KASIH: BUAH YANG TERLIHAT DARI KEHIDUPAN KRISTEN SEJATI

Samuel T. Gunawan, M.Th.
KASIH: BUAH YANG TERLIHAT DARI KEHIDUPAN KRISTEN SEJATI
KASIH: BUAH YANG TERLIHATDARI KEHIDUPAN KRISTEN SEJATI. Kira-kira 2000 tahun yang lalu Kristus berkata kepada murid-muridNya, “Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (Yohanes 13:35). 

Sebuah pernyataan yang luar biasa! Inilah ciri yang membedakan seorang murid dan yang bukan murid Kristus. Hal ini tampaknya berbeda dengan pengetahuan umum yang dapat kita jumpai didalam kekristenan masa ini. Mengapa? Karena memiliki kasih sejati bukanlah sebuah prioritas utama bagi kebanyakan orang Kristen masa kini. Namun Yesus berkata bahwa ini adalah hal yang pertama dan terutama yang akan menunjukkan kepada orang-orang yang belum percaya bahwa Ia nyata dan hidup di dalam kehidupan kita hari ini.

Berbicara tentang kasih, kita tahu bahwa 1 Korintus 13 adalah pasal yang paling di kenal dalam Alkitab, sekaligus pasal yang paling rumit. Bagi kebanyakan orang Kristen, gambaran kasih disini lebih merupakan gagasan ketimbang realitas. 

Daya pesona pasal kasih ini membuat banyak orang Kristen terpana bagaikan memandang gunung yang menjulang tinggi dalam kemegahannya sehingga tertarik untuk mengukur ketinggiannya, namun menyadari betapa kita terikat di bumi dan tidak memiliki peralatan untuk mendakinya. Kita mengenal kasih, tetapi kita juga mengenal diri kita dan betapa jauhnya aktualitas kasih kita. 

Frase Yunani “kasih tidak berkesudahan” dalam 1 Korintus 13:8 adalah “hĂȘ agapĂȘ oudepote ekpiptei” yang dapat diterjemahkan “kasih sejati tidak pernah gagal; tidak pernah berhenti sampai kesudahannya”. Jadi, kasih itu sendiri “tak pernah gagal”, kitalah yang gagal, bahkan seringkali gagal menerapkannya. Mengapa demikian ?

Pertama, kita tidak bisa mengasihi orang lain dengan tulus jika kita tidak memiliki kasih sejati. Seringkali kita diajarkan tentang bagaimana kita seharusnya mengasihi orang lain. Meskipun ini tentu saja wajar dan merupakan ciri yang paling membedakan dari seorang Kristen sejati dan yang bukan (Yohanes 13:35). Tetapi, kita tidak akan pernah dapat memberikan apa yang belum kita terima. 

Hanya dengan menerima kasih Tuhan barulah kita bisa mengasihi dengan kasih sejati. Ketika kita datang pada Tuhan dan percaya pada Kristus, kita disatukan dengan Dia dan diselamatkan. Ini membawa kita dalam relasi yang telah diperbaharui dengan Tuhan, dimana kita mengasihi Tuhan, mengasihi sesama dan mengasihi (bukan mementingkan) diri sendiri dalam cara yang baru. 

Kasih ini kita terima dalam Kristus oleh anugerah Roh Kudus yang melahirbarukan kita (Roma 5:5). Jadi tidaklah mungkin bagi kita memiliki kasih sejati diluar relasi kita dengan Tuhan. Sampai kita memiliki pengertian tentang seberapa besarnya Allah mengasihi kita, barulah kita bisa mengasihi dengan tulus. Jadi, mengasihi orang lain adalah buah (bukan akar) dari kasih Allah bagi kita.

Kedua, kita bisa mengasihi orang lain dengan kasih yang tulus jika kita mengijinkan Kristus hidup melalui kita. Kekristenan sejati bukan kita hidup bagi Kristus melainkan Kristus hidup melalui kita (Galatia 2:20.) Inilah rahasia kehidupan Kristen yang berkemenangan, “Kristus yang hidup melalui kita”. 

Bukan kita yang hidup bagi Yesus, tapi Yesus hidup melalui kita. Kegagalan untuk mengerti kebenaran sederhana ini adalah akar dari semua legalisme dan mentalitas perbuatan. Ketika kita berfokus terhadap apa harus kita lakukan, kita menempatkan diri kita di bawah legalisme. Tetapi, ketika berfokus pada apa yang Kristus telah lakukan, kita berjalan dalam kekuatan supranatural kasih karunia. 

