DAMAI SEJAHTERA KRISTUS (Suatu Tinjauan eksegetis dan teologis terhadap Kolose 3:15a)
Pdt.Samuel T. Gunawan, M.Th.
DAMAI SEJAHTERA KRISTUS (Suatu Tinjauan eksegetis dan teologis terhadap Kolose 3:15a). “(Kolose 3:12). Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. (3:13) Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian. (3:14) Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan. (3:15) Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah.” (Kolose 3:12-15).
Tema natal PGI dan KWI tahun 2017 adalah “Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu” (Kolose 3:15a). Sedangkan sub tema natal tahun 2017 ini adalah “Di dalam Kristus kita memiliki damai sejahtera dan jaminan masa depan yang penuh harapan”. (Bandingkan Yeremia 29:11). Sub tema ini merupakan turunan dari Tema yang kita yakini merupakan pesan profetik bagi gereja-gereja di Indonesia dalam menghadapi tahun 2018. Jadi sub tema masih terintegrasi dengan tema.
Ada 5 (lima) pertanyaan yang diajukan dalam rangka kita membahas tema dan sub tema yang terintegrasi ini, yaitu : (1) Apakah damai sejahtera itu ? (2) Mengapa disebut damai sejahtera Kristus ? (3) Apakah damai sejahtera itu bisa hilang ? (4) Mengapa damai sejahtera itu harus diperintahkan untuk menguasa hati kita ? (5) Bagaimana penerapan damai sejahtera dalam kehidupan kita ?
APAKAH DAMAI SEJAHTERA ITU ?
Secara leksikal, kata “ειρηνη (eirênê)” yang diterjemahkan dengan “damai sejahtera” ini bermakna “suatu keadaan tenang, damai, sentosa, misalnya tanpa huru-hara atau perang, keharmonisan antar individu, keamanan, keselamatan, kemakmuran”. Perjanjian Baru menggunakan kata ini dengan beberapa pengertian mendasar, yaitu : sebagai lawan dari kata perang dan perselisihan (Lukas 14:32); Keadaan tenang tanpa acaman, gangguan dan hambatan (Lukas 2:29); dan keadaan sehat, makmur, bahagia, dan segala keadaan yang baik (Lukas 1:79).
Kata Yunani “ειρηνη (eirênê)” adalah padanan untuk kata Ibrani “שָׁלוֹם (shalom)” memiliki arti yang luas sesuai konteksnya “selamat, damai, sejahtera, aman, tenteram, perdamaian, kesempurnaan, dan keutuhan”. Kata Ibrani שָׁלוֹם – Shalom dalam bentuk nomina maskulin berarti “damai, sejahtera, sentosa, aman, selamat, sempurna, utuh”, hal ini memaksudkan “keadaan bebas dari kesulitan, kesusahan, perang dan gangguan”.
Kata שָׁלוֹם – Shalom berasal dari verba שָׁלַם - Shalam, yang memiliki makna yang sangat luas, diantaranya “memberi damai sejahtera; membayar lunas, memulihkan, menyelesaikan dengan baik; memberi dampak baik; dan lain sebagainya”. Namun kata “damai sejahtera” dalam bahasa Indonesia biasanya hanya dipahami dengan pengertian “keadaan tak bermusuhan, atau berbaik kembali, atau tenteram aman”.
MENGAPA DISEBUT SEBAGAI DAMAI SEJAHTERA KRISTUS ?
Kira-kira 2700 tahun yang silam nabi Yesaya meramalkan, “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai” (Yesaya 9:5). Sang Raja Damai yang diramalkan dalam ayat ini jelaslah menujuk kepada Kristus, penggenapan dari pengharapan ini.
Sebutan “Raja Damai” dalam bahasa Ibrani adalah “Shar Shalom”, yang dalam bahasa Yunani Septaguinta “αρχοντας ειρηνην (arkhontas eirênên) berarti “pemimpin kedamaian” atau “Pangeran Damai (Prince of Peace)”, menunjuk kepada “seseorang yang menghapus segala unsur yang mengganggu kedamaian dan yang mengukuhkan kedamaian”. Semua pemerintahan yang ada di dunia, kekuasaannya sering bergantung pada kekerasan, perang dan pertumbahan darah. Tetapi, kekuasaan Kristus didasarkan pada pengorban darahNya sendiri serta berdasarkan keadilan dan kebenaran (Yesaya 9:6).
Dalam Kristus damai sejahtera sudah datang (Lukas 1:79; 2:14). Pertama-tama, melalui kematianNya, Kristus telah mendamaikan manusia dengan Allah sebagaimana telah dijelaskan di atas sebelumnya (Roma 5:1; Bandingkan Efesus 2:16-18; 2 Korintus 5:18-21). Inilah kebutuhan yang utama dan mendasar dari manusia berdosa, yaitu damai sejahtera dengan Allah. Selanjutnya, Kristus memberikan damai sejahtera dihati orang-orang yang percaya kepadaNya. Damai sejahtera yang diberikan Kristus ini adalah damai sejahtera yang bersifat kekal, tidak dapat dirampas dan tidak dipengaruhi oleh situasi apapun yang datang dari luar.
