misalnya, Petrus dalam sidang pertama di Yerusalem mengatakan “Sebaliknya, kita percaya, bahwa oleh kasih karunia (kharitos) Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama seperti mereka juga” (Kisah Para Rasul 15:11).
Paulus mengatakan dalam Efesus 2:5-7 “telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita -- oleh kasih karunia (khariti) kamu diselamatkan -- dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga, supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karuniaNya (kharitos autou) yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikanNya terhadap kita dalam Kristus Yesus. Kepada Titus, Paulus juga menuliskan “Karena kasih karunia (kharis) Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata” (Titus 2:11).
Anugerah pertama-tama muncul setelah Kejatuhan, tampak dalam janji Allah mengenai seorang Penebus (Kejadian 3:15). Kemudian, kasih nyaris didefinisikan Allah ketika Ia menjelaskan diriNya kepada Musa sebagai “Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya” (Keluaran 34:6).
Anugerah memperoleh bentuknya yang sempurna pada Perjanjian Baru, di dalam Yesus Kristus, Penebus yang dijanjikan Allah. Yohanes mengatakan “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaanNya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yohanes 1:14).
Frase Yunani “penuh kasih karunia dan kebenaran” adalah “plêrês kharitos kai alêtheias” yang diterjemahkan dengan “penuh anugerah dan kebenaran”. Selanjutnya Yohanes mengatakan, “sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus” (Yohanes 1:17). Kematian Kristus di kayu salib telah menebus kita dari dosa-dosa, melanggengkan jalan anugerah yang ditawarkan Allah tanpa mengkompromikan keadilanNya dan kebenaran-Nya (Titus 3:7; Roma 3:26).
KASIH KARUNIA UMUM
Namun istilah “kasih karunia” seringkali oleh beberapa orang sering disamakan dengan “belas kasihan”. Padahal pengertian dari dua istilah ini seharusnya dibedakan. Kasih karunia (grace) disebut juga anugerah adalah pemberian Allah yang tidak selayaknya diberikan kepada kita karena kita tidak pantas untuk menerimanya, yaitu keselamatan dan hidup kekal. Sedangkan belas kasihan (mercy), yang disebut juga rahmat adalah tindakan Allah yang tidak memberikan kepada kita apa yang sepatutnya kita terima, yaitu penghakiman dan ke neraka untuk selama-lamanya.
Jadi, di dalam Kristus, Allah yang kaya dengan rahmatNya, telah menahan murkaNya, dan sebaliknya memberi kita anugerahNya (Efesus 2:4). Dengan demikian, kasih Allah yang besar itu dinyatakan dalam kemurahanNya melalui dua pemberian, yaitu kasih karunia dan rahmat. Tony Evans menggambarkan perbedaan itu ilustrasi berikut ini, “Jika seseorang membunuh anak laki-laki anda dan dihukum mati, dan anda membiarkan hukuman berlaku itu adalah keadilan.
Jika anda menyatakan supaya si pembunuh jangan dihukum mati, itulah belas kasihan atau rahmat. Jadi si pembunuh tidak menerima apa yang seharusnya dia terima karena kejahatannya. Namun, jika anda membawa si pembunuh anak anda itu ke rumah anda dan mengadopsinya sebagai anak anda, dan memberi dia seluruh kasih dan hak-hak istimewa serta warisan yang akan anda berikan kepada anak anda, itu kasih karunia atau anugerah.”
Kasih karunia Allah adalah pernyataan Allah yang berdaulat dan penuh kasih kepada segenap ciptaanNya, yaitu seluruh umat manusia secara umum dan kepada umat pilihanNya secara khusus. Para teolog membedakan kasih karunia menjadi dua kategori utama, yaitu: Kasih karunia umum (common grace) dan kasih karunia khusus (special grace).
Yang pertama disebut umum karena kasih karunia ini disediakan bagi semua orang. Kasih karunia umum mengacu pada pemberian Allah secara universal, meliputi menyediakan kebutuhan dasar, mencegah kejahatan, menunda penghakiman, dan menopang keteraturan. Sedangkan kasih karunia khusus diberikan hanya untuk kaum pilihan Allah. Kasih karunia khusus ini disebut juga kasih karunia yang efektif.
Kasih karunia khusus ini berbicara mengenai perbuatan Allah yang menebus, menguduskan, dan memuliakan umatNya. Yang termasuk dalam kasih karunia khusus ini ialah menerangi pikiran mereka untuk memahami Injil, menginsyafkan hati mereka mengenai perlunya percaya, dan meyakinkan kehendak mereka untuk menerimanya. Kasih karunia umum secara ringkas dapat didefinisikan sebagai “kebaikan Allah yang tanpa syarat pada semua orang diperlihatkan dalam pemeliharaanNya atas mereka.
” Definisi yang lebih luas adalah sebagai berikut, “Kasih karunia umum adalah
(a) semua operasi umum dari Roh Kudus dimana Ia tanpa pembaharuan hati, melakukan semacam pengaruh moral dalam diri manusia melalui wahyu umum atau khususnya, dimana dosa ditekan, aturan ditegakkan dalam kehidupan sosial, dan kebenaran sipil ditinggikan; ayau
(b) berkat-berkat umum, seperti hujan dan panas matahari, makanan dan minuman, pakaian dan rumah, yang mana Allah berikan pada semua orang tanpa diskriminasi, dimana dan dalam ukuran yang kelihatan bagi Dia”.
Kasih karunia umum adalah kebaikan Allah yang tanpa syarat (unconditional) pada semua orang yang diperlihatkan dalam pemeliharaanNya kepada mereka. Kasih karunia umum dari Allah yang diberikan bagi semua ciptaanNya ini bersifat inklusif. Kasih karunia inklusif ini meliputi tindakan Allah yang mencipta, mengelola, memelihara dan mengendalikan alam semesta ciptaan-Nya. Kasih karunia inklusif ini didasarkan pada kedaulatan Allah dan kasihNya.
Permazmur menekankan kedaulatan Allah ini saat ia mengatakan, “TUHAN melakukan apa yang dikehendakiNya, di langit dan di bumi, di laut dan di segenap samudera raya” (Mazmur 135:6), dan menekankan kasih Allah saat mengatakan “TUHAN itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setiaNya. TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya” (Mazmur 145:8-9).
Anugerah umum ini dinyatakan melalui pemberian berkat-berkat umum bagi umat manusia, seperti: Ia mengaruniakan panas dan hujan kepada orang yang benar dan orang jahat (Matius 5:45). Ia juga menentukan musim untuk dinikmati oleh semua manusia (Mazmur 104:19-20). Tuhan bahkan memberikan tempat khusus bagi manusia sebagai makluk ciptaanNya yang mulia dengan mengindahkannya serta memberikan otoritas dan peran khusus baginya (Mazmur 8:4-7). Melalui penghargaan dan otoritas dari Tuhan ini, manusia dikaruniai hak untuk berkuasa atas semua ciptaan-Nya yang lain (Mazmur 8:8-9).
Jadi, dapat dikatakan bahwa kasih karunia yang inklusif ini menyatakan kepedulian Tuhan kepada manusia dan semua makhluk, yang diwujudkannya dengan mencipta, mengelola, memelihara dan mengendalikan seluruh alam semesta ciptaanNya. Kasih karunia inklusif ini memberikan tempat bagi semua manusia, untuk mengambil peran dalam karya ciptaan Allah.
