KEDAULATAN ALLAH (YESAYA 46:9-11)
Pdt.Samuel T. Gunawan, M.Th.
“Ingatlah hal-hal yang dahulu dari sejak purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku, yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: Keputusan-Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan, yang memanggil burung buas dari timur, dan orang yang melaksanakan putusan-Ku dari negeri yang jauh. Aku telah mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya” (Yesaya 46:9-11)
PENDAHULUAN: KEDAULATAN ALLAH
Nas dalam Yesaya 46:9-11 di atas menunjukkan bahwa Allah sebagai Pencipta langit dan bumi, adalah Allah yang berkuasa dan mengendalikan sejarah. Ia akan menggenapi apa yang Ia nubuatkan (katakan) dan melaksanakan apa yang Ia rencanakan (tetapkan). Apa yang dilakukannya adalah berdasarkan keputusan dan kehendakNya. Karena Ia Allah maka semua pasti akan terlaksana, dan disini Ia mengajak Israel untuk percaya mutlak kepadaNya.[1] Jadi ayat-ayat ini menunjukkan bahwa Allah itu berdaulat!
Ajaran tentang kedaulatan Allah (sovereighnty of God) adalah suatu ajaran Kristen yang penting. Tetapi sangat disayangkan, mendengar kata “kedaulatan Allah” ini beberapa orang langsung bersikap dogmatis, saat berpikir dan menghubungkannya dengan teologi Calvinis-Reformed. Ini adalah pikiran yang keliru! Mengapa? Karena kedaulatan Allah adalah ajaran Alkitab.
Charles C. Ryrie, seorang pakar teologi Dispensasional, menyebutkan kedaulatan Allah sebagai salah satu dari karakteristik kesempurnaan Allah.[2] Memang harus diakui bahwa teologi Calvinis-Reformed sangat menekankan kedaulatan Allah.[3]
Karena dalam teologi Calvinis-Reformed kedaulatan Allah dianggap sebagai prinsip dasar dan inti teologinya, atau sebagaimana yang Arthur Pink amati, bahwa doktrin kedaulatan Allah merupakan “fondasi teologi Kristen... pusat gravitasi dalam sistem kebenaran Kristen; matahari yang menjadi pusat tata surya”.[4] Tetapi, sekali lagi, kita tidak boleh mengabaikan apalagi membuang begitu saja ajaran kedaulatan Allah ini hanya karena teologi Calvinis-Reformed telah menggunakannya sebagai terminologi khusus (istilah teknis) dalam sistem teologinya, karena ajaran tentang kedaulatan Allah ini memang diajarkan dalam Alkitab.
Paul Enns mengatakan, “Pengakuan Wesminster yang historis menerangkan kedaulatan Allah: ‘Keputusan (kedaulatan atau rencana) Allah adalah tujuan kekalNya, menurut dorongan kemauanNya sendiri, dan dengan itu, demi kemuliaanNya sendiri, Ia menentukan sebelumnya apa yang terjadi’. Pernyataan seperti itu mencengangkan, bukan? Itulah pernyataan yang akurat, seluruhnya berdasarkan Kitab Suci”.[5] Tetapi beberapa orang mendapat kesulitan dengan gagasan ini.
Charles C. Ryrie mengatakan “Kedaulatan Allah sepertinya bertentangan dengan kebebasan atau tanggung jawab manusia. Tetapi meskipun hal itu mungkin tampaknya memang demikian, kesempurnaan kedaulatan adalah jelas diajarkan dalam Kitab Suci, maka itu tidak boleh disangkal karena ketidaksanggupan kita untuk mempertemukannya dengan kebebasan atau tanggung jawab”.[6] Jadi disini, baik Paul Enns maupun Charles C. Ryrie, yang jelas-jelas bukan teolog Calvinis-Reformed, sama-sama menekankan bahwa ajaran tentang kedaulatan Allah ini penting karena diajarkan dalam Alkitab.
