DISELAMATKAN DAN HIDUP KARENA ANUGERAH OLEH IMAN

Pdt.Samuel T. Gunawan, M.Th.
DISELAMATKAN DAN HIDUP KARENA ANUGERAH OLEH IMAN - Samuel T. Gunawan, S.Th.,SE, M.Th
DISELAMATKAN DAN HIDUP KARENA ANUGERAH OLEH IMAN.“(Roma 1:16) Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. (1:17) Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: "Orang benar akan hidup oleh iman." (Roma 1:16-17)

PENDAHULUAN: 

Perjanjian Baru menyebutkan pentingnya iman antara lain: 

(1) Kita menerima anugerah keselamatan melalui iman (Efesus 2:8-9); 

(2) Kita dibenarkan dalam Kristus karena iman (Roma 5:1). 

(3) Tanpa iman tidak mungkin seseorang berkenan kepada Allah. Iman memampukan kita untuk mencari Allah dan bertobat dengan mempercayai fakta keberadaan atau eksistensi Allah (Ibrani 11:6). 

(4) Iman adalah dasar dari pengharapan orang percaya (Ibrani 11:1). 

(5) Prinsip dasar dalam pengajaran Kristen adalah iman kepada Allah (Ibrani 6:1,2); 

(6) iman yang benar adalah iman yang menyelamatkan, yaitu iman kepada Yesus Kristus yang dianugerahkan oleh Allah pada saat kelahiran kembali (Kisah Para Rasul 26:20,21). Iman yang menyelamatkan ini diperlukan dalam menerima Kristus dan segala sesuatu yang Ia tawarkan (Yohanes 11:25-26; 14:1; Kisah Para Rasul 16:31; 1 Yohanes 3:23); 

(7) Alkitab menyebutkan tiga macam iman yang benar, yaitu : iman yang menyelamatkan yang bekerja terus menerus, iman sebagai buah Roh Kudus (Galatia 5:22), dan iman sebagai karunia Roh Kudus (1 Korintus 12:9).

APAKAH IMAN ITU

Kata bahasa Inggris untuk “iman” adalah “faith” merupakan terjemahan dari kata Yunani “pistis” (kata benda) dan “pisteuo” (kata kerja) mengandung arti percaya, kepastian, yakin kepada seseorang dan apa yang dikatakannya.[1] Dalam Perjanjian Baru, iman terutama ditujukan kepada Yesus, yaitu percaya kepadaNya, perkataanNya dan karya penebusanNya, dan bahwa Dia adalah Tuhan dan Juruselamat, serta mempercayakan diri kepadaNya. Iman adalah sarana yang olehnya seseorang dibenarkan (Roma 3:28 Galatia 2:16; 3:8, 24) dan tindakan yang melaluinya seseorang menerima kebenaran Kristus Roma 3:22; Filipi 3:9 Filipi 3:9). 

Kata iman juga juga dikaitkan dengan keyakinan dalam menerima kebenaran Injil. Kata benda Yunani “πιστις-pistis” digunakan 243 kali dan selalu diterjemahkan dengan “iman (faith)”.[2] Kata kerja “πιστευω-pisteuô” muncul sebanyak 246 kali dan selalu diterjemahkan dengan “percaya (believe). Pada saat kata “iman” dan “percaya” digunakan muncul dalam Perjanjian Baru pada umumnya merupakan terjemahan dari kata pistis dan pisteuô tersebut. 

Charles F. Beker menyebutkan beberapa pengertian yang di dalamnya iman digunakan, yaitu: 

(1) Dalam arti luas, iman adalah keyakinan benar. Kita mempercayai hal yang kita anggap benar; 

(2) Iman adalah hal menaruh kepercayaan. Kata dalam bahasa Yunani untuk iman berarti diyakinkan bahwa sesuatu atau seseorang dapat dipercaya. Keabsahan subjektif dalam menilai keyakinan memiliki tiga tingkat, yaitu: pendapat, kepercayaan, dan pengetahuan. Pendapat merupakan penilaian secara sadar yang tidak memadai baik secara subjektif maupun objektif. Kepercayaan memadai secara subjektif, tetapi diakui tidak memadai secara subjektif. Sedangkan pengetahuan memadai secara subjektif maupun objektif; 

(3) Iman adalah keyakinan yang lebih kuat daripada pendapat tetapi lebih lemah daripada pengetahuan Iman didasarkan pada pengetahuan atau informasi. Kita tidak mungkin mempercayai hal yang tidak kita ketahui. Iman harus mempunyai objek. Kita tidak dapat beriman terhadap hal-hal yang tidak ada dengan kata lain hal yang tidak ada tidak dapat menjadi objek iman (Bandingkan Roma 10:14).[3] Iman yang menyelamatkan merupakan keyakinan pada Injil. Injil adalah berita, suatu berita historis yang benar (Roma 1:16)

Penekanan yang diberikan kepada iman dan percaya harus dilihat dengan latar belakang karya penyelamatan Allah dalam Yesus Kristus. Gagasan bahwa Allah mengutus AnakNya menjadi Juruselamat dunia merupakan inti Perjanjian Baru. Yesus Kristus melakukan karya penyelamatan manusia melalui kematianNya yang mendamaikan manusia dengan Allah di salibNya. 

Iman ialah sikap yang didalamnya seseorang melepaskan andalan pada segala usahanya sendiri untuk mendapatkan keselamatan, baik berupa kebajikan, kebaikan susila atau apa saja, kemudian sepenuhnya mengandalkan Yesus Kristus, dan mengharap hanya dari Dia segala sesuatu yang dimaksud oleh “keselamatan”. 

Sewaktu kepala penjara di Filipi bertanya, “Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat supaya aku selamat?”. Dijawab oleh Paulus dan Silas tanpa ragu-ragu, ”Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat” (Kisah Para Rasul 16:30; bandingkan Yohanes 3:16). Jadi iman adalah satu-satunya jalan, melalui mana manusia beroleh keselamatan. 

INJIL YANG MENYELAMATKAN

Yesus selalu dimuliakan saat Injil diberitakan. Karena itu, di dalam kekristenan, injil yang tanpa memberitakan Yesus Kristus bukanlah Injil. Kita tidak dapat memisahkan Yesus Kristus dari Injil kasih karunia. Jika ada orang-orang yang mengajarkan Injil kasih karunia terlepas dari Kristus atau dengan kata lain tidak memuliakan Kristus dan karya-karyaNya, itu bukanlah Injil kasih karunia. 

Michael S. Horton menyatakan keprihatinannya saat mengatakan, “Namun, kaum Protestan saat ini nampaknya berasumsi bahwa Injil memberi kita sesuatu untuk dilakukan daripada suatu pemberitaan tentang yang telah digenapi, diakhiri, dan secara objektif diselesaikan bagi kita oleh Allah dalam Yesus Kristus. 