Kristus sendiri mengatakan, “eirênên aphiêmi umin (damai sejahtera kutinggalkan bagimu) eirênên tên emên didômi humin (damai-sejahteraKu Kuberikan kepadamu), ou kathôs ho kosmos didôsin egô didômi humin (Apa yang Kuberikan kepadamu tidak seperti yang diberikan dunia). mê tarassesthô hê kardia humôn (Janganlah mau digelisahkan hatimu) mêde deiliatô (Juga jangan mudah merasa takut)” (Yohanes 14:27; Bandingkan Filipi 4:7; Matius 11:28-30).
Damai sejahtera yang berasal dari Kristus itulah yang menurut rasul Paulus menguasai hati orang percaya ketika ia mengatakan, “Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu” (Kolose 3:15).
Jadi ketika rasul Paulus menulis menggunakan frase “η ειρηνη του χριστω (hê eirênê tou khristô)” atau “damai sejahtera Kristus” dalam kalimat “Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu” (Kolose 3:15a) maka yang ia maksudkan mengandung dua pengertian, yaitu : (1) Damai sejahtera milik Kristus; dan (2) Damai sejahtera yang dilimpahkanNya kepada orang-orang percaya”.
APAKAH DAMAI SEJAHTERA ITU BISA HILANG ?
Karena damai sejahtera itu adalah milik Kristus yang diberikan kepada orang percaya pada saat mereka menerima Injil yaitu menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat maka damai sejahtera itu tidak bisa hilang. Ketika kita menerima Kristus dengan iman karena pemberitaan Injil, maka bersama dengan kehadiran Kristus dalam hidup kita damai sejahtera itu hadir seperti yang rasul Paulus mengatakan, “sehingga oleh imanmu Kristus diam di dalam hatimu..“ (Efesus 3:17).
Rasul Paulus mengatakan demikian, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus” (Roma 5:1). Secara gamblang ayat ini menjelaskan bahwa damai sejahtera (Yunani eirênên) atau perdamaian kita dengan Allah merupakan akibat dari pembenaran (Yunani dikaioo) yang diterima melalui iman (Yunani pesteo).
Inilah damai sejahtera yang sejati, dan ini dibangun di atas perubahan nyata dalam status kita dihadapan Allah, dari orang yang bersalah dihadapan Allah, kita menjadi benar dihadapan Allah Bapa kita.
Ini adalah damai sejahtera yang dibangun di atas fakta bahwa kita telah “diperdamaikan dengan Allah oleh kematian AnakNya,” Yesus Kristus (Roma 5:10), dibenarkan dihadapan Allah sekali untuk selamanya melalui iman di dalam pekerjan Kristus yang sudah selesai. Fakta ini pasti akan menghasilkan perasaan nyata dan tindakan yang kuat. Namun perlu ditegaskan bahwa damai sejahtera dengan Allah yang rasul Paulus jelaskan ini didasarkan atas pekerjaan Kristus bagi kita, bukan hasil dari pekerjaan kita. Karena damai sejahtera itu bergantung pada Kristus bukan pada kita maka damai sejahtera itu tidak bisa hilang.
Implikasi dari kebenaran di atas ialah jika seseorang tidak merasakan damai sejahtera dalam hidupnya maka ada tiga alasannya: Pertama, ia memang belum memiliki damai sejahtera yang sesungguhnya (Yohanes 14:27) yang berasal dari Allah; Kedua, ia belum mengalami kelahiran baru yang hanya dapat diterima dengan percaya kepada Kristus (Yohanes 3:3-5; 2 Korintus 5:17). karena damai sejahtera itu dikatakan adalah damai sejahtera milik Kristus (Kolose 3:15) bukan milik kita.
Karena itu, memiliki Kristus berarati memiliki damai sejahtera ini; Ketiga, bila ia sudah diselamatkan tetapi tidak merasakan damai sejahtera bisa jadi ada dosa-dosa yang belum dibereskan (Yesaya 59:2) dan firman Tuhan kurang menguasai hatinya (Yeremia 29:11), atau ia lebih berfokus pada dirinya sendiri ketimbang berfokus pada Kristus, Sang Raja Damai itu. Karena itu disatu pihak, semakin kita melihat ke dalam hati kita untuk damai sejahtera, maka semakin kita kurang merasakannya.
Di lain pihak, semakin kita melihat kepada Kristus dan janji-janjiNya untuk damai sejahtera semakin kita merasakan kuatnya damai sejahtera itu. Damai sejahtera itu berpusat pada Yesus Kristus, bukan pada kita!