ARTI DAN DEFINISI KEDAULATAN ALLAH
W.J.S Poerwadarminta menyebutkan berdaulat sebagai “mempunyai kekuasaan yang tertinggi atau hak dipertuan”, dan kedaulatan sebagai “kekuasaan yang tertinggi atau hak dipertuan atas suatu pemerintahan”. [7] Webster’s mengartikan kata berdaulat (sovereign) sebagai “yang berkuasa; pemerintahan/kedaulatan tertinggi”.[8] Kata berdaulat ini berasal dari kata Latin “superanus” yang berarti “diatas, melebihi atau melampaui”. Henk Ten Napel mengartikan sovereighnty sebagai “kuasa tertinggi; kedaulatan”.[9] James M. Boice menjelaskan kedaulatan Allah sebagai berikut, “Ia memiliki otoritas yang mutlak dan memerintah atas ciptaanNya”. [10]
Louis Berkhof saat membahas atribut-atribut kedaulatan Allah menyatakan, “kedaulatan Allah sangat ditekankan di dalam Alkitab. Allah adalah Pencipta, dan kehendakNya adalah sebab dari segala sesuatu. Dalam hubungan dengan karya penciptaanNya maka langit dan bumi dan segala sesuatu adalah miliknya. Ia berjubahkan otoritas mutlak atas malaikat-malaikat di surga dan manusia di bumi. Ia memegang segala sesuatu dalam kuasaNya, dan menentukan akhir dari segalanya sebagaimana mereka telah ditentukan untuk demikian. Ia memerintah sebagai Raja dalam arti yang sebenar-benarnya, dan segala sesuatu bergantung padaNya, dan segalanya harus melayani Dia”. [11]
Selanjutnya Berkhof menyatakan, “Theologia Reformed menekankan kedaulatan Allah dalam arti bahwa Ia telah dengan penuh kedaulatan sejak dari kekekalan menetapkan apa saja yang akan terjadi dan melakukan karya kedaulatanNya dalam kehendakNya atas semua ciptaan, baik yang alamiah maupun yang rohaniah, sesuai dengan rencana yang telah Ia tetapkan sejak semula. Hal ini sangat sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Paulus ketika ia berkata bahwa Allah ‘di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendakNya’” (Efesus 1:11). [12]
Charles C. Ryrie mengartikan kedaulatan sebagai berikut: “Kata ini berarti keutamaan, kepala, yang tertinggi. Kedaulatan mula-mula berbicara tentang kedudukan (Allah adalah Pribadi yang utama di alam semesta), kemudian tentang kuasa (Allah adalah yang tertinggi kekuasaanNya di alam semesta”.[13] Selanjutnya Ryrie manambahkan, “Seseorang yang berdaulat dapat menjadi seorang diktator (Allah tidak), atau seorang yang berdaulat dapat melepaskan tanggung jawab penggunaan kuasaNya (Allah tidak). Akhirnya Allah sepenuhnya menguasai segala sesuatu, walaupun Ia mungkin memilih untuk membiarkan peristiwa-peristiwa tertentu terjadi sesuai dengan hukum-hukum alam yang telah ditentukanNya”. [14]
Tony Evans menuliskan, “Kedaulatan Allah berkaitan dengan peraturanNya dan pengawasanNya yang mutlak atas segala ciptaanNya. Allah menguasai secara mutlak kejadian dan peristiwa manusia. Sebagai Allah Dia duduk di atas tahta semesta alam. Segala sesuatu yang terjadi, terlaksana entah karena secara langsung disebabkanNya atau dengan sadar diizinkanNya. Tiada satupun yang masuk dalam atau ada di luar sejarah yang tidak ada dalam pengawasan Allah yang sempurna”.[15]
Sementara itu ahli lainnya, mengartikan kedaulatan Allah sebagai berikut: “kedaulatan Allah berarti bahwa Allah Pencipta dan Pemelihara, Sumber, Mahakuasa atau berkuasa mutlak, bebas dan tidak bergantung pada siapa dan apapun, Transenden dan Imanen, menyatakan diriNya dan kehendakNya, menyatakan diriNya dalam tiga Pribadi: Bapa, Anak, dan Roh Kudus”. [16]
Ringkasnya, kedaulatan Allah berarti “ bahwa Ia adalah Pribadi yang utama di alam semesta dan yang tertinggi kekuasaanNya di alam semesta. Ia mencipta, memelihara, dan memerintah segala sesuatu secara sempurna. Ia sepenuhnya menguasai segala sesuatu, dan semua mahluk ciptaan berada dibawahNya, dan ia berbuat segala sesuatu kepada mereka sesuai dengan yang dikehendakiNya. Tetapi ini bukan berarti bahwa Allah itu sewenang-wenang, karena segala sesuatu yang dilaksanakanNya sesuai dengan rencanaNya dalam kekekalan menurut kehendakNya. Dengan demikian Allah bebas dan tidak dibatasi oleh apapun selain oleh kehendakNya sendiri, untuk merencanakan dan bertindak sesuai sesuai dengan yang dikehendakiNya.”.[17]
PEMIKIRAN-PEMIKIRAN MENDASAR SEBAGAI TITIK AWAL DARI AJARAN TENTANG KEDAULATAN ALLAH
Sebelum lebih jauh membahas perspektif Alkitab tentang kedaulatan Allah, kiranya perlu memperhatikan pemikiran-pemikiran mendasar sebagai berikut:
Pertama, kedaulatan Allah berarti bahwa Allah adalah Pribadi yang utama dan yang tertinggi kekuasaanNya di alam semesta. Ia mencipta, memelihara, dan memerintah segala sesuatu secara sempurna. Ia sepenuhnya menguasai segala sesuatu, dan semua mahluk ciptaan berada dibawah kendaliNya, dan ia berbuat segala sesuatu kepada mereka sesuai dengan yang dikehendakiNya.