Kebenaran yang dapat ditegaskan di sini ialah bahwa Tuhan oleh kedaulatan dan kasihNya yang kekal “memelihara” semua makhluk ciptaanNya dengan menyediakan semua yang dibutuhkan bagi kelangsungan kehidupan manusia serta alam semesta secara teratur serta bersinambung. Melalui Kasih karunia yang inklusif ini nyata kebaikan Tuhan yang memelihara, mengelola serta mengendalikan alam semesta ciptaanNya sehingga semuanya berjalan sesuai dengan hukum yang telah ditetapkanNya, sehingga bumi dan alam semesta akan terus bergerak secara dinamis.
Melalui kasih karunia inklusif ini, Tuhan menyatakan kesetiaanNya dalam memelihara umat manusia dari dosa dan kejahatan, sehingga dalam kondisi sejahat-jahatnya moral manusia, dunia akan terus terpelihara oleh anugerahNya.
Secara lebih khusus, Tuhan meneguhkan, memelihara, menuntun dan memaknai kehidupan setiap individu untuk menjalani tujuan kekal yang telah ditetapkannya (Ayub 42:2; Mazmur 145:8-9; Amsal 16:4; Pengkhotbah 3:1-14; 8:17; Yesaya 49:1; Yeremia 1:5; 1 Petrus 2:9;). Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa kasih karunia umum dari Allah adalah untuk seisi alam semesta dan semua manusia ciptaanNya.
Di sini terlihat bahwa pemeliharaan Allah melalui anugerah umum ini didasarkan kedaulatanNya dan tindakan kasihNya yang besar. Semuanya menegaskan bahwa pemeliharaanNya ini ditujukan kepada semua ciptaan Allah untuk menikmati kebaikanNya yang kekal.
Menurut Paul Enns, keharusan dari kasih karunia umum ini adalah bahwa hal itu merupakan pendahulu dari kasih karunia yang efektif. Sebelum seseorang dapat diselamatkan harus ada suatu kesaksian dari Allah; kesaksian itu pertama berasal dari pengetahuan tentang Allah. Allah menyatakan diriNya kepada semua orang melalui jalan kasih karunia umum.
KASIH KARUNIA KHUSUS: KASIH KARUNIA YANG PASTI
Jika kasih karunia umum yang diberikan kepada semua orang, maka kasih karunia khusus tidak diberikan kepada semua orang. Kasih karunia khusus (special grace) diberikan hanya untuk kaum pilihan Allah. Kasih karunia khusus disebut juga kasih karunia yang efektif (efficacious grace). Ini berbicara mengenai perbuatan Allah yang menebus, menguduskan, dan memuliakan umatNya.
Kebenaran tentang kasih karunia khusus menjelaskan tentang rancangan kekal serta tindakan Tuhan menyelamatkan manusia berdosa melalui Yesus Kristus (Efesus 1:4-14). Kasih karunia ini menyatakan perbuatan Allah yang menebus, menguduskan, dan memuliakan umatNya. Yang termasuk dalam kasih karunia khusus ini ialah menerangi pikiran mereka untuk memahami Injil, menginsyafkan hati mereka mengenai perlunya percaya, dan meyakinkan kehendak mereka untuk menerimanya. Dengan demikian kasih karunia khusus secara ringkas dapat didefinisikan sebagai “karya Roh Kudus yang secara efektif menggerakkan orang-orang untuk percaya pada Yesus Kristus sebagai Juruselamat”.
Definisi lainnya ialah “anugerah khusus tidak bisa ditolak ... dengan mengubah hati, hal itu membuat manusia secara sempurna bersedia bersedia untuk menerima Yesus Kristus untuk keselamatan dan cenderung untuk taat pada kehendak Allah”. Definisi lainnya ialah “anugerah efektif adalah karya instan dari Allah untuk memberikan kuasa pada kehendak manusia dan mencenderungkan hati manusia untuk beriman kepada Kristus”.
Penekanan penting dari definisi-definisi tersebut adalah bahwa kasih karunia khusus (efektif) menunjuk pada kesediaan seseorang untuk percaya kepada Yesus Kristus. Dengan kata lain, orang itu secara pribadi dan sukarela percaya kepada Yesus Kristus. Artinya ia tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendaknya.
Keselamatan di sini sepenuhnya merupakan bagian dari rencana Allah (Devine decree) yang kekal. Dalam rancangan kekal itu, keselamatan ditetapkan selengkapnya oleh Allah. Keselamatan ini kemudian dilaksanakan seutuhNya oleh Yesus Kristus, Juruselamat (Matius 1:21-23) dan diterapkan sepenuhnya oleh Roh Kudus (Roma 8:15-17).
Berdasarkan kebenaran ini, dapat dikatakan bahwa keselamatan sepenuhnya dilakukan oleh Allah Yang Esa, melalui karya Yesus Kristus yang menyerahkan nyawaNya mati di atas kayu salib menggantikan manusia berdosa (1 Korintus 15:1-4; 2 Korintus 5:13-14) dan diterapkan oleh Roh Kudus.
Perlulah ditekankan bahwa “keselamatan” yang diuraikan di sini adalah merupakan pengungkapan tentang bagaimana peroses “penyelamatan itu dilaksanakan oleh Allah,” yang di dalamnya setiap orang berdosa, yang telah di tetapkanNya untuk memperoleh bagian dan mengalami secara subyektif akan karya agungNya ini (Lihat: Kisah Para Rasul 13:48b), yaitu mereka yang telah ditentukan dan dipanggilNya menjadi percaya (Banding: Roma 8:29-30).
Keselamatan yang khusus ini menjelaskan rencana Allah yang spesial yaitu “Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa” (2 Petrus 3:9b), dimana “Semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal menjadi percaya” (Kisah Para Rasul 13:48b). Keselamatan sebagai pemberian kasih karunia Allah itu (Yohanes 10:28-29) membawa manusia berdosa berpaling (konversi) kepada Allah melalui iman dan pertobatan (2 Petrus 3:9c; 2 Korintus 7:10; 1 Yohanes 5:13-15; Yohanes 6:47; Ibrani 11:1), yang olehnya setiap orang yang percaya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16).
Keselamatan pemberian Allah ini begitu spesial, yang memberikan pengalaman subjektif bagi orang percaya, yaitu adanya : regenerasi (Yohanes 3:3-8; 2 Korintus 5:17), pembenaran (Keluaran 23:7; Ulangan 25:1; Amsal 17:15; Yesaya 5:25; Yeremia 3:11; Yehezkiel 16:50-51; Matius 12:37; Lukas 7:29; Roma 3:4), adopsi (Yohanes 1:12; Galatia 4:1-5; 3:29), pengudusan (Keluaran 15:11, 12; 19:6; Yesaya 5:24; 6:3; 10:17; Yehezkiel 20:39-44; Hosea 11:9; Matius 6:9; 5:48; Lukas 11:2; 1 Petrus 3:15), persatuan dengan Kristus (Yohanes 16:14; 15:58; Roma 5:15-19), ketekunan (Filipi 2:12-13; Roma 7:21-26; Ibrani 6:17-20; 12:1-2), dan pemuliaan di dalam Kristus (1 Timotius 3:6; 2 Timotius 2:11-13; Ibrani 2:5-13).
Tindakan Allah yang menyelamatkan di dalam Yesus Kritus ini dan pengalaman spesial akan keselamatan itu memberikan kepastian kepada orang percaya akan hidup kekal yang telah diterima dari Allah (Yohanes 10:28-29).
