FIRMAN TUHAN, ROH KUDUS DAN SIKAP KITA (2 PETRUS 1:20-21)

Pdt.Budi Asali, M.Div.
FIRMAN TUHAN, ROH KUDUS DAN SIKAP KITA (2 PETRUS 1:20-21). 2 Petrus 1:16-21 - “(2 Petrus 1:16) Sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dan kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai raja, tetapi kami adalah saksi mata dari kebesaran-Nya. (17) Kami menyaksikan, bagaimana Ia menerima kehormatan dan kemuliaan dari Allah Bapa, ketika datang kepada-Nya suara dari Yang Mahamulia, yang mengatakan: ‘Inilah Anak yang Kukasihi, kepadaNyalah Aku berkenan.’ (18) Suara itu kami dengar datang dari sorga, ketika kami bersama-sama dengan Dia di atas gunung yang kudus. (19) Dengan demikian kami makin diteguhkan oleh firman yang telah disampaikan oleh para nabi. Alangkah baiknya kalau kamu memperhatikannya sama seperti memperhatikan pelita yang bercahaya di tempat yang gelap sampai fajar menyingsing dan bintang timur terbit bersinar di dalam hatimu. (20) Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, (21) sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah”.
FIRMAN TUHAN, ROH KUDUS DAN SIKAP KITA (2 PETRUS 1:20-21)
I) Firman Tuhan dan Roh Kudus.

1) Nubuat / Firman Tuhan bukan berasal dari manusia itu sendiri, tetapi dari Roh Kudus / Allah sendiri.

2 Petrus 1: 20-21: “(20) Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, (21) sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah”.

Yang memusingkan adalah penafsiran tentang kata-kata ‘tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri’ dalam 2 Petrus 1: 20. Ada beberapa penafsiran:

a) Setelah memberikan nubuat itu, nabi itu tidak boleh menafsirkan nubuat itu sendiri.

Sepintas lalu, ini merupakan arti dari kata-kata ini, tetapi kalau dilihat kontextnya, arti ini tidak cocok. 2 Petrus 1: 21, yang merupakan sambungan dari ay 20, berbicara tentang asal usul dari nubuat itu.

2 Petrus 1: 20-21: “(20) Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, (21) sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah”.

b) Nubuat Firman Tuhan tak pernah dihasilkan oleh manusia itu sendiri, dari pandangannya / pemikirannya sendiri atau melalui penyelidikannya dan sebagainya.

Catatan: yang disebut sebagai ‘nubuat’ biasanya diartikan hanya sebagai ‘ramalan’. Sebetulnya ini salah, karena sekalipun ‘nubuat’ sering berkenaan dengan ramalan tentang apa yang akan terjadi, tetapi tidak harus demikian. Nubuat bisa berupa seadanya ajaran.

Barnes’ Notes: “The word rendered ‘interpretation’ (EPILUSIS) occurs nowhere else in the New Testament. It properly means ‘solution’ (Robinson’s Lexicon), ‘disclosure,’ (Prof. Stuart on the Old Testament, p. 328,) ‘making free (Passow,)’ with the notion that what is thus released or loosed was before bound, entangled obscure. The verb from which this word is derived EPILUOO means, ‘to let loose upon,’ as dogs upon a hare, (Xen. Mem. 7,8; ib 9,10;) to loose or open letters; to loosen a band; to loose or disclose a riddle or a dark saying, and then to enlighten, illustrate, etc. - Passow. ... The verb would be applicable to loosing anything which is bound or confined, and thence to the explanation of a mysterious doctrine or a parable, or to a disclosure of what was before unknown. The word, according to this, in the place before us, would mean the disclosure of what was before bound, or retained, or unknown; either what had never been communicated at all, or what had been communicated obscurely” [= Kata yang diterjemahkan ‘penafsiran’ (EPILUSIS) tidak muncul di tempat lain dalam Perjanjian Baru. Itu sebenarnya berarti ‘pemecahan / penyelesaian’ (Robinson’s Lexicon), ‘penyingkapan’ (Prof. Stuart on the Old Testament, p. 328,) ‘melepaskan / membebaskan’ (Passow) dengan suatu pikiran / gagasan bahwa apa yang dilepaskan itu tadinya terikat, terjerat / terbelit sehingga kabur. Kata kerja dari mana kata ini diturunkan adalah EPILUOO yang berarti ‘melepaskan pada’, seperti anjing-anjing dilepaskan pada seekor kelinci, (Xen. Mem. 7,8; ib 9,10); melepaskan / membuka surat; melepaskan / melonggarkan pita / pembalut; melepaskan atau menyingkapkan suatu teka teki atau kata-kata yang gelap, dan lalu menerangi / mencerahi, menjelaskan, dsb. - Passow. ... Kata kerja itu bisa diterapkan pada tindakan melepaskan apa pun yang terikat atau dibatasi, dan dari sana pada penjelasan tentang suatu doktrin atau perumpamaan yang misterius, atau pada suatu penyingkapan dari apa yang sebelumnya tidak diketahui. Menurut ini, kata yang ada di depan kita ini, artinya adalah penyingkapan dari apa yang tadinya terikat, atau ditahan, atau tak diketahui; apakah karena tidak pernah diberitakan sama sekali, atau karena diberitakan secara kabur].