Kedua, satu-satunya sumber informasi yang benar tentang kedaulatan Allah adalah Allah sendiri. Karena Allah adalah satu-satunya Pribadi yang benar secara absolut dan dapat dipercaya. Ia telah mewahyukan (menyatakan) diriNya dan penyataan itu secara akurat dinyatakan dalam ke enam puluh enam kitab dari Kitab Suci (Alkitab). Dengan demikian, maka Kitab Suci adalah sumber utama dari pengetahuan manusia akan Allah, dan Alkitab harus dipandang sebagai kebenaran yang mutlak (absolut). Alkitab memberikan pandangan tentang kedaulatan Allah. Walau pun tidak memberikan deskripsinya secara lengkap, tetapi fakta-fakta (pernyataan) yang ada di Alkitab sudah cukup bagi kita untuk mengerti bahwa Ia adalah Allah yang berdaulat.
Ketiga, ajaran tentang kedaulatan Allah bukanlah ajaran dan rekayasa manusia, bukan juga hak eksklusif pandangan teologi tertentu, melainkan ajaran yang dinyatakan (diwahyukan) Allah di dalam Alkitab. Ada begitu banyak ayat Alkitab yang mangacu pada kedaulatan Tuhan, berikut ini beberapa diantaranya: Kejadian 14:19; 17:1; Kejadian 45:5-8; Keluaran 18:11; Ulangan 10:14,17; 1 Tawarikh 29:11,12; 2 Tawarikh 20:6; Nehemia 9:6; Mazmur 22:28; 47:2-8; 50:10-12; 95:3-5; 115:3; 135:5-6; 145:11-13; Amsal 16:33; 19:21; Yesaya 46:9-11; Yeremia 27:5; 29:11; Daniel 4:35; Matius 10:29-31; Lukas 1:51-53; Kisah Para Rasul 1:16-20; 17:24-26; Efesus 1:4-5; Wahyu 19:6.
Keempat, mustahil dapat secara sempurna memahami Allah yang tidak terbatas dengan pemikiran manusia yang terbatas. Allah adalah Pencipta dan kita adalah mahluk ciptaan, dan manusia hanya dapat mengenal Allah sejauh Ia memperkenalkan diriNya dan kehendakNya melalui firmanNya. Harus disadari bahwa ada hal-hal yang tidak akan pernah kita pahami sepenuhnya (secara tuntas) tentang Allah dan itu akan tetap menjadi misteri, karena melampuai kemampuan kita untuk memahaminya.
Dalam hal ini kita harus berani untuk secara jujur mengakui keterbatasan kita tersebut. Kita perlu menyadari bahwa keterbatasan sistem teologi sama dengan keterbatasan dari pernyataan Kitab Suci. (Bandingkan Ulangan 29:29). Karena itu, kita harus berhati-hati untuk tidak melakukan kesalahan dengan cara (memaksa) menafsirkan bagian-bagian tertentu dari Alkitab apabila hal itu tidak didukung oleh pernyataan Alkitab. Tidaklah bijaksana memasukan atau memaksakan pendapat dengan bukti Alkitabiah yang tidak dapat dijamin kebenarannya.
Kelima, bahwa di dalam membicarakan tentang kedaulatan Allah, kita perlu menghindari dua pandangan ekstrim, yaitu: Hiper-Calvinisme dan Arminianisme. Kedua pandangan teologi ini tidak pernah mencapai titik temu, karena keduanya berada pada garis yang berlawanan. Pandangan Hiper-Calvinis berpegang pada takdir atau disebut juga determinisme, yaitu pandangan yang beranggapan bahwa setiap kejadian sudah ditentukan, dan manusia hanya bisa menerima apa yang sudah ditentukan tanpa bisa berbuat apa-apa. Menurut pandangan ini, manusia hanyalah “wayang” yang melakoni apa saja yang dikehendaki oleh “sang dalang”.