Kasih karunia memberitahu kita apa yang sudah selesai Yesus kerjakan di kayu salib bagi kita. Satu-satunya cara untuk menjadi seperti Yesus dan melakukan pekerjaan-pekerjaan Yesus adalah dengan mengizinkan Yesus hidup melalui kita. 

Sama seperti kehidupan akar ditemukan di dalam tanah, sebuah cabang di dalam pokok anggur, atau seekor ikan di dalam air; deikian juga kehidupan Kristen yang sesungguhnya hanya akan ditemukan dalam kesatuan dengan Kristus. Kehidupan Kristen tidak hanya sulit untuk dijalani, tetapi mustahil dijalani dengan kekuatan kita sendiri. Dan ini paling jelas kelihatan dalam mengasihi orang lain. 

Jenis kasih sejati Yesus perintahkan termasuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan (Matius 5:39; Roma 12:17); mengampuni dan mendoakan mereka yang memusuhi kita (Lukas 10:25-37); memperhatikan mereka yang miskin, memberi makan yang lapar, memberi pakaian kepada yang telanjang, serta mengunjungi yang sakit dan dipenjara (Matius 25:31-46). Jenis kasih ini mustahil secara manusia untuk kita lakukan. Kita dapat hidup seperti ini dengan berjalan dalam kasih sejati yang hanya berasal dari Allah.

Saat ini, banyak denominasi gereja telah menginvestasikan uang dan upaya untuk menjangkau yang terhilang. Mereka membangun gedung gereja yang indah dan megah, dengan kursi empuk, auditorium disejukkan AC, full sound system dan musik, disertai spanduk dan iklan dengan tujuan menarik lebih banyak orang. Mereka juga telah pergi ke luar dan mengadakan ibadah besar-besaran dengan label, “Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR), Kebaktian Penyegaran Iman (KPI), 


Kebaktian Kesatuan Tubuh Kristus (KKTB), Kebaktian Penyembahan dan Penyembuhan Ilahi (KPPI)” dan lain sebaginya. Namun,apakah itu yang terbaik bagi Tuhan kita? Tidak, melainkan kasih satu sama lainlah yang Yesus katakan akan mewakili Dia. Tidak kurang dan tidak lebih dari itu! Kita memiliki semua fasilitas gereja dan pelayanan, namun dimana kasih satu sama lainnya? Kita memiliki stiker pelayanan Kristen di mobil kita, tapi dimanakah kasih dihati kita? Saat ini kita hidup di abad paling informatif dan teknologi tercanggih dibandingkan abad manapun di masa lalu. 

Gereja abad pertama tidak memiliki kaset, buku, atau video. Mereka juga tidak memiliki stiker yang ditempel di unta, kuda dan kereta yang mereka miliki untuk melakukan perjalanan. Berbeda dengan trasportasi kita masa kini yang dipenuhi dengan stiker. Mereka bertemu di rumah-rumah tanpa ada radio, televisi, dan telpon. Tidak ada internet, facebook dan twitter. Tapi mereka membuat dampak yang luar biasa di zaman mereka dengan Injil. Bagaimana ini bisa terjadi? Mereka memiliki kasih Allah untuk Dia dan untuk satu sama lain (Kisah Para Rasul 2:47).

KESIMPULAN: 

Memang jauh lebih mudah menulis dan membicarakan kasih ketimbang melaksanakannya. Walaupun demikian, Paulus menantang kita untuk “mengejar dan mendapatkan kasih” (1 Korintus 14:1). Apabila kita mengakui diri kita kurang mengasihi, setidaknya kita telah mulai “meninggalkan sifat dan tindakan kita yang kekanak-kanakan” (1 Korintus 13:11). 

Orang yang bersifat kekanak-kanakan tidak mengasihi tetapi merasa mengasihi. Saat kita sadar bahwa kita “tidak mengasihi” namun ingin berubah kita telah membuat sebuah kemajuan. Karena itu, marilah kita tetap mengaktualisasikan kasih yang diajarkan Kristus dan didefinisikan dalam 1 Korintus 13:1-13 dalam kehidupan kita, karena kasih adalah kekuatan untuk hidup dalam sukacita dan kasih adalah tanda bahwa kita ini murid-murid Kristus.

Next Post Previous Post