PERLUNYA KASIH KARUNIA
Perlunya kasih karunia Allah bagi manusia didasarkan pada natur keberdosaan manusia. Karena itu, untuk dapat menghargai sepenuhnya kasih karunia itu, kita harus bisa memahami betapa kita sangat membutuhkannya. Cara yang terbaik untuk melakukan itu adalah dengan cara membandingkan kasih karunia dengan dosa (Roma 5:20-21).
Kasih karunia itu perlu karena dosa, yang adalah masalah besar karena merupakan pelanggaran terhadap Allah yang sempurna. Kita harus memulai dengan membahas dosa dan akibat-akibatnya karena dengan cara ini anugerah Allah yang dasyat dan melimpah itu akan semakin bersinar, dan hanya Dia saja yang dimuliakan. Semakin sedikit pengetahuan seseorang tentang betapa mengerikannya dosa dan akibat-akibatnya, maka semakin sedikit juga ia menghargai kekayaan anugerahNya.
Semakin seseorang menyadari dosa-dosanya dan ketidakmampuannya menyelamatkan dirinya maka semakin terasa kebutuhannya akan anugerah Allah. Manusia perlu menyadari bahwa ia sama sekali tidak mampu dan tidak bisa menyelamatkan dirinya, dan pada akhirnya ia menyerah kepada anugerah Allah dan memberi kemuliaan hanya bagi Allah saja.
Karena dosa pertama Adam dan Hawa, citra Allah dalam diri manusia telah tercoreng dan mengakibatkan dosa masuk dan menjalar kepada setiap manusia (Roma 3:10-12, 23; 5:12).
Adam dan Hawa telah membuat dosa menjadi aktual pada saat pertama kalinya di Taman Eden, sebagaimana yang ditegaskan oleh Norman Gleiser dan Jeff Amanu “Allah menciptkan fakta kebebasan, manusia melakukan tindakan bebas tersebut; ciptaan membuatnya menjadi aktual” (baca: Kejadian pasal 3).
Sejak saat itu natur dosa telah diwariskan kepada semua manusia (Roma 5:12; 1 Korintus 15:22). Kita perlu ingat bahwa akibat-akibat sepenuhnya dari kejatuhan tidak hanya terwujud seketika di dalam Adam dan Hawa tetapi juga di dalam keturunan-keturunan mereka, yakni semua umat manusia. Akibat jangka panjang dari kejatuhan adalah bahwa dosa dan maut menurun pada semua manusia.
1. Dosa yang diwariskan dan dipertalikan.
Dosa warisan dapat didefinisikan sebagai “keberadaan berdosa dari semua orang yang yang dibawa sejak lahir.” Dosa warisan adalah dosa yang diturunkan dari generasi ke generasi di mulai dari Adam dan seterusnya yang dibawa sejak lahir. Jadi dosa warisan ditularkan lewat proses kelahiran (Kejadian :4:1; Mazmur 52:7). Konsep tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Semua orang mewaris keadaan berdosa mereka dari orang tua mereka, dosa orang tua berasal dari orang tua mereka juga, demikian seterusnya hingga kembali kepada Adam dan Hawa sebagai orang tua pertama yang membawa dosa bagi semua umat manusia keturunannya.
Dosa warisan juga disebut sebagai “dosa asal”, karena dosa yang berasal dari Adamlah yang mengakibatkan terjadinya kerusakan moral dalam sifat manusia yang ditularkan di satu generasi ke generasi yag lain atau turunan berikutnya.
Anthony A. Hoekema menyatakan “kita memakai ungkapan dosa asal dengan dua alasan: (1) karena dosa berawal pada waktu umat manusia berawal, dan (2) karena dosa yang kita sebut asal merupakan sumber dari dosa-dosa aktual kita”.
Dosa asal meliputi kesalahan asal dan pencemaran asal. Yang dimaksud dengan kesalahan asal adalah bahwa kita layak menerima penghukuman karena pertalian kita dengan Adam yang melanggar hukum Allah. Kesalahan (guilt) adalah konsep yudisial atau legal yang berkaitan dengan hukum, khususnya hukum Allah. Kesalahan berkaitan dengan status bersalah dan layak dihukum karena melanggar hukum. Sedangkan yang dimaksud dengan pencemaran asal adalah pencemaran natur kita akibat dosa asal dan yang menghasilkan dosa aktual.
Pencemaran (pollution) merupakan konsep moral, pencemaran lebih berkaitan dengan kondisi moral kita dan bukan status kita dihadapan hukum. Pencemaran asal memiliki dua aspek yaitu kerusakan total (total depravity) dan ketidakmampuan total (total inability).
Kerusakan total adalah (1) kerusakan akibat dosa asal menjangkau setiap aspek natur dan kemampuan manusia: termasuk rasio, hati nurani, kehendak, hati, emosinya dan keberadaannya secara menyeluruh (2 Korintus 4:4, 1Timotius 4:2; Roma 1:28; Efesus 4:18; Titus 1:15), dan (2) secara natur, tidak ada sesuatu dalam diri manusia yang membuatnya layak untuk berhadapan dengan Allah yang benar (Roma 3:10-12).
Perlu ditegaskan, konsep tentang kerusakan total bukanlah berarti bahwa (1) setiap manusia setiap orang telah menunjukkan kerusakannya secara keseluruhan dalam perbuatan, (2) orang berdosa tidak lagi memiliki hati nurani dan dorongan alamiah untuk berhubungan dengan Allah, (3) bahwa orang berdosa akan selalu menuruti setiap bentuk dosa, dan (4) orang berdosa tidak lagi mampu melakukan hal-hal yang baik dalam pandangan Allah maupun manusia.
Sedangkan yang dimaksud dengan ketidakmampuan total adalah (1) Orang yang belum lahir baru tidak mampu melakukan, mengatakan, atau memikirkan hal yang sungguh-sungguh diperkenan Allah, yang sungguh-sungguh menggenapi hukum Allah, (2) tanpa karya khusus dari Roh Kudus, orang yang belum lahir baru tidak mampu mengubah arah hidupnya yang mendasar, dari dosa mengasihi diri sendiri menjadi kasih kepada Allah.
Perlu ditegaskan bahwa ketidakmampuan total bukanlah berarti orang yang belum lahir baru sesuai naturnya tidak mampu melakukan apa yang baik dalam pengertian apapun. Ini berarti, orang yang belum lahir baru masih mampu melakukan bentuk-bentuk kebaikan dan kebajikan tertentu. Tetapi perbuatan baik ini tidak digerakan oleh kasih kepada Allah dan tidak pula dilakukan dengan ketaatan yang sukarela pada kehendak Allah.
Kita perlu menyadari bahwa tidak ada dosa dan akibat-akibatnya yang akan dialami semua manusia seandainya Adam tidak berdosa. Dosa masuk ke dalam kehidupan semua manusia karena kesalahan Adam (Roma 5).