Sama dengan Konsili Trente, banyak kaum Protestan akan meneguhkan keharusan kasih karunia, tetapi menyangkal pemenuhannya... Namun, Kabar Baik adalah bahwa dalam Yesus Kristus saudara sulung kita, Allah telah menerima ketaatan penuh yang dituntut hukumNya. Tidak diperlukan lagi usaha kita! Dia telah mendapatkan setiap sen dalam kerajaan surgawi. Sesungguhnya, kita diselamatkan oleh usaha, bukan oleh niat baik, melainkan oleh usaha yang sempurna, lengkap, dan berlaku bagi setiap perintah. Namun itu adalah usaha Kristus, bukan kita, yang mengamankan warisan kekal bagi kita”.[4]

Harus diingatkan bahwa Kekristenan terutama bukan sebuah filsafat agama, pandangan hidup, sekumpulan kepercayaan dan kebiasaan. Kekristenan adalah seorang Pribadi, dan pengalaman keselamatan adalah mengalami pribadi Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. Injil merupakan kebenaran inti dari Kekistenan ini merupakan hal yang paling signifikan bagi doktrin Alkitab yang sehat dan bagi kehidupan Kristen yang sejati. 

Hal itulah yang melindungi kita dari ajaran yang keliru dan membuat kehidupan kita terkait pada Kristus, mengidentifikasikan diri kepada Kristus, bergantung kepada Kristus, dan berpusat kepada Kristus serta menghormati Kristus. Dia akan menjadi segala-galanya dalam pengalaman kita dan dalam kehidupan kita.[5] 

Yesus Kristus merupakan sentralitas dalam Kekristenan sebagaimana yang dinyatakan oleh Michael Eaton, “Kekristenan adalah Kristus! Iman Kristen bukan sebuah buku, Ia bukan sebuah filosofi. Ia bukan sebuah pengalaman. Ia bukan sebuah program tindakan. Iman Kristen terutama dan pertama-tama adalah tentang seorang Pribadi, Tuhan kita Yesus Kristus, Anak Allah”.[6] 

Kristosentris atau sentralitas Kristus lebih dari sekedar prinsip penafsiran Alkitab.[7] Yesus Kristus sendiri adalah inti dari keselamatan itu. Keselamatan adalah Kristus, dan mengalami keselamatan berarti mengalami Kristus. Kristus adalah keselamatan kita dan memberikan diriNya bagi kita sebagai keselamatan kita. Di Dalam Kristus kita menerima kepenuhan Allah. Dia adalah kehidupan, kekuatan, damai sejahtera, dan sukacita kita. Dia adalah hikmat, kebenaran, pengudusan, dan penebusan kita. Dia lah hidup kekal bagi kita (1 Yohanes 5:12). 

Semua keberadaanNya menjadi milik kita pada saat kita menerimaNya dengan iman. Alkitab mengatakan, “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya” (Yohanes 1:12). Dan lagi, “Ia, yang tidak menyayangkan AnakNya sendiri, tetapi yang menyerahkanNya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” (Roma 8:32).[8] 

Pertanyaannya ialah: Apakah Injil yang diberitakan Paulus itu? Pertanyaannya ialah: Apakah Injil kasih karunia yang diberitakan Paulus itu? Yang mana menurut Michael S. Horton, “Paulus tidak menemukan Injil ini, tetapi secara langsung ia memperolehnya dari Kristus yang telah bangkit”.[9] Injil yang diberitakan rasul Paulus adalah Injil berdasarkan fakta historis dan kebenaran teologis. 

Secara historis, Injil berisi kisah faktual tentang Kristus yang hadir dalam sejarah manusia. Mulai dari kelahiranNya, kehidupanNya, kematianNya disalib, penguburan dan kebangkitanNya. Secara teologis, kelahiranNya menggenapi nubuat para nabi tentangNya; kehidupannya menunjukaan ketaatanNya yang sempurna pada hukum Taurat; kematiannya merupakan tujuan misiNya, yaitu pendamaian bagi dosa-dosa manusia; dan kebangkitanNya bagi pembenaran orang berdosa yang percaya kepadaNya

Berdasarkan Roma 1:16-17; 4:23-25; 1 Korintus 15:1-4; Galatia 1:12; 2 Timotius 2:8, bahwa karakteristik dan signifikansi Injil yang diberitakan Paulus adalah sebagai berikut : 

(1) Karakteristik dari Injil itu adalah bahwa “injil itu adalah kekuatan Allah; Injil itu menyelamatkan; Injil itu adalah kebenaran Allah; Injil itu mengajarkan tentang orang yang benar hidup oleh iman; dan Injil itu adalah pernyataan Yesus sendiri” (Roma 1:16-17; Galatia 1:12); 

(2) Signifikansi dari Injil kasih karunia itu adalah berita (kabar) bahwa “Yesus diserahkan untuk menerima hukuman mati atas pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan oleh kita manusia; Allah telah membangkitkan Kristus kembali dari antara orang mati; Kita akan dibenarkan (dinyatakan benar) dihadapan Allah apabila kita percaya akan berita mengenai kematian dan kebangkitan Yesus demi umat manusia itu; dan bahwa Kristus telah mati untuk dosa-dosa kita, telah dikuburkan, dan Ia bangkit kembali pada hari yang ketiga” (Roma 4:23-25; 1 Korintus 15:1-4; 2 Timotius 2:8). 

Jika kita gabungkan ayat-ayat di atas maka kita akan menemukan fakta-fakta historis dan dan kebenaran teologis yang diberitakan rasul Paulus dalam Injil kasih karunia yang menyelamatkan itu, sebagai berikut : 

(1) Kristus telah diserahkan oleh Allah Bapa untuk menerima hukuman mati (di kayu salib) atas dosa-dosa yang telah kita lakukan (karya pendamaian); 

(2) Kristus telah dikuburkan; 

(3) Allah membangkitkan Dia dari antara orang-orang mati pada hari yang ketiga; 

(4) Kita akan menerima kebenaran (dibenarkan oleh) Allah apabila kita percaya akan semua fakta ini. Inilah fakta penting dan sederhana; tidak perlu ada embel-embel dan tambahan lainnya dari berita Injil yang menyelamatkan. Inilah Injil kasih karunia, Injil Yesus Kristus. 

KESALAHPAHAMAN TENTANG INJIL 

Telah ada kekeliruan tentang Injil yang sejati, kekeliruan itu antara lain : 

Pertama, ada yang mengajarkan bahwa injil tidak berurusan dengan dosa. Ajaran ini jelas keliru! Karena, sebenarnya Injil adalah cara Allah menyelesaikan masalah dosa yang tidak bisa diselesaikan oleh manusia (1 Korintus 15:1-4); 

Kedua, ada yang mengajarkan bahwa kita perlu menyampaikan injil yang berbeda untuk kelompok usia yang berbeda, yaitu Injil untuk lansia, Injil untuk para pemuda, dan Injil untuk anak-anak. Ini jelas keliru! Sebab Alkitab mengajarkan Injil yang sama untuk semua orang (Roma 1:16; Galatia 3:26-28); 

Ketiga, ada yang mengajarkan bahwa Injil akan diterima bila disampaikan dengan kepandaian dan dengan metode tertentu. Ini juga salah dan bertentangan dengan keyakinan rasul Paulus (1 Korintus 1:17-31; 2:4; 4:20); 

Keempat, ada yang menganggap bahwa kita diselamatkan karena perbuatan-perbuatan dan bukan hanya karena percaya pada Injil. Ini juga keliru karena membawa orang Kristen kepada legalisme (Galatia 3:1-8); 

Kelima, ada yang menganggap bahwa baptisan air adalah Injil yang menyelamatkan (1 Korintus 1:17). Ini juga keliru karena Alkitab menunjukkan bahwa baptisan air bukanlah anugerah yang menyelamatkan atau pun syarat keselamatan (1 Korintus 1:17). 

