KESETIAAN ALLAH / YESUS VS KESETIAAN KITA (2 TIMOTIUS 2:11-13)
Pdt.Budi Asali, M.Div.
KESETIAAN ALLAH / YESUS VS KESETIAAN KITA (2 TIMOTIUS 2:11-13). 2 Timotius 2:11-13 - “(11) Benarlah perkataan ini: ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (12) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (2 Timotius 2:13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.
I) Kesetiaan Allah / Yesus.
Allah / Yesus digambarkan Alkitab sebagai setia. Dalam hal apa saja?
Ibrani 2:17 - “Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudaraNya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa”.
1Korintus 10:13 - “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya”.
Mazmur 119:75 - “Aku tahu, ya TUHAN, bahwa hukum-hukumMu adil, dan bahwa Engkau telah menindas aku dalam kesetiaan”.
Filipi 1:6 - “Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus”.
1Korintus 1:8-9 - “(8) Ia juga akan meneguhkan kamu sampai kepada kesudahannya, sehingga kamu tak bercacat pada hari Tuhan kita Yesus Kristus. (9) Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan dengan AnakNya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia”.
Kalau Allah itu setia, bagaimana dengan kita / orang-orang percaya? Mari kita lihat text kita sekali lagi.
2Timotius 2:11-13 - “(11) Benarlah perkataan ini: ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (12) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.
Ay 11-12a membicarakan kesetiaan kita, sedangkan ay 12b-13 membicarakan ketidak-setiaan kita; masing-masing dengan respons / tanggapan Allah / Yesus tentang sikap kita itu.
II) Ketidak-setiaan kita dan akibatnya (2 Timotius 12b-13).
1) ‘Jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita’ (2 Timotius 2: 12b).
a) Ini penyangkalan yang bersifat permanen.
Lenski mengatakan bahwa kata ‘menyangkal Dia’ menunjuk pada penyangkalan yang bersifat permanen, bukan penyangkalan sementara, terhadap mana orangnya lalu bertobat, seperti dalam kasus penyangkalan Petrus.
Lenski: “Permanent denial is referred to; Peter repented of his denial” (= Penyangkalan yang permanen yang ditunjuk; Petrus bertobat dari penyangkalannya) - hal 795.
b) Macam-macam cara melalui mana kita bisa menyangkal Kristus.
The Biblical Illustrator (New Testament): “In what way can we deny Christ? Some deny Him openly as scoffers do, ... Others do this wilfully and wickedly in a doctrinal way, as the Arians and Socinians do, who deny His deity: those who deny His atonement, who rail against the inspiration of His Word, these come under the condemnation of those who deny Christ. There is a way of denying Christ without even speaking a word, and this is the more common. In the day of blasphemy and rebuke, many hide their heads” (= Dalam hal apa kita bisa menyangkal Kristus? Sebagian orang menyangkal Dia secara terbuka seperti dilakukan pengejek-pengejek, ... Orang-orang lain melakukan ini dengan sengaja dan dengan jahat dalam suatu cara doktrinal, seperti yang dilakukan oleh orang-orang Arian dan Socinian, yang menyangkal keallahanNya: mereka yang menyangkal penebusanNya, yang mengejek / mencemooh terhadap pengilhaman dari FirmanNya, orang-orang ini datang di bawah penghukuman dari mereka yang menyangkal Kristus. Ada suatu cara untuk menyangkal Kristus bahkan tanpa mengatakan sepatah katapun, dan ini adalah yang lebih umum. Pada saat penghujatan dan kemarahan, banyak orang menyembunyikan kepala mereka).
c) Bahaya / resiko dari penyangakalan kita terhadap Dia.
Matthew Henry: “It is at our peril if we prove unfaithful to him: If we deny him, he also will deny us. If we deny him before man, he will deny us before his Father, Matt 10:33. And that man must needs be for ever miserable whom Christ disowns at last” (= Merupakan resiko kita jika kita terbukti tidak setia kepadaNya: Jika kita menyangkalNya, Ia juga akan menyangkal kita. Jika kita menyangkalNya di depan manusia, Ia akan menyangkal kita di depan BapaNya, Mat 10:33. Dan orang yang tidak diakui oleh Kristus pada akhirnya itu pasti akan menyedihkan / sengsara selama-lamanya).
The Biblical Illustrator (New Testament): “In musing over the very dreadful sentence which closes my text, ‘He also will deny us,’ I was led to think of various ways in which Jesus will deny us. He does this sometimes on earth. You have read, I Suppose, the death of Francis Spira. If you have ever read it, you never can forget it to your dying day. Francis Spira knew the truth; he was a reformer of no mean standing; but when brought to death, out of fear, he recanted. In a short time he fell into despair, and suffered hell upon earth. His shrieks and exclamations were so horrible that their record is almost too terrible for print. His doom was a warning to the age in which he lived. Another instance is narrated by my predecessor, Benjamin Keach, of one who, during Puritanic times, was very earnest for Puritanism; but afterwards, when times of persecution arose, forsook his profession. The scenes at his deathbed were thrilling and terrible. He declared that though he sought God, heaven was shut against him; gates of brass seemed to be in his way, he was given up to overwhelming despair. At intervals he cursed, at other intervals he prayed, and so perished without hope. If we deny Christ, we may be delivered to such a fate” (= Dalam merenungkan tentang kalimat yang sangat menakutkan yang mengakhiri text saya, ‘Ia juga akan menyangkal kita’, saya dibimbing untuk berpikir tentang bermacam-macam jalan dalam mana Yesus akan menyangkal kita. Kadang-kadang Ia melakukannya dalam dunia ini. Mungkin engkau telah membaca tentang kematian dari Francis Spira. Jika engkau pernah membacanya, engkau tidak pernah bisa melupakannya sampai saat kematianmu. Francis Spira tahu / mengenal kebenaran; ia adalah seorang reformator yang tidak rendah kedudukannya; tetapi pada waktu ia dibawa pada kematian, karena takut, ia menarik kembali kata-katanya / mengaku salah. Dalam waktu yang singkat ia jatuh ke dalam keputus-asaan, dan mengalami neraka di bumi. Jeritan / pekikan dan seruannya begitu mengerikan sehingga catatan mereka hampir terlalu mengerikan untuk dicetak. Ajalnya merupakan suatu peringatan pada jaman dalam mana ia hidup. Contoh yang lain diceritakan oleh pendahulu saya, Benjamin Keach, tentang seseorang, yang pada jaman Puritan, sangat bersungguh-sungguh untuk Puritanisme; tetapi belakangan, pada waktu penganiayaan muncul, meninggalkan pengakuannya. Pemandangan pada ranjang kematiannya menggetarkan hati dan mengerikan. Ia menyatakan bahwa sekalipun ia mencari Allah, surga tertutup terhadap dia; pintu-pintu gerbang dari kuningan kelihatannya ada di jalannya, ia diserahkan pada keputus-asaan yang sangat besar. Pada waktu-waktu tertentu ia mengutuk, pada waktu-waktu yang lain ia berdoa, dan demikianlah ia mati tanpa pengharapan. Jika kita menyangkal Kristus, kita bisa diserahkan pada nasih yang seperti itu).
Catatan: Kedua kutipan di atas dari The Biblical Illustrator ini diberikan oleh Charles Haddon Spurgeon.
2) ‘Jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya’ (2 Timotius 2: 13).
KJV: ‘If we believe not, yet he abideth faithful: he cannot deny himself’ (= Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia: Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri).
RSV: ‘if we are faithless, he remains faithful - for he cannot deny himself’ (= Jika kita tidak beriman / tidak setia, Ia tetap setia - karena Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri). NIV/NASB ≈ RSV.
Kata Yunani yang digunakan adalah APISTOUMEN, yang berasal dari kata dasar APISTEO, yang menurut Bible Works 7 bisa diartikan ‘tidak percaya’ atau ‘tidak setia’. Mungkin itu sebabnya RSV/NIV/NASB sengaja menterjemahkan ‘faithless’, yang bisa diartikan sebagai ‘tidak beriman / tidak mempunyai iman’ ataupun ‘tidak setia’ (kontras dengan ‘faithful’ / setia).
Problem dari ayat ini adalah, pada waktu dikatakan ‘Dia tetap setia’, maksudnya ‘Dia tetap setia pada apa / kepada siapa?’ Ada 2 penafsiran tentang bagian ini:
a) Ia tetap setia kepada diriNya, pada janji-janjiNya maupun ancaman-ancamanNya.
Matthew Henry: “If we believe not, yet he abideth faithful; he cannot deny himself. He is faithful to his threatenings, faithful to his promises; neither one nor the other shall fall to the ground, no, not the least, jot nor tittle of them. If we be faithful to Christ, he will certainly be faithful to us. If we be false to him, he will be faithful to his threatenings: he cannot deny himself, cannot recede from any word that he hath spoken, for he is yea, and amen, the faithful witness. ... If we deny him, out of fear, or shame, or for the sake of some temporal advantage, he will deny and disown us, and will not deny himself, but will continue faithful to his word when he threatens as well as when he promises” (= Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia; Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri. Ia setia pada ancaman-ancamanNya, setia pada janji-janjiNya; tidak ada yang satu maupun yang lain yang jatuh ke tanah, tidak, tidak yang terkecil, iota atau titik / coretan dari mereka. Jika kita setia kepada Kristus, Ia pasti akan setia kepada kita. Jika kita tidak setia kepada Dia, Ia akan setia pada ancaman-ancamanNya: Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri, tidak bisa mundur dari firman manapun yang telah Ia katakan, karena Ia adalah ya dan amin, saksi yang setia. ... Jika kita menyangkalNya, karena takut, atau malu, atau demi suatu keuntungan sementara, Ia akan menyangkal kita dan tidak mengakui kita, dan tidak akan menyangkal diriNya sendiri, tetapi akan terus setia pada firmanNya pada waktu Ia mengancam maupun pada waktu Ia berjanji).
2Korintus 1:20 - “Sebab Kristus adalah ‘ya’ bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan ‘Amin’ untuk memuliakan Allah”.
Wahyu 1:5 - “dan dari Yesus Kristus, Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja bumi ini. Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darahNya-”.
Wahyu 3:14 - “‘Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah:”.
Adam Clarke: “‘If we believe not.’ Should we deny the faith and apostatize, he is the same, as true to his threatenings as to his promises; he cannot deny - act contrary to, himself” (= ‘Jika kita tidak percaya’. Kalau kita menyangkal iman dan murtad, Ia tetap sama, benar berkenaan dengan ancamanNya seperti pada janjiNya; Ia tidak bisa menyangkal - bertindak bertentangan dengan, diriNya sendiri).
Barnes’ Notes: “‘If we believe not, yet he abideth faithful.’ This cannot mean that, if we live in sin, he will certainly save us, as if he had made any promise to the elect, or formed any purpose that he would save them, whatever might be their conduct; because: (1) he had just said that if we deny him he will deny us; and (2) there is no such promise in the Bible, and no such purpose has been formed. The promise is, that he that is a believer shall be saved, and there is no purpose to save any but such as lead holy lives. The meaning must be, that if we are unbelieving and unfaithful, Christ will remain true to his word, and we cannot hope to be saved. The object of the apostle evidently is, to excite Timothy to fidelity in the performance of duty, and to encourage him to bear trials, by the assurance that we cannot hope to escape if we are not faithful to the cause of the Saviour. This interpretation accords with the design which he had in view” [= ‘Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia’. Ini tidak bisa berarti bahwa jika kita hidup dalam dosa, Ia akan tetap menyelamatkan kita, seakan-akan Ia telah membuat janji apapun kepada orang-orang pilihan, atau membentuk tujuan / rencana apapun bahwa Ia akan menyelamatkan mereka, bagaimanapun tingkah laku mereka; karena: (1) Ia baru saja mengatakan bahwa jika kita menyangkalNya Ia akan menyangkal kita; dan (2) Tidak ada janji seperti itu dalam Alkitab, dan tidak ada tujuan / rencana seperti itu telah dibentuk. Janjinya adalah, bahwa ia yang adalah seorang percaya akan diselamatkan, dan tidak ada rencana / tujuan untuk menyelamatkan siapapun kecuali orang-orang seperti itu yang menjalani kehidupan yang kudus. Artinya haruslah, bahwa jika kita tidak percaya dan tidak setia, Kristus akan tetap benar pada firmanNya, dan kita tidak dapat berharap untuk diselamatkan. Tujuan dari sang rasul jelas adalah, untuk menggairahkan Timotius pada kesetiaan dalam pelaksanaan kewajiban, dan untuk mendorongnya untuk memikul / menahan pencobaan-pencobaan, dengan suatu keyakinan bahwa kita tidak bisa berharap untuk lolos jika kita tidak setia pada perkara dari sang Juruselamat. Penafsiran ini sesuai dengan rencangan yang ada dalam pandangannya].
Calvin: “‘If we are unbelieving, he remaineth faithful.’ The meaning is, that our base desertion takes nothing from the Son of God or from his glory; because, having everything in himself, he stands in no need of our confession. As if he had said, ‘Let them desert Christ who will, yet they take nothing from him; for when they perish, he remaineth unchanged.’” (= ‘Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia’. Artinya adalah, bahwa pembelotan kita yang hina tidak mengambil apapun dari Anak Allah atau dari kemuliaanNya; karena, mempunyai segala sesuatu dalam diriNya sendiri, Ia berdiri tanpa kebutuhan apapun tentang pengakuan kita. Seakan-akan ia berkata, ‘Biarlah mereka yang mau, meninggalkan Kristus, tetapi mereka tidak mengambil apapun dari Dia; karena pada waktu mereka binasa, Ia tetap tidak berubah’.).
IVP Bible Background Commentary: “Although God’s character is immutable, his dealings with people depend on their response to him (2 Chron 15:2; Ps 18:25-27). The faithfulness of God to his covenant is not suspended by the breach of that covenant by the unfaithful; but those individuals who break his covenant are not saved (see comment on Rom 3:3)” [= Sekalipun karakter Allah tidak berubah, tetapi penangananNya terhadap umatNya tergantung pada tanggapan mereka kepada Dia (2Taw 15:2; Maz 18:26-28). Kesetiaan Allah pada perjanjianNya tidak ditangguhkan / dihentikan oleh pelanggaran terhadap perjanjian itu oleh orang-orang yang tidak setia; tetapi pribadi-pribadi yang melanggar perjanjianNya itu tidak diselamatkan (lihat komentar tentang Roma 3:3)].
2 Tawarikh 15:2 - “Ia pergi menemui Asa dan berkata kepadanya: ‘Dengarlah kepadaku, Asa dan seluruh Yehuda dan Benyamin! TUHAN beserta dengan kamu bilamana kamu beserta dengan Dia. Bilamana kamu mencariNya, Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi bilamana kamu meninggalkanNya, kamu akan ditinggalkanNya”.
Mazmur 18:26-28 - “(26) Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela, (27) terhadap orang yang suci Engkau berlaku suci, tetapi terhadap orang yang bengkok Engkau berlaku belat-belit. (28) Karena Engkaulah yang menyelamatkan bangsa yang tertindas, tetapi orang yang memandang dengan congkak Kaurendahkan”.
Roma 3:3-4 - “(3) Jadi bagaimana, jika di antara mereka ada yang tidak setia, dapatkah ketidaksetiaan itu membatalkan kesetiaan Allah? (4) Sekali-kali tidak! Sebaliknya: Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong, seperti ada tertulis: ‘Supaya Engkau ternyata benar dalam segala firmanMu, dan menang, jika Engkau dihakimi.’”.
IVP Bible Background Commentary (tentang Roma 3:3): “God’s faithfulness to his covenant was good long-term news for Israel as a whole; as in the Old Testament (e.g., in Moses’ generation, contrary to some Jewish tradition), however, it did not save individual Israelites who broke covenant with him” [= Kesetiaan Allah pada perjanjianNya merupakan kabar baik jangka panjang bagi Israel sebagai suatu keseluruhan; seperti dalam Perjanjian Lama (misalnya, dalam generasi Musa, bertentangan dengan beberapa tradisi Yahudi), tetapi itu tidak menyelamatkan individu-individu Israel yang melanggar perjanjian dengan Dia].
William Hendriksen: “faithfulness on his part means carrying out his threats (Matt. 10:33) as well as his promises (Matt. 10:32)” [= kesetiaan pada pihakNya berarti melaksanakan ancaman-ancamanNya (Mat 10:33) maupun janji-janjiNya (Mat 10:32)] - hal 260.
Matius 10:32-33 - “(32) Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan BapaKu yang di sorga. (33) Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu yang di sorga.’”.
b) Ia tetap setia kepada kita.
Bible Knowledge Commentary: “If we are faithless, He will remain faithful speaks not of the apostate, but of a true child of God who nevertheless proves unfaithful (cf. 2 Tim 1:15). Christ cannot disown Himself; therefore He will not deny even unprofitable members of His own body. True children of God cannot become something other than children, even when disobedient and weak. Christ’s faithfulness to Christians is not contingent on their faithfulness to Him” [= Kata-kata ‘Jika kita tidak beriman / tidak setia, Ia akan tetap setia’, tidak berbicara tentang seorang yang murtad, tetapi tentang seorang anak Allah yang sejati, yang bagaimanapun terbukti tidak setia (bdk. 2Tim 1:15). Kristus tidak bisa tidak mengakui diriNya sendiri; karena itu Ia tidak akan menyangkal bahkan anggota-anggota tubuhNya sendiri yang tidak menguntungkan. Anak-anak Allah yang sejati tidak bisa menjadi sesuatu yang lain dari anak-anak, bahkan pada saat tidak taat dan lemah. Kesetiaan Kristus kepada orang-orang Kristen tidaklah tergantung pada kesetiaan mereka kepada Dia].
2Timotius 1:15 - “Engkau tahu bahwa semua mereka yang di daerah Asia Kecil berpaling dari padaku; termasuk Figelus dan Hermogenes”.
The Bible Exposition Commentary: New Testament: “But Paul makes it clear (2 Tim 2:13) that even our own doubt and unbelief cannot change Him: ‘He abideth faithful; He cannot deny Himself.’ We do not put faith in our faith or in our feelings because they will change and fail. We put our faith in Christ. The great missionary, J. Hudson Taylor, often said, ‘It is not by trying to be faithful, but in looking to the Faithful One, that we win the victory.’” [= Tetapi Paulus membuat jelas (2Tim 2:13) bahwa bahkan keraguan dan ketidak-percayaan kita sendiri tidak bisa mengubahNya: ‘Ia tetap setia; Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri’. Kita tidak beriman pada iman kita atau pada perasaan kita karena hal-hal itu akan berubah dan gagal. Kita beriman kepada Kristus. Misionaris yang besar / agung, J. Hudson Taylor, sering berkata, ‘Bukan dengan berusaha menjadi setia, tetapi dengan memandang kepada Yang Setia, maka kita memenangkan kemenangan’.].
Wilmington’s Bible Handbook (Bible Survey): “2:12-13 can seem contradictory; this is one possible interpretation: (1) If we ‘deny’ Christ, that is, if we deny him first place in our lives, he will also ‘deny’ us, that is, we will suffer the loss of our rewards at his judgment seat (see exposition on 1 Cor 3:10-17). (2) But no matter how ‘unfaithful’ we are, that is, no matter how much we fail him, he will remain ‘faithful’ and will never ‘deny himself,’ that is, he will never go back on his promise to save us (see 2:19; 2 Cor 1:19-22; Eph 1:13-14; 1 Peter 1:3-5)” [= 2:12-13 bisa kelihatan bertentangan; ini merupakan salah satu penafsiran yang memungkinkan: (1) Jika kita ‘menyangkal’ Kristus, artinya, jika kita menyangkal / menolak untuk memberikan Dia tempat pertama dalam hidup kita, Ia juga akan ‘menyangkal’ kita, artinya, kita akan mengalami kehilangan pahala kita pada kursi penghakimanNya (lihat exposisi tentang 1Korintus 3:10-17). (2) Tetapi tak peduli bagaimana ‘tidak setianya’ kita, artinya, tak peduli bagaimana banyaknya kita melupakan / melalaikan Dia, Ia akan tetap ‘setia’ dan tidak akan pernah ‘menyangkal diriNya sendiri’, artinya, Ia tidak akan pernah mundur dari janjiNya untuk menyelamatkan kita (lihat 2:19; 2Korintus 1:19-22; Efesus 1:13-14; 1Petrus 1:3-5].
2Timotius 2:19 - “Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’ dan ‘Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.’”.
2Korintus 1:19-22 - “(19) Karena Yesus Kristus, Anak Allah, yang telah kami beritakan di tengah-tengah kamu, yaitu olehku dan oleh Silwanus dan Timotius, bukanlah ‘ya’ dan ‘tidak’, tetapi sebaliknya di dalam Dia hanya ada ‘ya’. (20) Sebab Kristus adalah ‘ya’ bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan ‘Amin’ untuk memuliakan Allah. (21) Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi, (22) memeteraikan tanda milikNya atas kita dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita”.
Efesus 1:13-14 - “(13) Di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikanNya itu. (14) Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaanNya”.
1Petrus 1:3-5 - “(3) Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmatNya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, (4) untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu. (5) Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir”.
UBS New Testament Handbook Series: “‘Faithless’ is better translated in English as ‘unfaithful’ (compare TEV and CEV), with Christ as the implicit object of the unfaithfulness. This would make clear that ‘unfaithful’ is parallel to ‘deny’ in the previous verse, since to disown Christ is equivalent to being unfaithful to him. So one may translate ‘If we are unfaithful to him’ or ‘If we turn our backs on him.’ The second part of this verse is not what we expect it to be, considering the previous verse. So here we would have expected ‘he will also be unfaithful.’ In fact some scholars have suggested that the meaning of ‘he remains faithful’ is that Christ remains faithful to his sense of justice and will therefore pronounce judgment on those who are unfaithful to him. ... Attractive as this explanation may be, it is more likely that the object of faithfulness here is not Christ but the believers, that is, ‘he remains faithful to us.’ ‘He cannot be false to himself’ then means that Christ cannot turn his back on his true nature as the Savior who remains faithful to those who trust in him” [= Kata ‘faithless’ lebih baik diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai ‘tidak setia’ (bandingkan dengan TEV dan CEV), dengan Kristus sebagai obyek implicit / tidak langsung dari ketidak-setiaan. Ini akan membuat jelas bahwa ‘tidak setia’ paralel dengan ‘menyangkal’ dalam ayat sebelumnya, karena menyangkal / tidak mengakui Kristus adalah sama dengan tidak setia kepadaNya. Jadi seseorang bisa menterjemahkan ‘Jika kita tidak setia kepadaNya’ atau ‘Jika kita membelakangi Dia’. Bagian kedua dari ayat ini tidaklah seperti yang kita harapkan, kalau kita mempertimbangkan ayat sebelumnya. Jadi, di sini kita akan mengharapkan ‘Ia juga akan tidak setia’. Dalam faktanya beberapa sarjana telah mengusulkan bahwa arti dari ‘Ia tetap setia’ adalah bahwa Kristus tetap setia pada perasaan / pendirian tentang keadilan dan karena itu Ia akan mengumumkan penghakiman kepada mereka yang tidak setia kepadaNya. ... Sekalipun penjelasan ini menarik, adalah lebih memungkinkan bahwa obyek dari kesetiaan di sini bukanlah Kristus tetapi orang-orang percaya, yaitu, ‘Ia tetap setia kepada kita’. Jadi, ‘Ia tidak bisa tidak setia kepada diriNya sendiri’ artinya adalah bahwa Kristus tidak bisa membelakangi sifat dasarNya yang sejati sebagai Juruselamat yang tetap setia kepada mereka yang percaya kepadaNya].
Wuest’s Word Studies From the Greek New Testament: “The words, ‘believe not,’ are APISTEUO, and refer here, not to the act of believing, but to unfaithfulness. ‘If we are untrue to the Lord Jesus in our Christian lives,’ is the idea. He abides faithful” (= Kata-kata ‘tidak percaya’ adalah APISTEUO, dan di sini menunjuk, bukan pada tindakan percaya, tetapi pada ketidak-setiaan. ‘Jika kita tidak setia kepada Tuhan Yesus dalam kehidupan Kristen kita’, adalah gagasannya. Ia tetap setia).
Catatan: bagian yang saya garis-bawahi pasti ada kekurangannya. Maksudnya pasti adalah ‘bukan pada tindakan tidak percaya’.
Yang mana arti yang benar, tergantung dari apa arti dari kata-kata ‘Jika kita tidak setia’. Pada waktu saya melihat dalam konkordansi, maka kata-kata ‘tidak setia’ pada waktu ditujukan kepada manusia dalam hubungannya dengan Allah, pada umumnya / hampir semua menunjukkan ketidak-percayaan. Jadi, biasanya kata-kata ini ditujukan kepada orang yang tidak percaya / orang kristen KTP.
Misalnya:
· 1Tawarikh 10:13 - “Demikianlah Saul mati karena perbuatannya yang tidak setia terhadap TUHAN, oleh karena ia tidak berpegang pada firman TUHAN, dan juga karena ia telah meminta petunjuk dari arwah”.
· Mazmur 78:8 - “dan jangan seperti nenek moyang mereka, angkatan pendurhaka dan pemberontak, angkatan yang tidak tetap hatinya dan tidak setia jiwanya kepada Allah”.
Dalam kasus dimana yang ‘tidak setia’ adalah orang yang tidak percaya / orang kristen KTP, maka jelas tidak mungkin kita menafsirkan bahwa dalam keadaan seperti ini Yesus akan tetap setia kepada mereka. Maka kita harus mengambil penafsiran pertama, yaitu bahwa Ia tetap setia pada ancaman-ancaman dan janji-janjiNya.
Tetapi kadang-kadang kata-kata ‘tidak setia’ ditujukan kepada orang percaya / orang kristen yang sejati, yang sekalipun berusaha untuk taat / menyenangkan Tuhan, tetap mengalami saat-saat dimana ia tidak / kurang setia, sehingga tidak mentaati Tuhan.
Misalnya:
Ezra 9:2 - “Karena mereka telah mengambil isteri dari antara anak perempuan orang-orang itu untuk diri sendiri dan untuk anak-anak mereka, sehingga bercampurlah benih yang kudus dengan penduduk negeri, bahkan para pemuka dan penguasalah yang lebih dahulu melakukan perbuatan tidak setia itu.’”.
Ezr 9:4 - “Lalu berkumpullah kepadaku semua orang yang gemetar karena firman Allah Israel, oleh sebab perbuatan tidak setia orang-orang buangan itu, tetapi aku tetap duduk tertegun sampai korban petang”.
Ezr 10:2 - “Maka berbicaralah Sekhanya bin Yehiel, dari bani Elam, katanya kepada Ezra: ‘Kami telah melakukan perbuatan tidak setia terhadap Allah kita, oleh karena kami telah memperisteri perempuan asing dari antara penduduk negeri. Namun demikian sekarang juga masih ada harapan bagi Israel”.
Ezr 10:6 - “Sesudah itu Ezra pergi dari depan rumah Allah menuju bilik Yohanan bin Elyasib, dan di sana ia bermalam dengan tidak makan roti dan minum air, sebab ia berkabung karena orang-orang buangan itu telah melakukan perbuatan tidak setia”.
Ezr 10:10 - “Maka bangkitlah imam Ezra, lalu berkata kepada mereka: ‘Kamu telah melakukan perbuatan tidak setia, karena kamu memperisteri perempuan asing dan dengan demikian menambah kesalahan orang Israel”.
Sederetan ayat dalam kitab Ezra ini menunjukkan bahwa orang-orang Israel itu tidak setia dalam arti mereka jatuh ke dalam dosa (mengambil istri asing), tetapi kelihatannya mereka adalah orang-orang percaya karena akhirnya mereka bertobat dari dosa itu.
Tetapi ayat yang paling jelas adalah ayat di bawah ini, karena ayat ini berbicara tentang Musa dan Harun, yang pasti adalah orang percaya.
Ulangan 32:51 - “oleh sebab kamu telah berubah setia terhadap Aku di tengah-tengah orang Israel, dekat mata air Meriba di Kadesh di padang gurun Zin, dan oleh sebab kamu tidak menghormati kekudusanKu di tengah-tengah orang Israel”.
Catatan: Kata ‘kamu’ yang saya beri garis bawah ganda ada dalam bentuk jamak, dan karena itu menunjuk bukan kepada Musa saja, tetapi kepada Musa dan Harun.
Dalam kasus seperti ini rasanya jauh lebih memungkinkan kalau kata-kata ‘Dia tetap setia’ diberi obyek ‘orang percaya / orang Kristen’ (penafsiran kedua). Jadi seluruh kalimat artinya menjadi, ‘Jika kita (orang Kristen) tidak setia, Dia akan tetap setia (kepada kita)’. Ia tidak akan membuang kita / memasukkan kita ke dalam neraka.
William Barclay kelihatannya menggabungkan kedua arti di atas.
Barclay: “Jesus Christ cannot vouch in eternity for a man who has refused to have anything to do with him in time; but he is for ever true to the man who, however much he has failed, has tried to be true to him” (= Yesus Kristus tidak bisa menjamin dalam kekekalan bagi seseorang yang telah menolak untuk mempunyai urusan apapun dengan Dia dalam waktu; tetapi Ia selama-lamanya setia kepada orang yang bagaimanapun hebatnya ia telah gagal, telah berusaha untuk setia kepada Dia) - hal 170.
III) Kesetiaan kita dan akibatnya / pahalanya (2 Timotius 2: 11,12a).
Ay 11-12a: “(11) Benarlah perkataan ini: ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (12a) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia”.
KJV: ‘If we suffer’ (= Jika kita menderita).
RSV/NIV/NASB: ‘if we endure’ (= Jika kita bertahan / bertekun).
Kata Yunani yang digunakan berarti bertahan / bertekun dalam penderitaan.
1) Komentar tentang 2 Timotius 2: 11 - “Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia”.
Matthew Henry: “Those who faithfully adhere to Christ and to his truths and ways, whatever it cost them, will certainly have the advantage of it in another world: If we be dead with him, we shall live with him, v. 11. If, in conformity to Christ, we be dead to this world, its pleasures, profits, and honours, we shall go to live with him in a better world, to be for ever with him. Nay, though we be called out to suffer for him, we shall not lose by that. Those who suffer for Christ on earth shall reign with Christ in heaven, v. 12” (= Mereka yang dengan setia melekat pada Kristus dan pada kebenaran dan jalanNya, apapun ongkosnya bagi mereka, pasti akan mendapatkan keuntungan darinya dalam dunia yang lain: Jika kita mati dengan Dia, kita akan hidup dengan Dia, ay 11. Jika dalam penyesuaian diri dengan Kristus, kita mati terhadap dunia ini, kesenangan-kesenangannya, keuntungan-keuntungannya, kehormatan-kehormatannya, kita akan pergi untuk hidup dengan Dia di dunia yang lebih baik, untuk berada selama-lamanya dengan Dia. Tidak, sekalipun kita dipanggil untuk menderita bagi Dia, kita tidak akan kehilangan / rugi oleh hal itu. Mereka yang menderita untuk Kristus di bumi akan memerintah dengan Kristus di surga, 2 Timotius 2: 12).
Penerapan: apakah kita memang mati terhadap diri kita sendiri, kesenangan-kesenangan kita, keuntungan-keuntungan kita, kehormatan-kehormatan kita? Atau, sebaliknya, kita lebih mengutamakan hal-hal itu dari Allah / Yesus sendiri?
2) Komentar tentang ay 12a - “jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia”.
Lenski: “‘Shall reign’ exceeds ‘shall live.’ This second paradox is just as tremendous as the first. Here we ‘endure,’ literally, ‘remain under,’ others trample all over us; there we shall reign as royalties with no one above us save Christ, and we are actually associated with him: sitting with him in his throne as he sits in his Father’s (Rev. 3:21; 20:4,6)” [= ‘Akan memerintah’ melebihi / melampaui ‘akan hidup’. Paradox yang kedua ini sama hebat / dahsyatnya seperti yang pertama. Di sini kita ‘bertahan / bertekun’, secara hurufiah, ‘tetap ada di bawah’, orang-orang lain menginjak-injak kita; di sana kita akan memerintah sebagai keluarga raja tanpa ada siapapun di atas kita kecuali Kristus, dan kita sungguh-sungguh bersatu dengan Dia: duduk dengan Dia di takhtaNya seperti Ia duduk di takhta Bapa (Wah 3:21; 20:4,6)] - hal 794-795.
3) Komentar tentang gabungan ay 11-12a - “Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (12a) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia”.
John Stott: “The death with Christ which is here mentioned must refer, according to the context, not to our death to sin through union with Christ in his death, but rather to our death to self and to safety, as we take up the cross and follow Christ. ... That this is the meaning in the hymn fragments seems plain from the fact that to ‘have died with Christ’ and to ‘endure’ are parallel expressions. So the Christian life is depicted as a life of dying, a life of enduring. Only if we share Christ’s death on earth, shall we share his life in heaven. Only if we share his sufferings and endure, shall we share his reign in the hereafter. For the road to life is death, and the road to glory suffering” (= Kematian dengan Kristus yang disebutkan di sini harus menunjuk, sesuai dengan kontextnya, bukan pada kematian kita terhadap dosa melalui persatuan dengan Kristus dalam kematianNya, tetapi lebih pada kematian kita terhadap diri dan keamanan kita sendiri, pada waktu kita memikul salib dan mengikuti Kristus. ... Bahwa ini merupakan arti dalam potongan nyanyian pujian ini kelihatan jelas dari fakta bahwa ‘telah mati dengan Kristus’ dan ‘bertahan / bertekun’ merupakan ungkapan-ungkapan yang paralel. Demikianlah kehidupan Kristen digambarkan sebagai suatu kehidupan dari kematian, suatu kehidupan dari ketahanan / ketekunan. Hanya jika kita ikut ambil bagian dalam kematian Kristus di dunia, maka kita akan ikut ambil bagian dalam kehidupanNya di surga. Hanya jika kita ikut ambil bagian dalam penderitaan-penderitaanNya dan bertahan / bertekun, maka kita akan ikut ambil bagian dalam pemerintahanNya di alam baka. Karena jalan menuju kehidupan adalah kematian, dan jalan menuju kemuliaan adalah penderitaan) - hal 63-64.
Tentang hal ini saya ingin mengutip kata-kata William Barclay, yang dalam tafsirannya tentang Yohanes 3:14-15, memberikan komentar sebagai berikut: “There was a double lifting up in Jesus’s life - the lifting on the Cross and the lifting into glory. And the two are inextricably connected. The one could not have happened without the other. For Jesus the Cross was the way to glory; had he refused it, had he evaded it, had he taken steps to escape it, as he might so easily have done, there would have been no glory for him. It is the same for us. We can, if we like, choose the easy way; we can, if we like, refuse the cross that every Christian is called to bear; but if we do, we lose the glory. It is an unalterable law of life that if there is no cross, there is no crown” (= Ada peninggian dobel dalam kehidupan Yesus - peninggian pada salib dan peninggian ke dalam kemuliaan. Dan keduanya berhubungan secara tak bisa dilepaskan. Yang satu tidak akan bisa terjadi tanpa yang lain. Untuk Yesus, salib adalah jalan menuju kemuliaan; andaikata Ia menolaknya, andaikata ia mengambil langkah untuk menghindarinya, yang dengan mudah bisa Ia lakukan, maka tidak akan ada kemuliaan bagi Dia. Sama halnya dengan kita. Kita bisa, kalau kita mau, memilih jalan yang mudah; kita bisa, kalau kita mau, menolak salib yang harus dipikul oleh setiap orang kristen; tetapi kalau kita melakukan hal itu, kita kehilangan kemuliaan. Merupakan suatu hukum kehidupan yang tidak bisa berubah bahwa kalau tidak ada salib, tidak ada mahkota).
4) Contoh orang yang rela ‘mati’ / menderita bagi Kristus, dan bertekun dalam penderitaan itu.
The Biblical Illustrator (New Testament): “Suffering with Christ: - In the olden time when the gospel was preached in Persia, one Hamedatha, a courtier of the king, having embraced the faith, was stripped of all his offices, driven from the palace, and compelled to feed camels. This he did with great content. The king passing by one day, saw his former favourite at his ignoble work, cleaning out the camel’s stables. Taking pity upon him he took him into his palace, clothed him with sumptuous apparel, restored him to all his former honours, and made him sit at the royal table. In the midst of the dainty feast, he asked Hamedatha to renounce his faith. The courtier, rising from the table, tore off his garments with haste, left all the dainties behind him, and said, ‘Didst thou think that for such silly things as these I would deny my Lord and Master?’ and away he went to the stable to his ignoble work. How honourable is all this!” [= Menderita dengan Kristus: - Di jaman dulu pada waktu injil diberitakan di Persia, seorang bernama Hamedatha, seorang anggota istana dari raja, setelah memeluk iman (Kristen), ditelanjangi dari semua jabatannya, diusir dari istana, dan dipaksa untuk memberi makan unta-unta. Ini ia lakukan dengan kepuasan / kesenangan yang besar. Suatu hari sang raja lewat dan melihat orang yang tadinya ia senangi melakukan pekerjaan yang hina / rendah itu, membersihkan kandang unta. Karena kasihan kepadanya, ia membawanya ke dalam istananya, memakaianinya dengan pakaian yang mewah, memulihkannya pada semua kehormatannya yang dulu, dan mendudukannya di meja kerajaan. Di tengah-tengah pesta yang bergengsi, ia meminta Hamedatha untuk meninggalkan imannya. Orang itu bangkit dari meja, merobek pakaiannya dengan cepat, meninggalkan semua gengsi / martabat di belakangnya, dan berkata: ‘Apakah engkau pikir bahwa untuk hal-hal tolol seperti ini aku mau menyangkal Tuhan dan Guruku?’ dan ia pergi ke kandang pada pekerjaannya yang hina / rendah. Alangkah terhormatnya semua ini!].
BACA JUGA: DOA BERSUARA ATAU SUNYI
Catatan: kutipan dari The Biblical Illustrator ini diberikan oleh C. H. Spurgeon.
Kesimpulan / penutup.
Gereja kita yang kecil ini baru berusia 3 tahun. Kalau kita bisa melewati 3 tahun ini, itu pasti karena kesetiaan Allah / Yesus. Sekarang mari kita introspeksi tentang kesetiaan kita selama 3 tahun ini. Misalnya:
· Dalam kasih kepada Allah, mengutamakan Dia di atas segala sesuatu (pekerjaan / uang / kesibukan apapun).
· Dalam belajar Firman Tuhan (apa yang sering membuat saudara membolos dari Pemahaman Alkitab?).
· Dalam berbakti (apa yang sering membuat saudara membolos dari kebaktian?).
· Dalam melayani Dia dan memberitakan Injil (apa yang membuat saudara melayani / memberitakan Injil dengan cara yang tidak bertanggung jawab?).
· Dalam berdoa (Persekutuan Doa yang baru diadakan 2-3 x terhenti; mengapa?).
Maukah kita mengambil suatu komitmen untuk setia / lebih setia kepadaNya dalam tahun-tahun yang mendatang? Tuhan memberkati saudara sekalian.
KESETIAAN ALLAH / YESUS VS KESETIAAN KITA (2 TIMOTIUS 2:11-13)
-AMIN-