Alkitab menunjukkan fakta akibat dari dosa Adam semua manusia itu dilahirkan :
(1) dengan natur yang rusak atau natur berdosa; dan
(2) dengan kesalahan dari dosa Adam yang diperhitungkan kepadanya. Akibatnya semua manusia mengalami :
(1) kematian rohani yang ditandai dengan terputusnya/terpisahnya hubungan dengan Allah; dan
(2) kematian jasmani yang ditandai dengan terputusnya/terpisahnya hubungan tubuh dari jiwa/rohnya. Secara khusus,
(3) jika keadaan manusia yang mati secara rohani (Yohanes 5:24; Roma 5:12-21; 8:6; Efesus 2:1; 1 Timotius 5:6) sekarang ini tidak berubah dalam diri manusia di sepanjang hidupnya, maka kematian kekal atau kematian yang kedua akan menyertainya (Wahyu 20:11-15).
Kematian kekal dimana manusia akan dibuang ke neraka, yaitu tempat siksaan yang akhirnya membawa mereka jauh dari hadirat Allah untuk selama-lamanya (Matius10:28; 25:41; 2 Tesalonika 1:9; Ibrani 10:31; Wahyu 14:11; 20:11-15). Sedangkan pertalian dosa adalah penghitungan atau imputasi dosa kepada setiap orang. Disini dimaksudkan dengan pertalian adalah pertautan, pelimpahan atau pengaitan sesuatu terhadap seseorang.
Dasar Alkitab untuk pertalian dosa adalah Roma 5:12 yang mengajarkan bahwa dosa bahwa dosa masuk kedalam dunia melalui satu orang yaitu, Adam. Ada tiga pertalian dasar yang disebutkan dalam Alkitab, yaitu
(1) Pertalian dosa Adam kepada segala bangsa (Roma 5:12-21);
(2) Pertalian dosa manusia kepada Kristus (2 Korintus 5:19; 1 Petrus 2:24); dan
(3) Pertalian kebenaran Kristus kepada orang-orang percaya (2 Korintus 5:21). Yang kita maksud dengan pertalian dosa adalah bahwa “dosa Adam dipertalikan kepada setiap anggota umat manusia karena masing-masing sesungguhnya telah berdosa di dalam Adam ketiga Adam berdosa”.
Dosa pertalian ditularkan secara langsung dari Adam kepada setiap orang dalam setiap generasi. Konsep ini dapat dijelaskan secara demikian: Karena saya berada di dalam Adam, maka dosa Adam dipertalikan kepada saya secara langsung tanpa melalui orang tua saya atau pun orang tua mereka. Pertalian ini terjadi secara langsung tidak melalui perantara.
Dosa Pertalian berbeda dengan dosa warisan yang ditularkan melalui orang tua (perantara) dan seterusnya hingga kembali kepada Adam. 2. Akibat-akibat dari dosa. Kita akan mengerti betapa perlu anugerah ketika kita menyadari betapa mengerikannya akibat-akibat dosa.
Setelah Adam dan Hawa membuat dosa menjadi aktual pada saat pertama kalinya di Taman Eden, sejak saat itu natur dosa telah diwariskan kepada semua manusia (Roma 5:12; 1 Korintus 15:22), dan akibat natur dosa itulah kita sekarang ini terus menggunakan kehendak bebas itu untuk membuat kejahatan itu menjadi aktual (Markus 7:20-23).
Bahkan kejahatan natural seperti gempa bumi, badai, banjir dan hal-hal lainnya yang serupa, berakar dari penyalahgunaan kehendak bebas manusia. Saat ini kita hidup dalam dunia yang telah jatuh dan karena itu, rentan terhadap bencana alam yang tidak akan terjadi jika manusia tidak memberontak melawan Allah pada mulanya (Roma 8:20-22).
Betapa mengerikan akibat dari dosa, tepat seperti yang dikatakan Wayne Grudem “Dosa merusak segala sesuatu. Kita tidak hidup dalam tujuan hidup yang telah ditetapkan sejak semula bagi kita, dan kita tidak hidup di dalam dunia yang telah dirancang sejak semula untuk ditinggali. Dosa merusak gambar Allah didalam diri kita; kita tidak lagi merefleksikan kesempurnaan sebagaimana yang dirancang Allah saat menciptakan kita. Karena dosa, berbagai hal tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan semula”.
ANUGERAH DI DALAM KRISTUS: JALAN KELUAR YANG DISEDIAKAN ALLAH
Kita diingatkan bahwa sifat Allah yang kudus menyebab Ia murka terhadap manusia yang melanggar perintahNya dan mengharuskanNya menghukum manusia berdosa tersebut. Sementara itu, sifat Allah yang kasih menuntutNya mengasihi manusia berdosa, dengan memberikan kemurahan, kebaikan dan belaskasihan kepada manusia.
Disini kekudusan dan kasih Allah dikonfrontasikan. Allah tidak dapat mengorban salah satu dari kedua sifat tersebut, yaitu kekudusan dan kasih. Lalu bagaimana cara Allah menegakkan hukum dan keadilanNya atas dosa manusia? Melalui kematian Kristus yang mendamaikan. Kolose 2:13,14 mengatakan “Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu ..., telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita, dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita.
Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib” Hanya kematian Kristus yang mendamaikan saja yang dapat meredakan kemarahan Allah dan memenuhi tuntutan keadilanNya. Kristus secara sukarela menanggung hukuman yang seharusnya dijatuhkan kepada manusia.
Melalui kematianNya di kayu salib yang mendamaikan itu Kristus melakukan: pengorbanan (sakrifasi), pengantaraan (mediasi), pencurahan darah, peredaan murka (propisiasi), penghapusan kesalahan (ekspiasi), korban pengganti (substitusi), penebusan (Rendempsi), pengampunan (amnesti), dan pembenaran (jastifikasi).
Dengan demikian melalui kematian Kristus yang mendamaikan itu kekudusan, hukum, dan keadilan Allah telah ditegakkan, dan secara simultan kasihNya kepada manusia dinyatakan. Manusia dalam natur lamanya yang berdosa tidak menyadari dan tidak mampu menanggapi hal-hal rohani dari Allah karena pada dasarnya manusia itu mati secara rohani. Manusia yang mati secara rohani itu pada dasarnya tidak mampu melakukan apapun untuk mengubah natur maupun keadaan keberdosaannya (Roma 3:9-20).
Maka jelaslah bahwa manusia memerlukan kasih karunia Tuhan yang memampukannya untuk dapat kembali melakukan hal yang benar menurut pandangan Tuhan. Rasul Paulus mengatakan bahwa “Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu. Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain. (Efesus 2:1).
Inilah masalah utama manusia setelah kejatuhan, yaitu kematian sebagai akibat dari dosa. Perlu diperhatikan bahwa di dalam Efesus pasal 2:1-3 rasul Paulus sedang membicarakan “kita” sebagai “manusia lama (kainos anthrôpos)” yang hidup diluar Kristus, yaitu kita yang mati (nekros) dalam pelanggaran-pelanggaran (tois paraptômasin) dan dalam dosa-dosa (tais hamartiais). Semua orang yang berada di luar Kristus disebut sebagai manusia lama yang “mati” karena lahir dan berada di dalam Adam (mewarisi dosa asal dari Adam).
Jadi, manusia yang telah mati secara rohani perlu dihidupkan kembali secara rohani. Selanjutnya, Rasul Paulus mengatakan, “Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasihNya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita -- oleh kasih karunia kamu diselamatkan –“ (Efesus 2:4-5).