Baptisan air itu penting tetapi bukanlah syarat keselamatan. Makna Baptisan air adalah: 

(1) Tanda (kepada) pertobatan (Matius 3:11); 

(2) Tanda ketataan kepada perintah Tuhan, bahwa seseorang telah lahir baru atau telah diselamatkan (Matius 28:18,19); 

(3) Tanda simbolik dari persatuan dengan kematian dan kebangkitan Kristus. Artinya, orang percaya yang telah lahir baru (atau dibaptis Roh Kudus), telah bersatu dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitanNya, dan secara simbolik persatuan tersebut ditunjukkan melalui peristiwa baptisan air (Roma 6); 

(4) Merupakan upacara (inisiasi) masuknya seseorang ke dalam keanggotaan tubuh Kristus yang kelihatan, disebut keanggotaan gereja lokal. 

(5) Merupakan kesaksian bahwa kita telah dimeteraikan dan menerima hidup baru dan mengambil bagian dalam kematian dan kebangkitan Kristus (Roma 6:3-6). 

(6) Tanda bahwa kita menjadi pengikut atau murid Kristus yang sah (Matius 28:19,20). 

Rasul Paulus menyebutkan adanya Injil lain yang berbeda dari Injil kasih karunia yang diberitakannya (Galatia 1:6-7). Terhadap hal tersebut rasul Paulus sangat marah sehingga ia menyatakan, “Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah (anathema ) dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah (anathema ) dia” (Galatia 1:8-9). 

Kata Yunani “anathema (αναθεμα)” disini berarti “dihukum untuk binasa dan akan menerima murka Allah”. Paulus hanya dua kali menyebut anathema ini, yaitu dalam hubungannya dengan orang yang tidak mengasihi Tuhan (1 Korintus 16:22) dan orang yang memutarbalikan Injil (Galatia 1:8-9). Kepada mereka yang memberitakan Injil yang lain dari yang telah diberitakan Paulus sebagaimana yang dinyatakan oleh Kristus kepadanya, rasul Paulus menegaskan bahwa hukuman (anathema) Allah ada pada orang tersebut. 

KESELAMATAN ADALAH ANUGERAH YANG DITERIMA MELALUI IMAN 

Pernyataan rasul Paulus yang tegas dalam Efesus 2:8-9, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”. Kita tidak mempercayai keselamatan karena perbuatan-perbuatan baik ataupun karena iman ditambah perbuatan baik, tetapi hanya karena anugerah oleh iman. 

R.C. Sproul menyatakan, “deklarasi utama dari reformasi adalah sola gratia, yaitu keselamatan hanya merupakan anugerah Allah semata-mata”.[10] Anugerah adalah kemurahan (perlakuan istimewa) yang tidak layak kita diterima, tidak diupayakan, dan tidak diterima karena jasa. Istilah “anugerah” disebut juga kasih karunia (grace) adalah pemberian Allah yang tidak selayaknya diberikan kepada kita karena kita memang tidak layak untuk menerimanya. 

Perhatikanlah bahwa pernyataan klasik “tê gar khariti este sesôsmenoi dia tês pisteôs” yang diterjemahkan “Sebab adalah karena kasih karunia kamu telah diselamatkan melalui iman”, menunjukkan bahwa kita menerima anugerah Allah itu hanya dengan percaya kepada Yesus Kristus. Rasul Petrus dengan tegas mengatakan, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kisah Para Rasul 4:12). 

Banyak ayat dalam Alkitab menegaskan bahwa tanggung jawab manusia untuk diselamatkan hanya percaya (Yohanes 1:12; 3:16,18,36; 5;24; 11:25-26; 12:44; 20:31; Kisah Para Rasul 16:31; 1 Yohanes 5:13, dan lainnya). Tetapi, “apakah percaya itu?” Iman yang dimaksud oleh Yohanes dalam Injilnya adalah “aktivitas yang membawa manusia menjadi satu dengan Kristus”, dan ini diterima pada saat lahir baru (regenerasi). 

KITA DIBENARKAN KARENA IMAN 

Rasul Paulus memberikan pernyataan yang tegas dalam Roma 5:1-2, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah”. 

Alkitab mengajarkan bahwa setelah kematian Kristus di kayu salib, Tuhan memberikan kebenaran bukan kepada orang-orang yang mematuhi hukum Taurat (Galatia 2:16), melainkan kepada siapapun yang percaya kepada AnakNya, Yesus Kristus. Karena Kristus menanggung kesalahan kita di kayu salib dan memberikan kepada kita kebenaran (2 Korintus 5:21), saat kita percaya kepadaNya, Tuhan menganggap kita benar terlepas dari perbuatan atau kepatuhan kita (Bandingkan Roma 4:5-8). Inilah fakta kebenaran dalam Perjanjian Baru, kebenaran yang timbul dari iman dan bukan perbuatan. 

Artinya, kita tidak dibenarkan karena kita bermoral dan berbuat baik; juga bukan karena kita melakukan disiplin rohani setiap hari, seperti membaca Alkitab dan berdoa. Kita dibenarkan bukan karena kita merasa orang benar. Pembenaran tidak berhubungan dengan kelakukan (tingkah laku) kita yang benar, tetapi menjadi pribadi yang benar. 

Kita adalah kebenaran Tuhan di dalam Yesus Kristus hanya karena pengorbanan Yesus yang menjadikan kita demikian. Bagaimana kita menerima pembenaran ini? Kita menerimaNya melalui karya Kristus di kayu salib. Kristus yang tidak berdosa dibuatNya menjadi dosa karena kita supaya kita dibenarkan di dalam Dia. Jika kita mempercayai ini, iman kita diperhitungkan sebagai kebenaran. Sebab jika kita dibenarkan karena perbuatan-perbuatan dan kebaikan-kebaikan kita maka kita tidak memerlukan iman (Roma 4:5; Efesus 2:8-9). 

Kita membutuhkan iman untuk mempercayai dan mengakui bahwa kebenaran kita adalah kebenaran Tuhan di dalam Kristus. Ajaran tentang pembenaran berdasarkan anugerah dan iman ini merupakan ajaran yang sangat penting dalam Kekristenan karena ajaran ini membedakan Kekristenan dari agama lain yang menekankan keselamatan berdasarkan perbuatan.

Kata “dibenarkan” berasal dari kata Yunani “dikaiothentes“. Kata dasar “dikaioo” memiliki baik aspek negatif maupun aspek positif. 