Orang-orang yang begitu saja menerima segala sesuatu yang terjadi sebagai nasib (takdir) yang ditentukan, bersikap pasrah pada nasib dan tak ingin merubahnya, disebut fatalistik. Sebaliknya, pandangan Arminian lebih menekankan pada kehendak bebas (free will) manusia. Kehendak bebas adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk membuat pilihan secara sukarela, bebas, dari segala kendala ataupun tekanan yang ada.
Berbagai pilihan hanya melibatkan keputusan dan kehendak manusia tanpa melibatkan Tuhan. Pilihan diartikan sebagai penentuan atau pengambilan sesuatu berdasarkan keputusan atau kehendak sendiri. Disini, Allah hanya sebagai Pribadi yang merestui dan melegitimasi apa yang menjadi keputusan dan pilihan manusia. Jadi, sementara Hiper-Calvinisme menekankan kedaulatan Allah dan mengabaikan tanggung jawab manusia, sebaliknya Arminianisme justru menekankan tanggung jawab manusia dan mengabaikan kedaulatan Allah.[18]
MANIFESTASI KEDAULATAN ALLAH
Telah disebutkan bahwa kedaulatan Allah berarti bahwa Ia adalah Pribadi yang utama di alam semesta dan yang tertinggi kekuasaanNya di alam semesta. Ia mencipta, memelihara, dan memerintah segala sesuatu secara sempurna. Ia sepenuhnya menguasai segala sesuatu, dan semua mahluk ciptaan berada dibawahNya, dan ia berbuat segala sesuatu kepada mereka sesuai dengan yang dikehendakiNya. Tetapi ini bukan berarti bahwa Allah itu sewenang-wenang, karena segala sesuatu yang dilaksanakanNya sesuai dengan rencanaNya dalam kekekalan menurut kehendakNya. Dengan demikian Allah bebas dan tidak dibatasi oleh apapun selain oleh kehendakNya sendiri, untuk merencanakan dan bertindak sesuai sesuai dengan yang dikehendakiNya.
Segala sesuatu yang terjadi, yang baik maupun yang jahat termasuk dalam kehendak Allah yang berdaulat. Tetapi itu tidak berarti bahwa Allah bertanggung jawab untuk dosa. Allah tidak bertanggung jawab atas tindakan berdosa manusia. Allah secara langsung menyebabkan terjadinya beberapa hal menurut kehendaknya yang efektif (mengarahkan), misalnya: Ia memilih Paulus sebagai rasul (Roma 1:1) dan memanggil kita untuk mencari keselamatan (Efesus 1:4).
Sebaliknya, Allah mungkin membiarkan beberapa peristiwa terjadi menurut kehendaknya yang permisif (mengijinkan), tetapi ia tidak bertanggung jawab atas tindakan dosa. Misalnya, waktu bangsa Israel menuntut agar dipimpin seorang raja, maka hal itu sesuai dengan kehendak Allah yang berdaulat (Bandingkan Kejadian 17:6), tetapi umat Israel bertanggung jawab atas tindakan berdosa mereka, bukan Allah (1 Samuel 8:19-22).
Jadi jelaslah Alkitab mengajarkan bahwa Allah mempunyai rencana (Kisah Para Rasul 15:18) yang mencakup segala sesuatu (Efesus 1:11), yang dikuasaiNya (Mazmur 135:6), yang termasuk tetapi tidak melibatkan Dia di dalam kejahatan (Amsal 16:4), dan yang pada akhirnya adalah untuk kepujian bagi kemuliaanNya (Efesus 1:14). Allah adalah Allah yang berdaulat. KedaulatanNya meliputi seluruh alam semesta, mengendalikan setiap keadaan, mengendalikan alam dan makluk ciptaan, mengarahkan kehidupan baik individu maupun bangsa, serta mengarahkan sejarah sesuai kehendakNya. Berikut ini manifestasi kedaulatan Allah dalam segala sesuatunya.
Pertama, manifestasi kedaulatan Allah meliputi seluruh alam semesta. Alam semesta adalah suatu pemerintahan teokrasi, yaitu bahwa Allahlah yang memerintah seluruh alam semesta (Mazmur 103:19). Wilayah pemerintahan Allah disebut sebagai Kerajaan Allah. Istilah Kerajaan Allah dipakai sekitar 160 kali dalam PB.