Disini rasul Paulus menyatakan keadaan “kita” sebagai “manusia baru (palaios anthrôpos)”, yaitu keberadaaan kita yang telah dihidupkan di dalam Kristus. Perhatikan frase “sunezôopoiêsen tô khristô (telah menghidupkan kita bersama dengan Kristus)” di ayat 5. Jadi, jalan keluar bagi dosa asal yang menyebabkan manusia mati secara rohani tersebut adalah pemberian kehidupan rohani yaitu hidup baru di dalam Kristus (Roma 8:1; Galatia 5:24), dimana kebenaran Kristus diperhitungkan kepada setiap orang percaya. Paulus dalam Roma Pasal 5 menyatakan bahwa dosa masuk ke dalam dunia karena satu orang yaitu Adam.
Kemudian Paulus menjelaskan bahwa sebagaimana dosa Adam dipertalikan kepada semua orang, maka anugerah dan pembenaran diperhitungkan kepada setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus (Roma 5:12-21). Dengan demikian hanya anugerah Allah dalam Kristus saja yang dapat membebaskan manusia dari dosa dan pelanggarannya.
Hanya Allah yang menjelama menjadi manusia yang memenuhi syarat untuk menyelamatkan manusia dari dosa dan akibat-akibatnya. Juruselamat itu harus manusia agar dapat mati bagi dosa-dosa manusia, Juruselamat itu juga harus Allah, supaya setelah kematianNya Ia dapat hidup dan membayar harga dosa (Roma 1:1-4).
Melalui kematianNya dikayu salib Kristus telah: melenyapkan perseteruan antara manusia dengan Allah (Efesus 2:16); menjadi terkutuk karena kita (Galatia 3:13); memikul dosa kita di dalam tubuhNya di kayu salib supaya kita hidup untuk kebenaran (1 Petrus 2:24); melakukan pendamaian yang diadakan oleh darah salib Kristus (Kolose 1:21); dipaku di kayu salib untuk membayar hutang dosa dengan harga yang lunas (Kolose 2:14).
Puncak dari penderitaan Kristus adalah kematianNya di kayu salib. Kristus telah mati di kayu salib satu kali dan korbanNya sempurna dihadapan Allah (Ibrani 10:12-17). Karya Kristus di kayu salib yang mendamaikan ini telah memberi jalan keluar bagi manusia dari dosa-dosa manusia. Rasul Yohanes mengatakan, “sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus” (Yohanes 1:17).
Kematian Kristus di kayu salib telah menebus kita dari dosa-dosa, membentangkan jalan kasih karunia yang ditawarkan Allah tanpa mengkompromikan keadilanNya dan kebenaranNya (Titus 3:7; Roma 3:26).
DISELAMATKAN KARENA ANUGERAH
rasul Paulus yang tegas dalam Efesus 2:8-9, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”. Kita tidak mempercayai keselamatan karena perbuatan-perbuatan baik ataupun karena iman ditambah perbuatan baik, tetapi hanya karena anugerah oleh iman.
R.C. Sproul menyatakan, “deklarasi utama dari reformasi adalah sola gratia, yaitu keselamatan hanya merupakan anugerah Allah semata-mata”. Anugerah adalah kemurahan (perlakuan istimewa) yang tidak layak kita diterima, tidak diupayakan, dan tidak diterima karena jasa. Istilah “anugerah” disebut juga kasih karunia (grace) adalah pemberian Allah yang tidak selayaknya diberikan kepada kita karena kita memang tidak layak untuk menerimanya.
Begitu hebatnya anugerah yang menyelamatkan itu, sehingga para teolog menyebutnya dengan berbagai cara , yaitu:
(1) Anugerah yang efektif (efficacious grace), yang berarti bahwa anugerah ini menyelesaikan apa yang Allah maksudkan. Tidak ada yang mampu menggagalkan rencana Allah untuk menyelamatkan. Seperti kata Yesus, “Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang” (Yohanes 6:37). Selanjutnya Yesus menegaskan “dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepadaKu, lebih besar dari pada siapa pun, dan seorang pun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa” (Yohanes 10:28-29).
(2) Anugerah yang tidak dapat ditolak (irresistible grace), ini berasal dari anugerah yang efektif, yang berarti anugerah ini sampai kapanpun tidak dapat ditolak. Terlepas dari pergumulan sementara melawan Allah, pada akhirnya Ia akan mengalahkan dan memenangi kaum pilihan. Karena Allah memberi umat-Nya sebuah hati yang baru untuk mengenali-Nya, mereka mengenal dan meresponi suara-Nya serta mengikuti Dia (Yer. 24:7; Yohanes 10:27);
(3) Anugerah yang memadai (sufficient grace), berarti anugerah yang cukup untuk mencapai maksud Allah menyelamatkan orang-orang yang dipilihNya. “Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi pengantara mereka” (Ibrani 7:25).
Bahkan setelah keselamatan pun, anugerahNya yang hebat itu tetap cukup untuk menjamin dan memelihara kehidupan kita (2 Korintus 12:9). Karena itu daripada menggunakan ketiga istilah di atas, saya lebih suka menggunakan istilah “anugerah yang pasti (definite grace)”. Anugerah yang pasti berarti bahwa keselamatan yang diterima orang percaya, yaitu orang yang telah lahir baru oleh Roh Kudus, tidak bisa hilang karena Allah sendiri yang menjaminnya.
Jaminan keselamatan itu tidak terletak pada manusia, tetapi pada Allah sendiri; bukan pada kemampuan manusia tetapi pada kemampuan Allah untuk memeliharanya. Alkitab mengatakan, “Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau”. Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: "Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Ibrani 13 :5b-6).
Disini rasul Paulus menyatakan keselamatan itu sebagai suatu anugerah yang pasti, atau dengan kata lain terjamin. Ia mengatakan bahwa jaminan kepastian keselamatan ini tersebut didasarkan atas janji Tuhan yang tidak akan pernah membiarkan dan tidak pernah meninggalkan orang percaya itu. Ketika Tuhan berkata, “aku tidak akan pernah membiarkan engkau dan aku tidak akan pernah meninggalkan engkau”, maka dobel negatif digunakan untuk menyampaikan pengertian “tidak pernah” yang paling kuat dalam bahasa Yunani. Disini, kata Yunani yang digunakan adalah kata “ou mē” yang berarti “tidak pernah”.
Dobel negatif dalam ayat ini muncul dua kali di dalam satu pernyataan Tuhan ini. Kata “ou mē” digunakan dalam bahasa Inggris untuk “never” dan “nor”. Parafrase lain untuk menunjukkan kekuatan dari apa yang Tuhan maksud dalam ayat ini demikian, “Aku tidak akan dengan cara apapun mengecewakan engkau atau melepaskan engkau atau meninggalkan engkau tanpa dukungan. Aku tidak akan, aku tidak akan, aku tidak akan dalam tingkat manapun membiarkan engkau tidak berdaya dan tidak akan meninggalkan engkau atau melepaskan engkau atau tidak akan mengendurkan peganganKu kepadamu! Pasti tidak akan pernah!”
1. Keselamatan adalah anugerah yang diterima melalui iman.
Perhatikanlah bahwa pernyataan klasik “tê gar khariti este sesôsmenoi dia tês pisteôs” yang diterjemahkan “Sebab adalah karena kasih karunia kamu telah diselamatkan melalui iman”, menunjukkan bahwa kita menerima anugerah Allah itu hanya dengan percaya kepada Yesus Kristus. Rasul Petrus dengan tegas mengatakan, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kisah Para Rasul 4:12).