(1) Secara negatif hal itu berarti mengangkat dosa orang percaya; 

(2) Secara positif hal itu berarti menganugerahkan kebenaran Kristus atas orang percaya (Roma 3:24,28; 5:9; Galatia2:16).[11] 

Atau seperti kata Charles F. Beker, bahwa pembenaran : 

(1) dilihat dari aspek negatif berarti penghapusan terhadap hukuman atas dosa. Pembenaran bukan menyatakan seseorang tidak bersalah; pembenaran menyatakan bahwa tuntutan hukum telah dipenuhi sehingga si pendosa yang percaya pada Kristus kini bebas dari hukuman (Roma 8:1); dan 

(2) dilihat dari aspek positif pembenaran berarti pemulihan ke dalam keadaan berkenan kepada Allah. 

Pembenaran berarti tindakan Allah yang menyatakan orang percaya benar dalam kapasitasNya sebagai Allah yang berkuasa, bukan berdasarkan keadaan bagaimanapun dari orang percaya, atau oleh apapun yang telah dicapai oleh orang percaya itu, tetapi semata-mata oleh iman pada diri dan karya Kristus. Pembenaran adalah tindakan yudisial yang menempatkan orang percaya pada posisi dimana Ia diperlakukan seakan-akan ia memang secara pribadi benar. Pembenaran bukan mengakibatkan dihasilkannya kebenaran manusia, tetapi kebenaran Allah bagi semua orang yang percaya (Roma 3:22).[12]

Jadi, pembenaran adalah anugerah yang diberikan Allah kepada orang berdosa yang percaya (Roma 3:24). 

Bruce Milne mengatakan, “Pembenaran adalah karya anugerah Allah yang memperhitungkan orang berdosa sebagai orang benar dihadapan Allah karena persatuan imanNnya dengan Kristus yang mematuhi Allah dan mati karena dosa...Penting sekali untuk menyadari bahwa pembenaran berkenaan dengan status orang berdosa sebagai orang benar, dan bukan dengan kebenaran atau keadilan orang itu sendiri. 

Hal inilah yang menjadi landasan damai, jaminan dan sukacita orang Kristen. Sekalipun orang berdosa, namun ia diterima Allah, bukan atas dasar usaha menaati Allah melainkan karena Dia telah memperhitungkan kebenaran Kristus yang sempurna kepada kita.”[13] Pembenaran ini diterima pada saat seseorang memiliki iman kepada Kristus (Roma 5:1,17-18). 

Dasar dari pembenaran adalah kematian Kristus (Roma 5:9), terpisah dari pekerjaan manusia dalam bentuk apapun (Roma 4:5). Alat untuk menerima pembenaran adalah iman (Roma 5:1). Melalui pembenaran, Allah mempertahankan integritasNya dan standarNya, dan bersamaan dengan itu Ia dapat masuk dalam persekutuan dengan orang berdosa yang percaya, karena kebenaran Kristus telah diperhitungkan kepada mereka”.[14] 

Mengenai pembenaran ini Charles F. Beker mengatakan, “Karena itu kami menyimpulkan dengan yang ditunjukkan Paulus bahwa pembenaran dihadapan Allah adalah tindakan Ilahi yang di dalamnya Allah menyatakan bahwa seseorang sepenuhnya bebas dan dipulihkan berkenan kepadaNya oleh iman saja, tanpa pekerjaan atau usaha apapun dari manusia, atas dasar iman kepada kematian Kristus, dan bahwa keseluruhan pelaksanan tersebut seutuhnya disebabkan oleh anugerah Allah... Di dalam Kristus kita dijadikan orang benar Allah (2 Korintus 5:21)”[15] 

Ajaran tentang pembenaran ini menurut Charles C. Ryrie, “merupakan ajaran pokok dalam kekristenan, karena hal itu membedakan kekristenan sebagai agama anugerah dan iman. Anugerah dan Iman merupakan dasar dalam ajaran tentang pembenaran”.[16] 

PEMBENARAN KITA DIBUKTIKAN OLEH KEKUDUSAN HIDUP

Artinya, kita yang benar-benar telah diselamatkan (dibenarkan) tentulah akan menunjukkan buah dari kehidupan yang kudus. 

Charles C. Ryrie menyatakan, “Pembenaran dibuktikan oleh kesucian hidup orang... Pembenaran dihadapan pengadilan Allah ditunjukkan dengan kesucian hidup di dunia ini dihadapan pengadilan di dunia. Inilah yang dimaksud Yakobus ketika Ia menuliskan bahwa kita dibenarkan karena perbuatan-perbuatan kita (Yakobus 2:24). 

Iman yang tidak menghasilkan buah yang baik bukanlah iman yang sejati”.[17] Perhatikan kata-kata rasul Paulus, “Sebab siapa yang telah mati (harafiah: dibenarkan), ia telah bebas dari dosa” (Roma 6:7). Jadi disini rasul Paulus jelas menghubungkan kematian Kristus dengan penghukuman sifat dosa yang dimiliki orang percaya (Baca: Roma 6:1-14). 

Artinya, kita telah dibebaskan dari dosa, sehingga dosa tidak lagi menguasai kita. Kita diikutsertakan dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitanNya. Hal inilah yang sesungguhnya menghasilkan pemindahan kekuasaan kehidupan lama kepada kekuasaan kehidupan baru. Kematian terhadap dosa bukanlah sesuatu yang abstrak dan sekedar harapan, melainkan kenyataan, karena Kristus telah mati bagi dosa dan kita diikutsertakan dengan Dia dalam kematianNya itu. 

Jadi pembenaran akan terlihat dalam kehidupan yang kudus dan iman yang tidak mengasilkan kehidupan yang kudus bukanlah iman sejati. Dengan demikian, ajaran tentang kasih karunia yang sejati harus dihubungan dengan kehidupan yang kudus. 

Kevin J. Conner mengatakan, “Dalam pembenaran kita dinyatakan benar sementara di dalam penyucian kita menjadi benar. Pembenaran adalah apa yang telah Allah lakukan bagi kita, sementara penyucian adalah apa yang Allah lakukan di dalam kita. Pembenaran menempatkan kita di dalam hubungan yang benar dengan Allah, sementara penyucian adalah buah atau bukti dari hubungan tersebut... Pembenaran menyatakan kita benar secara hukum. Penyucian menjadikan kita benar secara pengalaman.”[18]

IMAN SEJATI MENGHASILKAN PERTOBATAN

Dapat disimpulkan bahwa satu-satunya syarat bagi penerimaan keselamatan adalah iman kepada Kristus. Iman kepada Kristus inilah yang membuat orang yang tidak percaya berbalik kepada Allah dan meninggalkan dosa-dosanya. Dengan demikian kepercayaan yang benar tentu diikuti oleh pertobatan, tetapi bukan iman yang mengikuti pertobatan. Namun beberapa orang bersikeras menyatakan bahwa pertobatan mendahului iman, mereka mengatakan bahwa manusia harus bertobat sebelum dia beriman kepada Kristus, karena pertobatan itulah yang akan membuat mereka memiliki hubungan yang benar dengan Kristus. 

Sanggahan saya ialah, bahwa mengatakan bahwa manusia harus bertobat sebelum dia beriman kepada Kristus dengan alasan bahwa pertobatan itulah yang menuntun manusia sehingga memiliki iman yang sejati adalah sebuah pernyataan yang tidak logis, bahkan tidak Alkitabiah. 

Mengapa? 