Kerajaan Allah ini bersifat universal dan kekal, artinya tidak pernah ada waktu dimana kerajaan Allah tidak ada. Ia tidak mempunyai awal dan akhir. Kerajaan Allah berkuasa, memerintah atas seluruh Kerajaan. Kerajaan Allah semuanya bersifat inklusif, termasuk dalamnya adalah diriNya sendiri, bidang kekuasanNya, semesta alam, para malaikat terpilih, surga, para malaikat yang jatuh dan semua ciptaan, dan umat manusia diatas bumi ini. Semuanya berada dibawah kendali dan kekuasaanNya.
Kerajaan Allah adalah pemerintahan Allah yang meliputi surga dan bumi. Alkitab menyatakan bahwa : (1) Dialah satu-satunya Raja yang berdaulat, Raja segala raja dan Tuan segala tuan (1 Timotius 6:15), tahtaNya di dalam surga, dan kerajaanNya menguasai seluruhnya (Mazmur 103:19); (2) Ia memelihara seluruh alam semesta dengan firmana kekuasaanNya supaya tetap ada (Nehemia 9:6; Ibrani 1:3); (3) Pemerintahan atas seluruh alam semesta ada padaNya (Ulangan 10:14; Mazmur 135:6; Daniel 4:35).
Kedua, manifestasi kedaulatan Allah atas alam. (1) Semua kekuatan alam dalam pengendalianNya (Mazmur 29); (2) Unsur-unsur alam dibawah perintahNya (Mazmur 68:10; Yunus 1:4); (3) Semua proses alam dalam pemerintahNya (Kejadian 8:22; Mazmur 107:33-34, 38; Yeremia 31:35).
Ketiga, manifestasi kedaulatan Allah atas makluk ciptaanNya. (1) Ia memelihara binatang-binatang dan memberikannya makanan (Mazmur 147-149); (2) PemeliharaanNya bahkan meliputi mahluk yang terkecil, seperti burung pipit (Matius 10:29); (3) Ia bisa memakai mahluk ciptaanNya untuk melaksanakan kehendakNya (Yunus 1:17; 2:10). Bahkan menunjuk burung gagak untuk membawa makanan dan daging bagi hamba-hambaNya (1 Raja-raja 17:6);
Keempat, manifestasi kedaulatan Allah atas manusia, bahkan manusia jahat juga. Allah juga memegang kendali atas manusia, yang baik maupun yang jahat.
(1) Kadang-kadang Allah untuk menunjukkan murka-Nya dan menyatakan kuasa-Nya, menaruh kesabaran terhadap orang-orang jahat yang telah disiapkan untuk kebinasaan, justru untuk menyatakan kekayaan kemuliaan-Nya terhadap orang-orang, yang maksudnya hendak menyelamatkan mereka (Roma 9:22-23);
(2) Kadang-kadang Allah mengusahakan orang-orang paling jahat ditinggikan, dengan maksud supaya mereka bekerja untuk maksud Allah tanpa mereka mengetahuinya (Yesaya 10: 5, 7);
(3) Bahkan Ia memakai musuh-musuh umat-Nya untuk menghajar mereka dalam ketidaktaatan mereka (Hakim-hakim 2:14-15, 21-23, 3:12); (4) Di pihak lain, Ia mengeraskan hati musuh-musuh umat-Nya, sehingga mereka jatuh dalam tangan umat-Nya atau mereka memusnahkan diri sendiri (Hakim-hakim 7:22, Yohanes 11:20).
Kelima, manifestasi kedaulatan Allah atas bangsa-bangsa.
(1) Allah menetapkan batas bangsa-bangsa di bumi ini (Ulangan 32:8);
(2) Ia berkuasa membuat suatu bangsa besar atau kecil (Obaja 2);
(3) Dalam peristiwa-peristiwa di dunia dengan para penguasanya, Tuhan merendahkan pemimpin yang satu dan meninggikan yang lain (1 Samuel 16:1; Mazmur 75:8);
(4) Ia memakai bangsa-bangsa lain untuk menghajar umat-Nya yang tidak taat (Yesaya 5:26; Amsal 3:9-11; 6:14; Habakuk 1:12);
(5) Sejauh hal itu masih sepadan dengan tujuan-tujuan-Nya, Ia membiarkan bangsa-bangsa menuruti jalan-Nya masing-masing (Kisah Para Rasul 14:16);
(6) Di belakang tindakan yang ganjil dan penuh kasih dari pihak para penguasa-penguasa yang tidak beriman, terhadap umat Allah pada waktu yang berbeda-beda, Allah bekerja dalam hati mereka tanpa mereka ketahui (Ezra 1:1). Misalnya Tiglat-Pileser (Yesaya 10:6-7), Koresy (Yesaya 41:2-4), Arthasasta (Ezra 7:21), dalam mengikuti yang dipilihnya sendiri, masing-masing membantu tercapainya kehendak Allah, walau dalam hidup pribadi mereka, mereka tidak taat kepada Allah, menuruti kehendak sendiri dan berdosa.