MENGAPA DAMAI SEJAHTERA ITU HARUS UNTUK MENGUASA HATI KITA ?
Kata memerintah dalam ayat ini berasal dari kata kerja Yunani “brabeuõ” yang berarti “menguasai, mengarahkan, mengontrol”. Merupakan kata kerja bentuk orang ketiga tunggal dalam bentuk present aktif imnperatif (kalimat perintah aktif). Kata “brabeuõ” adalah kata yang dipakai untuk menunjuk pada juri atau wasit yang menentukan pemenangan dan memberikan hadiah dalam perlombaan atletik. Disini rasul Paulus hendak menyatakan bahwa orang percaya yang memiliki damai sejahtera Kristus, mempunyai seorang juri atau wasit yang memelihara ketertiban dan keselarasan dalam kehidupan.
Dengan demikian kata ini dipakai untuk menegaskan bahwa damai sejahtera Allah itulah yang kita ikuti dalam setiap keputusan hidup kita sebagai seorang pengikut Kristus. Damai sejahtera itu dikatakan memerintah “καρδιας υμων (kardias humôn)” atau “hatimu”. Kata Yunaninya “καρδια (kardia)” digunakan dalam Septuaguinta dan Perjanjian Baru menerjemahkan istilah Ibrani “lèb”. Kata ini juga berarti “pusat”.
Pertanyaan pentingnya ialah “mengapa damai sejahtera itu harus menguasai (dalam pengertian memerintah dan mengontrol) hati kita ?” Alasannya adalah karena hati merupakan pusat dari seluruh kepribadian manusia (Kisaha Para Rasul 14:17; 2 Korintus 3:2-3; Yakobus 5:5).
Hati menurut Alkitab adalah inti rohani dari satu pribadi, pusat dari seluruh aktivitas; sumber yang darinya mengalir semua pengalaman mental dan spiritual, berpikir, merasakan, menghendaki, mempercayai, dan sebagainya (Bandingkan Amsal 4:23). Karena itu pemberian “hidup baru” atau “regenerasi” menurut Alkitab adalah perubahan total yaitu perubahan yang mempengaruhi seluruh keberadaan kepribadian, yaitu pikiran, hati nurani, kehendak, emosi.
Alkitab menyebutnya sebagai pemberian “hati yang baru”, (Yehezkiel 36:26; 2 Korintus 5:17), yaitu hati taat yang diperintah oleh damai sejahtera Kristus. Hati yang baru ini kontras (berlawanan) dengan hati yang lama yang disebut oleh Yeheskiel dengan “hati yang keras”. Istilah hati yang keras ini juga muncul dari mulut Yesus ketika ia mengatakan “Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian” (Matius 19:8; Markus 5:10).
Kata Yunani “ketegaran hati” adalah dalam ayat ini adalah “sklerokardia” yang lebih tepat diterjemahkan dengan “kekerasan hati”. Alkitab memberitahu kita bahwa perbuatan-perbuatan dosa bersumber dari hati manusia. Yesus dalam kesempatan lain mengatakan demikian, “Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. (Matius 15:19-20).
Yeremia menyebut hati yang keras ini dengan hati yang licik dan membatu, “Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?” (Yeremia 17:11). Jadi ketika kita meneima hidup baru dalam Kristus kita diberi hati yang baru, hati yang lembut, hati yang taat, hati yang dikuasai oleh damai sejahtera Kristus.
BAGAIMANA PENERAPAN DAMAI SEJAHTERA DALAM KEHIDUPAN KITA ?
Perlu diketahui, kata damai sejahtera yang Paulus gunakan dalam Roma 5:1 tersebut lebih daripada sekedar ketiadaan konflik, tetapi juga berarti “kepenuhan, keutuhan, dan kesempurnaan”. Hal itulah yang membawa kita pada perasaan puas. Damai sejahtera yang Alkitab maksudkan adalah ketentraman, ketenangan, dan kedamaian yang berasal dari kasih karunia Allah yang menyelamatkan.
Tidak ada apapun dan siapapun di dunia ini yang dapat menyediakan perasaan tenang yang begitu dalam ini kecuali damai sejahtera Allah yang diberikan kepada kita melalui Injil. Seperti yang nabi Yesaya katakan, “Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya” (Yesaya 32:17).
Keyakinan tentang ketenangan seperti ini didasarkan atas pengetahuan yang tenang, suatu perasaan utuh, sempurna, dan tenang yang dalam. Terlepas dari apa yang sedang terjadi di dalam hidup dan dunia kita, terlepas dari tragedi yang mungkin kita hadapi, ada damai sejahtera Allah yang melampaui segala pengertian, masuk kedalam keberadaan kita yang terdalam (Bandingkan Filipi 4:7).