(1) Sebab jika seseorang harus bertobat dulu sebelum ia percaya kepada Kristus maka pertobatanlah yang menyelamatkan orang itu dan bukan iman kepada Kristus. Ini bertentangan dengan ajaran yang jelas dalam Perjanjian Baru yang menyatakan bahwa “kita diselamatkan karena anugerah oleh iman” dan bukan karena “jasa atau perbuatan baik apapun” (Bandingkan Efesus 2:8-9); 

(2) Alkitab mengindikasikan bahwa pertobatan tidaklah menghasilkan iman melainkan merupakan bukti dari adanya iman yang sejati. Jadi pertobatan bukanlah sebab dari iman melainkan akibat (hasil) dari iman sejati. 

Pada saat seseorang dilahirkan baru (regenerasi) maka ia dimampukan percaya kepada Kristus untuk keselamatannya dan kemudian bertobat dari dosa-dosanya. Seseorang dapat memberi respon di dalam iman dan pertobatan hanya setelah Tuhan memberikan kehidupan baru (regenerasi) kepadanya. Iman dan pertobatan ini merupakan dua sisi dari perpalingan (convertion). 

Beriman berarti berpaling kepada Kristus untuk mengampuni dosa-dosa dan bertobat merupakan suatu keputusan sadar untuk berpaling dan meninggalkan dosa-dosa. Jenis iman ini mengakui bahwa seseorang tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri dan pada saat yang sama mengakui hanya Kristus yang dapat melakukannya (Yohanes 6:44). 

Pakar teologi Charles C. Ryrie dan Paul Enns menyatakan bahwa iman yang menyelamatkan melibatkan tiga hal yaitu : intelektual, yang menyebabkan pengenalan yang sesungguhnya dan positif terhadap kebenaran Injil dan pribadi Kristus; emosional, yaitu suatu kesungguhan bahwa kita membutuhkan Juruselamat untuk membebaskan dari hukuman dosa; dan kehendak, yaitu keyakinan bahwa hanya Kristus saja yang mampu menyelamatkan kita tanpa mengikutsertakan apapun untuk keselamatan kekal kita.[19] Ketiga segi ini dapat dibedakan, tetapi merupakan suatu kesatuan saat iman yang menyelamatkan terjadi.

Lagi pula, kata “pertobatan” dalam bahasa Inggris adalah “repentence” merupakan terjemahan dari kata Yunani “metanoia” dan “metanoo” muncul dalam Perjanjian baru kurang lebih 58 kali dan diterjemahkan dengan kata “bertobat” (misalnya, Matius 4:17; Kisah Para Rasul 3:19; Wahyu 3:19). Menarik untuk diperhatikan bahwa dalam seluruh surat yang ditulis rasul Paulus, hanya ada lima rujukan bagi kata metanoia (pertobatan), yaitu dalam Roma 2:4; 2 Korintus 7:9,10; 12:21; dan 2 Timotius 2:5. 

Terlihat dalam surat-surat tersebut tidak ada satu rujukan mengenai kata pertobatan yang dihubungkan dengan iman untuk menerima keselamatan dari orang-orang yang belum mengenal Kristus. Justru semua kata pertobatan dalam surat-surat Paulus tersebut dihubungkan dengan orang yang sudah percaya kepada Kristus. 

Sementara itu, pemunculan 53 kali lainnya dari kata pertobatan dalam Perjanjian Baru terutama berurusan dengan bangsa Israel, umat Allah. Dimana Israel sebagai umat perjanjian, telah tersesat jauh dari Allah dan diminta untuk kembali kepada Allah, dalam pengertian bertobat. Fakta ini menunjukkan bahwa penggunaan terbanyak kata pertobatan tersebut bukan merujuk kepada cara untuk diselamatkan tetapi kepada pemulihan kembali terhadap mereka yang telah berada dalam hubungan perjanjian (covenant) dengan Allah. 

Dengan kata lain, berita tentang pertobatan (metanoia) tidak ditujukan kepada orang yang belum mengenal Allah, melainkan kepada orang-orang Yahudi yang sudah mengenal Allah, tetapi belum menerima Kristus. Sedangkan kepada orang-orang non Yahudi yang sama sekali belum mengenal Allah tidak dituntut pertobatan (metanoia) sebagai syarat keselamatan, melainkan hanya percaya kepada Kristus sebagai syarat keselamatan. 

Sebab, seperti kata Paul Enns, “bagaimana orang bisa bertobat jika mereka tidak percaya?”[20] Jadi, iman kepada Kristus inilah yang membuat orang yang tidak percaya berbalik kepada Allah dan meninggalkan dosa-dosanya. Teolog Indonesia R. Soedarmo menyatakan, “kepercayaan yang benar tentu diikuti oleh tobat”.[21] 

Namun para penganut pandangan pertobatan mendahului iman yang menyelamatkan masih bersikeras menyatakan bahwa ada banyak ayat-ayat Alkitab yang menempatkan kata bertobat mendahului percaya, dengan demikian bertobat adalah syarat keselamatan. 

Jawaban saya mengenai hal ini adalah bahwa saya sepakat dalam hal banyaknya ayat-ayat Alkitab yang menempatkan kata bertobat mendahului percaya, misalnya: berita pertama dari Yohanes Pembaptis disertai dengan panggilan untuk bertobat (Matius 3:1-8; Kis 19:4); berita pertama yang disampaikan oleh Tuhan Yesus adalah pertobatan (Matius 4:17; 9:13; 11:20-24); Sesudah hari Pentakosta para rasul mengajak orang-orang untuk bertobat (Kisah Para Rasul 2:37,38; 3:19); dan prinsip pertama dalam pengajaran Kristen adalah pertobatan dari perbuatan dosa yang sia-sia (Ibrani 6:1,2). 

Tetapi saya tidak setuju dengan kesimpulan yang menyatakan bahwa hal tersebut menunjukkan bahwa pertobatan mendahului iman, dan menjadikan pertobatan sebagai syarat bagi keselamatan. 

Bagi saya, kitab Suci mengajarkan dengan jelas dan tegas bahwa pertobatan dalam Perjanjian Baru bukanlah syarat keselamatan, melainkan hanya iman saja. Fakta bahwa ada ayat-ayat dalam Perjanjian Baru yang menempatkan kata-kata pertobatan mendahului iman atau pertobatan tanpa mencantumkan iman tidaklah mengharuskan kita menganggap bahwa pertobatan secara logis mendahului iman jika benar-benar ditafsirkan berdasarkan konteks penggunaannya. 

