KISAH YUNUS: PANGGILAN, PENYELAMATAN, DAN SEMANGAT MISI (YUNUS 1:1-17)

Bacaan Alkitab Yunus 1:1-17

Di antara semua nabi yang tercatat dalam Alkitab, Yunus memiliki keunikan tersendiri. Meskipun beberapa nabi lainnya memberikan nubuat tentang bangsa-bangsa lain, seperti Yesaya dan Yeremia, hanya Yunus yang diutus secara langsung ke negeri asing untuk menyampaikan pesan dari TUHAN. Dan meskipun beberapa nabi juga sempat berbantah-bantah dengan TUHAN saat pertama kali diutus, seperti Musa dan Yeremia, hanya Yunus yang memilih melarikan diri dari panggilan Allah. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika kisah Yunus menjadi salah satu cerita paling terkenal dalam Perjanjian Lama.
KISAH YUNUS: PANGGILAN, PENYELAMATAN, DAN SEMANGAT MISI (YUNUS 1:1-17)
Pasal pertama dari kitab Yunus mengisahkan tentang kedaulatan Allah dan kepastian rencana-Nya. Apa yang Tuhan rencanakan, pasti akan terjadi. Kehendak-Nya tidak dapat dihalangi oleh siapapun atau di manapun. Melalui kisah ini, kita diingatkan akan keagungan Tuhan, sebagaimana yang juga dikagumi oleh pemazmur dalam Mazmur 139:7, "Ke mana aku dapat pergi dari Roh-Mu? Ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu?"

1. Melarikan Diri dari Panggilan Tuhan (Yunus 1:1-3)

Pada awal kisah ini, tidak ada yang terlihat aneh mengenai panggilan Yunus. Ungkapan "firman TUHAN datang kepada nabi X" muncul sebanyak 112 kali dalam Alkitab. Seruan untuk "bangun [dan pergi]" juga ditemukan dalam bagian lain Alkitab, seperti dalam 1 Raja-Raja 17:8 dan Yeremia 13:6. Selain itu, Yunus sebelumnya juga sudah pernah diutus untuk menyampaikan firman TUHAN kepada bangsa Israel, sebagaimana tercatat dalam 2 Raja-Raja 14:25.

Yang berbeda kali ini adalah tujuan pelayanan Yunus. Ia harus pergi ke kota Niniweh, ibu kota Kerajaan Asyur, untuk menyampaikan pesan. Niniweh adalah kota yang terkenal karena kebesarannya, sebagaimana terlihat dalam ayat 1:2, 3:2-3, dan 4:11. Meskipun ukuran yang tepat dapat berbeda menurut penemuan arkeologi dan catatan kuno, semua sepakat bahwa Niniweh merupakan salah satu kota terbesar di dunia kuno. Tembok kota dengan panjang 70-96 km memiliki ketebalan sekitar 10-16 m dan ketinggian mencapai 10-100 m. Niniweh dianggap sebagai salah satu kota terbesar, jika bukan yang terbesar.

Kebesaran Niniweh tidak hanya terletak pada ukurannya yang besar, tetapi juga pada tingkat kejahatan penduduknya. Tembok kota Niniweh yang tinggi masih kalah dengan tingkat dosa mereka. Ungkapan "kejahatan mereka sudah mencapai ke hadapan-Ku" secara harfiah berarti "kejahatan mereka sudah mencapai langit di hadapan-Ku" (dalam berbagai terjemahan bahasa Inggris). Hal ini mengingatkan kita pada dosa penduduk Sodom dan Gomora, seperti yang tercatat dalam Kejadian 18:20-21. 

Berbagai catatan sejarah menggambarkan kekejaman bangsa Asyur, sebagaimana terlihat dalam Nahum 3:3, 19. Mereka tidak segan-segan memotong kaki dan tangan musuh, serta mencungkil mata mereka. Bahkan kulit manusia yang telah dikuliti hidup-hidup digantung di tembok kota. Banyak perempuan hamil yang dibelah perutnya sebagai bentuk perjudian oleh tentara Asyur, dan bayi-bayi mereka dilemparkan ke tembok. Kekejaman ini begitu mengerikan! Kekejaman bangsa Asyur bahkan melebihi kekejaman Nazi dan Stalin yang sangat kejam.