Itu adalah buah, yang mana Yesus datang untuk mencapainya bagi orang-orang berdosa seperti anda dan saya. Ketika Allah telah berdamai dengan kita, ketika segalanya antara kita dengan Allah telah diselesaikan karena pekerjaan Kristus, kita mengalami jaminan teguh tentang hidup kita yang sebelumnya mustahil untuk diketahui.
Alkisah, suatu ketika seorang raja mengadakan sayembara melukis di istananya yang mengharuskan melukiskan sesuatu yang dapat menjelaskan apa arti dari “kedamaian”. Singkat cerita, dari seluruh hasil lukisan yang telah dilihat oleh raja, akhirnya ia memilih dua lukisan yang ia sukai yang dianggapnya telah menggambarkan arti kedamaian.
Lukisan pertama menggambarkan sebuah danau yang sangat luas, tenang dan air sangat jernih sehingga mampu memantulkan bayangan pegunungan yang subur yang berjejer di atasnya. Didalam lukisan itu langait terlihat begitu cerahnya dengan sedikit awan putih.
Lukisan yang benar-benar sempurna untuk menggambarkan kedamaian. Sementara itu, lukisan kedua memiliki latar yang sama dengan lukisan pertama, yaitu terdapat danau, gunung, dan langit. Tetapi lukisan ini memiliki perbedaan dari lukisan pertama. Di dalam lukisan kedua ini gunungnya terlihat tandus dan gersang dengan bebatuan kasar dan terjal di atasnya. Di atas gunung yang tandus tersebut terlihat langit gelap, disertai hujan deras dan kilat yang menyambar.
Pelukis kedua juga menggambarkan air terjun yang bergerak dengan deras berada disalah satu sisi pegunungan itu. Lukisan ini sama sekali terlihat tidak menggambarkan suasana kedamaian. Namun, dalam tersebut terlihat sebuah ranting yang cukup besar tumbuh menjalar keluar dari bebatuan disekitar air terjun itu.
Di atas ranting tersebut terdapat sebuah sarang burung, dimana seekor induk burung berdiam dengan tenang bersama anak-anaknya, ditengah-tengah keributan air terjun, hujan, petir dan cuaca mendung tersebut. Setelah melihat kedua lukisan tersebut dengan seksama akhirnya raja memutuskan memilih lukisan kedua sebagai pemenang sayembara. Semua orang bingung dengan kepusan raja ini, karena mereka berpendapat lukisan pertamalah yang menggambarkan kedamaian, bukan lukisan kedua.
Raja dengan bijaknya menjelaskan dasar dari keputusannya memilih lukisan kedua sebagai pemenang. Ia mengatakan, “Ketenagan bukan berarti berada di tempat yang tidak ada kekacauan, kesulitan dan masalah. Kedamaian berarti berada diantar semua hal tersebut tetapi tetap merasa tenang di dalam hati, itulah kedamaian yang sesungguhnya”. Itulah yang Yesus dan Injil telah lakukan bagi kita. Perkataan dari Mazmur 116:7 dapat berfungsi sebagai ringkasan dari damai sejahtera yang kita undang sebagi hasil (buah) dari Injil Kristus, “Kembalilah tenang, hai jiwaku, sebab TUHAN telah berbuat baik kepadamu”.
TAMBAHAN: WAWASAN EKESEGESIS DAN KONTEKSTUAL KOLOSE 3:15a
Tanpa bermaksud menyinggung siapapun, saya menyatakan keprihatinan saya beberapa tahun terakhir ini ketika mendengar pengajaran dari mereka yang memegang gelar teologi tetapi sepertinya tidak mengerti bagiamana menafsirkan Alkitab. Menafsir seadaanyadan terkadang menafsir out of context, karena tidak memperhatikan latar belakang ketika Alkitab itu ditulis dan mengabaikan konteks keseluruhan Alkitab. Beberapa bahkan bergelar teologi setara S2 dan S3 tapi tidak tahu menahu dengan disiplin keilmuan teologi dari gelar yang disandangnya. Kekristen dalam Tradisi Reformasi sangat menekankan empat sola dan satu soli.
Namun, ada hal penting yang perlu ketahui, ketika kita mengabaikan penafsiran yang ketat terhadap Kitab Suci, yaitu ketika mengabaikan pentingnya menerapkan prinsip penafsiran yang sehat dan wajar terhadap Kitab Suci, sehingga salah dalam memahami sola scriptura (hanya oleh Kitab Suci), maka konsekuensi-konsekuensi yang tidak terhindarkan adalah kita juga akan salah memahami apa yang Kitab Suci katakan tentang sola Christo (hanya oleh Kristus), sola gratia (hanya oleh anugerah), sola fide (hanya oleh iman), dan soli Deo gloria (kemuliaan hanya bagi Allah. Karena itu, agar kita tidak salah dalam memahami teks kolose 3:15a maka saya akan memberikan sedikit wawasan eksegesis dan kontekstual terhadap teks tersebut.