Ada tiga alasan mengapa dalam ayat-ayat tersebut kata pertobatan ditempatkan mendahului iman, yaitu : 
(1) Berdasarkan konteksnya, berita tentang pertobatan yang disampaikan oleh Yohanes pembaptis maupun oleh Kristus tersebut ditujukan kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada Allah namun telah tersesat. Berita tersebut ditujukan agar mereka kembali (bertobat) kepada Allah dan mempercayai Mesias yang diutus Allah; 

(2) Berita tentang pertobatan yang disampaikan Yohanes pembaptis maupun Kristus dalam ayat-ayat tersebut diberitakan sebelum kematian Kristus yang mendamaiakan di kayu salib. Jadi saat itu masih dalam masa transisi Perjanjian Lama ke Perjanjian Baru. Ini penting karena kematian Kristuslah yang menjadi dasar satu-satunya dalam Perjanjian Baru bahwa keselamatan semata-mata anugerah oleh iman (Efesus 2:8-9); 

(3) Sedangkan berita pertobatan yang disampaikan rasul-rasul memang disampaikan setelah kematian Kristus, tetapi ditujukan kepada orang-orang Yahudi agar berpaling kepada Allah dan percaya kepada Kristus. Sekali lagi, orang-orang Yahudi yang mengenal Allah, namun menolak Kristus bahkan menyalibkanNya, kepada merekalah berita pertobatan (metanoia) itu disampaikan agar mereka percaya dan menerima Kristus. 

IMAN YANG MENYELAMATKAN MENGHASILKAN PERBUATAN-PEBUATAN YANG BAIK 

Orang-orang yang percaya kepada Kristus sekarang ini disebut sebagai anak-anak terang, karena mereka sudah berpindah dari kegelapan kepada terang (1 Petrus 2:9). Dalam Efesus 5:8-10 Rasul Paulus mengatakan, “Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang, karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran, dan ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan” (Efesus 5:8-10). 

Di dalam ayat-ayat tersebut rasul Paulus mengingatkan orang-orang percaya di Efesus bahwa mereka yang sekarang berbeda dari mereka yang dahulu. Bahwa sejak mereka percaya kepada Yesus Kristus dan menjadi milikNya keadaan mereka benar-benar berubah. Perbedaan itu menurut Paulus bahkan sangat signifikan, yaitu kontras antara terang dan gelap. Dalam ayat 8 rasul Paulus menujukkan keberadaan orang-orang percaya pada masa yang lalu, yaitu keadaan sebelum mereka percaya kepada Kristus. 

Ia mengatakan pada mereka demikian, “ητε γαρ ποτε σκοτος (ête gar pote skotos)” atau dapat diterjemahkan “Kamu memang dahulu adalah kegelapan”. Perhatikanlah susunan kalimat rasul Paulus tersebut. Ia tidak mengatakan “kamu memang dahulu gelap atau berada dalam kegelapan”, tetapi ia mengatakan “kamu adalah kegelapan (ête skotos)”. Jadi kegelapan yang paulus maksudkan disini adalah seluruh keberadaan (eksistensi) mereka, yaitu hakikat atau diri mereka, yaiu seluruh hidup dan pekerjaan mereka. Dimasa lalu, eksistensi mereka, yaitu hidup dan pekerjaan mereka adalah kegelapan, yang memimpin kepada kematian (bandingkan Efesus 2:1-2). Itulah eksistensi mereka dimasa lalu. 

Namun keadaan mereka sekarang menurut rasul Paulus sudah sangat berbeda dari keadaan mereka di masa lalu. Perhatikan rasul Paulus mengatakan demikian, “νυν δε φως εν κυριω (nun de phôs en kuriô)” atau dapat diterjemahan “tetapi sekarang (kamu) adalah terang di dalam Tuhan”. Jadi disini Rasul Paulus menegaskan keadaan mereka yang telah berubah bahwa mereka bukan lagi kegelapan, tetapi terang (phôs). 

Perhatikan disini Paulus tidak mengatakan bahwa mereka “berasal dari terang” atau “milik terang”, atau “berada dalam terang”, tetapi “kamu adalah terang (ête phôs). Frase rasul Paulus “kamu adalah terang” tersebut, sesuai dengan pernyataan Yesus kepada murid-muridNya dalam Matius 5:14, ketika Ia mengatakan “kamu adalah terang dunia”. Dengan demikian frase“ête phôs” bukan saja hendak mengatakan bahwa mereka berada dalam terang atau diterangi oleh terang, tetapi yang dimaksud ialah bahwa mereka adalah terang karena keberadaan mereka “di dalam Tuhan (en kuriô). Jadi eksistensi mereka sebagai terang tidak lepas dari kesatuan mereka dengan Kristus.

Karena eksistensi mereka sekarang ini adalah terang di dalam Tuhan, maka rasul Paulus mengingatkan bahwa mereka harus hidup sebagai “anak-anak terang (tekna photos)”. Frase “τεκνα φωτος (tekna photos) atau “anak-anak terang” adalah frase yang banyak digunakan dalam Perjanjian Baru, misalnya dalam 1 Tesalonika 5:5; Lukas 16:8; Yohanes 12:36). 

Jadi menurut rasul Paulus, hidup sebagai anak-anak terang merupakan tugas dan panggilan bagi orang orang-orang percaya. Karena untuk maksud itulah mereka telah dipindahkan dari kuasa kegelapan dan ditempatkan di dalam kerajaan terang (Bandingkan Kolose 1:12-13). Hidup sebagai anak-anak terang berbeda dengan hidup di dalam kegelapan, “karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran” (Efesus 5:9). 

Jadi Orang-orang percaya ini berbagi tempat dalam terang kerajaan Allah (Kolose 1:12) dan bahkan menjadi terang di dunia yang gelap ini. Yesus menyebut para muridNya sebagai terang, ketika Ia berkata dalam Matius 5:14a “kamu adalah terang dunia (You are the light of the world)”. Perhatikan bahwa dalam ayat ini Yesus tidak mengatakan “kamu akan menjadi terang dunia”, tetapi “kamu adalah terang dunia”. Dengan demikian identitas orang percaya itu jelas bahwa mereka itu adalah terang di dalam Kristus. 

Selanjutnya Tuhan Yesus mengatakan, “Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu” (Matius 5:14b-15). Hal ini dikatakannya untuk menegaskan kepada para muridNya fungsi mereka sebagai terang. Melalui perbuatan-perbuatan baik orang-orang yang tidak percaya akan melihat terang Kristus di dalam kita. 

Itulah sebabnya Yesus menegaskan, “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16). Kata Yunani “kalá erga” menunjuk kepada perbuatan baik dalam pengertian moral, kualitas dan manfaat. Perbuatan baik adalah cermin dari kualitas hidup seseorang. Kehidupan yang baru dalam Kristus dimaksudkan untuk menghasilkan perbuatan baik yang bermanfaat bagi kehidupan.

Tuhan yang telah menyelamatkan menginginkan kita melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik di semua aspek kehidupan kita dan di semua pilar masyarakat. Ini berarti kita yang adalah terang menjadi alat Tuhan untuk menerangi dunia ini dengan perbuatan-perbuatan baik yang berkenan kepada Tuhan atau sesuai dengan kehendak Tuhan. 

Pernyataan klasik tentang keselamatan hanya “karena kasih karunia oleh iman” adalah frase Yunani “tê gar khariti este sesôsmenoi dia tês pisteôs” yang diterjemahkan “Sebab adalah karena kasih karunia kamu telah diselamatkan melalui iman”, langsung diikuti oleh pernyataan ini “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Efesus 2:10). 