Yunus diutus untuk menegur dosa-dosa mereka. Namun, Yunus menolak dan memilih untuk tidak melaksanakan panggilan tersebut. Ada banyak alasan yang mungkin ada dalam pikiran Yunus. Mungkin ia merasa bahwa usahanya akan sia-sia. Sulit untuk membayangkan bahwa bangsa yang besar dan kejam seperti itu akan mau mendengarkan peringatan dari Allah, Tuhan Israel yang dihormati oleh bangsa Israel yang jauh lebih kecil. Yunus juga mungkin merasa takut. Bagaimana jika penduduk Niniweh tidak hanya menolak pesan yang dia sampaikan, tetapi juga menyiksa dia? Atau mungkin Yunus merasa bahwa hal itu tidak penting. Bangsa Israel sendiri sedang terjebak dalam dosa dan menghadapi masalah politik sendiri. Mengapa ia harus repot-repot memperhatikan bangsa lain? Tetapi alasan terakhir inilah yang paling tepat, seperti yang terlihat dalam perkataan Yunus di akhir kitab ini. Ia memahami belas kasihan dan kemurahan TUHAN terhadap orang berdosa, dan yakin bahwa penduduk Niniweh akan bertobat jika mereka mendengarkan teguran dari TUHAN. Tetapi Yunus tidak menginginkan hal tersebut. Nasionalisme sempit, rasisme terselubung, dan kemarahan terhadap bangsa Asyur membuat Yunus menolak panggilan TUHAN.

Yunus bangun dan pergi, tetapi ke arah yang berlawanan. Ia tidak berlayar ke timur menuju Niniweh (seberang kota Mosul di Irak modern), tetapi justru berlayar ke barat menuju Tarsis (kemungkinan besar Spanyol saat ini). Ia berusaha menjauhkan diri dari hadirat TUHAN sejauh mungkin (1:3, 10). Kota Tarsis adalah salah satu kota yang sangat jauh dan belum pernah mendengar tentang kebesaran TUHAN, seperti yang dicatat dalam Yesaya 66:19. Mungkin Yunus berpikir bahwa TUHAN tidak akan repot-repot mengejar dia hingga ke Tarsis. 

2. Dikejar oleh Tuhan Yang Berdaulat (Yunus 1:4-17)

Dugaan Yunus itu sebagian benar. TUHAN tidak mengejar Yunus sampai ke Tarsis. Sebelum Yunus mencapai kota itu, TUHAN sudah menemui dia terlebih dahulu. Tidak ada tempat pelarian bagi Yunus. Seperti yang dikatakan dalam Amos 3:8, "Singa telah mengaum, siapa yang tidak takut? Tuhan ALLAH telah berfirman, siapakah yang tidak bernubuat?" TUHAN tidak pernah salah dalam mengutus, dan Dia tidak pernah lelah dalam mengejar.

Pengejaran ini dilakukan oleh TUHAN dengan cara yang spektakuler. TUHAN ingin menunjukkan kedaulatan-Nya kepada Yunus. Saatnya bagi Yunus untuk mengenal TUHAN lebih dalam, tidak hanya sebagai Allah yang penuh kemurahan (4:2), tetapi juga sebagai Allah yang berkuasa atas segala sesuatu (1:4-17). Seperti TUHAN berkuasa atas bangsa Yehuda dan Israel, demikian pula Dia mengendalikan segala bangsa. Dan seperti TUHAN berkuasa atas semua manusia, Dia juga menguasai lautan dan segala isinya.

Badai yang hebat melanda kapal yang ditumpangi oleh Yunus (1:4). Ketakutan para awak kapal yang terlatih di tengah laut menunjukkan seriusnya badai tersebut. Ini bukanlah badai biasa.

Segala upaya dilakukan untuk menyelamatkan diri dari bahaya, tetapi semuanya sia-sia. Agama-agama palsu tidak bisa menyelamatkan (1:5a). Meskipun para awak kapal memanggil dewa-dewa mereka, keadaan tidak berubah. Banyak dewa laut dan dewa badai yang dipanggil untuk pertolongan, tetapi semuanya tidak membawa perubahan.

