PENGHARAPAN KEMULIAAN DI TENGAH PENDERITAAN (ROMA 8:18-30)

PENGHARAPAN KEMULIAAN DI TENGAH PENDERITAAN (ROMA 8:18-30)Pdt.Yakub Tri Handoko, M.Th.

PENGHARAPAN KEMULIAAN DI TENGAH PENDERITAAN (ROMA 8:18-30). Roma 8:18. Ayat ini mengajarkan konsep yang benar tentang cara pandang terhadap penderitaan. Orang percaya perlu mengubah perspektif mereka. Mengarahkan diri pada kemuliaan eskhatologis merupakan cara untuk menyadari bahwa penderitaan yang ada sekarang adalah terlalu kecil. 

Ayat ini tidak bermaksud untuk mengecilkan permasalahan. Ayat ini hanya menempatkan penderitaan pada porsi yang sebenarnya. Mempertimbangkan deskripsi di Roma 8: 19-25, penderitaan di sini bukan hanya terbatas pada penderitaan Kristiani (misalnya penganiayaan dan pergumulan dengan dosa), tetapi sifatnya lebih makro – mencakup semua makhluk.

Roma 8: 19-25. Bagian ini menerangkan keadaan semua mahkluk selama masa penantian. Kata kti,sij (lit. “ciptaan”) yang dipakai merujuk pada semua manusia, tetapi tidak mencakup ciptaan lain (tumbuhan, binatang, benda), karena di sini tampaknya merujuk pada pribadi yang bisa merindukan dan mengeluh. Ada dua keadaan secara umum:

1. Semua makhluk menanti dengan sangat rindu Roma 8: 19).

Secara literal Roma 8: 19 seharusnya diterjemahkan “pengharapan yang sangat (h` avpokaradoki,a) dari semua makhkluk menunggu dengan sangat rindu (avpekde,cetai) penyataan anak-anak Allah”. Kata avpokaradoki,a secara etimologis berasal dari tiga kata: avpo = “dari”, kara = “kepala” dan de,comai = “meregangkan”. Paduan kata ini menyiratkan sikap orang yang sedang melongokkan kepala untuk melihat sesuatu. 

Orang percaya memang sudah menjadi anak-anak Allah (Roma 8:14-17), tetapi secara penuh hal itu akan dinyatakan nanti. Hal ini juga dinantikan oleh orang-orang lain, karena mereka telah ditaklukkan pada kesia-siaan oleh Allah. Mereka memiliki alasan untuk menantikan ini karena Allah menaklukkannya pada kesia-siaan dalam pengharapan.

2. Semua makhluk mengeluh dan merasakan sakit (Roma 8:22-23).

Penantian di atas bukanlah sesuatu yang mengenakkan, karena mereka menanti sambil bersama-sama mengeluh dan merasakan sakit. Kata biasanya dipakai untuk sakit waktu melahirkan anak, sehingga gambaran di sini mirip dengan Yohanes 16:20b-22. Orang percaya yang menerima “buah sulung” (avparch,) Roh juga mengalami perasaan yang sama. avparch, dalam PL dipakai sebagai tanda berkat awal yang akan diikuti oleh berkat-berkat selanjutnya. 

Pemakaian avparch, di sini merujuk pada karya Roh Kudus yang sudah diterima oleh orang percaya (Roma 8: 2-11, 14-17), tetapi pemenuhan sempurna dari pemberian tersebut baru akan diberikan di kemudian hari. Roma 8: 24-25 menjelaskan sikap lain yang harus dimiliki oleh orang percaya, yaitu memiliki pengharapan (Roma 8: 24) dan sabar (Roma 8: 25). Apa yang diharapkan memang belum terlihat, tetapi itu justru jadi alasan untuk terus berharap.

Roma 8: 26-27. Bagian ini menjelaskan intervensi ilahi bagi orang percaya supaya mereka tetap bisa memiliki pengharapan dan sabar. Roh Kudus membantu orang percaya dalam kelemahan mereka. Kelemahan ini mungkin bersifat umum (semua kelemahan sebagai karakter dasar manusia sebagai mahkluk), tetapi terutama soal memahami kehendak Allah. Ini menmenyiratkan ketidaktahuan tentang isi doa (NIV, NKJV), bukan cara berdoa (mayoritas EV’s dan LAI:TB). 

Seandainya Paulus ingin memaksudkan cara berdoa, ia pasti akan menambahkan preposisi kata, di depan ti,. Selain itu, doa syafaat Roh Kudus dengan keluhan yang tidak terucapkan juga mendukung bahwa Ia hanya membantu dalam hal isi doa yang benar, yang seringkali orang percaya gagal untuk memahaminya. Roh Kudus tidak membantu orang percaya dalam hal cara berdoa, tetapi lebih ke arah isi doa. 