Frase Yunani “pekerjaan baik” dalam ayat ini adalah “ergois agathois” diterjemahkan “perbuatan-perbuatan yang baik”. Kata “agathois” berasal dari kata “agathos” yaitu kata Yunani biasa untuk menerangkan gagasan yang “baik” sebagai kualitas jasmani atau moral. Kata ini dapat berarti “baik, mulia, patut, yang terhormat, dan mengagumkan”. Jadi perbuatan baik (agothos) dapat didefinisikan sebagai perbuatan-perbuatan yang dilakukan dalam Allah seperti yang dinyatakan dalam Yohanes 321. Perbuatan-perbuatan itu bisa juga dikategorikan sebagai pekerjaan iman (1 Tesalonoka 1:3). 

Lawan dari perbuatan baik (agathos) adalah perbuatan tidak baik (phaulos), yaitu perbuatan-perbuatan yang tidak ada harganya dihadapan Tuhan. Perbuatan-perbuatan semacam itu bisa juga disebut perbuatan-perbuatan yang mati atau perbuatan kedagingan. 

Bahaya menghasilkan perbuatan kedagingan adalah kesia-siaan (1 Korintus 15:58), kehampaan (1 Timotius 6:20; 2 Timotius 2:16), dan tidak berguna (Galatia 4:9; Titus 3:9; Yakobus 1:26). Perbuatan-perbuatan jahat tidak memenuhi standar, dan karena itu dikarakterisasi sebagai kayu, jerami, dan limbah kayu, benda-benda yang kecil nilainya maupun kegunaannya. Itulah perbuatan-perbuatan semacam itu dihasilkan oleh tenaga kedagingan, terlepas dari kuasa Roh. Karya-karya pelayanan juga bisa menjadi buruk jika dilakukan dengan motivasi yang salah. Hidup orang percaya akan direfleksikan pada penghakiman ini (1 Korintus 3:12-15). 

Kristus berkata, “Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik” (Matius 7:17-18). 

Ketika kita diselamatkan, Allah mengubah kita dari orang berdosa menjadi orang benar, dari orang jahat menjadi orang kudus, dari musuh Allah menjadi anak-anak Allah. Ia memberi kita hidup yang kekal yang menghasilkan buah-buah yang baik dan memuliakanNya. Hidup baru dalam Kristus adalah akar sedang perbuatan-perbuatan baik adalah buah-buahnya. Karena terang menurut rasul Paulus “hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran” (Efesus 5:9). 

PERBUATAN BAIK DIPERHITUNGKAN SEBAGAI PAHALA (UPAH) BAGI KITA DI MASA YANG AKAN DATANG 

Di dalam Kekristenan dikenal apa yang disebut dengan pahala. Namun pemberian pahala bukan untuk menentukan apakah orang-orang percaya akan masuk surga atau neraka, dengan kata lain pahala bukan untuk keselamatan karena keselamatan itu semata-mata anugerah (Efesus 2:8). 

R.C. Sproul mengatakan demikian, “Meskipun perbuatan-perbuatan baik kita tidak menghasilkan keselamatan, tetapi hal itu merupakan dasar bagi janji Allah untuk memberi upah kepada kita di surga. Masuknya kita ke kerajaan Allah hanya berdasarkan iman. Upah kita di dalam kekekalan adalah sesuai dengan perbuatan-perbuatan baik kita”.[22] 

Sementara itu Mark L. Bailey mengatakan, “Masalah utama pada Tahta Pengadilan Kristus bukanlah apak kita orang-orang percaya atau bukan, atau apakah kita akan masuk surga atau tidak. Faktanya adalah, siapapun yang harus menghadap Tahta Pengadilan Kristus sudah berada di surga. 

Pengampunan sudah digenapkan selamanya melalui penebusan, dan pendamaian dengan Allah yang Mahakudus sudah dijamin... Karena itu apapun yang dinilai di hadapan Tahta Pengadilan Kristus bukanlah masalah dosa dan hubungannya dengan hukuman kekal. Tujuannya adalah untuk menentukan apakah karya orang-orang percaya itu berharga atau tidak berharga dimataNya. Itulah kebenaran hakiki dalam pemberian upah atas karya masing-masing”.[23]

Pahala dihubungkan dengan tanggung jawab dalam Kekristenan yaitu penilaian atas kehidupan dan pelayanan orang percaya di hari pemahkotaan. Paulus mengingatkan, “Demikianlah setiap orang di antara kita (semua orang percaya yang sudah diselamatkan) akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah” (Roma 14:12). 

Inilah tujuan hidup dan pelayanan Kristen, yaitu memperoleh pahala dan mahkota pada hari pemahkotaan di Tahta Pengadilan Kristus.[24] Karena itu Paulus mengingatkan, “Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya! Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi. Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak” (1 Korintus 9:24-27). 

Tahta Pengadilan Kristus (Judgment seat of Christ) disebut “Bema Kristus” (2 Korintus 5:10) adalah peristiwa besar pertama yang terjadi di surga setelah gereja diangkat. Pada saat itu semua harus mempertanggungjawabkan pekerjaan mereka sewaktu hidup di dunia sejak mereka percaya kepada Kristus.[25] Pekerjaan yang berharga dan tidak berharga akan dibedakan, pekerjaan ini adalah pekerjaan yang dibuat selama hidup kekristenan mereka. Apakah pekerjaan itu dibangun diatas emas, perak, batu, permata, kayu, rumput kering atau jerami, semuanya akan teruji (1 Korintus 3:10-15). 

Hasil dari penghakiman ini bukanlah penghukuman tetapi pemberian pahala diantaranya berupa pujian dan mahkota. Pahala-pahala lainnya yang disebutkan Alkitab adalah pahala kesetiaan (Matius 25:21-23), pahala nabi dan orang benar (Matius 10:41,42), pahala hamba Allah dan orang kudus (Wahyu 11:18) dan mahkota emas (Wahyu 4:4;3:11). 

PENUTUP: 

Dengan demikian pengadilan ini tidak berhubungan dengan keselamatan, dalam pengertian penentuan masuk surga atau neraka, karena mereka yang diadili adalah orang-orang yang sudah diselamatkan. Tim LaHaya mengatakan, “Penghakiman ini bukan bertujuan untuk menentukan apakh kita akan diselamatkan atau tidak, juga bukan merupakan penghakiman atas dosa-dosa yang dilakukan sebelum kita diselamatkan karena dosa-dosa itu teah dihakimi Allah di Kalvari ketika Kristus mati bagi dosa-dosa itu dan diampuni saat kita mengakuinya (1 Yohanes 1:9). 

Sebaliknya, penghakiman itu adalah untuk menentukan upah yang akan kita terima atas pelayanan yang setia setelah diselamatkan.”[26] Pengadilan ini adalah penilaian atas kehidupan dan pelayanan orang percaya dalam rangka pemberian pahala dan mahkota. Meskipun sama-sama diangkat pada hari pengangkatan saat Kristus datang diangkasa menjemput GerejaNya, namun pada waktu pengangkatan gereja ini, kualitas rohani setiap orang berbeda-beda (1 Korintus 3:12-14). 