Banyak ayat dalam Alkitab menegaskan bahwa tanggung jawab manusia untuk diselamatkan hanya percaya (Yohanes 1:12; 3:16,18,36; 5;24; 11:25-26; 12:44; 20:31; Kisah Para Rasul 16:31; 1 Yohanes 5:13, dan lainnya). Tetapi, “apakah percaya itu?” Iman yang dimaksud oleh Yohanes dalam Injilnya adalah “aktivitas yang membawa manusia menjadi satu dengan Kristus”, dan ini diterima pada saat lahir baru (regenerasi).
Kata bahasa Inggris untuk “iman” adalah “faith” merupakan terjemahan dari kata Yunani “pistis” (kata benda) dan “pisteuo” (kata kerja) mengandung arti percaya, kepastian, yakin kepada seseorang dan apa yang dikatakannya. Dalam Perjanjian Baru, iman terutama ditujukan kepada Yesus, yaitu percaya kepadaNya, perkataanNya dan karya penebusanNya, dan bahwa Dia adalah Tuhan dan Juruselamat, serta mempercayakan diri kepadaNya. Iman adalah sarana yang olehnya seseorang dibenarkan (Roma 3:28 Galatia 2:16; 3:8, 24) dan tindakan yang melaluinya seseorang menerima kebenaran Kristus Roma 3:22; Filipi 3:9 Filipi 3:9).
Kata iman juga juga dikaitkan dengan keyakinan dalam menerima kebenaran Injil. Jadi ketika Tuhan mengatakan “Aku tidak akan pernah”, maka hal itu merupakan pernyataan kepastian anugerahnya dan memberi kita keyakinan bahwa Ia menjamin keselamatan kita dari awal sampai akhir. Ini juga berarti bahwa ketika kita di atas Ia bersama kita. Ketika kita di bawah Ia juga tetap bersama kita. Ketika kita senang Ia bersama kita dan ketika kita sedih Ia ada bersama kita memberi kita penghiburan. Ketika kita kuat ia bersama kita dan ketika kita lemah Ia ada untuk menguatkan kita.
Ketika kita melakukan yang benar Ia ada bersama kita dan ketika kita gagal Ia masih tetap ada bersama kita untuk menolong kita. Itulah artinya ketika Tuhan kita berkata bahwa Ia tidak akan pernah membiarkan kita atau tidak akan pernah meinggalkan kita! Jadi jika ada orang yang mengatakan bahwa kita dapat kehilangan keselamatan kita di dalam Yesus Kristus, berhentilah mendengarkan orang itu!
Jangan biarkan adanya orang-orang yang merampaskan kepastian keselamatan kita di dalam Yesus Kristus. Sebab ketika Tuhan mengatakan “sekali-kali tidak akan pernah” maka artinya “sekali saja pun Ia memang tidak akan pernah”, dan Tuhan kita tidak tidak pernah dan tidak akan pernah berdusta untuk janjiNya tersebut. Meskipun demikian, untuk bertumbuh di dalam anugerah merupakan kerjasama manusia dan Allah.
Dengan kata lain, kita yang diselamatkan karena anugerah tidak berhak untuk memiliki kehidupan Kristen yang pasif. Anugerah pasca keselamatan itu sedikit pun tidak memasukkan unsur jasa atau usaha. Namun, Paulus mengingatkan secara langsung bahwa orang-orang Kristen hendaknya bekerja sebagaimana Allah bekerja di dalam kita (Filipi 2:12-13).
Konsekuensi praktis dari anugerah Allah di dalam kita ialah memperlakukan orang-orang lain dengan lemah lembut. Kita memberlakukan pengampunan Allah dan kebaikanNya kepada mereka, entah mereka layak menerimanya atau pun tidak. Hasilnya, semua orang yang mengamati kita tentu akan melihat anugerah Allah tampak di dalam diri kita.
Perjanjian Baru menyebutkan pentingnya iman antara lain:
(1) Kita menerima anugerah keselamatan melalui iman (Efesus 2:8-9);
(2) Kita dibenarkan dalam Kristus karena iman (Roma 5:1).
(3) Tanpa iman tidak mungkin seseorang berkenan kepada Allah. Iman memampukan kita untuk mencari Allah dan bertobat dengan mempercayai fakta keberadaan atau eksistensi Allah (Ibrani 11:6).
(4) Iman adalah dasar dari pengharapan orang percaya (Ibrani 11:1).
(5) Prinsip dasar dalam pengajaran Kristen adalah iman kepada Allah (Ibrani 6:1,2);
(6) iman yang benar adalah iman yang menyelamatkan, yaitu iman kepada Yesus Kristus yang dianugerahkan oleh Allah pada saat kelahiran kembali (Kisah Para Rasul 26:20,21).
Iman yang menyelamatkan ini diperlukan dalam menerima Kristus dan segala sesuatu yang Ia tawarkan (Yohanes 11:25-26; 14:1; Kisah Para Rasul 16:31; 1 Yohanes 3:23); (7) Alkitab menyebutkan tiga macam iman yang benar, yaitu : iman yang menyelamatkan yang bekerja terus menerus, iman sebagai buah Roh Kudus (Galatia 5:22), dan iman sebagai karunia Roh Kudus (1 Korintus 12:9).
TANGGAPAN TERHADAP KASIH KARUNIA YANG PASTI
Walaupun secara kronologis iman dan pertobatan terjadi bersamaan (satu paket yang dikenal dengan konversi), namun secara logis saya berkeyakinan (mengikuti Calvin, Murray, dan Boice) bahwa iman mendahului pertobatan. Dan satu-satunya syarat bagi keselamatan adalah iman yang menghasilkan pertobatan.
John Calvin menyatakan bahwa “pertobatan adalah hasil yang tidak dapat dielakkan dari iman. Itu tidak pernah dipandang sebagai mendahului iman, .. tidak seorangpun akan sungguh-sungguh memuja-muja Allah kecuali ia yang mempercayai bahwa Allah itu baik baginya. Akan tetapi itu tidak berarti bahwa suatu masa waktu perlu lewat sebelum iman melahirkan pertobatan; tetapi, pertobatan pada dasarnya dan langsung mengalir dari iman.
Menempatkan pertobatan sebelum iman dapat menghasilkan doktrin tentang persiapan yang salah, mirip dengan teologi Roma Katolik, yang memandang perbuatan penebusan dosa (penance) sebagai kontribusi terhadap pembenaran orang-orang percaya.
” Berikut ini beberapa alasan yang saya ajukan mendukung pendapat bahwa secara logis iman mendahului pertobatan, dan bahwa syarat menerima keselamatan adalah iman saja. 2. Kita dibenarkan karena iman. Kembali Rasul Paulus memberikan pernyataan yang tegas dalam Roma 5:1-2, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus.
Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah”. Alkitab mengajarkan bahwa setelah kematian Kristus di kayu salib, Tuhan memberikan kebenaran bukan kepada orang-orang yang mematuhi hukum Taurat (Galatia 2:16), melainkan kepada siapapun yang percaya kepada AnakNya, Yesus Kristus. Karena Kristus menanggung kesalahan kita di kayu salib dan memberikan kepada kita kebenaran (2 Korintus 5:21), saat kita percaya kepadaNya, Tuhan menganggap kita benar terlepas dari perbuatan atau kepatuhan kita (Bandingkan Roma 4:5-8).