Matthew Henry mengatakan bahwa ini yang membedakan nabi asli dan nabi palsu. Kalau nabi asli, ia tidak memberitakan dari dirinya sendiri, tetapi berita dari Tuhan. Kalau nabi palsu, ia memberitakan apapun yang ia sendiri inginkan.

Bandingkan dengan:

· Bilangan 16:28 - “Sesudah itu berkatalah Musa: ‘Dari hal inilah kamu akan tahu, bahwa aku diutus TUHAN untuk melakukan segala perbuatan ini, dan hal itu bukanlah dari hatiku sendiri”.

· Yeremia 23:16 - “Beginilah firman TUHAN semesta alam: ‘Janganlah dengarkan perkataan para nabi yang bernubuat kepada kamu! Mereka hanya memberi harapan yang sia-sia kepadamu, dan hanya mengungkapkan penglihatan rekaan hatinya sendiri, bukan apa yang datang dari mulut TUHAN”.

· 1Raja-raja 22:10-14 - “(10) Sementara raja Israel dan Yosafat, raja Yehuda, duduk masing-masing di atas takhtanya dengan pakaian kebesaran, di suatu tempat pengirikan di depan pintu gerbang Samaria, sedang semua nabi itu bernubuat di depan mereka, (11) maka Zedekia bin Kenaana membuat tanduk-tanduk besi, lalu berkata: ‘Beginilah firman TUHAN: Dengan ini engkau akan menanduk Aram sampai engkau menghabiskan mereka.’ (12) Juga semua nabi itu bernubuat demikian, katanya: ‘Majulah ke Ramot-Gilead, dan engkau akan beruntung; TUHAN akan menyerahkannya ke dalam tangan raja.’ (13) Suruhan yang pergi memanggil Mikha itu, berkata kepadanya: ‘Ketahuilah, nabi-nabi itu sudah sepakat meramalkan yang baik bagi raja, hendaklah engkau juga berbicara seperti salah seorang dari pada mereka dan meramalkan yang baik.’ (14) Tetapi Mikha menjawab: ‘Demi TUHAN yang hidup, sesungguhnya, apa yang akan difirmankan TUHAN kepadaku, itulah yang akan kukatakan.’”.

c) Calvin mengatakan bahwa Gereja Roma Katolik menafsirkan bahwa kata-kata ini artinya adalah: Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan oleh seorang pribadi, siapapun dia adanya. Yang boleh menafsirkan adalah Sidang Gereja.

Calvin: “But the Papists are doubly foolish, when they conclude from this passage, that no interpretation of a private man ought to be deemed authoritative. For they pervert what Peter says, that they may claim for their own councils the chief right of interpreting Scripture; but in this they act indeed childishly; for Peter calls interpretation private, not that of every individual, in order to prohibit each one to interpret; but he shews that whatever men bring of their own is profane. Were, then, the whole world unanimous, and were the minds of all men united together, still what would proceed from them, would be private or their own; for the word is here set in opposition to divine revelation; so that the faithful, inwardly illuminated by the Holy Spirit, acknowledge nothing but what God says in his word” (= Tetapi para pengikut Paus adalah tolol secara dobel / sangat tolol, pada waktu mereka menyimpulkan dari text ini, bahwa tidak ada penafsiran dari seorang pribadi manusia yang harus dianggap sebagai berotoritas. Karena mereka menyimpangkan apa yang dikatakan oleh Petrus,sehingga mereka bisa mengclaim bagi Sidang Gereja - Sidang Gereja mereka sendiri hak utama / tertinggi dalam menafsirkan Kitab Suci; tetapi dalam hal ini mereka bertindak secara kekanak-kanakan; karena yang disebut Petrus sebagai penafsiran pribadi, bukan penafsiran dari setiap pribadi, dengan tujuan untuk melarang setiap orang untuk menafsirkan; tetapi ia menunjukkan bahwa apapun yang dibawa oleh manusia dari diri mereka sendiri adalah kotor / duniawi. Maka, seandainya seluruh dunia mempunyai suara bulat, dan seandainya pikiran dari semua manusia bersatu bersama-sama, tetap saja apa yang keluar dari mereka adalah pribadi atau milik mereka sendiri; karena kata itu di sini dipertentangkan / dikontraskan dengan wahyu / penyataan ilahi; sehingga orang-orang yang setia / beriman, yang hatinya diterangi / dicerahi oleh Roh Kudus, tidak mengakui apa pun kecuali apa yang Allah katakan dalam firman-Nya).

Setelah mengajar secara negatif, bahwa nubuat / Firman Tuhan itu bukan berasal dari manusia (2 Petrus 1: 19-20a), Petrus lalu mengajar secara positif, dengan mengatakan bahwa orang-orang itu / nabi-nabi bernubuat karena dorongan dari Roh Kudus (2 Petrus 1: 20b).

Ini menunjukkan bahwa sekalipun orang-orang itu / nabi-nabi itu memang mengucapkan / menuliskan Firman Tuhan / Kitab Suci, tetapi dalam melakukan semua itu, mereka dipimpin / diarahkan oleh Roh Kudus, sehingga yang mereka tuliskan betul-betul adalah Firman Tuhan.

Penulis-penulis Kitab Suci itu sendiri sering tidak mengerti apa yang ia tuliskan.

1Petrus 1:10-12 - “(10) Keselamatan itulah yang diselidiki dan diteliti oleh nabi-nabi, yang telah bernubuat tentang kasih karunia yang diuntukkan bagimu. (11) Dan mereka meneliti saat yang mana dan yang bagaimana yang dimaksudkan oleh Roh Kristus, yang ada di dalam mereka, yaitu Roh yang sebelumnya memberi kesaksian tentang segala penderitaan yang akan menimpa Kristus dan tentang segala kemuliaan yang menyusul sesudah itu. (12) Kepada mereka telah dinyatakan, bahwa mereka bukan melayani diri mereka sendiri, tetapi melayani kamu dengan segala sesuatu yang telah diberitakan sekarang kepada kamu dengan perantaraan mereka, yang oleh Roh Kudus, yang diutus dari sorga, menyampaikan berita Injil kepada kamu, yaitu hal-hal yang ingin diketahui oleh malaikat-malaikat”.

Karena itu jelas bahwa tulisannya itu asal usulnya bukan dari dia sendiri, tetapi dari Tuhan.

2) Kalau nubuat tidak pernah muncul dari manusia itu sendiri, baik dari pikiran maupun kehendaknya sendiri, maka jelas bahwa ini juga harus berlaku dalam persoalan bahasa Roh! Mengapa? Karena beda antara nubuat dan bahasa Roh hanya dalam soal bahasa.

1Korintus 14:5 - “Aku suka, supaya kamu semua berkata-kata dengan bahasa roh, tetapi lebih dari pada itu, supaya kamu bernubuat. Sebab orang yang bernubuat lebih berharga dari pada orang yang berkata-kata dengan bahasa roh, kecuali kalau orang itu juga menafsirkannya, sehingga Jemaat dapat dibangun”.

Jadi, kalau jaman sekarang ada banyak orang-orang yang menggunakan bahasa Roh sesuai kehendak mereka sendiri, itu pasti salah / palsu!

Bdk. Kisah Para Rasul 2:4 - “Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya”.

Perhatikan bahwa dalam Kis 2:4 ini bukan dikatakan bahwa mereka berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain (bahasa Roh) semau mereka sendiri, atau sesuai kehendak mereka, tetapi ‘seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya’.

II) Sikap kita terhadap Firman Tuhan.

1) Nubuat / Firman Tuhan itu lebih pasti dari mujijat.

2 Petrus 1: 19a: “Dengan demikian kami makin diteguhkan oleh firman yang telah disampaikan oleh para nabi”. Kitab Suci Indonesia salah terjemahan!

KJV: ‘We have also a more sure word of prophecy’ (= Kami juga mempunyai firman nubuatan yang lebih pasti).

a) ‘word of prophecy’ (= firman nubuatan).

Barnes menganggap bahwa ‘firman nubuatan’ ini merupakan firman / nubuat yang berkenaan dengan kedatangan Tuhan Yesus, karena memang itulah yang sedang dibicarakan. Dan ini pasti menunjuk pada firman / nubuat tentang kedatangan Yesus dalam Perjanjian Lama, karena pada saat itu Perjanjian Baru belum ada.

b) ‘more sure’ (= lebih pasti).

Ada yang menganggap kata-kata ini tidak menunjukkan suatu perbandingan. Jadi, artinya hanyalah bahwa firman nubuatan itu merupakan sesuatu yang sangat pasti. Tetapi kebanyakan penafsir menganggap bahwa kata-kata ini menunjuk pada suatu perbandingan. Jika kata-kata ini menunjuk pada suatu perbandingan, Albert Barnes mengatakan bahwa ada beberapa kemungkinan tentang perbandingan yang dimaksudkan:

1. Firman nubuatan itu lebih pasti dari firman nubuatan itu sendiri pada waktu pertama kalinya diberikan.

2. Firman nubuatan itu lebih pasti dari dongeng-dongeng yang baru ia bicarakan dalam 2 Petrus 1: 16a: “Sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia”.

3. Firman nubuatan itu lebih pasti dari mukjizat tentang pemuliaan Yesus di atas gunung, beserta suara Bapa dari surga pada peristiwa itu, yang baru ia bicarakan dalam ay 16b-18: “(16b) ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dan kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai raja, tetapi kami adalah saksi mata dari kebesaran-Nya. (17) Kami menyaksikan, bagaimana Ia menerima kehormatan dan kemuliaan dari Allah Bapa, ketika datang kepada-Nya suara dari Yang Mahamulia, yang mengatakan: ‘Inilah Anak yang Kukasihi, kepadaNyalah Aku berkenan.’ (18) Suara itu kami dengar datang dari sorga, ketika kami bersama-sama dengan Dia di atas gunung yang kudus”.

Albert Barnes sendiri, dan juga kebanyakan penafsir lain, memilih perbandingan yang ketiga.

Dengan demikian, ini merupakan suatu bagian yang meninggikan Firman Tuhan secara luar biasa, karena mengatakan bahwa Firman Tuhan / Kitab Suci itu lebih pasti dari suatu mukjijat yang begitu luar biasa.

Bayangkan andai kata saudara sendiri mengalami apa yang dialami oleh Petrus, Yakobus dan Yohanes dalam Matius 17:1-dst, dimana Yesus dimuliakan di atas gunung, dan lalu ada suara Bapa dsb, apakah saudara bisa tetap menganggap bahwa Firman Tuhan / Kitab Suci itu lebih pasti dari peristiwa / mujijat yang saudara lihat dan dengar itu? Saya yakin bahwa kebanyakan ‘orang Kristen’ akan berpandangan sebaliknya!
FIRMAN TUHAN, ROH KUDUS DAN SIKAP KITA (2 PETRUS 1:20-21)
Bandingkan juga dengan banyak orang yang menjadi Kristen, karena mengalami mujijat, mimpi, dsb, yang lalu mereka jadikan dasar untuk memastikan kebenaran dari Yesus / Injil.

Bdk. Lukas 16:27-31 - “(27) Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, (28) sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini. (29) Tetapi kata Abraham: Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu. (30) Jawab orang itu: Tidak, bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat. (31) Kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati.’”.

Salah satu alasan mengapa Firman Tuhan / Kitab Suci tetap lebih pasti dari mukjizat seperti itu adalah bahwa mukjizat selalu bisa palsu, atau berasal dari setan!

2Korintus 11:14 - “Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblis pun menyamar sebagai malaikat Terang”.

2) Kita harus mempelajari Firman Tuhan / Kitab Suci.

2 Petrus 1: 19b: “Alangkah baiknya kalau kamu memperhatikannya sama seperti memperhatikan pelita yang bercahaya di tempat yang gelap sampai fajar menyingsing dan bintang timur terbit bersinar di dalam hatimu”.

Ini menunjukkan bahwa tanpa pengertian Firman Tuhan, manusia itu seperti orang yang ada di tempat yang gelap! Tetapi kalau orang itu belajar Firman Tuhan, maka ia akan mendapat terang. Dan makin banyak ia mengerti Firman Tuhan, makin banyak terang yang ia dapatkan.

Kesimpulan / penutup.

Pada hari Pentakosta ini, ada banyak gereja yang pada hari ini menekankan karunia bahasa Roh dari Roh Kudus, dan keharusan orang Kristen untuk berbahasa Roh. Tetapi marilah kita, sesuai dengan Firman Tuhan yang baru kita pelajari, menyadari bahwa Firman Tuhan / Kitab Suci itu diberikan oleh Roh Kudus, dan marilah kita menyadari pentingnya Firman Tuhan / Kitab Suci itu bagi kita, dan mengambil suatu keputusan untuk belajar Firman Tuhan dengan rajin dan tekun! Tuhan memberkati saudara sekalian. 

Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div:  meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
-AMIN-
Next Post Previous Post