Pengupahan disesuaikan dengan catatan jejak (track record) kehidupan dan pelayanan yang dilakukan selama hidup Keristenannya di bumi. Itu sebabnya Paulus mengingatkan dirinya sendiri untuk waspada dengan berkata, “Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak” (1 Korintus 9:27). Ditolak disini bukan berarti kehilangan keselamatan, karena keselamatan itu bersifat pasti. Namun yang dimaksud disini adalah kaitannya dengan mendapat pahala dan mahkota ataukah tidak.

Tuhan menghargai kualitas hidup dan pelayanan setiap orang percaya. Kemuliaan orang yang berprestasi secara rohani akan lebih bersinar daripada dari pada mereka yang kirang berprestasi dan hanya mencari pujian manusia. Ada hamba Tuhan yang mungkin sewaktu hidup di dunia tidak dihargai dan tidak dihormati, namun di surga hamba Tuhan yang sungguh-sungguh akan mendapat kemuliaan lebih sebagai pahala. 

Rasul Paulus menggambarkan perbedaan kemuliaan antara oang percaya di surga kelak, “Kemuliaan matahari lain dari pada kemuliaan bulan, dan kemuliaan bulan lain dari pada kemuliaan bintang-bintang, dan kemuliaan bintang yang satu berbeda dengan kemuliaan bintang yang lain” (1 Korintus 15:41). Karena kesalehan, ketaatan dan kehidupan rohani orang percaya itu penting dihubungkan dengan pemberian pahala pada hari pemahkotaan di Tahta Pengadilan Kristus kelak, maka orang percaya perlu mengejar prestasi rohani dan perkenan Tuhan bukan pujian dari manusia. 

PUSTAKA: DISELAMATKAN DAN HIDUP KARENA ANUGERAH OLEH IMAN - Samuel T. Gunawan, S.Th.,SE, M.Th

[1]Perjanjian Lama menggunakan Kata Ibrani “emun” mengandung arti kesetiaan dan kepercayaan. Sedangkan kata “batakh” diterjemahkan dengan percaya (Ulangan 32:20; Habakuk 2:4; Mazmur 26:1). Iman kepada Allah ialah “mempercayai dan meyakini bahwa Allah dan apa yang dikatakanNya adalah benar dan pasti, Ia sanggup menyelamatkan dan memelihara orang-orang yang bersandar kepadaNya”.

[2]Sebagai pengecualiaan empat bagian berikut dalam Alkitab Bahasa Indonesia tidak menterjemahkan kata Yunani Pistis dengan “iman”, tetapi dengan “bukti” (Kisah Para Rasul 17:31), “percayai” (2 Tesalonika 2:13); “setia” (Titus 2:10), dan “percaya” (Ibrani 10:39).

[3]Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta, hal. 544-550.

[4]Horton, Michael S.. 2011. The Gospel Driven Life. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta, hal. 87-88. (Michael S. Horton adalah seorang profesor Teologi Sistematika dan Apologetika di Wesminster Seminary, California. Ia menjadi kepala Editor majalah Modern Reformasi. Gelar P.hD diperoleh dari University of Conventry and Wycliffe Hall, Oxford). 

[5]Peter, George W., 2006. A Biblical Theology of Missions. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang, hal 76-77. (George W. Peters adalah profesor World Missions (bidang Pekabaran Injil Sedunia) di Dallas Theological Seminary. Mendapat Gelar P.hD dari Hartfored Seminray Fondation, Kennedy School of Missions).

[6]Eaton, Michael., 2008. Jesus Of The Gospel. Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta, hal. 9.

[7]Prinsip hermeneutika Kristosentris pada dasarnya menafsikan Alkitab dalam kaitannya dengan pusatnya, yaitu Kristus. Tepat seperti yang dikatakan oleh Michael Eaton, “Kekristenan adalah Kristus”.[7] Dasar untuk prinsip ini adalah fakta bahwa Kristus merupakan pribadi sentral dari Alkitab. Pribadi dan karyaNya merupakan tema dari pernyataan tertulis Allah. Pada roda pernyataan ilahi, Kristus adalah porosnya, dan semua kebenaran adalah bagaikan jari-jari (ruji) yang terkait padaNya yang adalah Sang Kebenaran. Berikut ini beberapa ayat yang menujukkan sentralitas Kristus dalam Alkitab (Lukas 24:27,44; Yohanes 1:45; 5:39; Kisah Para Rasul 10:43; Ibrani 10:7).

[8]Peter, George W., A Biblical Theology of Missions. hal 76..

[9]Horton, Michael S, The Gospel Driven Life, hal. 88.

[10]Sproul, R.C., 1997. Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang, hal. 263.

(11]Enns, Paul., The Moody Handbook of Theology. Jilid 1, hal 286.

[12]Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah : Jakarta, hal. 566. (Charles F. Beker adalah pendiri dan presiden dari Grace Bible College, Grand Rapids. Ia adalah lulusan dari Weathon College dan Dallas Theological Seminary).

[13]Milne, Bruce., 1993. Mengenali Kebenaran. Terjemahan, Penerbit BPK : Jakarta, hal. 260. (Bruce Milne adalah dosen dalam bidang Teologi Alkitab serta Sejarah Teologi di Spurgeon’s College, London). 

[14]Ibid, hal. 404.

[15]Beker, Charles. F., A Dispensasional Theology, hal. 578.

[16]Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 2, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset : Yogyakarta, hal. 52.

[17]Ryrie, Charles C., Teologi Dasar, hal. 48. 

[18]Conner, Kevin J., 2004. A Practical Guide to Christian Bilief. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang, hal. 705.

[19]Lihat: Ryrie, Charles C., Teologi Dasar. Jilid 2, hal. 86-88; Enns, Paul., Approaching God. Jilid 2, hal. 94-95.

[20]Enns, Paul., 2000. Approaching God. Jilid 2. Terjemahan, Penerbit Interaksara: Batam, hal. 100. 

[21]Soedarmo, R., 2000. Ikhtisar Dogmatika. Cetakan ke-11. Penerbit BPK : Jakarta, hal. 208. (R. Soedarmo adalah teolog pertama Indonesia yang menulis buku dogmatika Kristen dalam bahasa Indonesia. Dalam buku Ihktisar Dogmatika yang ditulisnya menempatkan iman mendahului pertobatan, dan regenerasi mendahului iman). 

[22]Sproul, R.C., 1997. Essential Truths of the Christian Faith. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang, hal. 256. (DR. RC. Sproul adalah seorang teolog Calvinis, pendeta dan dosen. Mendapat Gelar P.hD dari Free University Amsterdam). 

[23]Bailey, Mark L, artikel “Tahta Penghakiman Kristus” dalam Ryrie, Charles C, ed., Countdown to Armageddon, hal. 101.

[24]Disini saya berpegang pada pendirian eskatologis premilenialisme pretribulasional.

[25]Lihat Penjelasan Ryrie, Charles C., Teologi Dasar. Jilid 2, hal. 353-355..

[26]Lahaye, Tim Lahaye, Tim., 2005. Memahami Nubuatan Alkitab Bagi Diri Anda. Terjemahan, Penerbit Gospel Press : Batam, hal. 156. (Tim LaHaya adalha presiden dari Tim LaHaya Ministries. Mendapat gelar D.Min dari Western University dan P.hD dari Liberty University).
Next Post Previous Post