Inilah fakta kebenaran dalam Perjanjian Baru, kebenaran yang timbul dari iman dan bukan perbuatan. Artinya, kita tidak dibenarkan karena kita bermoral dan berbuat baik; juga bukan karena kita melakukan disiplin rohani setiap hari, seperti membaca Alkitab dan berdoa. Kita dibenarkan bukan karena kita merasa orang benar. Pembenaran tidak berhubungan dengan kelakukan (tingkah laku) kita yang benar, tetapi menjadi pribadi yang benar.
Kita adalah kebenaran Tuhan di dalam Yesus Kristus hanya karena pengorbanan Yesus yang menjadikan kita demikian. Bagaimana kita menerima pembenaran ini? Kita menerimaNya melalui karya Kristus di kayu salib. Kristus yang tidak berdosa dibuatNya menjadi dosa karena kita supaya kita dibenarkan di dalam Dia. Jika kita mempercayai ini, iman kita diperhitungkan sebagai kebenaran. Sebab jika kita dibenarkan karena perbuatan-perbuatan dan kebaikan-kebaikan kita maka kita tidak memerlukan iman (Roma 4:5; Efesus 2:8-9).
Kita membutuhkan iman untuk mempercayai dan mengakui bahwa kebenaran kita adalah kebenaran Tuhan di dalam Kristus. Ajaran tentang pembenaran berdasarkan anugerah dan iman ini merupakan ajaran yang sangat penting dalam Kekristenan karena ajaran ini membedakan Kekristenan dari agama lain yang menekankan keselamatan berdasarkan perbuatan. Kasih karunia Allah menuntut respon dari pihak kita, tetapi bukan untuk mencoba membayar apa yang telah kita dapatkan secara gratis, melainkan karena rasa syukur yang melimpah untuk apa yang dilakukan Allah bagi kita.
Alkitab mengajarkan kita bahwa tidak ada jalan lain untuk mendapatkan keselamatan selain melalui Kristus. Yesus berkata dalam Yohanes 14:6, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes 14:6).
Textus Receptus menulis ayat ini demikian: εγω ειμι η οδος και η αληθεια και η ζωη ουδεις ερχεται προς τον πατερα ει μη δι εμου (ego eimi he hodos kai he aletheia kai he zoe oudeis erkhetai pros ton patera ei me di emou). Penggunaan kata sandang “he” di depan kata “hodos (jalan), aletheia (kebenaran), dan zoe (hidup)”, menunjukkan bahwa hanya Dia satu-satunya dan tidak ada yang lain selain Dia saja.
Ditambah lagi Alkitab menegaskan, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kisah Para Rasul 4:12).
Kata Yunani “ουκ εστιν - ouk estin” yang berarti “tidak ada” dalam ayat tersebut jelas menunjukan kemutlakan bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan bagi manusia untuk selamat. Karena itu, Apakah Anda membuat keputusan untuk menerima Kristus karena apa yang Anda baca di sini? Menerima kasih Allah dalam Kristus adalah keputusan paling serius dan paling penting.
Ketika kita datang pada Tuhan dan percaya pada Kristus, kita disatukan dengan Dia, diselamatkan dan mendapat hidup yang kekal. Rasul Yohanes mengatakan, “Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam AnakNya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup” (1 Yohanes 5:11-12).
1. Menerima kasih karunia Allah itu dengan percaya kepada Yesus Kristus. Rasul Petrus dengan tegas mengatakan, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kisah Para Rasul 4:12). Banyak ayat dalam Alkitab menegaskan bahwa tanggung jawab manusia dalam keselamatan hanya percaya (Yohanes 1:12; 3:16,18,36; 5;24; 11:25-26; 12:44; 20:31; Kisah Para Rasul 16:31; 1 Yohanes 5:13, dan lainnya).
Tetapi, “apakah percaya itu?” Iman yang dimaksud oleh Yohanes dalam Injilnya adalah “aktivitas yang membawa manusia menjadi satu dengan Kristus”, sama dengan yang dimaksudkan oleh Paulus dalam surat-suratnya, yaitu “kepercayaan kepada Kristus”. Jadi, kita yang percaya kepada Kristus tidak hanya menerima hidup yang kekal tetapi juga memiliki hidup yang kekal itu.
Satu-satunya jalan supaya tidak binasa tetapi beroleh hidup kekal adalah dengan percaya kepada Yesus Kristus. Karena sudah adanya korban Yesus Kristus, maka jalan untuk selamat itu menjadi begitu sederhana dan mudah, yaitu hanya dengan percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Cara ini disebut sebagai ‘the greatest simplicity’ (kesederhanaan terbesar). Kita tidak mempercayai keselamatan karena perbuatan baik ataupun karena iman ditambah perbuatan baik, tetapi hanya karena kasih karunia oleh iman. Rasul Paulus menulis dalam Efesus 2:8-9, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”. Tetapi karena begitu sederhana, banyak orang lalu meremehkan cara ini, padahal hanya ini satu-satunya jalan untuk selamat dan tidak ada yang lain.
Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan karena Dia adalah satu-satunya yang dapat membayar hutang dosa kita (Roma 3:23). Tidak ada agama lain yang mengajarkan dalamnya dan seriusnya dosa kita dan akibat-akibatnya. Tidak ada agama yang menawarkan pembayaran dosa seperti yang disediakan oleh Yesus. Tidak ada “pendiri agama” lain yang Allah yang menjelma menjadi manusia (Yohanes 1:1, 14), yaitu satu-satunya cara untuk melunasi utang dosa.
Yesus haruslah Allah supaya Dia dapat membayar hutang kita. Yesus harus menjadi seorang manusia supaya Dia bisa mati. Keselamatan hanya tersedia melalui iman di dalam Yesus Kristus. “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kisah 4:12). Allah memungkinkan manusia berbaik dengan Dia, hanya kalau manusia percaya kepada Yesus Kristus. Allah berbuat ini untuk semua orang yang percaya kepada Kristus; sebab tidak ada perbedaannya (Roma 3:22).
2. melakukan perbuatan baik sebagai buah dari keselamatan dan rasa syukur untuk apa yang telah Allah lakukan bagi kita (Efesus 2:8-9).
Salah satu cara kita diminta untuk memberi respon terhadap kasih karunia Allah adalah dengan melakukan pekerjaan baik. Pernyataan klasik tentang keselamatan hanya “karena kasih karunia oleh iman” adalah frase Yunani “tê gar khariti este sesôsmenoi dia tês pisteôs” yang diterjemahkan “Sebab adalah karena kasih karunia kamu telah diselamatkan melalui iman”, langsung diikuti oleh pernyataan ini “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Efesus 2:10).
Frase Yunani “pekerjaan baik” dalam ayat ini adalah “ergois agathois” diterjemahkan “perbuatan-perbuatan yang baik”. Kata “agathois” berasal dari kata “agathos” yaitu kata Yunani biasa untuk menerangkan gagasan yg “baik” sebagai kualitas jasmani atau moral. Kata ini dapat berarti “baik, mulia, patut, yang terhormat, dan mengagumkan”.
Jadi, pelayanan kita untuk Allah dilakukan karena rasa terima kasih kita untuk kasih karuniaNya, bukan sebagai upaya untuk menggantikan kasih karunia dengan pekerjaan atau perbuatan-perbuatan yang baik.
Perhatikan apa yang Paulus katakan mengenai dirinya sendiri, “Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku” (1 Korintus 15:10). Rasul Paulus yang telah mengatakan bahwa ia diselamatkan hanya karena kasih karunia yang tidak sepatutnya ia terima, namun ia tidak duduk dan bermalas-malasan, melainkan melayani Tuhan dan bekerja dengan giat bagi Allah.