Keenam, manifestasi kedaulatan Allah atas sejarah.
(1) Kekuasaan-Nya kekal dan kerajaan-Nya turun-temurun (Daniel 4:34). Setiap kejadian dalam sejarah umat manusia langsung dalam pengendalian-Nya (Wahyu 9:15);
(2) Ia menentukan zaman sejarah umat manusia dan batas-batas kediaman mereka (Kisah Para Rasul 17:26);
(3) Allah bekerja secara tidak kelihatan dalam kejadian dan proses-proses, untuk melaksanakan tujuan-tujuan-Nya yang mengandung berkat-berkat. Tuhanlah yang mengutus Yusuf mendahului saudara-saudaranya ke tanah Mesir (Mazmur 105:16-22); Tuhan-lah yang membalikkan hati orang Mesir untuk membenci umat Allah (Mazmur 105:25); Tuhanlah yang memanggil Koresy, seorang penguasa bukan Yahudi, dan Koresy disebut “orang yang Kuurapi” oleh Tuhan, sebab Ia hendak memakainya untuk melaksanakan kehendak-Nya terhadap umat-Nya (Yesaya 44:28-45:4);
(4) Contoh paling khas dimana Allah bekerja dalam suatu kejadian, yang mula-mula tidak diketahui manusia untuk melakukan kehendak-Nya, ialah penyaliban Yesus (Kisah Para Rasul 5:28; bnd 2:23); (5) Dalam semua kejadian sejarah itu, Allah melaksanakan tujuan-Nya mengumpulkan dalam satu tubuh, yaitu gereja, laki-laki dan perempuan dari setiap bangsa dan suku bangsa, yang diselamatkan oleh Kristus (Efesus 3:3-11).
BACA JUGA: 7 PRINSIP KEDAULATAN ALLAH
Ketujuh, manifestasi kedaulatan Allah atas politik dan pemerintahan.
(1) Semua pemerintahan manusia di bumi didirikan berdasarkan kehendaknya dan beroperasi berdasarkan ketetapanNya (Roma 13:1-3; Mazmur 22:29); Misalnya, Allah menetapkan penguasa (Daniel 2:21);
(2) Allah sangat memperhatikan dan memegang kendali terhadap pemerintahan dan politik bangsa-bangsa. Tidak ada sesuatu apapun yang terjadi di dalam pemerintahan-pemerintahan manusia yang tidak mengalir keluar dari pemerintahan Allah yang berkuasa (Amsal 21:1).
(3) Dalam keseluruhan Alkitab kita melihat Allah menempatkan orang-orang secara strategis dalam wilayah politik dan pemerintahan. Allah memindahkan Yusuf ke dalam otoritas di Mesir (Kejadian 41:38-49). Allah menaikkan Daniel ke posisi dengan pengaruh yang besar di babel dan kemudian di Persia (Daniel 1:8-21; 2:46-49; 6:1-3). Allah menempatkan Nehemia dalam pemerintahan Persia sehingga tujuan-tujuanNya di jalankan (Nehemia 1:1-2:8). Allah juga menempatkan Ester sebagai ratu di Persia (Baca Kitab Ester) dan Debora sebagai hakim di Israel untuk mewujudkan agendaNya (Hakim-hakim 4-5). Sesungguhnya sebagai contoh keterlibatan Allah dalam urusan politik dan pemerintahan bangsa-bangsa adalah bangsa Israel. Hal ini terlihat dalam kitab seperti Keluaran,
Ulangan, 1 dan 2 Samuel, 1 dan 2 Raja-raja, 1 dan 2 Tawarikh, dimana Allah sangat aktif mengangkat raja, menghakimi, dan menyingkirkan raja; (4) Pemerintahan-pemerintahan di dunia diberi otoritas dan kuasa untuk menjalankan keadilan berdasarkan hukum (Roma 13:4-5). Pemerintah tidak memerintah berdasarkan saran atau permohonan, melainkan berdasarkan hukum secara legal.
Otoritas ini harus digunakan berdasarkan pertanggung jawaban kepada Allah. Kika suatu pemerintahan memberontak melawan otoritas Allah dan mencoba mengabaikan tanggung jawab kepada Allah, maka pemerintahan tersebut akan mengalami kesukaran bahkan hukuman Allah; (5) Penyataan politik terbesar di dalam Alkitab adalah bahwa ketika Yesus Kristus datang kembali ke bumi untuk memerintah, Dia akan menjadi “Raja segala raja, dan Tuan di atas segala Tuan” (Wahyu 19:16; bandingkan Kolose 1:16-17).
Kedelapan, manifestasi kedaulatan Allah atas setiap keadaan.
(1) Allah yang menentukan apa yang terjadi dalam peristiwa-peristiwa manusia (Amsal 16:33; bandingkan Yunus 1:7);
(2) Ia berkuasa memperpendek hidup atau memperpanjangnya (Ayub 1:21; Mazmur 102:24);
(3) Tuhan mendatangkan baik kebahagiaan maupun malapetaka (Yesaya 45:7); keberhasilan dan kemenangan dalam pertempuran (1 Samuel 11:13) dan kekuatan untuk memperoleh kekayaan (Ulangan 8:18) datang dari pada-Nya, begitu juga kekuatan mendatangkan penyakit atau menjauhkannya (Ulangan 7:15);
(4) Kebutuhan sehari-hari yang paling sederhana masuk perhatian-Nya dan dalam pengendalian-Nya (Matius 6:30,33); (5) Kehendak Allah dapat dilaksanakan dalam apa yang kelihatan sekalipun nampak sebagai kebetulan (Keluaran 21:13; 1 Raja-raja 22:28,34) dan dianggap tidak berarti (Matius 10:29-30)
Kesembilan, manifestasi kedaulatan Allah atas berbagai peristiwa demi kebaikan umatNya.
(1) Pemeliharaan Allah meliputi juga perorangan (1 Petrus 5:6-7);
(2) Ia melepaskan umatNya dari kesusahan (Mazmur 23;5; 34;8; 107:2);
(3) Ia dapat menyerahkan umatNya kepada musuh-musuh mereka selama jangka waktu tertentu, guna menghajar mereka jika perlu (Hakim-hakim 3:8; 4:2; 6:1);
(4) Allah mengandalikan keadaan sepenuhnya saat umatNya mengalami penganiayaan (Kisah Para Rasul 8:1; Filipi 1:28-29);
(5) Ia memenuhi segala keperluan anak-anakNya selaras dengan kekayaan dan kemuliaanNya dalam Kristus Yesus (Filipi 4:19);
(6) Ia turut bekerja dalam segala sesuatu pada kehidupan umatNya untuk mendatang kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, dan sesuai kehendakNya (Roma 8:28);
BACA JUGA: PROVIDENCE OF GOD
Kesepuluh, manifestasi kedaulatan Allah atas Iblis. Bahwa Allah memiliki kendali atas Iblis sangat jelas diajarkan dalam Alkitab. (1) Tuhan dapat mengekang Iblis jika Ia menghedakinya (Ayub 1:12); (2) Pada waktu tertentu Ia memberikan kekuasaan kepada Iblis untuk melakukan yang sejahat-jahatnya, tetapi Allah selalu memagang kendalinya (Wahyu 9:1; 20:7).
Ringkasnya:
Alkitab menyatakan bahwa Allah berdaulat atas segala sesuatu. Apakah kita mengetahui atau tidak, mengakuinya atau tidak, Allah tetaplah Allah yang berdaulat atas segala sesuatu. Justru berbagai bukti yang di dinyatakan di dalam Alkitab bertujuan membawa kita agar mengetahui dan mengakui kedaulatan Allah dalam kehidupan kita.
Mengetahui dan mengakui kedaulatan Allah membawa kita kepada (1) Pemujaan dan penyembahan yang semakin dalam bagi Allah; (2) Memberi penghiburan dan kekuatan dalam menjalani kehidupan kita; (3) Meneguhkan keyakinan akan kemahakuasaan dan kebaikan Tuhan yang pada akhirnya memberi kita rasa aman.
Catatan: Calvinis / Reformed percaya kedaulatan Allah dan tanngung jawab manusia
REFERENSI: KEDAULATAN ALLAH (Yesaya 46:9-11)
Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology, terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta.
Berkhof, Louis., 2011. Teologi sistematika. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Boice, James M., 2011. Dasar-Dasar Iman Kristen. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Conner, Kevin J., 2004. The Fondation of Christian Doctrine. Terjemahan, Pernerbit Gandum Mas: Malang.
Cornish, Rick., 2007. Five Minute Theologian. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Douglas, J.D., ed, 1996. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid I dan II. Terj, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.
Enns, Paul., 2004.The Moody Handbook of Theology, 2 jilid. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.
_________., 2000. Approaching God, 2 jilid. Terjemahan, Penerbit Interaksara : Batam.
Erickson J. Millard., 2003. Teologi Kristen. Jilid 1 & 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Ferguson, B. Sinclair, David F. Wright, J.I. Packer., 2009. New Dictionary of Theology. jilid 1, terjemahkan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House: Grand Rapids, Michigan.
____________., 2009. Christian Beliefs. Terjemahan, Penerbit Metanonia Publising: Jakarta.
Morris, Leon., 2006. Teologi Perjanjian Baru. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Napel, Henk Ten., 2006. Kamus Teologi Inggris-Indonesia. Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta
Palmer. Edwin., 2005. Lima pokok Calvinisme. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Pfeiffer, Charles F & Eferett F. Herrison., ed, 2004. The Wycliffe Bible Commentary, volume 2, Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Poerwadarminta, W.J.S, Penyusun., 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Penerbit Balai Pustaka: Jakarta.
Ryrie, Charles C., 1991. Basic Theology. 2 Jilid, Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yoyakarta.
Sproul, R.C., 1997. Kebenaran-kebenaran Dasar Iman Kristen. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.
Susilowati, Daru & Lyndon Saputra, Penyusun., 2008. Webster’s Kamus Lengkap Inggris-Indonesia. Diterbitkan Karisma Publising Group: Tangerang.
Stamps, Donald. C, ed., 1994. Full Life Bible Studi. Penerbit Gandum Mas : Malang.
Thiessen, Henry C., 1992. Lectures in Systematic Theology, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Williamson, G.I., 2012. Westminster Confession of Faith. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Profil : Samuel T. Gunawan, SE, M.Th adalah pendeta dan teolog Protestan Kharismatik, Gembala di GBAP Bintang Fajar Palangka Raya; Mengajar Filsafat dan Apologetika Kharismatik di STT AIMI, Solo.
Artikel-artikelnya dapat ditemukan di : (1) Google dengan mengklik nama Samuel T. Gunawan;
(2) Website/ Situs : e-Artikel Kristen Indonesia; (3) Facebook : Samuel T. Gunawan (samuelstg09@yahoo.co.id.).
[1] Lihat, Pfeiffer, Charles F & Eferett F. Herrison., ed, 2004. The Wycliffe Bible Commentary, volume 2, Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang, hal. 523.
[2] Ryrie, Charles. C., 1992. Teologi Dasar, Jilid 1. Terjemahan, Penerbit Yayasan Andi: Yogyakarta, hal 45-57.
[3] Berkhof, Louis., 2011. Teologi Sistematika. Jilid 1, Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta, hal. 179.
[4] Boice, James M., 2011. Dasar-Dasar Iman Kristen. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta, hal. 122.
[5] Enns, Paul, 2002., Approacing God, Jilid 1, terjemahan, Interaksara: Batam, hal 82.
[6] Off.cit, hal 57.
[7] Poerwadarminta, W.J.S, Penyusun., 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Penerbit Balai Pustaka: Jakarta, hal 269-270.
[8] Susilowati, Daru & Lyndon Saputra, Penyusun., 2008. Webster’s Kamus Lengkap Inggris-Indonesia. Diterbitkan, Karisma Publising Group: Tangerang, hal 285.
[9] Napel, Henk Ten., 2006. Kamus Teologi Inggris-Indonesia. Penerbit BPK Gunung Mulia: Jakarta, hal 293.
[10] Boice, James M., Dasar-Dasar Iman Kristen, hal. 121.
[11] Berkhof, Louis., Systematic Theology,jilid 1, hal. 128.
[12] Ibid, hal. 179.
[13] Ryrie, Charles. C., Teologi Dasar, dilid 1, hal 57.
[14] Ibid, hal 57.
[15] Evans, Tony., 1999. Teologi Allah: Allah Kita Maha Agung. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang, hal 105-106.
[16] Dirangkum dari berbagai sumber.
[17] Gunawan, Samuel T., Ajaran Tentang Makanan Halal dan Haram Menurut Pandangan Alkitab. Materi Khotbah Ibadah Raya GBAP Bintang Fajar Palangka Raya, tanggal 23 & 30 Maret 2014, hal 4.
[18] Bandingkan. Palmer. Edwin., 2005. Lima pokok Calvinisme. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta, hal. 127-133.KEDAULATAN ALLAH (Yesaya 46:9-11).