EKSEGESIS TEKS KOLOSE 3:15a
Di dalam Alkitab Indonesia Terjemahan Baru (AITB) ayat tersebut berbunyi demikian, “Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu”. Ini merupakan tema bersama natal tahun ini (2017) yang ditetapkan oleh PGI dan KWI. Ayat ini dalam dalam bahasa Yunani dapat diterjemahkan demikian, “Dan biarlah damai sejahtera Kristus hendaknya berkuasa dalam hatimu” (kai hê eirênê tou khristô brabeuõto en tois kardiais). King James Version (KJV) menerjemahkan ayat ini demikian, “And let the peace of God rule in your hearts”.
Namun sayangnya New International Version (NIV) membuang kata “and” didepannya”. Padahal teks Yunani memakai konjungsi “kai” atau “and” dalam bahasa Inggris, yang berarti “dan” dalam bahasa Indonesia untuk menghubungkan ayat ini dengan ayat-ayat sebelumnya. Sehingga perintah (imperatif) dalam ayat 15 ini tidak boleh lepas dari indikatif dalam ayat 12 yaitu keberadaan orang percaya sekarang ini di dalam Kristus. Salah satu prinsip hermeneutik (penafsiran) Alkitab yang utama adalah menafsirkan menurut konteksnya, yaitu menafsirkan kata, frase, kalimat dan ayat dengan terlebih dahulu mempertimbangkan konteksnya. Mengabaikan prinsip ini menyebabkan timbulnya tafsiran yang lemah bahkan keliru.
INDIKATIF DAN IMPERATIF: SEBUAH GRAMATIKA PENTING YANG BERMAKNA DALAM PERJANJIAN BARU
Satu ciri penting dari semua surat rasul Paulus adalah ia selalu memulai dengan ajaran yang bersifat doktrinal kemudian beralih ke dalam penerapan praktis dari doktrin tersebut. Demikian juga ketika menulis suratnya kepada jemaat di Kolose, rasul Paulus memulai dengan ajaran doktrinal (pasal 1 dan 2) setelah itu ia beralih ke dalam petunjuk dan penerapan praktis dari doktrin tersebut (Pasal 3 dan 4).
Dengan menggunakan istilah gramatikal, Paulus selalu memulai dari indikatif vertikal (apa yang telah dilakukan Allah dalam Kristus bagi kita), kemudian segera diikuti dengan imperatif horisontal (bagaimana cara kita harus hidup dalam apa yang telah Allah lakukan bagi kita di dalam Kristus).
Urutan (indikatif vertikal - imperatif horisontal) dalam pengajaran rasul Paulus ini sangat penting! Rasul Paulus benar-benar mengetahui bahwa cara yang benar untuk kita berpikir tentang kehidupan Kristen kita adalah selalu dimulai dengan vertikal, kemudian bergerak ke yang horisontal. Kita harus selalu bergantung terlebih dahulu pada apa yang Allah telah lakukan sebelum kita melakukan sesuatu bagi Dia. Urutan ini sangat penting karena inilah yang membedakan Injil dari legalisme, moralisme dan performanisme dalam pikiran kita dan membantu kita memelihara Injil dari legalisme, moralisme dan performanisme dalam tindakan-tindakan kita.
Kita tidak boleh membalik urutan indikatif-imperatif (vertikal-horisontal) ini menjadi imperatif-indikatif (horisontal-vertikal)! karena di dalam Alkitab selalu indikatif mendahului imperatif. Disinilah keunikan dan perbedaan agama Kristen dari agama-agama lainya. Berbeda dari agama-agama lain mengajarkan keselamatan sebagai usaha manusia, maka Kekristenan mengajarkan bahwa keselamatan adalah karunia Allah tanpa syarat.
Demikian juga halnya dengan perintah rasul Paulus kepada jemaat di Kolose, secara khusus dalam Kolose 3:15a dimana ia memerintahkan orang percaya di Kolose agar mengijinkan damai sejahtera Kristus menguasai hati mereka. Perintah ini diberikan rasul Paulus setelah ia terlebih dahulu menunjukkan identitas baru dari orang-orang percaya di Kolose, yaitu bahwa mereka adalah orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihiNya (Kolose 3:12-14).
Disini kembali kita melihat relasi indikatif vertikal dan imperatif horisontal. Dalam surat ini jelas bahwa rasul Paulus menjalin dasar kasih karunia (indikatif) dengan perintah (imperatif) sehinggga orang-orang percaya di Kolose selalu dekat dengan kasih karunia Allah yang memberdayakan. Benar bahwa kita harus membungkus diri dalam belas kasihan, kemurahan, kerendahatian, kelemahlembutan, dan kesabaran, namun kita harus diingatkan bahwa kita melakukan itu karena kita adalah orang-orang pilihan Allah yang kudus dan dikasihi.