Telah disebutkan diatas, menurut Paulus dalam Efesus 2:8 bahwa kita tidak diselamatkan karena perbuatan-perbuatan. Tetapi menurut Yakobus, iman tanpa perbuatan adalah mati. Apakah Yakobus bertentangan dengan Paulus? Jawabannya tidak, karena Paulus dan Yakobus menggunakan kata “ergon” atau perbuatan/pekerjaan dengan pengertian yang berbeda.
Ketika Paulus menyebut diselamatkan bukan karena perbuatan atau pekerjaan maka yang dimaksud adalah menunjuk kepada keinginan seseorang untuk memperoleh perkenan dan keselamatan melalui usaha menanati hukum taurat dengan kekuatan sendiri dan bukan melalui iman pada anugerah Tuhan.
Sedangkan ketika Yakobus menggunakan kata perbuatan (ergon, bentuk tunggal dari erga yang berarti perbuatan atau pekerjaan) menunjuk kepada perbuatan-perbuatan yang bersumber dari iman sejati dan kehidupan yang telah diselamatkan. Kata “ergon” dalam Yakobus menunjuk kepada kualitas dasar dari kehidupan seseorang yang dinyatakaan dengan perilakunya.
Tindakan atau perbuatan seseorang mencerminkan fakta bahwa iman sejati ada di dalam perbuatan-perbuatan itu. Dengan demikian hubungan antara iman dan perbuatan adalah bahwa setelah diselamatkan kita harus aktif mengerjakan keselamatan itu didalam kehidupan kita dengan perbuatan-perbuatan yang kita lakukan atau hal-hal yang kita kerjakan. (Filipi 2:12-13; Efesus 2:10, agatha). Perbuatan-perbuatan itu merupakan tanda apakah iman kita itu benar-benar hidup (Yakobus 214-17) dan tanda ketaatan iman kepada Allah, yang berbeda dengan setan yang percaya pada Allah tetapi tidak taat (Yakobus 2:18-20).
3. Kita harus bertumbuh dalam kasih karunia.
Rasul Petrus memberikan nasehat yang penting dan sangat berharga dengan berkata “Tetapi bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. Bagi-Nya kemuliaan, sekarang dan sampai selama-lamanya” (2 Petrus 3:18).
Kata Yunani yang diterjemahkan dengan “bertumbuhlah” adalah “auksanete”, merupakan bentuk kata kerja aktif imperatif atau kata kerja bentuk perintah. Kata “auksanete” ini berasal dari kata “auksano” yang berarti “tumbuh, bertambah, berkembang, dan bertambah besar”. Disini Petrus menasihati untuk bertumbuh dalam pengertian akan kasih karunia karena makin baik pengertian kita akan kasih karunia, makin baik kita akan menjalani hidup sebagai orang percaya.
Cara untuk bertumbuh dalam pengertian akan kasih karunia berarti bertumbuh dalam pengetahuan akan Yesus Kristus, sebab kasih karunia bukanlah suatu konsep yang abstrak, tetapi suatu Pribadi. Kata Yunani yang diterjemahkan dengan “pengenalan” adalah “gnosis” yang berarti “pengetahuan yang sebenarnya”. Dengan demikian, cara kita bertumbuh dalam kasih karunia adalah dengan mengenal Yesus Kristus melalui persekutuan yang akrab dengan Dia, karena makin baik kita mengenal Yesus, makin banyak kita mengalami kasih karuniaNya.
REFERENSI: KASIH KARUNIA YANG PASTI
Arrington, French L., 2004. Doktrin Kristen Perspektif Pentakosta. Terjemahan, diterbitkan oleh Departmen Media BPS Gereja Bethel Indonesia : Jakarta. Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta.
Calvin, John.,2000. Institutio: Pengajaran Agama Kristen. Terjemahan, Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta. Berkhof, Louis., 2011. Teologi Sistematika: Doktrin Kristus. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Conner J. Kevin., 2004. A Practical Guide to Christian Bilief. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang. Chamblin, J. Knox.,2006. Paulus dan Diri: Ajaran Rasul Paulus Bagi Keutuhan Pribadi. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Daun, Paulus., 1994. Bidat Kristen dari masa Ke Masa. Penerbit Yayasan Daun Family : Manado. Conner, Kevin J. & Ken Malmin., 2004. Interpreting The Scriptures. Terjemahan Penerbit Gandum Mas : Malang. Cornish, Rick., 2007. Lima Menit Teologi. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang. Douglas, J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 1 & 2. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta. Enns, Paul., 2000. Approaching God. Jilid 2 Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang. Evans, Tony, 2005. Sungguh-sungguh Diselamatkan, terjemahan, Penerbit Gospel Press: Batam, hal. 111-112.
Ferguson, B. Sinclair, David F. Wright, J.I. Packer., 1988. New Dictionary Of Theology. Jilid 1 & 2, diterjemahkan (2008), Penerbit Literatur SAAT : Malang. Erickson J. Millard., 2003. Teologi Kristen, Jilid 2. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang. Fances, Eddy., 2005. Murid Kristus. Penerbit Yayasan Sinar Nusantara : Jakarta. Geisler, Norman & Ron Brooks., 2010. Ketika Alkitab Dipertanyakan. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.
Guthrie, Donald., 2010. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta. Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House: Grand Rapids, Michigan. Geisler, Norman & Ron Brooks., 2010. Ketika Alkitab Dipertanyakan. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta. Guthrie, Donald, dkk., 1982. Tafsiran Alkitab Masa Kini. Jilid 3. Terjemahan. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.
Poespoprodjo W dan EK. T. Gilarso, 1999. Logika Ilmu Menalar. Penerbit Pustaka Grafika: Bandung. Hoekema, Anthony A., 2010. Diselamatkan Oleh Anugerah, Penerbit Momentum : Jakarta. Ladd, Geoge Eldon, 1999. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 2, terjemahan Penerbit Kalam Hidup : Bandung. Pandensolang, Welly., 2009. Kristologi Kristen. Penerbit YAI Press : Jakarta. Pfeiffer F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 1962. The Wycliffe Bible Commentary. Volume 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang.
Sandison, George & Staff., 2013. Bible Answers for 1000 Difficult Questions. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang. Milne, Bruce., 1993. Mengenali Kebenaran. Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta. Morris, Leon., 2006. Teologi Perjanjian Baru. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang. Peter, George W., 2006. A Biblical Theology of Missions. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang. Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 1 & 2, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta. Scharf, Greg., 2013. Khotbah Yang Transformatif. Terjemahan, Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.
Thiessen, Henry C., 1992. Teologi Sistematika, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang. Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang. Susabda, Yakub B., 2010. Mengenal dan Bergaul Dengan Allah. Penerbit Andi Offset: Yoyakarta. Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid I & II. Penerbit Literatur SAAT : Malang. Tabb, Mark, ed., 2011. Mari Berpikir Tentang Teologi: Apa Yang Kita Yakini. Terjemahan, Penerbit Yayasan Gloria : Yogyakarta. Wolf, Herbert., 2004. Pengenalan Pentateukh. Terjemahan, penerbit Gandum Mas : Malang.
Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Yancey, Philip, 1997. Bukan Yesus Yang Saya Kenal. Terjemahan, Penerbit Profesional Books : Jakarta.