Jadi, ayat ini pasti bukan rujukan pada bahasa roh (kontra Kasemann). Situasi rumit yang dialami - ditambah dengan kelemahan sebagai manusia – seringkali menyebabkan orang percaya sulit mencari kehendak Allah yang pasti. Mereka kadang meminta sesuatu yang salah. Doa syafaat Roh Kudus ini pasti efektif, karena Ia berdoa sesuai dengan rencana Allah (Roma 8: 27).

Roma 8: 28-30. Ayat 28 menjelaskan intervensi ilahi yang lain yang menjamin pengharapan orang percaya di tengah penderitaan, sedangkan Roma 8: 29-30 menerangkan alasan bagi intervensi tersebut dari sisi ilahi. Struktur kalimat Yunani di Roma 8: 28 telah menimbulkan 3 pandangan berbeda. Kesulitan ini berhubungan dengan identifikasi subjek untuk kata kerja “bekerja bersama-sama” (sunergei/).

(1) Allah sebagai subjek.

Jika Allah sebagai subjek, maka “segala sesuatu” berfungsi sebagai direct object (“Allah menyebabkan segala sesuatu bekerja bersama untuk kebaikan”, NASB) atau sebagai accusative of respect (“dalam segala sesuatu Allah bekerja bersama untuk kebaikan”, NIV, NRSV). Ada dua keberatan serius terhadap usulan ini. 

Pertama, kata kerja sunergei tidak pernah mengambil kata benda bentuk akusatif (objek langsung). 

Kedua, jika usulan itu diterima dan ayat 28 diterjemahkan secara literal sesuai struktur kalimat Yunani, maka hasil terjemahan menjadi “kita tahu sekarang bahwa bagi orang yang mengasihi Allah, Allah bekerja bersama-sama...”. Pengulangan “Allah” (meskipun yang terakhir hanya tersirat) merupakan tata bahasa yang tidak lazim dalam bahasa Yunani, karena tidak ada objek participle yang juga berfungsi sebagai subjek dalam induk kalimat.

(2) Roh Kudus sebagai subjek.

Usulan ini didasarkan pada Roma 8: 26-27 yang memakai Roh Kudus sebagai subjek. Usulan ini juga memiliki kelemahan serius. Pertama, subjek di ayat 29-30 jelas adalah Allah. Kedua, Roma 8: 28 jelas memulai pemikiran baru yang berbeda dengan Roma 8: 26-27.

(3) Segala sesuatu sebagai subjek.

Terjemahan ini merupakan terjemahan yang paling wajar (KJV), karena pa,nta memang bisa berbentuk nominatif (sebagai subjek). Terjemahan ini juga mengambil sunergei sebagai kata kerja intransitif, seperti pemakaian umum kata tersebut di PB. Beberapa orang menolak terjemahan ini dengan dasar pa,nta berbentuk jamak sedangkan sunergei berbentuk tunggal. Bantahan ini tidak bisa diterima, karena mayoritas subjek yang berjenis kelamin neuter memang mengambil kata kerja tunggal. Satu-satunya kesulitan dengan terjemahan ini terkait dengan fenomena bahwa sunergei biasanya dikaitkan dengan subjek yang personal.


Ada dua deskripsi tentang orang-orang yang kepadanya segala sesuatu – melalui providensi Allah – mengerjakan kebaikan:

1. Mereka yang mengasihi Allah ((Roma 8: 28).

Kriteria ini dilihat dari sisi manusianya. Segala sesuatu akan mengerjakan kebaikan hanya bagi mereka yang mengasihi Allah.

2. Mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah (Roma 8: 29-30).

Sisi manusiawi di atas hanya bisa terjadi jikalau ada inisiatif dari pihak Allah dahulu. Allah memanggil orang percaya, sehingga mereka mampu mengasihi Allah. Fakta menarik tentang Roma 8: 29-30 adalah bentuk lampau yang dipakai untuk kata kerja “dipilih” – “ditentukan” – “dipanggil” – “dibenarkan” – “dimuliakan”, meskipun pemuliaan tersebut belum terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa bagi Allah semua rencana-Nya adalah sesuatu yang pasti. Kepastian pemuliaan ini membentuk inclusio dengan Roma 8: 18.PENGHARAPAN KEMULIAAN DI TENGAH PENDERITAAN (ROMA 8:18-30).
Next Post Previous Post