Indikasi keberadaan kita dalam Kristuslah yang memampukan kita untuk melaksanakan perintah :
(1) mencari dan berpikir tentang perkara yang di atas dimana Kristus tinggal (Kolose 3:1-4);
(2) Mematikanlah dalam diri kita segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala (Kolose 3:5);
(3) membuanglah marah, geram, kejahatan, fitnah, kata-kata kotor yang keluar dari mulut, dan dusta (Kolose 3:8-9);
(4) mengenakan belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan, kesabaran, dan pengampunan (Kolose 3:11-12
(5). Mempraktekkan perilaku sebagai pengikut Kristus dalam hubungan rumah tangga, seperti: istri yang tunduk secara sukarela dan suami yang mengasihi terus menerus tanpa syarat (Kolose 3:18-19), orangtua yang tidak menyakiti anak-anak dan anak yang menaati orang tua (Kolose 3:20-21), tuan yang berlaku adil terhadap hambanya dan hamba yang menaati tuannya dalam segala hal (Kolose 3:22-25).
Kehidupan Kristen tidak hanya sulit untuk dijalani, tetapi mustahil dijalani dengan kekuatan kita sendiri. Dan ini paling jelas kelihatan dalam mengasihi orang lain. Jenis kasih sejati Yesus perintahkan termasuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan (Matius 5:39; Roma 12:17) dan mengampuni dan mendoakan mereka yang memusuhi kita (Lukas 10:25-37). Hal seperti ni mustahil secara manusia untuk kita lakukan.Kekristenan sejati bukan “kita hidup bagi Kristus” melainkan “Kristus hidup melalui kita” (Galatia 2:20.)
Inilah rahasia kehidupan Kristen yang berkemenangan, “Kristus yang hidup melalui kita”. Bukan kita yang hidup bagi Yesus, tapi Yesus hidup melalui kita. Kegagalan untuk mengerti kebenaran sederhana ini adalah akar dari semua legalisme, perfomanisme, moralisme dan mentalitas perbuatan. Ketika kita berfokus terhadap apa harus kita lakukan, kita menempatkan diri kita di bawah legalisme. Tetapi, ketika berfokus pada apa yang Kristus telah lakukan, kita berjalan dalam kekuatan supranatural kasih karunia.
Kasih karunia memberitahu kita apa yang sudah selesai Yesus kerjakan di kayu salib bagi kita. Satu-satunya cara untuk menjadi seperti Yesus dan melakukan pekerjaan-pekerjaan Yesus adalah dengan mengizinkan Yesus hidup melalui kita. Sama seperti kehidupan akar ditemukan di dalam tanah, sebuah cabang di dalam pokok anggur, atau seekor ikan di dalam air; demikian juga kehidupan Kristen yang sesungguhnya hanya akan ditemukan dalam kesatuan dengan Kristus.
KASIH KARUNIA DAN DAMAI SEJAHTERA: AKAR DAN BUAH INJIL
Injil adalah kabar baik karena hubungan kita dengan Allah tidak tergantung pada semangat, upaya, dan kebaikan kita, tetapi tergantung pada semangat, upaya, dan kebaikan Kristus. Itulah yang membuat Injil menjadi kabar baik. Dan injil bukan hanya kabar baik tentang bagaimana kita bisa diselamat pada awalnya; Injil adalah kabar baik yang kita kembali kepadanya setiap hari karena kita cenderung mengembara ke dalam narsisme (bagaimana keadaan saya?
Dan apa yang perlu saya lakukan bagi keselamatan saya?). Injil menjaga kita untuk terus mengarahkan mata kita kepada Yesus, pemulai dan penyempurna iman kita (Ibrani 12:2). Jadi Injil tidak hanya membenarkan kita di awal keselamatan kita, tetapi kebenaran Injil itu juga menguduskan, membangun, dan mendewasakan kita karena Kristus sendirilah pusat dari Injil itu.
Inti dari yang dibawa Injil kepada kita dapat diringkas dalam kata Yunani “χαρις (kharis)” dan “ειρηνη (eirênê)” atau “kasih karunia” dan “damai sejahtera” (Kolose 1:2). Bukanlah merupakan hal kebetulan dua kata ini yang selalu rasul Paulus gunakan secara bersama-sama dalam pembukaan setiap suratnya (Roma 1:7; 1 Korintus 1:3; 2 Korintus 1:2; Galatia 1:3; Efesus 1:2; Filipi 1:2; 1 Tesalonika 1:1; 2 Tesalonika 1:2; 1 Timotius 1:2; 2 Timotius 2:2; Titus 1:4; Filemon 1:3). Bahkan rasul Petruspun melakukan hal yang sama dalam kedua suratnya (1 Petrus 1:2; 2 Petrus 1:2).