Upaya manusia juga tidak bisa menyelamatkan (1:5b). Para awak kapal, dengan pengetahuan dan pengalaman berlayar mereka, berusaha mencari solusi terbaik. Mereka berusaha meringankan beban kapal agar tidak tenggelam. Namun, semua usaha ini tidak berhasil.

Di tengah situasi tersebut, TUHAN, dalam kedaulatan-Nya, membuka pikiran Yunus. Banyak hal yang diajarkan oleh TUHAN kepada Yunus melalui kejadian ini. Yunus mengalami ketidakberdayaan manusia dan kegagalan berbagai upaya yang dilakukan. Semua itu bertujuan untuk mengingatkan Yunus akan kekuasaan dan kedaulatan Allah.

TUHAN mengirim seekor ikan besar untuk menelan Yunus setelah dia dilemparkan ke laut oleh para awak kapal (1:17). Ini adalah tindakan luar biasa yang menunjukkan kuasa dan kendali Allah atas makhluk-Nya. Yunus berada dalam perut ikan selama tiga hari dan tiga malam, menghadapi kesulitan dan keraguan diri. Di dalam kegelapan dan kesendirian, Yunus menyadari betapa besarnya kesalahannya dan betapa sia-sia usahanya untuk melarikan diri dari panggilan TUHAN.

Pada akhirnya, Yunus memohon ampun kepada Allah (2:1-10). Ia mengakui kesalahannya, memuji kemurahan Allah, dan bersedia taat kepada panggilan-Nya. Dalam keadaan putus asa, Yunus menyadari bahwa hanya Allah yang dapat menyelamatkannya. TUHAN mendengar seruan Yunus dan memerintahkan ikan itu untuk memuntahkan Yunus ke daratan.

Melalui pengalaman ini, Yunus belajar tentang pentingnya ketaatan kepada TUHAN. Ia menyadari bahwa tidak ada tempat pelarian dari Allah dan tidak ada yang dapat menghindari kehendak-Nya. Kedaulatan TUHAN tidak terbatas hanya pada bangsa Israel, tetapi juga mencakup seluruh dunia dan semua makhluk-Nya. Kehadiran Allah dan kehendak-Nya tidak dapat dihindari.

Kisah Yunus menjadi pengingat bagi kita akan pentingnya ketaatan kepada TUHAN, meskipun terkadang panggilan-Nya mungkin sulit atau tidak sesuai dengan keinginan kita. Kita diajarkan untuk tidak melarikan diri dari panggilan Allah, tetapi untuk taat dan mengandalkan-Nya sepenuhnya. Kedaulatan dan kemurahan Allah selalu terbukti dalam hidup kita, dan kita harus belajar untuk menghormati-Nya dan melaksanakan kehendak-Nya.

Melalui kisah Yunus, kita juga diajarkan tentang belas kasihan dan kesediaan Allah untuk memberi kesempatan kepada orang berdosa untuk bertobat. Meskipun Niniweh adalah kota yang penuh dosa dan kekejaman, TUHAN mengirim Yunus untuk memberikan kesempatan kepada penduduknya untuk bertobat dan mengubah jalan hidup mereka. Itu menunjukkan bahwa Allah adalah Allah yang mengasihi dan menginginkan keselamatan setiap jiwa, tanpa memandang latar belakang atau dosa-dosa masa lalu.

Setelah dilemparkan ke daratan oleh ikan, Yunus menerima panggilan TUHAN untuk pergi ke Niniweh dan menyampaikan pesan-Nya (3:1-3). Kali ini, Yunus mematuhi perintah TUHAN dengan tekun. Ia berjalan melintasi kota dan memberitakan berita tentang kehancuran yang akan datang jika mereka tidak bertobat.

Peringatan Yunus membuat penduduk Niniweh terkesan. Mereka percaya kepada Allah dan mengumumkan puasa sebagai tanda keseriusan dan pertobatan mereka. Baik orang-orang kota maupun raja Niniweh merendahkan diri, berbalik dari jalan-jalan mereka yang jahat, dan berharap pada belas kasihan Allah (3:4-9). Melihat pertobatan mereka, Allah mengampuni dan menarik kembali rencana-Nya untuk menghancurkan kota (3:10).

