DOA BERSUARA ATAU SUNYI (KISAH PARA RASUL 10:9; MARKUS 1:35)
Pdt. Budi Asali M.Div.
Kisah Para Rasul 10:9: Pada saat itu Petrus mau berdoa, dan karena itu ia naik ke atas rumah. Mengapa naik ke atas rumah? Karena berdoa membutuhkan kesunyian sehingga bisa lebih berkonsentrasi (bdk. Markus 1:35). Memang kalau perlu kita bisa berdoa di tengah-tengah keramaian, tetapi kalau dimungkinkan, kita harus mencari tempat yang sunyi. Ini bertentangan dengan banyak cara doa yang sedang ngetrend jaman ini, seperti:
gadget, otomotif, asuransi |
· orang yang berteriak ‘Amin’, atau ‘Haleluya’, atau ‘Glory’ dsb dengan suara keras di tengah-tengah suatu persekutuan doa.
· doa yang diiringi musik.
· sebagian jemaat berdoa, sebagian lain menyanyi.
· ‘doa bersuara’, yaitu sekelompok orang yang berdoa dimana setiap orang berdoa dengan membuka suara sendiri-sendiri dengan keras (Awas, saya tidak memaksudkan orang yang berdoa secara pribadi, sambil mengeluarkan suara. Yang ini tentu tidak apa-apa). Saya berpendapat bahwa ini adalah sesuatu yang salah karena:
* Seharusnya suasana doa adalah sunyi / tenang. Tetapi kalau kita melakukan ‘doa bersuara’ ini, maka kita sengaja membuat ribut. Ini menyebabkan banyak orang tidak bisa berdoa dalam suasana seperti itu. Kalau saudara sendiri bisa berdoa dalam suasana seperti itu, jangan beranggapan bahwa semua orang juga harus bisa berdoa dalam suasana seperti itu!
* Ini adalah perwujudan dari egoisme, karena orang yang melakukan ‘doa bersuara’ itu tidak mempedulikan orang-orang lain yang tidak bisa berdoa dalam suasana seperti itu. Bandingkan dengan Filipi 2:4 - “janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga”.
* Itu sebetulnya bukanlah suatu persekutuan doa, karena sekalipun semua orang berdoa untuk topik yang sama, tetapi doanya bisa berbeda. Misalnya: kalau semua berdoa tentang hamba Tuhan, maka bisa saja yang satu berdoa untuk kesehatannya, sedangkan yang lain berdoa untuk kerohaniannya.
Lebih dari itu doa dari orang-orang itu bahkan bisa bertentangan satu dengan yang lain. Misalnya: hamba Tuhan itu punya anak yang nakal, maka bisa saja orang yang satu berdoa supaya hamba Tuhan itu diberi kesabaran menghadapi anaknya itu, tetapi orang yang lain berdoa supaya hamba Tuhan itu diberi ketegasan untuk mendisiplin anak itu. Atau pada waktu mendoakan jemaat yang sakit, yang seorang berdoa supaya orang yang sakit itu disembuhkan, tetapi orang yang lain, yang menganggap bahwa penyakit itu merupakan hukuman / hajaran Tuhan, berdoa supaya Tuhan tidak menyembuhkan tetapi mempertobatkan orang itu. Dengan demikian terlihat bahwa sebetulnya mereka hanya berdoa bersama-sama, bukan melakukan persekutuan doa!
Calvin: “there is no fellowship in prayer, unless when all with one mind unite in the same desires” (= tidak ada persekutuan dalam doa, kecuali pada waktu semua dengan satu pikiran bersatu dalam keinginan-keinginan yang sama) - hal 448.
* Itu bertentangan dengan tradisi persekutuan doa yang diajarkan oleh Kitab Suci.
1Korintus 14:16 berbunyi: “Sebab, jika engkau mengucap syukur dengan rohmu saja, bagaimanakah orang biasa yang hadir sebagai pendengar dapat mengatakan ‘amin’ atas pengucapan syukurmu? Bukankah ia tidak tahu apa yang engkau katakan?”.
Ayat ini memang bukan mempersoalkan ‘doa bersuara’, tetapi ‘doa dengan menggunakan bahasa roh’. Tetapi dari ayat ini kita bisa mempelajari tradisi persekutuan doa dalam Kitab Suci. Mengapa doa dengan bahasa roh tidak boleh dilakukan dalam suatu persekutuan? Karena dengan demikian orang yang hadir tidak bisa mengaminkannya. Jadi dari sini terlihat bahwa tradisi Kitab Suci dalam melakukan persekutuan doa adalah: satu orang yang memimpin doa dengan suara keras, sedangkan yang lain mengaminkannya.