Kedua kata ini tentunya digandengkan secara sengaja oleh rasul Paulus karena ia mengerti betul makna dari kedua kata itu dalam Injil yang ia beritakan. Rasul Paulus adalah seorang yang “kecanduan” Injil dan hidupnya sangat dipenuhi oleh Injil. Ia berkata, “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil” (1 Korintus 9:16b), selanjutnya, “Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil” (1 Korintus 9:23a).
Pernahkah kita memikirkan mengapa Paulus dalam semua suratnya selalu menggandeng kedua kata tersebut? Meskipun kata “kasih karunia” dan “damai sejahtera” mungkin terlihat sekilas tak lebih dari sekedar salam pembuka, namun rasul Paulus memilih kedua kata tersebut dengan teliti dan sengaja karena memang ia hendak menyampaikan sesuatu yang spesifik melalui kedua kata tersebut.
Kasih karunia adalah akar dari Injil, sedangkan damai sejahtera adalah buah dari Injil. Injil berakar dalam kasih karunia dan berbuah dalam damai sejahtera. Itu sebabnya Injil itu disebut Injil kasih karunia (Kisah Para Rasul 20;24) untuk menunjukkan akar dari Injil itu yang datang oleh Yesus Kristus, dan Injil itu juga disebut Injil damai sejahtera untuk menunjukan buah dari Injil di dalam kehidupan orang percaya (Efesus 6:15).
LATAR BELAKANG SURAT KOLOSE
Ketika rasul Paulus menulis surat kepada jemaat di Kolose kira-kita tahun 60 M, maka paling sedikit ada dua alasan ia menulis surat tersebut. Alasan pertama berhubungan dengan adanya persaingan budaya yang berusaha mengalihkan perhatian orang percaya dari kesetiaannya kepada Kristus. Kolose saat itu adalah sebuah pusat perdagangan yang diminati banyak pendatang dengan tujuan bisnis, wisata, dan berbagai kepetingan lainnya. Kolose adalah sebuah kota tempat dimana berbagai gagasan, filosofi, pandangan dunia, tradisi dan budaya saling bersaing untuk dibicarakan dan dipromosikan. Semua bergerak untuk mendapatkan pengakuan dan keunggulan. Ini mungkin dapat disamakan dengan Jakartanya Indonesia, atau Holywoodnya Amerika. Dalam kondisi dan lingkungan seperti itulah orang percaya berada. Perhatian mereka seringkali dialihkan oleh kekuatan-kekuatan dan konsep-konsep budaya tersebut yang merusaha menarik mereka dari kesetiaan kepada Kristus.
BACA JUGA: ORANG KRISTEN DAN HARTA
Alasan selanjutnya rasul Paulus menulis perlu menulis surat Kolose berhubungan dengan adanya pengajar-pengajar palsu yang muncul di kalangan orang percaya di Kolose. Pengajar-pengajar palsu ini menggoda dan menarik orang-orang percaya Kolose dengan ajaran buatan manusia, yang memberi janji keselamatan yang lebih dalam, penyelamatan yang lebih baik, kebebasan yang lebih besar, pengetahuan yang menerangi, dan kuasa yang lebih tinggi dalam hidup. Semuanya melampaui apa yang telah Kristus lakukan bagi mereka.
Semua pengaruh yang memikat ini menjauhkan orang percaya dari Yesus dan membawa mereka ke sumber-sumber berkat tambahan yang mungkin dapat mereka utamakan ketimbang mengutamakan Kristus. Gagasannya ialah, bahwa Kristus tidak cukup bagi iman dan kedewasaan kehidupan orang percaya. Karena itulah rasul Paulus menganggap ajaran ini sangat berbahaya dan merusak, sehingga ia perlu mengingatkan orang percaya di Kolose dan memberikan nasihat-nasihatnya.
Rasul Paulus di dalam surat tersebut menunjukkan keunggulan Kristus atas semua filosofi dan tradisi manusia; keunggulan Kristus atas semua pendapat, preferensi, kepribadian, dan prestasi manusia. Itu adalah sebuah keunggulan yang sangat luar biasa, sangat utama, sangat tidak terbatas sehingga orang percaya Kolose dapat berpegang teguh tanpa syarat pada kesimpulan bahwa Yesus saja cukup karena segalanya ada di dalam Dia dan Dia adalah segala-galanya.
Rasul Paulus mengatakan tentang keutamaan Kristus demikian, “Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia. Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu. Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia” (Kolose 1:16-19;).