Kisah Yunus mengajarkan kita tentang pentingnya belas kasihan dan kerendahan hati. Allah adalah Allah yang penuh belas kasihan dan siap memberikan kesempatan bagi siapa pun yang bertobat. Tidak ada dosa yang terlalu besar atau kejahatan yang tidak dapat dimaafkan oleh-Nya. Oleh karena itu, kita juga harus belajar untuk memiliki hati yang rendah dan bersedia bertobat jika kita menyadari kesalahan dan dosa-dosa kita.

Selain itu, kisah Yunus mengingatkan kita tentang kebesaran dan kedaulatan Allah. Tidak ada tempat yang terlindung dari hadirat-Nya. Kehendak-Nya tidak dapat digagalkan dan kuasa-Nya meliputi seluruh ciptaan-Nya. Kita diajarkan untuk menghormati dan patuh kepada Allah, mengakui bahwa Ia adalah Raja yang berdaulat atas segala sesuatu.

Kisah Yunus juga mengajarkan kita tentang pentingnya menjalankan tugas panggilan kita dengan setia, tanpa melarikan diri atau menentang kehendak Allah. Seperti Yunus, kita harus siap menerima dan melaksanakan panggilan-Nya dengan penuh kepatuhan dan kesediaan.

Kisah Yunus menunjukkan kepada kita keagungan Allah, belas kasihan-Nya yang tak terbatas, dan kekuasaan-Nya yang mutlak. Kita diajarkan untuk hidup dalam ketaatan, belas kasihan, dan penghormatan kepada Allah, serta untuk memberikan kesempatan kepada orang lain untuk bertobat dan mengalami belas kasihan-Nya.

3. Semangat Misi Masa Kini

Dalam konteks dunia ini, kita dapat mengambil pelajaran dari kisah Yunus untuk mengembangkan semangat misi dan keterlibatan kita dalam pekerjaan penginjilan di seluruh dunia. Jika Allah telah memanggil kita, janganlah kita mengabaikan atau melarikan diri dari rencana-Nya. Kemurahan ajaib yang diberikan-Nya melalui penebusan Yesus Kristus di kayu salib harus mendorong kita untuk dengan sukacita dan sukarela melakukan segala yang kita bisa untuk memajukan Injil Yesus Kristus dan memuliakan Allah. Marilah kita memperhatikan panggilan-Nya dengan penuh semangat, ketaatan, dan kerendahan hati.

Dalam Tahun 2023 ini, marilah kita bertanya pada diri kita sendiri: Apa yang Allah letakkan dalam hati kita? Apa yang dapat kita lakukan untuk memperluas misi-Nya di seluruh dunia? Kita harus membuka hati dan telinga kita untuk mendengar panggilan Allah dan dengan sukacita melaksanakan rencana-Nya. Kita harus memperhatikan orang-orang di sekitar kita, baik yang berada dalam jangkauan kita maupun yang berada di negeri asing, dengan kasih dan belas kasihan Allah. Kita harus membawa kabar sukacita tentang keselamatan melalui Yesus Kristus kepada mereka yang masih terhilang, tanpa memandang latar belakang, suku, atau dosa-dosa mereka.

Marilah kita bersatu dalam semangat misi global, membantu mewartakan kabar baik tentang Yesus Kristus di tempat-tempat yang belum mendengarnya. Dengan kasih dan kerendahan hati, kita dapat menjadi alat dalam tangan Allah untuk menyampaikan pesan keselamatan kepada mereka yang membutuhkannya. Marilah kita bersama-sama memberikan yang terbaik dari diri kita, baik dalam doa, dukungan praktis, atau pelayanan langsung, untuk kemajuan Kerajaan Allah dan kemuliaan-Nya.

Dalam semua tindakan kita, marilah kita mengakui kedaulatan dan kemurahan Allah, menjadikan-Nya sebagai pusat hidup kita, dan memuliakan-Nya dalam segala hal yang kita lakukan. Marilah kita hidup dengan penuh semangat, ketaatan, dan kerendahan hati, menjalankan tugas panggilan kita sebagai pengikut Kristus di dunia ini.

Soli Deo Gloria! Kehormatan bagi Allah semata!
Next Post Previous Post