Supaya saudara tidak menganggap bahwa ini sekedar merupakan tafsiran saya, saya berikan tafsiran / komentar Calvin tentang ayat ini, dimana ia berkata:
“Paul’s expression, however, intimates, that some one of the ministers uttered or pronounced prayers in a distinct voice, and that the whole assembly followed in their minds the words of that one person, until he had come to a close, and they all said Amen - to intimate, that the prayer offered up by that one person was that of all of them in common” (= ungkapan Paulus menunjukkan bahwa salah seorang pendeta menaikkan doa dengan suara yang jelas dan seluruh jemaat mengikuti dalam pikiran mereka kata-kata dari orang itu, sampai ia selesai, dan mereka semua berkata Amin - untuk menunjukkan bahwa doa yang dinaikkan oleh satu orang itu adalah doa mereka semua).
Bandingkan juga dengan ayat-ayat di bawah ini:
Þ 1Taw 16:7-36.
Dalam ay 7 ditunjukkan bahwa beberapa orang memimpin nyanyian (dalam menyanyi bisa saja beberapa orang menyanyi bersama-sama, karena kata-katanya sama, tetapi dalam berdoa tidak!); nyanyian itu ada dalam ay 8-36a, lalu pada ay 36b jemaat mengucapkan ‘amin’.
Þ Mazmur 106:1-48.
Sekalipun tidak disebutkan secara explicit, tetapi dari kata-kata dalam mazmur ini terlihat bahwa itu adalah suatu doa. Pada ay 48b (pada akhir dari doa itu) maka semua jemaat mengucapkan ‘amin’.
Þ Ulangan 27:14-26.
Ini adalah pembacaan Firman Tuhan / ayat Kitab Suci. Beberapa orang membacakannya (ay 14), dan setiap ayat ditutup dengan ‘amin’ oleh seluruh jemaat.
Tetapi ada orang yang mengatakan bahwa ada orang yang tidak bisa berkonsentrasi dalam doa kalau hanya ada 1 orang yang berdoa dan ia hanya mengaminkan. Saya menjawab: memang harus diakui kalau pemimpin doa berdoa tidak karuan / berbelit-belit, maka kita akan sukar berkonsentrasi. Karena itu harus dipilih pemimpin doa yang baik. Kalau dengan pemimpin doa yang baik tetap ada orang yang tidak bisa berkonsentrasi, maka saya berpendapat tentu ada sesuatu yang tidak beres dengan orang itu. Doa seperti ini adalah yang diajarkan oleh Kitab Suci. Kalau ia tidak bisa berdoa dengan cara yang diajarkan oleh Kitab Suci, maka pasti dia yang salah.
* Itu menimbulkan kekacauan / ketidak-tertiban yang jelas tidak dikehendaki oleh Tuhan dalam suatu kebaktian.
1Korintus 14:27,30-31 mengatakan bahwa dalam suatu pertemuan jemaat, kalau orang yang berbahasa roh ataupun bernubuat harus satu per satu. Mengapa? Karena Allah menghendaki ketertiban dan keteraturan dalam ibadah / kebaktian (1Kor 14:33,40). Aneh kalau ada orang yang mau menggunakan ayat-ayat ini untuk menyerang orang Pentakosta / Kharismatik yang berbahasa roh secara bersama-sama, tetapi tidak menggunakan ayat-ayat ini untuk melarang ‘doa bersuara’. Padahal kekacauan yang ditimbulkan adalah sama.
Ada orang yang keberatan dengan apa yang saya katakan ini, karena menurut mereka dalam Kis 4:24 dilakukan doa bersuara seperti itu.
Kisah Para Rasul 4:24 - “Ketika teman-teman mereka mendengar hal itu, berserulah mereka bersama-sama kepada Allah, katanya: ‘Ya Tuhan, ...”.
NIV/RSV: ‘they raised / lifted their voices together’ (= mereka menaikkan suara mereka bersama-sama).
Baik Kitab Suci Indonesia maupun NIV dan RSV salah terjemahan.
Kata yang diterjemahkan ‘bersama-sama’ adalah HOMOTHUMADON, yang terjemahan seharusnya adalah ‘with one accord’ (= dengan suara bulat, seia sekata). Ini terjemahan yang diambil oleh KJV, NKJV, ASV, dan NASB.
Kata Yunani yang sama digunakan dalam Kisah Para Rasul 1:14 dan diterjemahkan ‘sehati’.
Kis 4:24 ini jelas tidak bisa dipakai untuk mendukung ‘doa bersuara’, karena ayat ini tidak menunjukkan mereka sama-sama membuka suara, tetapi bahwa mereka berdoa dengan sehati! Bahkan bisa dikatakan bahwa ayat ini menentang doa bersuara, karena dalam doa bersuara dimana semua orang buka suara, sebetulnya tidak ada kesehatian dalam doa itu, karena sekalipun topik yang didoakan sama, tetapi jelas setiap orang berdoa secara berbeda. Misalnya, sekalipun semua mendoakan tentang hamba Tuhan, tetapi mungkin yang seorang mendoakan keluarganya, yang seorang mendoakan kesehatannya, yang seorang mendoakan kerohaniannya, dsb.DOA BERSUARA ATAU SUNYI (KISAH PARA RASUL 10:9; MARKUS 1:35).
-AMIN-