Jadi Yesus tidak hanya satu-satunya yang orang-orang percaya Kolose butuhkan tetapi Yesus adalah segala-galanya bagi mereka. Segala-galanya Kristus ini diungkapkan rasul Paulus dengan menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah, Dia adalah Pencipta sesuatu yang ada, Dia adalah kepala gereja, Dia adalah pendamaian kita, dia adalah pengudusan kita, pengharapan kita, dan kemuliaan kita, dan penyempurna kita (Kolose 1:16-29). Dan rasul Paulus mengatakan agar orang percaya kolose “harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil” (Kolose 1:23).
DAFTAR PUSTAKA: DAMAI SEJAHTERA KRISTUS (Suatu Tinjauan eksegetis dan teologis terhadap Kolose 3:15a)
Banks, Robert & R. Paul Stevens., 2012. The Complete Book of Everyday Christianity. Terjemahan Penerbit Kalam Hidup : Bandung.
Beker, Charles. F., 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit Alkitab Anugerah: Jakarta
Boice, James M., 2011. Dasar-dasar Iman Kristen. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Carson, D.A., 2009. Kesalahan-Kesalahan Eksegetis. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Chamblin, J. Knox., 2006. Paulus dan Diri: Ajaran Rasuli Bagi Keutuhan Pribadi. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Hagelberg, Dave., 2013. Tafsiran Surat Kolose. Penerbit Andi Offset : Yogyakarta.
Douglas, J.D., ed, 1993. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini. Jilid 1 & 2. Terjemahkan Yayasan Komunikasi Bina Kasih : Jakarta.
Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology. Jilid 1. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.
Evans, Tony, 2005. Sungguh-sungguh Diselamatkan, terjemahan, Penerbit Gospel Press: Batam.
Erickson J. Millard., 2003. Teologi Kristen, Jilid 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Fee, Gordon D., 2008. New Testament Exegesis. Edisi Ketiga. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Ferguson, B. Sinclair, David F. Wright, J.I. Packer., 2008. New Dictionary Of Theology. Jilid 1 & 2, terjemahaan, Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Grudem, Wayne., 1994. Systematic Theology: A Introduction to a Biblical Doctrine. Zodervan Publising House: Grand Rapids, Michigan.
Grudem, Wayne., 2009. Christian Beliefs. Terjemahan, Penerbit Metanonia Publising: Jakarta.
Gunawan, Samuel., 2014. Kharismatik Yang Kukenal dan Kuyakini. Penerbit Bintang Fajar Ministries: Palangka Raya.
Guthrie, Donald, dkk., 1982. Tafsiran Alkitab Masa Kini. Jilid 1, 2 & 3. Terjemahan. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF : Jakarta.
Guthrie, Donald., 2009. Pengantar Perjanjian Baru. Jilid 1, 2 & 3. Terjemahan, Penerbit Momentum: Jakarta.
Horton, Michael S.. 2011. The Gospel Driven Life. Terjemahan, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.
Hoekema, Anthony A., 2010. Diselamatkan Oleh Anugerah. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Howard Clark, ed. 2010. The Learning Bible Contemporary English Version. Dicetak dan diterbitkan Lembaga Alkitab Indonesia : Jakarta.
Ladd, Geoge Eldon, 1999. Teologi Perjanjian Baru. Jilid 1 & 2, terjemahan Penerbit Kalam Hidup : Bandung.
Morris, Leon., 2006. Teologi Perjanjian Baru. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Pfeiffer F. Charles & Everett F. Harrison., ed. 1962. The Wycliffe Bible Commentary. Volume 1, 2 & 3. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas Malang.
Ridderbos, Herman., 2004. Paul: An Outline of His Theology. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Ryrie, Charles C., 1991. Teologi Dasar. Jilid 2, Terjemahan, Penerbit ANDI Offset: Yogyakarta.
Scahnabal, Echhard J., 2010. Rasul Paulus Sang Misionaris: Perjalanan, Stategi dan Metode Misi Rasul Paulus. Terj, Penerbit ANDI: Yogyakarta.
Sproul, R.C., 1997. Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT: Malang.
Stamps, Donald C., ed, 1995. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Stuart, Douglas & Gordon D. Fee., 2011. Hermeneutik: Menafsirkan Firman Tuhan Dengan Tepat. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas : Malang.
Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, jilid I & II. Penerbit Literatur SAAT : Malang.
___________., 2011. Hermeneutika: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab. Penerbit Literatur SAAT : Malang.
Thiessen, Henry C., 1992. Teologi Sistematika, direvisi Vernon D. Doerksen. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.
Tchividjian, Tullian., 2013. Yesus Ditambah Nihil Sama Dengan Segalanya. Terjemahan, penerbit Light Publising: Jakarta.
Zuck, Roy B, editor., 2011. A Biblical of Theology The New Testament. Terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang.