Semua Kesenangan Dunia adalah Sia-sia
“Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu” Lukas 12:20
Mari kita bahas kesia-siaan dunia dan segala sesuatu di dalamnya, supaya kita dapat berhenti mengejar yang sia-sia dan menetapkan afeksi kita pada hal-hal yang di atas.
Hanya ini hal yang bernilai, permanen dan tidak berubah. Mengapa jiwa-jiwa yang abadi dan yang lahir dari atas dapat menjadi begitu merosot jatuh hingga mempertaruhkan diri pada kesenangan-kesenangan yang membinasakan? Kita seharusnya membumbung tinggi bersama Allah dengan sayap meditasi dan afeksi, tetapi di sini kita sedang menyembah-nyembah tanah liat dan kotoran dunia ini. Kita bagaikan binatang melata (ular) yang menjilati debu tanah.
Bukankah kita turun derajat, apabila kita bungkuk mengagumi segala sesuatu yang sangat jauh di bawah kita, dan menukarnya dengan jiwa kita yang berharga? Jiwa kita bernilai lebih dari 10.000 kali dunia, tetapi kita hanya mencari bagian yang kecil darinya. Ilah zaman ini telah membutakan mata manusia dan menebarkan kabut aneh di hadapan mata manusia sehingga mereka tidak dapat membedakan apa yang sudah terbukti nyata: yakni bahwa semua kesenangan-kesenangan dunia itu sia-sia dan tidak stabil.
Apa yang Allah telah ciptakan adalah baik tetapi jika dijadikan yang paling utama, akan berubah menjadi kesia-siaan. Mengharapkan kebahagiaan dan kepuasan dari dunia yang beban salibnya jauh lebih besar dari penghiburannya adalah kesia-siaan. Ada 2 masa di mana jiwa membutuhkan kelepasan dan penghiburan: ketika hati nurani terganggu dan saat menjelang kematian. Di dalam 2 masa ini dunia adalah kesia-siaan dan tidak berguna.
Pantaskah jiwa yang abadi dikorbankan? Celaka! Kebanyakan manusia sibuk menimbun kekayaan yang fana. Bagaikan memberi sekam kepada jiwa. Juru selamat kita menyebut orang kaya itu bodoh ketika ia mengisi gudang dengan hasil tanahnya sambil mengabaikan jiwanya. Betapa bodohnya membeli dunia fana dengan bayaran kehilangan jiwa kita yang berharga! Betapa besar kerugian mereka yang memperoleh dunia, tetapi pada akhirnya kehilangan pula dunia bersama jiwa mereka!
Diterjemahkan dari buku “Voices From The Past” dengan cuplikan karya Ezekiel Hopkins (1633-1690), Works, I:16-46. https://teologiareformed.blogspot.com/
Mari kita bahas kesia-siaan dunia dan segala sesuatu di dalamnya, supaya kita dapat berhenti mengejar yang sia-sia dan menetapkan afeksi kita pada hal-hal yang di atas.
gadget, bisnis, otomotif |
Hanya ini hal yang bernilai, permanen dan tidak berubah. Mengapa jiwa-jiwa yang abadi dan yang lahir dari atas dapat menjadi begitu merosot jatuh hingga mempertaruhkan diri pada kesenangan-kesenangan yang membinasakan? Kita seharusnya membumbung tinggi bersama Allah dengan sayap meditasi dan afeksi, tetapi di sini kita sedang menyembah-nyembah tanah liat dan kotoran dunia ini. Kita bagaikan binatang melata (ular) yang menjilati debu tanah.
Bukankah kita turun derajat, apabila kita bungkuk mengagumi segala sesuatu yang sangat jauh di bawah kita, dan menukarnya dengan jiwa kita yang berharga? Jiwa kita bernilai lebih dari 10.000 kali dunia, tetapi kita hanya mencari bagian yang kecil darinya. Ilah zaman ini telah membutakan mata manusia dan menebarkan kabut aneh di hadapan mata manusia sehingga mereka tidak dapat membedakan apa yang sudah terbukti nyata: yakni bahwa semua kesenangan-kesenangan dunia itu sia-sia dan tidak stabil.
Apa yang Allah telah ciptakan adalah baik tetapi jika dijadikan yang paling utama, akan berubah menjadi kesia-siaan. Mengharapkan kebahagiaan dan kepuasan dari dunia yang beban salibnya jauh lebih besar dari penghiburannya adalah kesia-siaan. Ada 2 masa di mana jiwa membutuhkan kelepasan dan penghiburan: ketika hati nurani terganggu dan saat menjelang kematian. Di dalam 2 masa ini dunia adalah kesia-siaan dan tidak berguna.
Pantaskah jiwa yang abadi dikorbankan? Celaka! Kebanyakan manusia sibuk menimbun kekayaan yang fana. Bagaikan memberi sekam kepada jiwa. Juru selamat kita menyebut orang kaya itu bodoh ketika ia mengisi gudang dengan hasil tanahnya sambil mengabaikan jiwanya. Betapa bodohnya membeli dunia fana dengan bayaran kehilangan jiwa kita yang berharga! Betapa besar kerugian mereka yang memperoleh dunia, tetapi pada akhirnya kehilangan pula dunia bersama jiwa mereka!
Diterjemahkan dari buku “Voices From The Past” dengan cuplikan karya Ezekiel Hopkins (1633-1690), Works, I:16-46. https://teologiareformed.blogspot.com/